Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Latar Belakang
Berkowitz (1993), salah seorang yang di nilai paling kompeten dalam studi
tentang agresi, membedakan agresi sebagai tingkah laku, bagaimana diindikasikan
oleh baron, dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarah kepada tindakan
agresif. Perilaku agresi yang tidak terkendali dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya sifat agresif timbul karena hasil dari persepsi seseorang
terhadap seorang yang lain berinteraksi dengannya. Namun, menurut Berkowitz
kita tidak bisa selalu yakin dengan apa yang di maksudkan ketika seseorang
disebut agresif atau suatu tindakan disebut kekerasan. Sifat agresi itu sendiri dapat
dicegah atau dikurangi dengan beberapa cara salah satunya dengan memberikan
hukuman.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai definisi agresi itu
sendiri, bagaimana sifat dasar agresi itu terbentuk, apa yang menyebabkan sifat
agresi itu muncul, dan bagaimana mencegah atau mengurangi agresi yang tidak
terkendali.
C. Rumusan Masalah
1
1.1 Sifat Dasar Agresi
Menurut Berkowitz, agresi adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari
berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain1. maka dapat disimpulkan bahwa
tingkah laku agresi merupakan tingkah laku pelampiasan dari perasaan frustasi
untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain, yang
ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik maupun psikologis pada orang lain
yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal.
1
Baron dan Richardson, 1994; Berkowitz
2
orang. Menurut Freud insting ini awalnya memiliki tujuan self-destruction, tetapi
segera arahnya diubah ke luar, kepada orang lain.
Pandangan yang berhubungan diungkapkan oleh Konrad Lorenz. Ilmuwan
pemenang Hadiah Nobel. Lorenz (1966,1974) berpendapat bahwa agresi muncul
terutama dari insting berkelahi (fighting insting) bawaan yang dimilki oleh
manusia dan spesies lainnya. Diasumsikan insting ini berkembang selama
terjadinya evolusi karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya
individu yang terkuat dan terhebatlah yang akan menurunkan gen mereka kepada
generasi berikutnya.
Sampai beberapa tahun yang lalu, hanya sedikit psikolog sosial yang
menerima pandangan semacam itu. Beberapa alasan keberatan mereka pada ide
bahwa agresi manusia telah diprogram secara genetis adalah:
(1) Manusia bertingkah laku agresif terhadap orang lain dalam banyak cara, mulai
dari mengabaikan orang lain atau menyebarkan rumor palsu mengenai orang
tersebut sampai pada tingkah laku brutal yang sering dilaporkan pada berita di
televisi. Bagaimana bisa rentang perilaku yang besar tersebut ditentukan oleh
faktor genetis?.
(2) Frekuensi dari tingkah laku agresif sangat bervariasai pada masyarakat, terjadi
lima puluh kali lebih sering pada beberapa masyarakat di banding pada
masyarakat yang lain.
Dalam hal ini psikolog sosial menyimpulkan bahwa faktor genetis memainkan
peran yang kecil, jika ada, dalam agresi manusia.
3
1939). Menurut pandangan ini, frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu
dorongan yang tujuan utamanya adalah menyakiti beberapa orang atau objek,
terutama yang dipersepsikan sebagai penyebab frustasi (Berkowitz, 1989).
4
1.3 Penyebab Pribadi Dari Agresif
a. Pola Perilaku Tipe A: Mengapa Huruf “A” Dalam Tipe Kepribadian A Dapat
Berarti Agresi
Pola perilaku tipe A adalah seseorang yang memiliki karakter (1) sangat
kompetitif (2) selalu terburu-buru (3) mudah tersinggung dan agresif ( Glass,
1977; strube, 1989) pada ujung sisi lain dari kontinum ini terdapat orang-orang
yang tidak menunjukkan karakteristik tersebut, individu-individu yang tidak
kompetitif, yang tidak selalu bertanding melawan waktu, dan yang tidak mudah
kehilangan kendali;orang-orang yang dideskripsikan seperti ini menunnjukkan
pola perilaku tipe b.
