Você está na página 1de 13

BAB 1

PENDAHULUAN

Angioedema adalah pembengkakan akut yang disebabkan karena


meningkatnya permeabilitas pembuluh darah pada jaringan lunak wajah, alat
genitalia, atau jaringan lunak sekitar sendi.1 Pembengkakan terjadi pada dermis
dan dibawah kulit atau jaringan submukosa. Angioedema dapat muncul
bersamaan dengan urtikaria biasa atau muncul sendiri sebagai gejala dari reaksi
alergi tipe I, reaksi pseudoalergi, atau urtikaria kronik yang muncul kembali.1
Bibir, telapak tangan, telapak kaki, tungkai, dan alat genitalia merupakan bagian
tubuh yang sering terkena. Angioedema yang terjadi pada saluran gastrointestinal
dan saluran pernafasan dapat menyebabkan disfagia, dyspnea, nyeri abdomen,
mual, dan muntah.8
Kadang-kadang dapat bersifat akut pada 20% populasi. Insidensi
angioedema terjadi sekitar 0,5% dan usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan, musim
dapat berperan terjadinya angioedema. Sebanyak 45% pasien angioedema terjadi
karena gangguan autoimunnya.4 Rata-rata faktor penyebab dari angioedema ini
bisa disebabkan adanya reaksi hipersensitivitas IgE. Mediasi imun kompleks,dan
rilis non imunologis atau mediator-mediator yang lain.11
Banyak hal yang bisa memicu terjadinya angioedema, infeksi virus, obat-
obatan dan makanan. Pada anak-anak, telur, susu, kacang, kedelai gandum adalah
penyebab kebanyakan alergi. Ikan, makanan laut, kacang-kacangan, kacang tanah
merupakan penyebab utama pada orang dewasa.10
Pendekatan terhadap pasien dalam mendiagnosis angioedema harus secara
sistematis, dan riwayat merupakan komponen terpenting. Dimulai dari anamnesis
komprehensiv terhadap pasien, mencari penyababnya, dan melakukan
pemeriksaan fisis. Riwayat pasien mengkonsumsi obat-obatan terutama
penggunaan ace inhibitor, atau adanya riwayat keluarga mengalami hal yang

1
serupa. Hal tersebut membawa ke arah klasifikasi angioedema dan terapi yang
akan diberikan.13
Anti histamin adalah pengobatan andalan yang digunakan. Tujuannya
yaitu untuk meringankan gatal. Beberapa contoh obat anti histamine seperti
diphenhydramine, hydroxyzine, mempunyai efektivitas dibandingan doxepin.
Generasi kedua anti histamine secara umum adalah pilihan pertama untuk
pengobatan ini. Obat yang biasa digunakan adalah loratadine, cetirizine,
fexofenadine.10 Prognosis angioedema bisa membaik dengan pengobatan yang
cepat dan tepat.3

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Angioedema adalah pembengkakan akut yang disebabkan karena


meningkatnya permeabilitas pembuluh darah pada jaringan lunak wajah, alat
genitalia, atau jaringan lunak sekitar sendi. Pembengkakan terjadi pada dermis dan
dibawah kulit atau jaringan submukosa. Angioedema dapat muncul bersamaan
dengan urtikaria biasa atau muncul sendiri sebagai gejala dari reaksi alergi tipe I,
reaksi pseudoalergi, atau urtikaria kronik yang muncul kembali. Bibir, telapak
tangan, telapak kaki tungkai, dan alat genitalia merupakan bagian tubuh yang
sering terkena. Angioedema yang terjadi pada saluran gastrointestinal dan saluran
pernafasan dapat menyebabkan disfagia, dyspnea, nyeri abdomen, mual, dan
muntah.(2,8,11)

II. EPIDEMIOLOGI
Angioedema umumnya sering terjadi. Usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan,
lokasi geografis, dan musim atau tahun dapat berperan pada urtikaria dan
angioedema, sejauh ini faktor tersebut dapat berperan dalam paparan untuk
memunculkan agen.13
Sekitar 50 % pasien dengan urtikaria kronis (dengan atau tanpa
angioedema) bebas dari lesi dalam waktu 1 tahun, 65 % dalam waktu 3 tahun, dan
85 % dalam waktu 5 tahun, kurang dari 5 % memiliki lesi yang berlangsung
selama lebih dari 10 tahun. Hanya 25 % pasien yang juga memiliki riwayat
resolusi lesi angioedema dalam waktu 1 tahun. Angioedema (AE) didefinisikan
sebagai self-limited, pembengkakan lokal. Ini terjadi pada sekitar 15% dari
populasi umum dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan lelaki.12,13

