Você está na página 1de 34

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SINDROM NEFROTIK

Disusun Oleh :

Alif Adeyani, S.Ked.

10542 0583 14

Pembimbing :

dr. Hj Andi Tenrisanna, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Alif Adeyani, S.Ked.


Stambuk : 10542 0583 14
Judul Laporan kasus : Sindrom Nefrotik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2018

Pembimbing

dr. Hj Andi Tenrisanna, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Sindrom Nefrotik. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini,


namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-
teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Hj Andi


Tenrisanna, Sp.A, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, November 2018

Alif Adeyani, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS .......................................................................... 4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 20

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis


glomerulonefritis yang ditandai dengan hilangnya protein urine (proteinuria)
secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia (hipoalbuminemia)
dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan timbulnya
hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.1

Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN,
tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi
protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap
berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan
metabolisme kalsium, tulang, dan hormon tiroid sering dijumpai pada SN.
Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang
menjadi Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA). Pada beberapa episode, SN dapat
sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi
sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1, 2, 3

SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi
pada usia 1-8 tahun. Pada anak anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio
antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2. Pada anak
yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan
kira-kira sama.1

1
Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12
– 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14
tahun.1

SN bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan


suatu petunjuk awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil
(glomerulus) pada ginjal, dimana urine dibentuk. Sekitar 20% anak dengan SN
dari hasil biopsi ginjalnya menunjukkan adanya skar atau deposit pada
glomerulus. Dua macam penyakit yang paling sering mengakibatkan kerusakan
pada unit filtrasi adalah Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) dan
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang lahir
dengan kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya SN.1, 2

Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu Kongenital,


Glomerulonefritis Primer/Idiopatik, dan Glomerulonefritis Sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik. SN pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari
6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai
prognosis buruk. Namun Glomerulonefritis Primer/Idiopatik lah yang merupakan
penyebab SN yang paling sering.1, 2

Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab SN sangat luas maka anamnesis,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaaan urin termasuk pemeriksaan sedimen perlu
dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum, kolesterol,
dan trigliserida juga membantu penilaian terhadap SN. Anamnesis penggunaan
obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik lain perlu
diperhatikan. Pemeriksaan serologik dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder.
Pemeriksaan serologik sering tidak banyak memberikan informasi dan biayanya

2
mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologik hanya dilakukan berdasarkan
indikasi yang kuat.1, 2

Pengobatan SN terdiri atas pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap


penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema, dan mengobati komplikasi. Diuretika disertai diet rendah
garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat
diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan/atau
asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memerbaiki hipoalbuminemia dan
mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein
dapat mengurangi proteinuria.1, 3

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : AQS
Tangga Lahir : 13/11/2011
Umur : 6 Tahun 11 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Jaminan : JKN
Alamat : Jln. Mangka Dg. Bombong
Status : Perawatan 2 Lantai 2 Kelas 3D

B. IDENTITAS ORANG TUA/WALI


Ayah Nama : Tn.R
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Ibu Nama : Ny.J
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT

4
C. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Bengkak Seluruh Badan

Anamnesis Terpimpin :
Pasien Anak Laki-laki umur 6 tahun diantar oleh orang tuanya Masuk
RSUD Syech Yusuf Gowa dengan keluhan bengkak pada seluruh badan
termasuk kedua mata, perut, kaki dan bagian kemaluan. Hal ini dialami sejak
2 hari yang lalu secara tiba-tiba, bengkak muncul pada saat baru bangun tidur
pada awalnya hanya pada mata dan perut saja namun keesokan harinya kaki
dan daerah kemaluan juga ikut membengkak. lalu, Pasien juga mengeluh
demam sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul, mual (+), muntah (+) jika makan
sesuatu, batuk berlendir (+) sejak 2 hari yang lalu, dan sesak (+).
Nafsu Makan : Kurang
Nafsu Minum : Baik
BAB : Kurang
BAK : Kurang

Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama waktu umur 5
tahun. Riwayat penyakit lain sebelumnya tidak ada.

Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan penyakit yang sama ada, namun pasien
menghentikan obat, karena menganngap bahwa pasien sudah sembuh dari
penyakitnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa
seperti pasien.

