Você está na página 1de 30

Analisa Pedoman Penghitungan Pengkreditan

Pajak Masukan
No.74/PMK.03/2010
No. 79/PMK.03/2010
No. 30/PMK.03/2014

Satria Duta Arya Anggada 041614253014

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Surabaya, September 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Pendahuluan 3
Pembahasan 5
Kesimpulan 20
Daftar Pustaka 21
Lampiran
Slide Powerpoint 22

2
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mekanisme umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha
Kena Pajak (PKP) mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam
suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila
dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran maka kelebihan pajak
keluaran tersebut harus disetorkan ke kas Negara oleh PKP tersebut.
Sebaliknya jika dalam masa pajak tersebut ternyata lebih besar pajak masukan,
maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak
berikutnya atau dimintakan restitusi.
Dengan mekanisme umum tersebut, maka jumlah yang harus dibayar
atau kelebihan bayar oleh PKP bias berubah-ubah tergantung besarnya pajak
masukan yang dibayar dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa
pajak.
Namun demikian Undang-undang PPN juga membuat ketentuan tentang
mekanisme pengkreditan lain selain mekanisme umum. Mekanisme ini disebut
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan. Dengan mekanisme ini, ditentukan
besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan persentase
terhadap pajak keluaran. Misal, pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah
80% dari pajak keluaran. Besarnya pajak keluaran dalam satu masa pajak
adalah 10% dari omzet sehingga pajak masukan yang bias dikreditkan adalah
8% dari omzet. Dengan semikian PPN yang harus disetor dalam suatu masa
pajak adalah 2% dari omzet sebukan. Perhatikan bahwa besarnya PPN yang
harus disetor hanya tergantung pada omzet dalam suatu masa saja.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata cara perhitungan PPN bagi PKP yang menggunakan
Pedoman Pengkreditan PM yang mempunyai peredaran usaha tidak
melebihi jumlah tertentu?

3
2. Bagaimana tata cara perhitungan PPN bagi PKP yang menggunakan
Pedoman Pengkreditan PM yang melakukan kegiatan usaha tertentu?
3. Bagaimana tata cara perhitungan PPN bagi PKP yang menggunakan
Pedoman Pengkreditan PM yang melakukan penyerahan yang terutang
pajak dan yang tidak terutang pajak?
4. Bagaimana tata cara perhitungan PPN bagi PKP yang menggunakan
mekanisme umum PPN?

4
PEMBAHASAN

Dasar Hukum

Dalam, UU Nomor 42 Tahun 2009, terdapat tiga jenis Pedoman Penghitungan


Pengkreditan Pajak Masukan yaitu :
a. Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang
peredaran usahanya dalam satu tahun tidak melebihi jumlah tertentu yang diatur
dalam Pasal 9 ayat (7) UU PPN. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010.
b. Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang
melakukan kegiatan usaha tertentu yang diatur dalam Pasal 9 ayat (7a) UU PPN.
Ketentuan pelaksanaannya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2010.
c. Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang
melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang
pajak yang diatur dalam pasal 9 ayat (6) UU PPN. Peraturan pelaksanaanya
adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 78/PMK.03/2010 Sebagaimana telah mengalami beberapa kali
perubahan terakhir dengan Peraturan Mentri Keungan Nomor
135/PMK.011/2014.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang


melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang
pajak
a. Dasar Hukum
➢ Pasal 9 ayat (6) UU PPN
➢ PMK Nomor 78/PMK.03/2010 Sebagaimana telah beberapa kali
mengalami perubahan terakhir dengan PMK Nomor 135/PMK.011/2014
b. Definisi Penyerahan yang terutang Pajak dan yang tidak terutang pajak

5
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak
Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti,
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman yg diatur dg Peraturan Menteri Keuangan.
• Yang dimaksud dengan "penyerahan yang terutang pajak" adalah penyerahan
barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
• Yang dimaksud dengan "penyerahan yang tidak terutang pajak" adalah
penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
• Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat
mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Selanjutnya di dalam Lampiran PMK Nomor 78/PMK 03/2010 diatur bahwa,


Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan juga
melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dapat terjadi dalam kondisi antara
lain :

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated),


misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan
merupakan Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung
(minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak),
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya
terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha
Kena Pajak yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha

6
jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan
ruangan untuk tempat usaha,
3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai,
misalnya Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau
menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di
bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai,
4. Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang
melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana diuraikan di atas, perlakuan
pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :

a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang
Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya :
1. Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk
memproduksi minyak jagung;
2. Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan
untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya, seperti
misalnya :

7
1. Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk
perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
2. Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan
umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan Jasa Kena Pajak yang
atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk
membangun rumah sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah sangat
sederhana dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c) Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Misalnya :
1. Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun untuk pabrik minyak jagung;
2. Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk
kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan jasa
persewaan kantor.

c. Pedoman Penghitungan Pajak Masukan

Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dimaksudkan


dalam PMK ini diformulasikan dengan persamaan matematis sebagai berikut :
P = PM X Z
dengan ketentuan :
P : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

8
Z : Persentase yang sebanding dengan jumlah
Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap
penyerahan seluruhnya
d. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan


menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan seperti
tersebut diatas harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
dilakukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut:

a) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih
dari 1 (satu) tahun :
P’= PM X Z'
T
dimana :
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
P' :
dalam 1 (satu) tahun buku
PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
T : Masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak dengan ketentuan; untuk
Barang Kena Pajak berupa tanah dan
bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun,
sedang untuk Barang Kena Pajak selain
tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak
adalah 4 (empat) tahun
Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah
Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap

9
seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun
buku

b) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa
manfaatnya 1 (satu) tahun atau kurang :
P’= PM x Z'

dimana :
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
P' :
dalam 1 (satu) tahun buku
PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah
Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap
seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun
buku

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali,


diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak,
paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.

Contoh Perhitungan

Pengusaha Kena Pajak A yang bergerak di bidang usaha real estate yang menghasilkan
rumah yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah
sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.

Pada bulan Februari 2011 Pengusaha Kena Pajak A membeli barang modal berupa truk
dengan nilai perolehan Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai
Rp20.000.000,00

10
Pada saat perolehan truk tersebut, Pengusaha Kena Pajak A belum dapat menentukan
berapa penyerahan rumah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana
yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan perkiraan Pengusaha Kena Pajak A, jumlah rumah sederhana yang akan
dibangun pada tahun 2011 adalah sebanyak 30% dari total rumah yang dibangun.

Berdasarkan data-data tersebut Pengusaha Kena Pajak A dapat mengkreditkan Pajak


Masukan atas perolehan truk dengan perhitungan sebagai berikut:

Rp20.000.000,00 x 70% = Rp14.000.000,00

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang


Mempunyai Usaha Perdagangan Emas.

Mulai 1 Maret 2014 mulai berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor


30/PMK.03/2014 tanggal 10 Februari 2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Emas Perhiasan . Dengan peraturan ini maka aturan 4,8 miliar tidak
berlaku. Beberapa poin pentingnya adalah :

• Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya


sebagian atau seluruhnya dari emas dan logam mulia lainnya yaitu perak dan
platina, maupun kombinasi di antaranya, termasuk yang dilengkapi dengan batu
permata dan/atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas
perhiasan tersebut.
• Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk
dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam,
termasuk menyuruh orang pribadi atau
• badan lain melakukan kegiatan tersebut.
• Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak.

11
• Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor,
Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang.

Subjek PPN

Subjek Pajak Pertambahan Nilai dalam tulisan ini adalah Pengusaha Kena Pajak
yaitu Pengusaha emas yang terdiri atas :

a. Pabrikan emas perhiasan yaitu Pengusaha yang Menghasilkan Emas Perhiasan


dan melakukan kegiatan antara lain jual beli, jasa perbaikan/modifikasi,
dan/atau jasa lain yang berkaitan dengan Emas Perhiasan.
b. Pedagang emas perhiasan yaitu Pengusaha yang semata-mata melakukan
kegiatan jual beli Emas Perhiasan.

Objek PPN
Objek Pajak Pertambahan Nilai dalam tulisan ini adalah Penyerahan Barang
Kena Pajak dalam hal ini adalah Penyerahan Emas Perhiasan dan Penyerahan Jasa Kena
Pajak yaitu Jasa Yang Terkait Dengan Emas Perhiasan.

PPN Terutang
Penyerahan Emas Perhiasan dan/atau Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan
oleh pengusaha Emas Perhiasan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
(sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak di
sini adalah Nilai Lain yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari harga jual
Emas Perhiasan atau nilai penggantian.

