Você está na página 1de 11

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

DI RSUD DEPATI BAHRIN SUNGAILIAT

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

Disusun Oleh :

NAMA : CAHYA LYSTIANI

NIM : 171440102

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000).
Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septikemia dan syok septik. (Dongoes, 2000).
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan
penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering
sekali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada
bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi
yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
2. Etiologi
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh
bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa
komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis
pada neonatus, antara lain :
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu
dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan
terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan
mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka
panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran
darah melalui alat-alat tersebut.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat mengarah
ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki
aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum
terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari
semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan
yang jelas. Penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan
mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia
tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini tanda dan
gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang menderita sepsis.
a. Gangguan pernapasan seperti apnea, takipnea dengan kecepatan
pernapasan > 60x/menit, cuping hidung, sianosis, tampak merintih,
retraksi dada yang dalam.
b. Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar
nanah dari telinga, ekstensor kaku.
c. Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermia (< 35,5oC)
d. Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum
e. Kemerahan sekitar umbilikus
Berdasarkan manifestasi klinis yang diatas dapat disimpulkan bahwa
tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling
berhubungan baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda
neurolohi bahkan psikologi saling berhubungan.
4. Komplikasi
a. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari
keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari
asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh
konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat,
selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam
lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi
terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh yang
disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat
berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan
kerusakan eritrosit yang meningkat.
b. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi
yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia.
c. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin
yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh
melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses
normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein
sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen).
Hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu
selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang
mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh
tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang
tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini
(anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi
hemoglobin sering terjadi.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak)
melalui aliran darah.
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram
negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif
yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan
memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear
dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi
yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
5. Penatalaksanaan
a. Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh
normal, untuk menstabilkan status kardiopolmunary, untuk
memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan
perdarahan. Perawatan suportifneonatus septic akut sakit (Datta, 2007)
meliputi sebagai berikut:
1) Menjaga kehangatan untuk memastikan temperatur. Agar bayi tetap
normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus
dipantau secara teratur.
2) Cairan intravena harus diperhatikan.
3) Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres
pernapasan atau sianosis. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi
apnea atau napas tidak memadai.
4) Vitamin K 1 mg intramuskular harus mencegah gangguan
perdarahan.
5) Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau
perut bayi kembung. Menjaga cairan harus dilakukan ddengan
infus IV, serta langkah-langkah pendukung lainnya termasuk
stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan
konstan kondisi bayi dan perawatan ahli.
b. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah
mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum
dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan
monitor pemberian antibiotik untuk memenuhi kriteria efektif
berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh,
dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah
ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin
atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012).
6. Pemeriksaan penunjang
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari
evaluasi diagnostic dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit
saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan
difusi atau infiltrate fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin
menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan
sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menunjukkan
penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat
digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil
pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah
mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif
walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu
dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang
hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan
lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah
dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang
sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi
antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain
pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan
protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila
terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
7. Pathway
Penyakit infeksi yang diderita ibu

Bakteri dan virus

Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa Intranatal Pascanatal

Kuman dan virus dari ibu Kuman di vagina & serviks Infeksi
nasoko
mial
dari luar
rahim

Melewati plasenta dan umbilikus Naik mencapai amnion

Masuk ke tubuh bayi Kuman melalui umbilikus

Masuk ke tubuh janin

Sepsis

Sistem pernapasan Ante, Intra, Prenatal


Dispneu Hieterektomi
Takipneu Aktifitas lemah
Apneu Tampak sakit
Bantuan otot pernapasan Menyusui buruk
Peningkatan leukosit
Pola nafas tidak efektif

Resiko infeksi
8. Konsep asuhan keperawatan :
a. Pengkajian
1) Riwayat maternal
a) Menderita penyakit seperti diabetes melitus
b) Kondisi seperti perdarahan plasenta
c) Tipe dan lamanya persalinan
d) Stress fetal atau intrapartus
2) Status infant saat lahir
a) Prematur, umur kehamilan
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3) Cardiovaskular
a) Bradikardia ( dibawah 100 x/menit) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung dalam batas normal
4) Integumen
a) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi paripheral
b) Pitting edema pada tangan dan kaki
c) Mottling : warna kulit tubuh terlihat berbecak
5) Neurologis
a) Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b) Penurunan suhu tubuh
6) Pulmonary
a) Takipnea (pernapasan lebih dari 60 x/menit, mungkin 80-100
x/menit)
b) Nafas grunting
c) Nasal flaring
d) Retraksi intercostal, suprasteral, atau substernal
e) Cyanosis
f) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
7) Status behavioral : Lethargi
8) Status diagnostik
a) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan
elevasi diafragma dengan overdistensi duktus alveolar.
b) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
b. Diagnosa keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan
tubuh primer.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas organ
pernafasan defisiensi surfaktan, atelektasis.
c. Intervensi keperawatan

1) Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat


pertahanan tubuh primer.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan resiko infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Mampu memonitor faktor resiko infeksi dan tidak


terjadinya infeksi serta terbebas dari tanda dan gejala infeksi.

Intervensi :

a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

b) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat


berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.

c) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

d) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

e) Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko.

f) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,


panas, drainase.
2) Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
organ pernafasan defisiensi surfaktan, atelektasis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan pola pernapasan.
Kriteria hasil : tidak ada sianosis, tangisan aktif dan kuat, RR : 30-
40 x/menit, tidak ada retraksi otot pernapasan.
Intervensi :
a) Monitor pernapasan (kedalaman, irama, frekuensi).
b) Auskultasi suara nafas tiap 4 jam, catat adanya suara tambahan.
c) Petahankan jalan nafas yang paten.
d) Monitor keefektifan jalan nafas : monitor yang tepat akan
memudahkan tindakan pada bayi. Jika perlu dilakukan suction.
e) Pertahankan bayi pada inkubator dengan penghangat
f) Pertahankan pemberian O2 : dengan kemampuan organ
pernapasan yang tidak kuat maka bayi membutuhkan bantuan
pemberian O2 untuk memenuhi kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta :
EGC.
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Você também pode gostar