5
Riwayat Persalinan
Anak Laki-laki lahir dari ibu P1A0, lahir secara spontan di Rumah
Sakit, anak lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, berat badan lahir
2800 gram. Tidak terdapat riwayat kuning, kebiruan, sesak, kejang, dan pucat
pada saat lahir. Kesan : Bayi Tunggal, Cukup Bulan, Sesuai Masa Kehamilan
Riwayat Imunisasi

Status Belum
1 2 3 Booster BIAS
Imunisasi Pernah

BCG 

Polio   

Hepatitis B   

DPT   

Campak 

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Umur : 6 tahun
BB : 22 kg
TB : 104 cm
LLA : 18 cm
LD : 64 cm
LP : 69 cm
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
Suhu : 38,2oC

6
E. STATUS GIZI
 BB / TB = 18 / 17 x 100% = 105%  Gizi Baik
 TB / U = 104 / 115 x 100% = 90%  Mild Stunting
 BB / U = 18 / 21 x 100% = 85%  Kurus

F. STATUS GENERALIS
Kepala :
Rambut : Hitam, Halus, Tidak Mudah Dicabut
Bentuk : Bulat
Ukuran : Normocephal
Ubun-Ubun Besar : Menutup
Muka : Edema (+), Palpebra Edema (+/+)
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi Septum (-), Sekret (-)
Telinga : Normotia, Sekret (-)
Bibir : Pucat (-)
Mulut : Bibir tampak kering
Caries :-
Tenggorokan : T1-T1 Hiperemis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan Tiroid, Tasbeh (-)
Thoraks : Simetris
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 murni reguler
Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Krepitasi (-), Massa (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

7
Abdomen
Inspeksi : Ascites (+), Shifting Dullness (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi
Lien : Splenomegali (-)
Hepar : Hepatomegali (-)
Massa :-
Perkusi : Tymphani
Kelenjar Limfe : Pembesaran (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (+), sianosis (-), deformitas (-)
Inferior : Akral hangat, edema pretibial (+), sianosis (-), deformitas (-)
K. Vertebralis : Gibbus (-)
Kulit : Bintik kemerahan (-)
Refleks Fisiologis
KPR : +/+
APR : +/+
BPR : +/+
TPR : +/+
Kekuatan :5
Tonus :5
Refleks Patologis : -

8
G. RESUME
Pasien Anak Laki-laki umur 6 tahun diantar oleh orang tuanya Masuk
RSUD Syech Yusuf Gowa dengan keluhan bengkak pada seluruh badan
termasuk kedua mata, perut, kaki dan bagian kemaluan. Hal ini dialami sejak
2 hari yang lalu secara tiba-tiba, bengkak muncul pada saat baru bangun tidur
pada awalnya hanya pada mata dan perut saja namun keesokan harinya kaki
dan daerah kemaluan juga ikut membengkak. Pasien juga mengeluh demam
sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul, mual (+), muntah (+) jika makan sesuatu,
batuk berlendir (+) sejak 2 hari yang lalu, dan sesak (+). Nafsu Makan
menurun, nafsu minum baik, terakhir BAB kemarin, BAK kurang.
Sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama waktu umur 5 tahun.
Riwayat penyakit lain sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan penyakit
yang sama ada, namun pasien menghentikan obat, karena menganggap bahwa
pasien sudah sembuh dari penyakitnya. Riwayat penyakit yang sama
dikeluarga tidak ada. Riwayat persalinan kesan Bayi Tunggal, Cukup Bulan,
Sesuai Masa Kehamilan. Riwayat Imunisasi lengkap.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Umur : 6 tahun
BB : 22 kg
TB : 104 cm
LLA : 18 cm
LD : 64 cm
LP : 69 cm
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
Suhu : 38,2 oC

9
Status Gizi

 BB / TB = 18 / 17 x 100% = 105%  Gizi Baik


 TB / U = 104 / 115 x 100% = 90%  Mild Stunting
 BB / U = 18 / 21 x 100% = 85%  Kurus

