Você está na página 1de 2

Kita telah mengenal jargon 4 sehat 5 sempurna jauh sebelum kita benar-benar belajar formal

tentang makanan sehat di bangku sekolah. Slogan 4 sehat 5 sempurna ini dipopulerkan oleh
guru besar ilmu gizi pertama di Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo pada tahun 1950-an. Dalam
konsep 4 sehat 5 sempurna, makanan sehat adalah makanan yang mengandung 4 sumber
nutrisi yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan, dan disempurnakan
dengan susu. Sejak tahun 1990-an pedoman 4 sehat 5 sempurna ini dianggap tak lagi sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi. Hingga kemudian, pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan akhir bulan Oktober lalu mengkampanyekan slogan "Isi
Piringku" sebagai pengganti slogan "4 Sehat 5 Sempurna" untuk pedoman konsumsi sehari-hari
dalam memenuhi gizi seimbang. "Dulu kita punya slogan 4 Sehat 5 Sempurna, namun dalam
perkembangan ilmu gizi tidak cukup tepat untuk mengakomodir perkembangan ilmu yang baru.
Kalau hanya bicara 4 Sehat 5 Sempurna tanpa keseimbangan itu tidak cukup," kata Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono dalam konferensi
pers acara Forum Pangan Asia Pasifik. Secara umum, "Isi Piringku" menggambarkan porsi
makan yang dikonsumsi dalam satu piring yang terdiri dari 50 persen buah dan sayur, dan 50
persen sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein. Kampanye "Isi Piringku" juga menekankan
untuk membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari. Dalam perkembangan
ilmu gizi yang baru, pedoman "4 Sehat 5 Sempurna" berubah menjadi pedoman gizi seimbang
yang terdiri dari 10 pesan tentang menjaga gizi. Dari 10 pesan tersebut, Anung
mengelompokkan lagi menjadi empat pesan pokok yakni pola makan gizi seimbang, minum air
putih yang cukup, aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, dan mengukur tinggi dan berat badan
yang sesuai untuk mengetahui kondisi tubuh. Selain diagram "Isi Piringku" yang telah
disebutkan, kampanye tersebut juga menekankan empat hal penting lainnya yaitu cuci tangan
sebelum makan, aktivitas fisik yang cukup, minum air putih cukup, dan memantau tinggi badan
dan berat badan. Baca juga: Berapa Banyak Gula dalam Susu Kental Manis? Rio Jati Kusuma,
dosen departemen gizi dan kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, kepada
Tirto menyatakan bahwa konsep 4 sehat 5 sempurna dulu dicanangkan dalam rangka membuat
rekomendasi diet sehat untuk masyarakat Indonesia. Karena saat itu standar menu sehat masih
belum ada acuannya, dibuatlah konsep 4 sehat 5 sempurna, yang bertujuan mengenalkan
bahwa di dalam piring minimal harus terdapat sumber karbohidrat, protein, dan lemak dari
makanan pokok, sayur, lauk hewani, lauk nabati, dan susu sebagai pelengkapnya. Rio Jati
merasa konsep ini kurang pas bila diterapkan saat ini karena ketiadaan standar dalam
penentuan jumlah setiap bahan makanan pada konsep 4 sehat 5 sempurna. Akibatnya, setiap
orang bisa saja menafsirkan menu yang mereka makan dalam porsi dan kadar yang beraneka
macam, asal telah memenuhi syarat 4 sehat lima sempurna: makanan pokok, lauk pauk, sayur-
sayuran, buah-buahan, dan disempurnakan dengan susu. “Dampaknya adalah peningkatan
jumlah konsumsi lemak dan energi yang berpotensi menyebabkan obesitas dan kegemukan.
Karena jumlahnya yang tidak standard, karena masing-masing individu bisa menafsirkan secara
beragam,” jelasnya kepada Tirto. Baca juga: Pemenuhan Gizi Ibu Hamil Bisa Cegah "Stunting"
Sementara itu, kasus obesitas pada anak Indonesia mulai menjadi perhatian banyak pihak. Hal
ini dikarenakan tingginya prevalensi obesitas di Indonesia. C.N. Rachmi, peneliti dari Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran dan pemerhati kesehatan anak di Children's Hospital at
Westmead, University of Sydney Clinical School, Sydney, dalam penelitiannya yang berjudul
"Overweight and Obesity in Indonesia: Prevalence and Risk Factors" yang dipublikasikan 2017,
menyatakan bahwa dari seluruh negara di Asia Tenggara, prevalensi obesitas di Indonesia
adalah yang paling tinggi. Data Riset Kesehatan Nasional 2016 diketahui bahwa 20,7 persen
penduduk dewasa Indonesia mengalami kegemukan. Data World Health Organization (WHO)
pada 2013 menunjukkan hampir 12 persen anak Indonesia mengalami obesitas. Jika dirinci
lagi, dari 17 juta anak yang mengalami obesitas di ASEAN, hampir 7 jutanya berasal dari
Indonesia. Angka ini hanya mencakup balita. Obesitas pada anak dapat terjadi karena faktor
keturunan, kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan. Pola makan tentu terkait dengan kadar
nutrisi yang dikonsumsi setiap harinya yang dapat dilihat dari Angka Kecukupan Gizi (AKG).
AKG yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menkes RI
Nomor 75 tahun 2013. Anjuran kisaran sebaran energi gizi makro (AMDR) bagi penduduk
Indonesia dalam estimasi kecukupan gizi ini adalah 5-15 persen energi protein, 25-35 persen
energi lemak, dan 40-60 persen energi karbohidrat. Penerapannya tergantung umur atau tahap
pertumbuhan dan perkembangan.

io Jati juga mengungkapkan bahwa memasukkan susu sebagai makanan "sempurna" bukan hal
yang tepat dalam diet orang Indonesia. “Susu memang diketahui memiliki kualitas protein yang
baik, namun dalam kadar tertentu susu juga berpotensi menimbulkan beberapa masalah bagi
kesehatan. Bila diberikan pada anak balita dapat meningkatkan risiko anemia dan alergi,
sedangkan pada dewasa [dengan] intoleransi laktosa, bisa menyebabkan diare,” kata Rio Jati.
Ia mengatakan telur, daging atau ikan yang merupakan lauk hewani adalah bahan substitusi
susu yang baik. Untuk komposisi menu gizi seimbang sebetulnya sudah dicanangkan dalam
program Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Dalam pedoman terdapat informasi
mengenai berapa porsi buah, sayur, lauk hewani, nabati dan sumber karbohidrat yang
dibutuhkan manusia setiap harinya. Rio Jati mengatakan pedoman PUGS juga menjelaskan
banyak hal, termasuk pentingnya aktivitas fisik untuk mencegah kegemukan. “PUGS itu komplit.
Tapi karena terlalu lengkap, jadi masyarakat susah menghafalnya. Jadi, salah satu
alternatifnya, pemerintah mungkin melakukan kampanye ‘Isi Piringku’ dalam rangka
mengejawantahkan PUGS,” pungkas Rio.

Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Yang Penting Gizi Seimbang, Bukan "4 Sehat 5
Sempurna"", https://tirto.id/yang-penting-gizi-seimbang-bukan-4-sehat-5-sempurna-czrP.

Follow kami di Instagram: tirtoid | Twitter: tirto.id

Você também pode gostar