12
Dalam hal penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan
dilakukan dengan cara mengganti atau menukar Emas Perhiasan dengan emas batangan
kadar 24 (dua puluh empat) karat sebagai pengganti seluruh bahan baku pembuatan
Emas Perhiasan, Dasar Pengenaan Pajak nya adalah sebesar 20% (dua puluh persen)
dari selisih antara Harga Jual Emas Perhiasan dikurangi dengan harga emas batangan
kadar 24 (dua puluh empat) karat yang terkandung dalam emas perhiasan tersebut.
Dengan pemberlakuan Nilai Lain sebesar 20% dari harga jual emas perhiasan
atau nilai penggantian maka Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan
Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha
Emas Perhiasan tidak dapat dikreditkan.

Kewajiban Pengusaha Emas Perhiasan

Pengusaha Emas Perhiasan diwajibkan melaporkan usahanya ke Kantor


Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban Pengusaha Emas Perhiasan untuk melaporkan usahanya ke Kantor
Pelayanan Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetap berlaku bagi
Pengusaha Emas Perhiasan yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha kecil
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Batasan Pengusaha
Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Emas Perhiasan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang
terkait dengan Emas Perhiasan.
Contoh Penghitungan

Pengusaha mempunyai Toko Mas dengan merk “Padi ” membukukan omset Rp.
320 juta dalam bulan Januari 2014. Maka PPN yang disetor adalah sebesar Rp.
6.400.000,- yang bersumber dari (Rp. 320.000.000,- X 10% X 20%) dimana dasar
penghitungan sebelumnya yang dicabutyaitu diatur dalam PMK-79/PMK.03/2010

13
tentang Pedoman Penghitungan pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang
melakukan kegiatan usaha tertentu dengan dasar perhitungan sebagai berikut :

Penyerahan Emas Perhiasan Rp. 320.000.000,-


Pajak Keluaran = Rp. 32.000.000,-
Pajak Masukan = Rp. 25.600.000,- (80% dikali PK)
PPN KB = Rp. 6.400.000,-

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pengusaha emas, baik yang
pabrikan maupun pedagang adalah pengusaha emas perhiasan wajib menerbitkan
Faktur Pajak untuk setiap penyerahan emas perhiasan atau jasa yang terkait dengan
emas perhiasan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Menggunakan Kode Transaksi ’04′ pada Faktur Pajak sesuai dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya ( PER -
08/PJ/2013 dan PER - 17/PJ/2014 ).

Arti penggunaan kode transaksi ’04′ adalah penyerahan emas perhiasan


dan/atau jasa yang terkait dengan emas perhiasan yang dilakukan oleh pengusaha emas
perhiasan terutang PPN menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. PPN
yang terutang adalah sebesar sebesar 10% x 20% x harga jual mas perhiasan atau nilai
penggantian.

2. Dalam hal penyerahan emas perhiasan dilakukan secara eceran, penerbitan


Faktur Pajak mengikuti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
58/PJ/2010 .

Faktur pajak yang dibuat oleh pedagang eceran bisa berupa:


• bon kontan,
• faktur penjualan,

14
• segi cash register,
• karcis,
• kuitansi, atau
• tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

Faktur pajak yang dibuat tersebut harus memuat


• nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak,
• jenis barang yang diserahkan,
• jumlah harga jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya
Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah,
• PPnBM,
• kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

Pengusaha emas perhiasan yang sebelum berlakunya PMK Nomor


30/PMK.03/2014 melaporkan SPT Masa PPN dengan menggunakan formulir 1111
DM, mulai Masa Maret 2014 wajib melaporkan SPT Masa PPN dengan menggunakan
formulir 1111.
SPT Masa PPN Formulir 1111 DM yang diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 hanya digunakan oleh PKP yang menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Formulir ini untuk
mengakomodasi ketentuan Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang PPN. Dalam
ketentuan tersebut diatur bahwa dalam rangka menyederhanakan penghitungan PPN
yang harus disetor, PKP tertentu menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan. Bagi PKP yang peredaran usahanya tidak lebih dari Rp 1.800.000.000,00
dapat menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, sedangkan
bagi PKP yang kegiatan usahanya semata-mata melakukan penyerahan kendaraan
bermotor bekas atau PKP yang bergerak di sektor perdagangan emas perhiasan
diwajibkan untuk menggunakan pedoman tersebut.