III. ETIOLOGI
Angioedema dapat disebabkan oleh obat, makanan, kadang-kadang infeksi
yang berhubungan dengan imunoglobulin E tergantung mekanisme (alergi), atau
faktor metabolik.13
 Penyebab imunologis1
 Tipe I IgE-mediated

3
 Makanan: kacang, udang, kerang,cumi, ikan, telur, susu, kedelai,
gandum.
 Zat organik : pengawet, lateks, racun hymenoptera
 Pengobatan: penisilin, sefalosporin, aspirin, NSAID
 Aeroalergen: debu, serbuk sari, jamur, bulu binatang
 Tipe II cytoxic antibody-mediated: reaksi transfusi
 Tipe III antigen-antibody mediated: serum sickness reaction
 Tipe IV hipersensitivitas tipe lambat: obat, penanganan makanan, atau
paparan dengan hewan
 Penyakit autoimun: penyakit Hashimoto, lupus eritematosus sistemik,
vaskulitis, hepatitis
 Infeksi: virus (misalnya, sitomegalovirus, hepatitis), parasit, jamur,
atau bakteri
 Penyebab non-immunologis1
 Rangsangan fisik: paparan sinar matahari, air, atau suhu ekstrim;
tekanan tertunda (misalnya, mengenakan ransel berat), getaran
 Degranulasi langsung sel mast: opiat, vankomisin (Vancocin), aspirin,
media radiocontrast, dekstran, relaksan otot, garam empedu, NSAID
 Makanan mengandung histamin tingkat tinggi: stroberi, tomat, udang,
lobster, keju, bayam, terong.

IV. PATOGENESIS
Mekanisme potensial untuk urtikaria dan angioedema dapat
diklasifikasikan sebagai sebuah mediasi imun, complement-mediated, non–
immune-mediated, dan autoimmune-mediated. Mediasi imun ditandai dengan
hipersensitivitas mediasi IgE. Hubungan protein untuk IgE terletak di sel mast
atau permukaan basofil yang menghasilkan pelepasan mediator inflamasi
termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin D2, platelet-activating factor,
eosinofil kemotastik faktor anafilaksis, dan faktor pelepas-histamin. Histamin
adalah mediator primer dan memunculkan edema dan eritema. Pemicu umum dari
respon IgE-mediated adalah obat-obat, seperti penisilin; Hymenoptera ; racun
semut api ; dan makanan, seperti susu atau telur. Mekanisme mediasi non
imunologis pada urtikaria dan angioedema siebabkan dengan adanya degranulasi
dari sel mast oleh mediator non IgE seperti stimulus fisik, bahan kimia seperti

4
alcohol, radiokontras, obat-obatan. Mekanisme dari angioedema termasuk
diantaranya koagulasi dari faktor XIIa dan XIIf, komplemen system, dan aktivasi
dari system kallikrein-kinin yang akan menghasilkan vasodilasi, peningkatan
permeabilitas dan edema.10

V. GAMBARAN KLINIK
Sirkumskripta, menonjol, eritematosa, biasanya gatal, area edema yang
melibatkan bagian superfisial dari dermis dikenal sebagai urtikaria. Ketika proses
pembengkakan meluas ke dermis dalam dan/atau subkutan dan lapisan
submukosa, itu adalah dikenal sebagai angioedema. Urtikaria dan angioedema
dapat terjadi di setiap lokasi bersama-sama atau secara individual. Angioedema
umum mempengaruhi wajah atau bagian dari ekstremitas, mungkin sakit tapi tidak
pruritus, dan dapat berlangsung beberapa hari. Keterlibatan dari bibir, pipi, dan
daerah periorbital biasa terjadi, tetapi angioedema juga dapat mempengaruhi
lidah, faring, atau laring. Lesi individu urtikaria timbul tiba-tiba, jarang bertahan
lebih lama dari 24 sampai 36 jam, dan dapat terus terulang untuk jangka waktu
tidak terbatas dan sangat gatal.13
Reaksi yang lebih dalam menyebabkan pembengkakan yang lebih
menyebar daripada yang terlihat pada hive. Gatal biasanya tidak ada. Gejala terdiri
dari pembengkakan rasa terbakar dan menyakitkan. Bibir, telapak tangan, telapak
kaki, tungkai, badan, dan alat kelamin yang paling sering terkena. Keterlibatan
saluran gastrointestinal dan pernapasan meliputi disfagia, dyspnea, kolik abdomen
rasa sakit, dan serangan muntah dan diare. Gejala gastrointestinal lebih sering
terjadi pada angioedema tipe herediter. Angioedema bisa terjadi sebagai akibat
dari trauma. Urtikaria ini jarang terlihat pada angioedema tipe herediter atau
acquired.8
Hampir semua bagian tubuh terkena tetapi yang paling umum terjadi pada
mata, bibir, genitalia, tangan, dan kaki. Pembengkakan pada area ini dapat
berlangsung selama 2 atau 3 hari yang membengkak dari ukuran normal selama
beberapa jam. Bengkak akan berkurang selama beberapa hari kemudian.8,13