Status Generalis

Kepala
Muka : Edema (+), Palpebra Edema (+/+)
Abdomen
Inspeksi : Ascites (+), Shifting Dullness (+)
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas
Superior : Akral Hangat, Edema (+), Sianosis (-), Deformitas (-)
Inferior : Akral Hangat, Edema pretibial (+), Sianosis (-), Deformitas (-)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
1. Kolesterol Total = 425 mg/dl
2. Ureum Darah = 19 mg/dl
3. Kreatinin Darah = 0,4 mg/dl
4. Albumin = 1,6 mg/dl
5. WBC = 10.700
6. HGB = 10,7 g/dl
7. PLT = 278.000
8. Protein Urine = +2
 Fhoto Thorax PA
Kesan : Tanda-tanda cephalisasi vascular ec bendungan paru

10
I. DIAGNOSA KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang, diagnosis kerja pasien adalah Sindrom Nefrotik Relaps.

J. TERAPI
Non-farmakologis:
1. Istirahat yang cukup
2. Diet rendah garam
Farmakologis:
1. IVFD Dextrose 5% 500 cc/24 jam
2. O2 4-6 lpm
3. Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Intravena
4. Inj. Ranitidin ½ Amp/8 jam Intravena
5. Inj. PCT 250 mg/8 jam Intravena
6. Metilprednisolone 8 mg (dosis 2-1-2)
7. Ambroxol syp 3x1 cth
8. Plasbumin 20% 200 cc Intravena (habis dalam 3 jam) dilanjutkan
Furosemid 20 mg / IV
9. BC/C 2x1 Tab

K. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam

11
DATA FOLLOW UP

Tanggal/ TTV Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

24/10/2018 Dari UGD: - IVFD RL 16 tpm


Day 1 A/ Susp. Sindrom Nefrotik - O2 4-6 lpm
Masuk UGD P/ Rawat Inap - Inj. Dexametasone ½
Jam 11.40 Amp / 8 jam / IV

Masuk S/ Pasien Anak Laki-laki diantar oleh orang Instruksi Dokter


Perawatan tuanya Masuk RSUD Syech Yusuf Gowa - IVFD RL 500 cc / 24
Jam 18.30 dengan keluhan bengkak pada seluruh badan jam
termasuk kedua mata, perut kaki dan bagian - O2 4-6 lpm
kemaluan. Hal ini dialami sejak 2 hari yang - Inj. Ranitidin ½ Amp /
lalu secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluh 8 jam / IV
demam sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul, - PCT Tab 3 x ½
mual (+), muntah (+) jika makan sesuatu, - Inj. Dexametasone ½
batuk berlendir (+), dan sesak (+). Nafsu Amp / 8 jam / IV 
Makan menurun, nafsu minum baik, terakhir Stop
BAB kemarin, BAK kurang. Sebelumnya
pasien pernah mengalami hal yang sama - Periksa :
waktu umur 5 tahun. Namun sekarang, - DR
pengobatan sebelumnya tidak terkontrol. - Albumin Darah
Riwayat penyakit lain sebelumnya tidak ada. - Kolesterol Total
Riwayat penyakit yang sama dikeluarga - Ureum
tidak ada. Riwayat persalinan kesan Bayi - Creatinin
Tunggal, Cukup Bulan, Sesuai Masa - UR
Kehamilan. Riwayat Imunisasi lengkap.

O/ TD : 110/70 mmHg
N : 120 x/menit

12
P : 38 x/menit
S : 38,2 oC
BB : 22 kg
LP : 69 cm
Kepala : Muka Edema (+), Palpebra Edema
(+/+)
Paru : Rh -/- Wh -/-
CV : S1/S2 murni reguler
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas Superior : Edema (+)
Ekstremitas Inferior : Edema (+)

A/ Susp. Sindrom Nefrotik


25/10/2018 S: Bengkak (+), demam (+), batuk berlendir - IVFD RL 65 cc / 24
Day 2 (+) sesak (+) jam / Infus Pump
Visite 1 Nafsu Makan : Kurang - O2 4-6 lpm
Nafsu Minum : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
BAB : Tidak selama 2 hari terakhir 12 jam / IV
BAK : Kurang - Inj. Ranitidin ½ Amp /
8 jam / IV
O/ TD : 90/60 mmHg - PCT 250 mg / 8 jam /
N : 100 x/menit IV
P : 40 x/menit - Metilprednisolone 8
S : 38,5 oC mg (dosis 2-1-2)
BB : 23 kg - Ambroxol syp 3x1 cth
LP : 70 cm - Periksa Fhoto Thorax
Kepala : Muka Edema (+), Palpebra Edema PA
(+/+)

