Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
serupa. Hal tersebut membawa ke arah klasifikasi angioedema dan terapi yang
akan diberikan.13
Anti histamin adalah pengobatan andalan yang digunakan. Tujuannya
yaitu untuk meringankan gatal. Beberapa contoh obat anti histamine seperti
diphenhydramine, hydroxyzine, mempunyai efektivitas dibandingan doxepin.
Generasi kedua anti histamine secara umum adalah pilihan pertama untuk
pengobatan ini. Obat yang biasa digunakan adalah loratadine, cetirizine,
fexofenadine.10 Prognosis angioedema bisa membaik dengan pengobatan yang
cepat dan tepat.3
2
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Angioedema umumnya sering terjadi. Usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan,
lokasi geografis, dan musim atau tahun dapat berperan pada urtikaria dan
angioedema, sejauh ini faktor tersebut dapat berperan dalam paparan untuk
memunculkan agen.13
Sekitar 50 % pasien dengan urtikaria kronis (dengan atau tanpa
angioedema) bebas dari lesi dalam waktu 1 tahun, 65 % dalam waktu 3 tahun, dan
85 % dalam waktu 5 tahun, kurang dari 5 % memiliki lesi yang berlangsung
selama lebih dari 10 tahun. Hanya 25 % pasien yang juga memiliki riwayat
resolusi lesi angioedema dalam waktu 1 tahun. Angioedema (AE) didefinisikan
sebagai self-limited, pembengkakan lokal. Ini terjadi pada sekitar 15% dari
populasi umum dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan lelaki.12,13
III. ETIOLOGI
Angioedema dapat disebabkan oleh obat, makanan, kadang-kadang infeksi
yang berhubungan dengan imunoglobulin E tergantung mekanisme (alergi), atau
faktor metabolik.13
Penyebab imunologis1
Tipe I IgE-mediated
3
Makanan: kacang, udang, kerang,cumi, ikan, telur, susu, kedelai,
gandum.
Zat organik : pengawet, lateks, racun hymenoptera
Pengobatan: penisilin, sefalosporin, aspirin, NSAID
Aeroalergen: debu, serbuk sari, jamur, bulu binatang
Tipe II cytoxic antibody-mediated: reaksi transfusi
Tipe III antigen-antibody mediated: serum sickness reaction
Tipe IV hipersensitivitas tipe lambat: obat, penanganan makanan, atau
paparan dengan hewan
Penyakit autoimun: penyakit Hashimoto, lupus eritematosus sistemik,
vaskulitis, hepatitis
Infeksi: virus (misalnya, sitomegalovirus, hepatitis), parasit, jamur,
atau bakteri
Penyebab non-immunologis1
Rangsangan fisik: paparan sinar matahari, air, atau suhu ekstrim;
tekanan tertunda (misalnya, mengenakan ransel berat), getaran
Degranulasi langsung sel mast: opiat, vankomisin (Vancocin), aspirin,
media radiocontrast, dekstran, relaksan otot, garam empedu, NSAID
Makanan mengandung histamin tingkat tinggi: stroberi, tomat, udang,
lobster, keju, bayam, terong.
IV. PATOGENESIS
Mekanisme potensial untuk urtikaria dan angioedema dapat
diklasifikasikan sebagai sebuah mediasi imun, complement-mediated, non–
immune-mediated, dan autoimmune-mediated. Mediasi imun ditandai dengan
hipersensitivitas mediasi IgE. Hubungan protein untuk IgE terletak di sel mast
atau permukaan basofil yang menghasilkan pelepasan mediator inflamasi
termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin D2, platelet-activating factor,
eosinofil kemotastik faktor anafilaksis, dan faktor pelepas-histamin. Histamin
adalah mediator primer dan memunculkan edema dan eritema. Pemicu umum dari
respon IgE-mediated adalah obat-obat, seperti penisilin; Hymenoptera ; racun
semut api ; dan makanan, seperti susu atau telur. Mekanisme mediasi non
imunologis pada urtikaria dan angioedema siebabkan dengan adanya degranulasi
dari sel mast oleh mediator non IgE seperti stimulus fisik, bahan kimia seperti
4
alcohol, radiokontras, obat-obatan. Mekanisme dari angioedema termasuk
diantaranya koagulasi dari faktor XIIa dan XIIf, komplemen system, dan aktivasi
dari system kallikrein-kinin yang akan menghasilkan vasodilasi, peningkatan
permeabilitas dan edema.10
V. GAMBARAN KLINIK
Sirkumskripta, menonjol, eritematosa, biasanya gatal, area edema yang
melibatkan bagian superfisial dari dermis dikenal sebagai urtikaria. Ketika proses
pembengkakan meluas ke dermis dalam dan/atau subkutan dan lapisan
submukosa, itu adalah dikenal sebagai angioedema. Urtikaria dan angioedema