Melihat karakteristik yang disebutkan diatas tampak sangat masuk akal
untuk menganggap bahwa tipe a cenderung lebih agresif dari pada tipe b dalam
banyak situasi. Temuan-temuan tambahan mengindikasikan bahwa tipe a adalah
individu yang benar-benar hostile; mereka tidak melakukan agresi pada orang lain
hanya karena ini merupakan alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan seperti
memenangkan kontes atau meneruskan karir. Melainkan mereka lebih cenderung
dari pada Tipe B untuk terlibat dalam apa yang dikenal sebagai agresi hostile
(aggression hostile), dimana tujuan nya adalah untuk melakukan suatu kekerasan
pada korban (Strube dkk, 1984). Tipe A lebih cenderung daripada B untuk terlibat
dalam perilaku-perilaku seperti kekerasan pada anak atau pada pasangan (strube
dkk, 1984). Sebaliknya tipe A lebih cenderung untuk terlibat dalam agresi
instrumental (instrumental aggression) daripada tipe B, agresi yang dilakukan
terutama untuk mendapatkan tujuan lain disamping menyakiti kaorban, tujuan
seperti mengontrol sumber-sumber daya yang berharga atau pujian dari orang lain
karena telah bersikap “tegas”.
b. Mempersepsikan Maksud Jahat Dalam Diri Orang Lain: Bias Atribusional Hostile
Fakta bahwa atribusi memainkan peran penting dalam reaksi kita terhadap
perilaku orang lain dan terutama terhadap provokasi nyata adalah titik mula bagi
karakteristik pribadi penting lain yang mempengaruhi agresi, yaitu bias
5
atribusional hostile( hostile atributional bias) (misalnnya, Dodge dkk, 1986).
Istilah ini mengacu pada tendensi untuk mempersepsikan maksud atau motif
hostile , dalam tindakan orang lain ketika tindakan ini dirasa ambigu. Dengan kata
lain orang-orang yang memiliki bias atribusional hostile yang tinggi jarang
empersepsikan tindakan hostile dalam tindakan orang lain sebagai
ketidaksengajaan, namun segera mengasumsikan bahwa tindakan provokasi
manapun dari orang lain tersebut sebagai disengaja, dan mereka segera bereaksi
melawan atau membalasnya. Hasil dari banyak penelitian menegaskan dampak
potensial dari faktor ini (misalnya, Dodge & Coie, 1987), jadi tampak bahwa bias
atribusioal hostile merupakan salah satu faktor pribadi (perbedaan individu) yang
penting dalam terjadinya agresi.
c. Narsisme, Ancaman Ego Dan Agresi : Bahaya Dari Keinginan Untuk Menjadi
Superior
Ada cerita tentang Narcissus, ia adalah karakter dalam mitologi Yunani
yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air dan tenggelam saat mecoba
meraihnya. Namanya saat ini menjadi sinonim untuk self-love yang berlebihan,
memiliki pandangan yang berlebihan terhadap kebaikan dan keberhasilan diri
sendiri. Temuan penelitian mengindikasi bahwa trait ini berhubungan dengan
agresi dalam cara-cara yang penting. Secara spesifik, penelitian oleh Brushman
dan Baumeister (1988) menyatakan bahwa orang dengan narsisme yang tinggi
(orang yang setuju dengan pernyataaan seperti “ Jika saya memerintah dunia akan
menjadi tepat yang jauh lebih baik”) bereaksi dengan tingkat agresi yang sangat
tinggi terhadap penghinaan dari orang lain, umpan balik yang mengancam self-
image mereka yang tinggi. Mengapa? Mungkikarena orang-prang seperti ini
memiliki keraguan yang mengganggu mengenai kebenaran ego mereka yang besar
sehingga bereaksi dngan kemarahan yang intens pada siapa pun yang mncam
untuk menjatuhkan mereka.
Temuan-temuan ini memiliki implikasi yang penting karena, pada saat ini,
banyak sekolah Amerika serikat yang berfokus pada pembangunan self-esteem
yang tinggi diantara murid-muridnya. Pada satu titik, hal ini mungkin
6
mengantungkan. Tetapi jika taktik pembangunan self-esteem tersebut diterapkan
terlalu jauh dan menghasilkan anak yang memandang dirinya sendiri sangat tinggi
(narsistik), hasilnya mungkin adalah potensi kekerasan yang pantas untuk diteliti
lebih lanjut.