15
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak
Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 74/PMK.03/2010 Pengusaha


Kena Pajak dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
apabila memenuhi syarat:

a. Mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak


melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk
setiap 1 (satu) tahun buku
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan


pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar :

a. 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena
Pajak
b. 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena
Pajak.
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak
Penghasilan

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak


Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 79/PMK.03/2010 Pengusaha Kena


Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak

16
Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan. Kegiatan usaha tertentu adalah kegiatan usaha yang
semata-mata melakukan :

a. penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau


b. penyerahan emas perhiasan secara eceran.

Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan pedoman


penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, sebesar :

a. 90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena
Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
b. 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena
Pajak melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.

Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan


Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan
Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya PKP yang
menggunakan Deemed PM akan selalu mengalami Kurang Bayar (KB), namun PKP
masih dimungkinkan mengalami Lebih Bayar (LB), antara lain apabila:

a. PKP melakukan pembetulan SPT yang menyebabkan peredaran usaha menjadi


lebih kecil
b. Terdapat nota retur atau nota pembatalan yang jumlahnya lebih besar daripada
jumlah penyerahan dalam masa pajak yang bersangkutan
c. Terdapat PM hasil kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, namun hanya
untuk LB masa sebelum PKP tersebut menggunakan Deemed PM. Dengan
demikian, apabila LB tersebut berasal dari Masa Pajak pada saat PKP tersebut

17
menggunakan mekanisme normal, kelebihan tersebut tidak dapat
dikompensasikan.

PKP yang menggunakan Deemed PM hanya melampirkan untuk kepentingan


konfirmasi:
a. Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak; dan
b. Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yang menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.

Mekanisme penghitungan untuk PKP yang menghitung menggunakan Deem


PM adalah sebagai berikut :
a. PM dihitung sebesar persentase tertentu dari PK
b. PK dihitung sebesar tarif (10%) dikalikan dengan peredaran usaha
c. Peredaran usaha meliputi peredaran yang terutang PPN dan yang tidak terutang
PPN.

Sesuai mekanisme Deemed PM, PKP tidak diperkenankan untuk


mengkreditkan PM atas perolehan barang (termasuk barang modal) atau jasa yang
diterima, sehingga PKP tersebut:
a. Tidak akan pernah melakukan penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan
(dalam hal barang modal tersebut digunakan untuk penyerahan yang terutang
dan tidak terutang PPN)
b. Tidak akan pernah mengalami skema gagal berproduksi.

Dengan berlakunya PMK Nomor 30/PMK.03/2014 beberapa eraturan terkait


sebelumnya telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku:
• Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.03/2002 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas
Perhiasan

18
• Ketentuan Pasal 2 huruf l dan Pasal 3 huruf c Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
38/PMK.011/2013 , beserta perubahannya
• Ketentuan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Emas
Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 huruf b, Pasal 3 huruf
b, dan Pasal 5 huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010
tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha
Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.

19
KESIMPULAN

Peraturan PMK74/PMK03/2010 merupakan sebuah opsi yang boleh dipilih


oleh pengusaha kena pajak. Untuk itu, disarankan agar pengusaha kena pajak
melakukan perhitungan dengan cermat agar dapat terhindar dari resiko kerugian.
Dengan berlakunya PMK Nomor 30/PMK.03/2014 beberapa peraturan lain yang
dikeluarkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini juga berdampak pada
pelaporan PPN 1111 DM oleh pengusaha emas. Pengusaha emas melaporkan
penghasilan mereka dengan menggunakan form PPN 1111. Bentuk baru SPT Masa
PPN memberikan kemudahan bagi PKP, yaitu dalam hal tidak ada data yang dilaporkan
dalam lampiran SPT Masa PPN 1111 atau SPT Masa PPN 1111 DM , PKP tidak perlu
melampirkan lampira-lampiran yang tidak diperlukan. Sehingga dari sudut pandang
DJP, proses pelaporan bisa semakin cepat dan efisien karena ada keseragaman baik dari
segi format dan juga informasi yang diperlukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Pasal 9 ayat (7) dan 7 (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN
dan PPnBM
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-30/PMK.03/2014 tentang PPN atas
penyerahan emas perhiasan

21
22
23
24
25
26
27
28
29

Você também pode gostar