dapat terjadi di setiap lokasi bersama-sama atau secara individual. Angioedema
umum mempengaruhi wajah atau bagian dari ekstremitas, mungkin sakit tapi tidak
pruritus, dan dapat berlangsung beberapa hari. Keterlibatan dari bibir, pipi, dan
daerah periorbital biasa terjadi, tetapi angioedema juga dapat mempengaruhi
lidah, faring, atau laring. Lesi individu urtikaria timbul tiba-tiba, jarang bertahan
lebih lama dari 24 sampai 36 jam, dan dapat terus terulang untuk jangka waktu
tidak terbatas dan sangat gatal.13
Reaksi yang lebih dalam menyebabkan pembengkakan yang lebih
menyebar daripada yang terlihat pada hive. Gatal biasanya tidak ada. Gejala terdiri
dari pembengkakan rasa terbakar dan menyakitkan. Bibir, telapak tangan, telapak
kaki, tungkai, badan, dan alat kelamin yang paling sering terkena. Keterlibatan
saluran gastrointestinal dan pernapasan meliputi disfagia, dyspnea, kolik abdomen
rasa sakit, dan serangan muntah dan diare. Gejala gastrointestinal lebih sering
terjadi pada angioedema tipe herediter. Angioedema bisa terjadi sebagai akibat
dari trauma. Urtikaria ini jarang terlihat pada angioedema tipe herediter atau
acquired.8
Hampir semua bagian tubuh terkena tetapi yang paling umum terjadi pada
mata, bibir, genitalia, tangan, dan kaki. Pembengkakan pada area ini dapat
berlangsung selama 2 atau 3 hari yang membengkak dari ukuran normal selama
beberapa jam. Bengkak akan berkurang selama beberapa hari kemudian.8,13
5
Gambar 1: Angioedema pada bibir, sebelum dan tiga hari sesudah serangan 4
Gambar 2. Urtikaria pada wajah,leher, dan angioedema pada badan bagian atas sekitar mata. 13
Gambar 3. Angioedema
herediter.13
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dimulai dengan mencari sedetail-detailnya keluhan yang secara
langsung dan bisa diidentifikasi sebagai potensial triger seperti alergi, obat-
obatan, dan trauma. Pemeriksaan fisis untuk mencari penyebab edema seperti
6
gagal jantung juga merupakan hal yang penting. Riwayat keluarga bisa membantu
apakah hal ini disebakan karena adanya keturunan.
Pemeriksaan laboratorium adalah untuk mengetahui adanya kecurigaan
krinis. Untuk Ig-E mediated disease, penanda degranulasi mast cell akan
memberikan penurunan selama terjadinya episode akut. Pemeriksaan IgE spesifik
untuk alergi bisa kita gunakan untuk mencari apakah pasien ada riwayat alergi
atau tidak. Ada beberapa gejala berbeda dari sindrom angioedema, tetapi semua
memiliki karakteristik pembengkakan yang mencerminkan pelepasan mediator
vasoaktif dan sementara peningkatan permeabilitas venula postcapillary dari
subkutan dan jaringan submukosa. Pembengkakan ini asimetris, non-pitting, dan
tidak nyeri tekan namun efek pembengkakan dapat menghasilkan
ketidaknyaman.12
7
infeksi herpes simpleks. Distribusi eritema multiforme minor mempunyai lesi
yang simetris dan biasanya ditemukan di tangan, dorsal pada tangan, pinggul,
lengan ekstensor, kaki pada bagian dorsal, dan lutut. Pada urtikaria vaskulitis,
mungkin ada teraba purpura dan memar yang menetap setelah hive menghilang.
Penyebab berkisar dari vaskulitis hipersensitif, seperti Henoch-Schfnlein purpura,
untuk penyakit jaringan ikat yang mendasarinya.11,10
Status dermatologi terdapat lesi primer dan lesi sekunder. Pada lesi primer
1. Eritema macula kecil dan besar
2. Papul eritem
3. Plak eritomatous kecil dan besar
4. Vesikel dan bulla
Sedangkan pada lesi sekunder didapatkan purpura, nekrosis, erosi,
impetiginasi, hemoragik11
8
Gambar 4. Pigmentosa urtikaria
IX. PENATALAKSANAAN
Managemen penatalaksanaan untuk angioedema sama dengan
penatalaksanaan untuk urtikaria akut, kecuali terdapat lesi pada mukosa yang
dapat disebabkan karena stress berlebihan4
Terapi Topikal
Baik untuk angioedema akut dan kroinik, terapi topikal yang digunakan
Yaitu 1% menthol krim atau lotion. Riwayat alami berupa gatal yang
sering. 1% menthol dalam krim berair sangat menenangkan. juga dapat
ditentukan sebagai lotion.
Terapi sistemik
Antihistamin
Histamin 1 receptor blocker (H1 blocker) dapat mengurangi
gejala, juga mengurangi gatal dan ukuran apabila disertai dengan
urtikaria. Pemberian secara rutin dapat memberikan pertolongan.