13
Paru : Rh -/- Wh -/-
CV : S1/S2 murni reguler
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas Superior : Edema (+)
Ekstremitas Inferior : Edema (+)

Hasil Lab
Kolesterol Total = 425 mg/dl
Ureum Darah = 19 mg/dl
Kreatinin Darah = 0,4 mg/dl
Albumin = 1,6 mg/dl
WBC = 10.700
HGB = 10,7 g/dl
PLT = 278.000
Protein Urine = +2

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + Febris +


ISPA
26/10/2018 S: Bengkak (+), demam (-), batuk berlendir - IVFD Dextrose 5%
Day 3 (+) sesak (+) 500 cc / 24 jam
Visite 2 Nafsu Makan : Baik - O2 4-6 lpm
Nafsu Minum : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
BAB : Lancar 12 jam / IV
BAK : Lancar - Inj. Ranitidin ½ Amp /
8 jam / IV
O/ TD : 100/60 mmHg - PCT 3 x ½ Tab (k/p)
N : 85 x/menit - Metilprednisolone 8
P : 38 x/menit mg (dosis 2-1-2)

14
S : 36,5 oC - Ambroxol syp 3x1 cth
BB : 22 kg - Plasbumin 20% 200
LP : 68 cm cc / IV (habis dalam 6
Kepala : Muka Edema (+), Palpebra Edema jam)
(+/+) - Diet rendah garam
Paru : Rh -/- Wh -/-
CV : S1/S2 murni reguler Hasil Fhoto Thorax PA
Abdomen : Ascites (+) Kesan : Tanda-tanda
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-) cephalisasi vascular ec
Kulit : Kemerahan (-) bendungan paru.
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas Superior : Edema (+)
Ekstremitas Inferior : Edema (+)

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA


27/10/2018 S: Bengkak (+), demam (-), batuk berlendir - IVFD Dextrose 5%
Day 4 (+) sesak (+) berkurang 500 cc / 24 jam
Visite 3 Nafsu Makan : Baik - O2 4-6 lpm
Nafsu Minum : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
BAB : Lancar 12 jam / IV
BAK : Lancar - Inj. Ranitidin ½ Amp /
8 jam / IV
O/ TD : 110/60 mmHg - PCT 3 x ½ Tab (k/p)
N : 95 x/menit - Metilprednisolone 8
P : 36 x/menit mg (dosis 2-1-2)
S : 36,5 oC - Ambroxol syp 3x1 cth
BB : 20 kg - Plasbumin 20% 200
LP : 64 cm cc / IV (habis dalam 6
Kepala : Muka Edema (+), Palpebra Edema jam)
(+/+) - Diet rendah garam
Paru : Rh -/- Wh -/-

15
CV : S1/S2 murni reguler
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (+)
Ekstremitas Superior : Edema (+)
Ekstremitas Inferior : Edema (+)

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA


28/10/2018 S: Bengkak (+) berkurang, demam (-), batuk - IVFD Dextrose 5%
Day 5 berlendir (+) sesak (+) berkurang 500 cc / 24 jam
Hari Minggu Nafsu Makan : Baik - O2 4-6 lpm
Nafsu Minum : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
BAB : Lancar 12 jam / IV
BAK : Lancar - Inj. Ranitidin ½ Amp /
8 jam / IV
O/ TD : 110/60 mmHg - PCT 3 x ½ Tab (k/p)
N : 95 x/menit P : 36 x/menit - Metilprednisolone 8
S : 36,5 oC BB : 18 kg LP : 58 cm mg (dosis 2-1-2)
Kepala : Muka Edema (+), Palpebra Edema - Ambroxol syp 3x1 cth
(+/+) - Plasbumin 20% 200
Paru : Rh -/- Wh -/- cc / IV (habis dalam 6
CV : S1/S2 murni reguler jam)
Abdomen : Ascites (+) - Diet rendah garam
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (-)
Ekstremitas Superior : Edema (-)
Ekstremitas Inferior : Edema (+)