5
Gambar 1: Angioedema pada bibir, sebelum dan tiga hari sesudah serangan 4

Gambar 2. Urtikaria pada wajah,leher, dan angioedema pada badan bagian atas sekitar mata. 13

Gambar 3. Angioedema
herediter.13

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dimulai dengan mencari sedetail-detailnya keluhan yang secara
langsung dan bisa diidentifikasi sebagai potensial triger seperti alergi, obat-
obatan, dan trauma. Pemeriksaan fisis untuk mencari penyebab edema seperti

6
gagal jantung juga merupakan hal yang penting. Riwayat keluarga bisa membantu
apakah hal ini disebakan karena adanya keturunan.
Pemeriksaan laboratorium adalah untuk mengetahui adanya kecurigaan
krinis. Untuk Ig-E mediated disease, penanda degranulasi mast cell akan
memberikan penurunan selama terjadinya episode akut. Pemeriksaan IgE spesifik
untuk alergi bisa kita gunakan untuk mencari apakah pasien ada riwayat alergi
atau tidak. Ada beberapa gejala berbeda dari sindrom angioedema, tetapi semua
memiliki karakteristik pembengkakan yang mencerminkan pelepasan mediator
vasoaktif dan sementara peningkatan permeabilitas venula postcapillary dari
subkutan dan jaringan submukosa. Pembengkakan ini asimetris, non-pitting, dan
tidak nyeri tekan namun efek pembengkakan dapat menghasilkan
ketidaknyaman.12

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Tes Laboratorium
Angioedema herediter memiliki level serum C4 yang rendah. Oleh karena
itu, untuk mengkonfirmasi diagnosis Angioedema Herediter perlu dilakukan tes
level serum C4. Jika level C4 abnormal maka perlu dilakukan tes lebih lanjut
lagi yaitu tes C1 esterase inhibitor dan C1 esterase inhibitor functional assay.
Level C1 esterase inhibitor yang 30% dibawah normal merupakan Angioedema
Herediter tipe I. Tes C1 esterase inhibitor functional assay pada pasien dengan
C4 yang rendah, tetapi dengan kadar C1 esetrase inhibitor yang normal
merupakan diagnosis dari Angioedema herediter tipe II. Level C1 normal pada
angioedema herediter dan menurun pada acquired angioedema. Anggota
keluarga pasien dengan angioedema herediter juga dapat memiliki nilai
komplemen yang abnormal walaupun bersifat asimptomatik.8,11

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Eritema multiforme minor, urtikaria vaskulitis, mastocytomas, dan urtikaria
pigmentosa (mastositosis) memiliki presentasi yang mirip dengan urtikaria.
Eritema vaskulitis multiforme minor dan urtikaria dapat diduga ketika durasi lesi
urtikaria lebih besar dari 24 jam. Eritema multiforme minor adalah gangguan akut
ditandai oleh lesi yang biasanya kurang pruritus dari urtikaria. Etiologi biasanya
adalah reaksi terhadap obat atau infeksi dan umumnya berhubungan dengan

7
infeksi herpes simpleks. Distribusi eritema multiforme minor mempunyai lesi
yang simetris dan biasanya ditemukan di tangan, dorsal pada tangan, pinggul,
lengan ekstensor, kaki pada bagian dorsal, dan lutut. Pada urtikaria vaskulitis,
mungkin ada teraba purpura dan memar yang menetap setelah hive menghilang.
Penyebab berkisar dari vaskulitis hipersensitif, seperti Henoch-Schfnlein purpura,
untuk penyakit jaringan ikat yang mendasarinya.11,10
Status dermatologi terdapat lesi primer dan lesi sekunder. Pada lesi primer
1. Eritema macula kecil dan besar
2. Papul eritem
3. Plak eritomatous kecil dan besar
4. Vesikel dan bulla
Sedangkan pada lesi sekunder didapatkan purpura, nekrosis, erosi,
impetiginasi, hemoragik11