Antagonist receptor H1 (AH1) menghambat efek histamin pada
pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos. Selain
itu, AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
9
keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan.
Lama kerja AH1 generasi I setelah pemberian dosis tunggal
umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru,
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat
juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 disekresi melalui urin setelah 24
jam.5,7
Saat ini, penggunaan antihistamin non-sedatif lebih dipilih
kecuali jika pemberian sedatif dibutuhkan. Pemberian antihistamin
memiliki efek samping yang ringan. Contoh antihistamin non-sedatif
seperti Fexofenadine (Telfast®) 180 mg perhari, Desloratadine
(Neoclarityn®) 5 mg perhari, Cetirizine (Zirtek®) 10 mg per hari,
dan Acrivastine (Semprex®) 8 mg 3x sehari.5
Kortikosteroid
Steroid sistemik kadang-kadang digunakan untuk mengontrol
angioedema dan urtikaria vasculitis. 5
Meskipun diakui secara klinis bahwa kortikosteroid oral
efektif untuk angioedema yang resistant terhadap H1 antihistamin.
Mengingat efek samping yang parah terkait dengan pengobatan
jangka panjang, kortikosteroid oral harus digunakan untuk jangka
waktu yang singkat dan pada dosis minimal efektif. Kortikosteroid
yang biasa digunakan adalah prednisone 15 mg per hari dan
diturunkan tiap 1 mg tiap minggu. Kesimpulannya, kortikosteroid
harus digunakan seminimal mungkin dan sebaiknya hanya digunakan
apabila gagal menggunakan terapi yang lain.3
Glukokortikoid telah menunjukkan beberapa manfaat pada
pengobatan angioedema idiopatik, tetapi resiko-resiko dari terapi
kronik biasanya lebih penting daripada manfaat penggunaan.
Penggunaan histamine setiap hari merupakan pengobatan profilaksis.
Pasien harus kembali dievaluasi setiap 3-4 bulan untuk diievaluasi
kembali apakah ada tanda-tanda baru atau trigger yang bisa
diidentifikasi.12
10
Adrenaline (Epinefrin)
Edema laringeal yang terjadi pada Allergic Angioedema dapat
membaik dengan pemberian epinefrin secara intramuskular atau pemberian
melalui endotrakeal tube. Pemberian antihistamin setiap hari dapat
mengurangi beratnya gejala tetapi sering tidak berfungsi dalam mencegah
terjadinya serangan.12
Obstruksi saluran napas kronik atau syok anafilaktik diterapi dengan
injeksi adrenalin intramuskular (0,5-1,0 mg: 0,5-1 ml dari 1/1000), diulangi
setiap 5 menit jika diperlukan. Antihistamin seperti klorfeniramin diberikan
secara perlahan melalui injeksi intravena merupakan kombinasi yang sangat
bermanfaat. Steroid intravena sering diberikan walaupun hanya dapat
mencegah terjadinya serangan dalam waktu beberapa jam.5
Trakeostomi
Prioritas utama dalam menangani keadaan akut adalah mengatasi
adanya obstruksi saluran pernapasan. Adanya tanda-tanda awal gangguan
saluran pernapasan harus dilakukan intubasi segera. Edema laringeal
merupakan jenis yang progresif dan sekali hal itu terjadi maka akan sangat
sulit untuk melakukan intubasi endotrakeal sehingga membutuhkan tindakan
trakeostomi.12
11
dengan meningkatkan produksi hepatik C1 INH. Pengobatan pertama kali
harus dengan dosis yang minimum, penggunaan dosis maksimum sampai
600 mg sehari.12
Diet
Salisilat yang terkandung pada makanan bisa memperberat urtikaria pada
lebih dari 3 kasus. Bahan makanan yang mengandung pengawet asam benzoat
dapat menyebabkan eksaserbasi pada 10% kasus. Harus diterapkan diet rendah
bahan-bahan yang mengandung komponen-komponen tersebut.5
X. PROGNOSIS
Prognosis angioedema sangat baik, dengan kasus akut yang bisa di
selesaikan dalam beberapa hari. Prognosis angioedema juga dapat menjadi buruk
jika terjadi edema pada saluran pernafasan. Edema yang muncul pada oral,
faringeal, dan laringeal dapat menyebabkan asfiksia sehingga menimbulkan
kematian karena adanya gangguan dan sumbatan pada saluran.8,3
12
DAFTAR PUSTAKA
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Urticarias, Erythemas, and Purpuras.
Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 1-3.
Gunawan S. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
p. 251-6.
Sachin B. Chitra D." Urticaria and Angioedema" Immuonlogy and Allergy Clinics
of North America;2005. p.25 : 353 - 367.
Viviana M. Temiño, M., R. Stokes Peebles Jr, MD. "The Spectrum and Treatment
of Angioedema " AJM.2008.121: 282-286.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Urticaria
and Angioedema. In: Kaplan AP, editor. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 8th ed. US: McGraw-Hill; 2012. p. 606-10.
13