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA

16
29/10/2018 S: Bengkak (+) berkurang, demam (-), batuk - IVFD Dextrose 5%
Day 6 berlendir (+) sesak (-) 500 cc / 24 jam
Visite 4 Nafsu Makan : Baik - Aff O2
Nafsu Minum : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
BAB : Lancar 12 jam / IV
BAK : Lancar - Inj. Ranitidin ½ Amp /
8 jam / IV Stop
O/ TD : 100/60 mmHg - Metilprednisolone 8
N : 102 x/menit mg (dosis 2-1-2)
P : 28 x/menit - Ambroxol syp 3x1 cth
S : 36,7 oC - Diet rendah garam
BB : 18 kg - Periksa ulang
LP : 55 cm Albumin Darah & UR
Kepala : Muka Edema (-), Palpebra Edema
(-/-) Hasil Lab
Paru : Rh -/- Wh -/- Albumin : 2 g/dl
CV : S1/S2 murni reguler Proterin Urine : +2
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (-)
Ekstremitas Superior : Edema (-)
Ekstremitas Inferior : Edema (-)

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA

17
30/10/2018 S: Bengkak (+) berkurang, demam (-), batuk - IVFD Dextrose 5%
Day 7 berlendir (+) sesak (-) 500 cc / 24 jam
Visite 5 Nafsu Makan : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
Nafsu Minum : Baik 12 jam / IV
BAB : Lancar - Metilprednisolone 8
BAK : Lancar mg (dosis 2-1-2)
- Ambroxol syp 3x1 cth
O/ TD : 100/70 mmHg - Diet rendah garam
N : 102 x/menit - Plasbumin 20% 200
P : 30 x/menit cc / IV (habis dalam 3
S : 36,7 oC jam) dilanjutkan
BB : 18 kg Furosemid 20 mg / IV
LP : 55 cm - Periksa ulang
Kepala : Muka Edema (-), Palpebra Edema Albumin Darah & UR
(-/-)
Paru : Rh -/- Wh -/-
CV : S1/S2 murni reguler
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (-)
Ekstremitas Superior : Edema (-)
Ekstremitas Inferior : Edema (-)

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA

18
31/10/2018 S: Bengkak (+) berkurang, demam (-), batuk - IVFD Dextrose 5%
Day 8 berlendir (+) sesak (-) 500 cc / 24 jam
Visite 6 Nafsu Makan : Baik - Inj. Cefotaxim 1 gr /
Nafsu Minum : Baik 12 jam / IV
BAB : Lancar - Metilprednisolone 8
BAK : Lancar mg (dosis 2-1-2)
- Ambroxol syp 3x1 cth
O/ TD : 100/70 mmHg N : 98 x/menit - BC/C 2x1 tab
P : 30 x/menit S : 36,5 oC - Diet rendah garam
BB : 18 kg LP : 55 cm - Periksa ulang DR,
Kepala : Muka Edema (-), Palpebra Edema Albumin Darah,
(-/-), mata cekung (+/+) Kolesterol Total &
Paru : Rh -/- Wh -/- UR
CV : S1/S2 murni reguler
Abdomen : Ascites (+)
Metabolik : Sianosis (-), Ikterus (-)
Kulit : Kemerahan (-)
Alat kelamin : Edema Scrotum (-)
Ekstremitas Superior : Edema (-)
Ekstremitas Inferior : Edema (-)

Hasil Lab
Kolesterol Total = 419 mg/dl
Albumin = 3,4 mg/dl
WBC = 13.700
HGB = 13,3 g/dl
PLT = 732.000
Protein Urine = +2

A/ Sindrom Nefrotik Relaps + ISPA

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala klinik meliputi
proteinuria masif dan hipoalbuminemia, umunya disertai edema dan
hiperkolestrolemia.3

B. EPIDEMIOLOGI
SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi
pada usia 1-8 tahun. Pada anak anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun,
ratio antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2. Pada
anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan
perempuan kira-kira sama.1
Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya
lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak
berusia kurang dari 14 tahun.1