Gambar 3 : Eritema multiforme minor.4


Pigmentosa urtikaria (mastositosis) didefinisikan yakni terlalu banyaknya sel
mast dalam kulit, sumsum tulang, saluran pencernaan, hati, limpa, atau kelenjar
getah bening. Hal ini umumnya sporadis, meskipun kasus familial langka telah
dilaporkan. Flare ditandai dengan pruritus, palpitasi, takikardia, dan sinkop. Gejala
gastrointestinal termasuk mual, muntah, diare, dan perut rasa sakit. Pemulihan
spontan biasa terjadi, meskipun pada pasien dengan pelepasan mediator sel mast
yang luas, shock vasodilatory mungkin terjadi.10

8
Gambar 4. Pigmentosa urtikaria

Lesi : Makula menjadi papula pada lesi nodular (mastocytoma), sering


soliter; mungkin ganda, tetapi hanya sedikit. Kuning - pink gelap,
yang menjadi eritematosa dan besar (urticate) ketika terjadi
degranulasi sel mast.

IX. PENATALAKSANAAN
Managemen penatalaksanaan untuk angioedema sama dengan
penatalaksanaan untuk urtikaria akut, kecuali terdapat lesi pada mukosa yang
dapat disebabkan karena stress berlebihan4
 Terapi Topikal
Baik untuk angioedema akut dan kroinik, terapi topikal yang digunakan
Yaitu 1% menthol krim atau lotion. Riwayat alami berupa gatal yang
sering. 1% menthol dalam krim berair sangat menenangkan. juga dapat
ditentukan sebagai lotion.

 Terapi sistemik
 Antihistamin
Histamin 1 receptor blocker (H1 blocker) dapat mengurangi
gejala, juga mengurangi gatal dan ukuran apabila disertai dengan
urtikaria. Pemberian secara rutin dapat memberikan pertolongan.
Antagonist receptor H1 (AH1) menghambat efek histamin pada
pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos. Selain
itu, AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau

9
keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan.
Lama kerja AH1 generasi I setelah pemberian dosis tunggal
umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru,
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat
juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 disekresi melalui urin setelah 24
jam.5,7
Saat ini, penggunaan antihistamin non-sedatif lebih dipilih
kecuali jika pemberian sedatif dibutuhkan. Pemberian antihistamin
memiliki efek samping yang ringan. Contoh antihistamin non-sedatif
seperti Fexofenadine (Telfast®) 180 mg perhari, Desloratadine
(Neoclarityn®) 5 mg perhari, Cetirizine (Zirtek®) 10 mg per hari,
dan Acrivastine (Semprex®) 8 mg 3x sehari.5

 Kortikosteroid
Steroid sistemik kadang-kadang digunakan untuk mengontrol
angioedema dan urtikaria vasculitis. 5
Meskipun diakui secara klinis bahwa kortikosteroid oral
efektif untuk angioedema yang resistant terhadap H1 antihistamin.
Mengingat efek samping yang parah terkait dengan pengobatan
jangka panjang, kortikosteroid oral harus digunakan untuk jangka
waktu yang singkat dan pada dosis minimal efektif. Kortikosteroid
yang biasa digunakan adalah prednisone 15 mg per hari dan
diturunkan tiap 1 mg tiap minggu. Kesimpulannya, kortikosteroid
harus digunakan seminimal mungkin dan sebaiknya hanya digunakan
apabila gagal menggunakan terapi yang lain.3
Glukokortikoid telah menunjukkan beberapa manfaat pada
pengobatan angioedema idiopatik, tetapi resiko-resiko dari terapi
kronik biasanya lebih penting daripada manfaat penggunaan.
Penggunaan histamine setiap hari merupakan pengobatan profilaksis.
Pasien harus kembali dievaluasi setiap 3-4 bulan untuk diievaluasi
kembali apakah ada tanda-tanda baru atau trigger yang bisa
diidentifikasi.12

10
 Adrenaline (Epinefrin)
Edema laringeal yang terjadi pada Allergic Angioedema dapat
membaik dengan pemberian epinefrin secara intramuskular atau pemberian
melalui endotrakeal tube. Pemberian antihistamin setiap hari dapat
mengurangi beratnya gejala tetapi sering tidak berfungsi dalam mencegah
terjadinya serangan.12
Obstruksi saluran napas kronik atau syok anafilaktik diterapi dengan
injeksi adrenalin intramuskular (0,5-1,0 mg: 0,5-1 ml dari 1/1000), diulangi
setiap 5 menit jika diperlukan. Antihistamin seperti klorfeniramin diberikan
secara perlahan melalui injeksi intravena merupakan kombinasi yang sangat
bermanfaat. Steroid intravena sering diberikan walaupun hanya dapat
mencegah terjadinya serangan dalam waktu beberapa jam.5