7
sehingga pada beberapa kasus, membuat korban sulit mengetahui bahwa mereka
telah menjadi target dari tindakan kekerasan yang disengaja.
Kesimpulannya, perbedaan gender yang terkait dengan agresi memang
muncul dan bisa menjadi subtansial dalam beberapa konteks. Tapi secara
keseluruhan, sifat dasar, dari perbedaan semacam itu jauh lebih kompleks dari
pada yang bisa dibayangkan oleh akal sehat.
Agresi bukanlah suatu bentuk perilaku yang tidak dapat dihindari atau tidak
dapat diubah. Sebaliknya kognisi, dan karakteristik pribadi, hal itu dapat dicegah
atau dikurangi. Dalam bagian akhir ini, kami akan mempertimbangkan beberapa
prosedur yang ketika digunakan secara tepat, dapat efektif dalam mengurangi
frekuensi atau intensitas agresi manusia.
8
yang menarik: Dapatkah dibuktikan bahwa hukuman akan efektif sebagai
pencegah kejahatan jika digunakan secara lebih efektif? Kita dapat memastikan,
tetapi bukti-bukti yang ada menunjukan bahwa hukuman dapat, secara potensial,
memunculkan efek-efek seperti itu jika digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip
yang digambarkan sebelumnya.
9
Ketika kita merasa sangat marah kemampuan kita untuk berpikir jelas
misalnya, untuk mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakan kita sendiri
dapat berkuramg secara drastic. Ketika ini terjadi, hambatan yang biasanya
menahan agresi (misalnya, ketakutan mendapatkan balasan) juga dapat
menghilang. Sebagaimana ditekankan oleh Lieberman dan Greenberg (1999)
proses informasi secara cepat dan gegabah. Hal ini kemudian, dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa kita akan “kehilangan kendali pada” orang lain termasuk
orang lain yang bukan merupakan penyebab kemarahan kita.
Maka prosedur apapun yang dapat menolong kita menghindari atau
mengatasi defisit kognitif juga dapat mengurangi agresi salah satu teknik
Preattribution yaitu mengatribusikan tindakan menggangu yang dilakukan orang
lain pada penyebab tidak disengaja sebelum provakasi benar-benar terjadi. Teknik
yang lain adalah mencegah diri anda sendiri (atau orang lain) dari terhanyut pada
kesalahan sebelumnya baik yang nyata atau yang diimajinasikan.
10
RESPONS YANG TIDAK TEPAT: SULIT UNTUK MARAH JIKA
ANDA TERSENYUM. Teknik Respons yang tidak tepat (infocompatible
response techniques) (misalnya, Baron, 1993b). Teknik ini menyatakan bahwa
agresi akan berkurang jika imdividu di paparkan pada kejadian atau stimulus yang
menyebabkan mereka mengalami keadaan afeksi yang tidak tepat dengan
kemarahan atau agresi.
Stimulus atau pengalaman apakah yang dapat menghasilkan keadaan afeksi
yang tidak tepat ini? Temuan penelitin memperlihatkan bahwa humor,
keterangsangan seksual ringan dan perasaan empati pada korban semuanya afektif
untuk menghasilkan efek ini. Tentu saja, teknik ini dapat gagal: mencoba untuk
membuat seseorang tertawa ketika mereka sedang sangat marah dapat memicu
dan membuat mereka tambah marah. Tetapi jika digunakan sesegera mungkin
dalam proses sebelum individu menjadi murka usaha untuk mengganti keadaan
emosi internal yang negatif, seperti rasa terganggu, sengan yang ppositif dapat
cukup efektif.
11
KESIMPULAN
Agresif adalah bentuk perilaku yang dimaskudkan dengan tujuan untuk menyakiti
atau melukai orang lain. Sifat dasar agresif dijelaskan dalam 3 perspektif, karena
faktor biologis, teori dorongan, dan teori modern atas agresi yang tidak berfokus
pada faktor tunggal. Salah satu penyebab agresi adalah mempersepsikan maksud
jahat orang lain. Agresi tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikurangi salah
satunya dengan cara memberikan punishment
12
DAFTAR PUSTAKA
13