C. ETIOLOGI
Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu Kongenital,
Glomerulonefritis Primer/Idiopatik, dan Glomerulonefritis Sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sitemik. SN pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya
herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Namun Glomerulonefritis
Primer/Idiopatik lah yang merupakan penyebab SN yang paling sering.1, 2

20
Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa
bentuk sindrom nefrotik idiopatik; penyakit lesi minimal ditemukan pada
sekitar 85%, proliferasi mesangium pada 5% dan sklerosis setempat 10%.
Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom nefrotik sebagian besar
diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah
membranosa dan membranoproliferatif.1, 2

D. PATOFISIOLOGI
Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria,
akibat dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme
dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungki terkait. Setidak-
tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif negatif glikoprotein
dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya
melebihi 2 gr / 24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya
pada dasarnya adalah “hipoalbuminemia”. Umumnya, edema muncul bila
kadar albumin serum turun dibawah 2,5 g / dL (25 g / L).4, 5
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti
sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya
hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urine. Hipoalbuminemia
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan
transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Penurunan
volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan sistem
renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus
distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon
antidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus.
Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natruim dan air yang direabsorbsi
masuk ke ruang interstitial, memperberat edema.4, 5
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid)
dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang
memberikan sebagian penjelasan: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein; dan (2) katabolisme

21
lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem
enzim utama yang mengambil lemak dan plasma.4, 5

E. GEJALA KLINIK
Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya
ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat
“pitting”. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai
kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan curah
urine. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke
hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki.
Anoreksia, nyeri perut dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.1, 6

F. DIAGNOSIS
Analisis urine menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada
hematuria mikroskopiks, tetapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi
ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens kreatinin rendah karena terjadi
penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan
kembali ke normal bila volume intravaskuler membaik. Ekskresi protein
melebihi 2 g / 24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar
albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL (20 g/L), dan kadar kalsium serum
total menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.1, 3, 5
Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun
agaknya menderita penyakit lesi-minimal yang berespons terhadap steroid,
dan terapi kortikosteroid harus dimulai tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-
minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun yang datang dengan
nefrosis, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif
menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini untuk
menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.1, 3, 5

22
Diagnosis SN dapat ditegakkan atas dasar:3
 Adanya edema, biasanya anasarka
 Proteinuria masif (semikualitatif SSA 20% +3 sampai +4, kuantitatif >50
mg/kgBB/24 jam)
 Hipoalbuminemia < 2,5 g/dl
 Dengan atau tanpa hiperkoleterolemia > 250 mg/dl

G. PENATALAKSANAAN
1. Diet3
a. Kalori
Rata-rata 100 kalori/kgBB/hari
b. Protein
 Kadar ureum dan kreatinin normal: protein 1-2 gr/kgBB/hari
 Kadar ureum dan kreatinin meningkat: protein 0,5-1- gr/kgBB/hari
c. Lemak
Pemberian lemak dikurangi, biasanya diberikan 25% dari kebutuhan
kalori, terutam yang hanya unsaturated fatty acid.
d. Garam
Bila edema hebat, garam dibatasi sedemikian rupa, namun diatur agar
nafsu makan anak tidak hilang sama sekali. Bila tidak ada edema dan
komplikasi, garam tidak perlu dibatasi. Umumnya diberikan 1-2
gr/hari bergantung hebatnya edema dan nafsu makan penderita.
e. Cairan
f. Pemberian cairan dibatasi bila ada oligouria atau anuria yaitu intake
cairan = jumlah urine + insensible loos (20-25 ml/kgBB/hari) + jumlah
kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu 1 derajat dari normal (10
cc/kgBB/hari)
g. Kalsium dan Vitamin D3
Pada pemberian kortikosteroid diberikan suplementasi kalsium dosis
500 mg/hari dan vitamin D3 inaktif 400 Sl/hari
h. Vitamin B Kompleks dan Vitamin C