 Trakeostomi
Prioritas utama dalam menangani keadaan akut adalah mengatasi
adanya obstruksi saluran pernapasan. Adanya tanda-tanda awal gangguan
saluran pernapasan harus dilakukan intubasi segera. Edema laringeal
merupakan jenis yang progresif dan sekali hal itu terjadi maka akan sangat
sulit untuk melakukan intubasi endotrakeal sehingga membutuhkan tindakan
trakeostomi.12

 Plasma derivat konsentrasi C1 INH


Pasien dengan angioedema herediter harus menghindari ACE
inhibitor dan kontrasepsi estrogen. Pilihan pengobatan untuk episode akut
pada angioedema herediter adalah plasma derivat konsentrasi C1 INH. Hal
ini sukses digunakan di Eropa dan Kanada, biasanya gejala yang timbul
akan membaik dalam 30 sampai 60 menit melaluiinfus. Pengobatan dengan
plasma segar beku, yang berisi C1 INH telah terbukti efektif sebagai
konsentrat C1 INH. Terapi ini juga ditujukan pada Acquired Angioedema
tapi dilaporkan kurang efektif dibandingkan angioedema herediter.
Androgen dilemahkan, seperti danazol, telah digunakan selama bertahun-
tahun untuk profilaksis angioedema herditer kronis. Androgen bekerja

11
dengan meningkatkan produksi hepatik C1 INH. Pengobatan pertama kali
harus dengan dosis yang minimum, penggunaan dosis maksimum sampai
600 mg sehari.12

 Diet
Salisilat yang terkandung pada makanan bisa memperberat urtikaria pada
lebih dari 3 kasus. Bahan makanan yang mengandung pengawet asam benzoat
dapat menyebabkan eksaserbasi pada 10% kasus. Harus diterapkan diet rendah
bahan-bahan yang mengandung komponen-komponen tersebut.5

X. PROGNOSIS
Prognosis angioedema sangat baik, dengan kasus akut yang bisa di
selesaikan dalam beberapa hari. Prognosis angioedema juga dapat menjadi buruk
jika terjadi edema pada saluran pernafasan. Edema yang muncul pada oral,
faringeal, dan laringeal dapat menyebabkan asfiksia sehingga menimbulkan
kematian karena adanya gangguan dan sumbatan pada saluran.8,3

12
DAFTAR PUSTAKA

AM Barbara. “Urticaria and Angioedema: A Practical Approach” American of


Family Physician. Iowa City;2004. p.1125.

Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Urticarias, Erythemas, and Purpuras.
Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 1-3.

Borges MS, Asero R. Diagnosis and Treatment of Urticaria and Angioedema:A


Worldwide Perspective. In : WAO Journal. 2012; p125–147.

Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C. Urticaria and Mastocytosis. In: Grattan


CEH, Black AK, editors. Rook's Textbook of Dermatology 7th ed. UK:
Blackwell Publishing; 2004. p. 47.25-47.28.

Gawkrodger D. Urticaria and Angioedema. Dermatology an Illustarted Colour


Text. 3rd ed. UK: Churchill Livingstone; 2002. p. 72-3.

Greaves,MW. Drug Therapy of Angioedema in Dermatological Drug


Therapy.2005.p.323-29.

Gunawan S. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
p. 251-6.

Habif T. Urticaria and Angioedema. Clinical Dermatology A Colour Guide to


Diagnosis and Therapy. 4th ed. USA: Mosby; 2004. p. 145-51.

Kaplan, AP. 2008. Angioedema. Department of Medicine, Medical University of


South Carolina. WAO Journal. p.103-113.

Sachin B. Chitra D." Urticaria and Angioedema" Immuonlogy and Allergy Clinics
of North America;2005. p.25 : 353 - 367.

Trozak D, Tennenhouse D, Russell J. Urticaria. In: Skolnik NS, editor.


Dermatology Skills for Primary Care. 1st ed. New Jersey: Humana Press;
2006. p. 135-42.

Viviana M. Temiño, M., R. Stokes Peebles Jr, MD. "The Spectrum and Treatment
of Angioedema " AJM.2008.121: 282-286.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Urticaria
and Angioedema. In: Kaplan AP, editor. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 8th ed. US: McGraw-Hill; 2012. p. 606-10.

13

Você também pode gostar