23
2. Aktifitas3
Pembatasan aktivitas dilakukan bila terdapat anasarka dan
komplikasi. Biasanya anak mengurangi aktifitasnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya.
3. Pengobatan Simptomatik3
a. Diuretik
Diuretik hanya menghilangkan manifestasi edema. Diuretik
diberikan pada gangguan pernapasan dan gejala gastrointestinal
(muntah, diare atau sakit perut), iritasi kulit dan gangguan aktifitas
anak. Furosemide 1-2 mg/kgBB/hari peroral. Bila ascites hebat
sehingga mengganggu pernapasan diberikan furosemid parenteral
disertai KCl 75 mg/kgBB/hari peroral atau spironolakton 3-5
mg/kgBB/hari.
b. Albumin Intravena
Bila dengan furosemide edema menetap atau bertambah hebat
maka diberikan infus albumin berupa salt poor albumin 0,5-1
kgBB/hari selama 30-60 menit, disusul dengan furosemide parenteral
1-2 mg/kgBB, dapat diulangi setiap 6 jam. Albumin IV juga diberikan
bila kadar albumnin darah kurang dari 0,5 gr/dl untuk mencegah
renjatan hipovolemik.
4. Psikologik3
SN adalah penyakit kronik, dapat memberikan beban psikologi
anak dan orang tua sehingga perlu edukasi tentang perlangsungan
penyakit, pengobatan dan efek kortikosteroid, serta pemantauan teratur
penderita.
5. Pengobatan Spesifik3
Definisi untuk pengobatan spesifik SN: (1) Remisi = bila
proteinuria (-) selama lebih dari 3 hari berturut-turut (2) Responsif = bila
gejala klinik dan gejala laboratorik menghilang setelah terapi
kortikosteroid (3) Relaps = bila proteinuria positif selama lebih 3 hari
berturut-turut.

24
Kortikosteroid
a. Pengobatan Serangan Pertama
Remisi spontan dapat terjadi pada SNKM dengan manifestasi
ringan seperti edema palpebra atau pretibial sehingga pemberian
kortikosteroid ditunda satu minggu sambil dilakukan pemeriksaan
urine dan darah. Menurut ISKDC, pengobatan SNKM serangan
pertama adalah 4 minggu pertama: prednison 60 mg/hari (2
mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2-3 dosis dan diberikan setiap hari
(continuous day/CD). Bila terjadi remisi (R), pengobatan dilanjutkan
selama 4 minggu kedua, sebagai berikut: 40 mg/hari (atau 2/3 dosis
CD) dibagi dalam 2-3 dosis yang diberikan intermitten day (ID) yaitu
3 hari berturut-turut dalam seminggu. Selain ID dapat juga diberikan
secara alternating day (AD) yaitu selang seling sehari. Bila tetap
remisi, pengobatan tetap dilanjutkan sampai kurang lebih satu tahun
dengan dosis optimal.
b. Pengobatan Serangan Berulang (Relaps)
Bila Relaps pengobatan dimulai lagi seperti pengobatan
serangan pertama tetapi prednison CD hanya sampai remisi, lalu
dilanjutkan secara ID/AD selama 4 minggu. Bila tetap remisi
dilanjutkan tapering off selama 2 minggu.

H. KOMPLIKASI
Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Penjelasan
yang diusulkan meliputi penurunan kadar imunoglobulin, cairan edema yang
berperan sebagai media biakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas
bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”, penurunan perfusi limpa karena
hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor proferdin B) dalam urine
yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Infeksi yang paling sering adalah
peritonitis spontan. Sepsis, pneumonia, selulitis dan infeksi saluran kencing
juga dapat ditemukan.1, 6

25
Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecenderungan terjadinya
trombosis arteri dan vena (setidak-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar
faktor koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinlisis plasma, penurunan kadar
anti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasitrombosit); defisiensi faktor
koagulasi IX, XI, dan XII; dan penurunan kadar vitamin D serum.1, 6

I. PROGNOSIS.
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespons terhadap steroid
akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh
sendiri secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting
adalah, menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan
menderita sisa disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak herediter,
dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklifosfamid atau
klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis nefrosis, kami menekankan
bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan
diet dan aktivitas. Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi
pemeriksaan protein urine biasanya tidak diperlukan.1, 3

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala klinik meliputi


proteinuria masif dan hipoalbuminemia, umunya disertai edema dan
hiperkolestrolemia.
SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi
pada usia 1-8 tahun. Pada anak anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio
antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2. Pada anak
yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan
kira-kira sama.
Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12
– 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14
tahun.
SN biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan di
sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat “pitting”.
Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan berat
badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urine. Anoreksia,
nyeri perut dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.
Dari anamnesis, Pasien Anak Laki-laki umur 6 tahun diantar oleh orang
tuanya Masuk RSUD Syech Yusuf Gowa dengan keluhan bengkak pada seluruh
badan termasuk kedua mata, perut kaki dan bagian kemaluan. Hal ini dialami
sejak 2 hari yang lalu secara tiba-tiba. hal ini sesuai dengan kepustakaan
mengenai gambaran klinis dan insidensi Sindrom Nefrotik pada usia dan jenis
kelamin.
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespons terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri
secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua.

27
Dari data pasien juga diketahui bahwa, Sebelumnya pasien pernah
mengalami hal yang sama waktu umur 5 tahun. Riwayat pengobatan penyakit
yang sama ada, namun pasien menghentikan obat, karena menganggap bahwa
pasien sudah sembuh dari penyakitnya.. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
mengenai kekambuhan penyakit SN.
Untuk menentukan diagnosis SN, diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan Laboratorium berupa, Albumin Darah, Ureum Darah, Kreatinin
Darah, Kolesterol total, Darah Rutin dan Urine Rutin. Pada pemeriksaan
Laboratorium yang dilakukan pada pasien di dapatkan hasil sebagai berikut:
1. Kolesterol Total = 425 mg/dl
2. Ureum Darah = 19 mg/dl
3. Kreatinin Darah = 0,4 mg/dl
4. Albumin = 1,6 mg/dl
5. WBC = 10.700
6. HGB = 10,7 g/dl
7. PLT = 278.000
8. Protein Urine = +2
Hal ini sesuai dengan kepustakaan tentang pemeriksaan penunjang yang
tepat untuk menbantu diagnosis dari SN, yaitu dengan ditemukannya Proteinuria,
Hipoalbuminemia, Hiperkolesteronemia.
Didapatkan juga pada pasien penyakit infeksi pada paru yaitu
Bronhopnuemonia dengan adanya Fhoto Thorax Posisi PA dengan Kesan : tnada-
tanda cephalisasi vaskular ec bendungan paru.
Hal ini sesuai kepustakaan mengenai komplikasi yang sering terjadi pada
SN yaitu infeksi, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi bakteri selama kambuh. Penjelasan yang diusulkan meliputi penurunan
kadar imunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media biakan,
defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”,
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen
(faktor proferdin B) dalam urine yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Infeksi

28
yang paling sering adalah peritonitis spontan. Sepsis, pneumonia, selulitis dan
infeksi saluran kencing juga dapat ditemukan.
Setelah diagnosis ditegakkan yaitu Sindrom Nefrotik, maka dokter
memberikan terapi:
 IVFD Dextrose 5% 500 cc/24 jam
 O2 4-6 lpm
 Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Intravena
 Inj. Ranitidin ½ Amp/8 jam Intravena
 Inj. PCT 250 mg/8 jam Intravena
 Metilprednisolone 8 mg (dosis 2-1-2)
 Ambroxol syp 3x1 cth
 Plasbumin 20% 200 cc Intravena (habis dalam 3 jam) dilanjutkan Furosemid
20 mg / IV
 BC/C 2x1 Tab
Hal ini sesuai dengan kepustakaan tentang penatalaksanaan Sindrom
Nefrotik yaitu dengan Diet (Kalori, Protein, Lemak, Garam, Cairan, Kalsium dan
Vitamin D3 serta Vitamin B Kompleks dan Vitamin C), pembatasan Aktifitas,
Pengobatan Simptomatik berupa Diuretik & Albumin Intravena, dan Pengobatan
Spesifik berupa Kortikosteroid.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC; 2012.
2. Nelson. Esensi Pediatri Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.
3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS. Standar Pelayanan Medis.
Makassar: SMF Anak RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2013.
4. Berkowitz, Aaron. Lecture Note Patofisiologi Klinik. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2013.
5. Kendall, Tao. Sinopsis Organ System Ginjal. Jakarta: Karisma Publishing
Group. 2013.
6. Harrison. Nefrologi. Jakarta: Karisma Publishing Group; 2013.

30

Você também pode gostar