Você está na página 1de 9

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

DASAR DIAGNOSIS

 Pasien dengan riwayat atau dugaan diabetes1


Kadar gula darah bisa normal atau hiperglikemia berat ( kadar gula darah biasanya > 300 mg/dL)
 Keton darah (3 mmol/L) dan /atau urin positif ( +1 atau lebih)
Pemeriksaan keton darah lebih sensitif dibandingkan keton urin ( jika ada beta –hydroxybutyrate
( beta – HBA) adalah tes yang lebih sensitif). Ketonemia karena kelaparan biasanya memiliki kadar
keton < 0,5 mmol/L. Pada KAD, kadar keton darah 3 mmol/L. Akan tetapi batas kadar yang digunakan
dapat berbeda tergantung metode laboratorium yang digunakan
 Asidosis metabolik (pH<7,3; HCO3- < 15) dengan anion gap yang tinggi ( Na – (Hco3- + Cl) > 12)
 Dehidrasi sedang sampai berat
 Klasifikasi

ringan sedang Berat


pH arteri 7,25 -7,30 7,00-<7,24 <7.00
Serum bikarbonat (mEq/L) 15-18 10-<15 <10
Keton urin Positif positif positif
Keton serum Positif Positif positif
Osmolalitas serum bervariasi bervariasi Bervariasi
Anion gap >10 >12 >12
Status Kesadaran Alert Alert/drowsy Stupor/koma
Histori

1. Nyeri perut, mual dan muntah


2. Polyuria,polydipsia dan penurunan berat badan
3. Syok hipovolemi, penurunan tingkat kesadaran, hiperventilasi ( pola nafas kussmaul pada asidosis
berat), nafas berbau keton, dan pireksia
4. Adanya bukti dari faktor pencetus seperti sepsis karena UTI, pneumonia, gastroenteritis, meningitis
bacterial, abses retrofariengeal dan sepsis hepatobilier. Pemeriksaan untuk sumber sepsis harus
meliputi area yang tersembunyi seperti “scalp” , punggung, saluran telinga, dan region perianal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 DL,Glu,SE ,BUN,Cr, BGA dan osmolalitas serum


 Keton pada urin dapat negatif awalnya pada KAD
Pemeriksaan ini perlu diulang setiap jam selama 3 jam jika diagnosa dicurigai
 Keton darah jika keton urin negatif atau pasien anuria
 Urinalisis atau urin lengkap (pH dan BJ urin) dan kultur
 Kultur darah
 EKG
 CXR
MANAJEMEN
1. Rehidrasi - koreksi cairan ( target normovolemia)
2. Penggantian K+ sesuai kebutuhan kecuali pada gagal ginjal
3. Koreksi asidosis ,atasi hypoxia nafas kendali
4. Insulin IV – koreksi hiperglikemi ( target < 300 mg/dL)
5. Cari faktor pencetus

Rehidrasi

1. Rehidrasi cepat:
a. KAD berat diberikan NaCl 0,9% 1-2 L dalam 1 jam untuk mengkoreksi hipotensi atau syok
sementara itu sambil menunggu hasil pemeriksaan elektrolit ( K,Na,Cl,Ca ) dan gula darah, lalu
evaluasi status hidrasi, jika menjadi ringan sedang lanjut ke poin b.
b. KAD ringan sedang diberikan NS 500 ml/ jam dalam 4 jam, 250 cc/jam dalam 4 jam berikutnya.
c. Pada kasus pasien dengan dekompensasi jantung, riwayat jantung koroner , maka rehidrasi
disesuaikan dengan tes responsivitas cairan
Catatan : tes responsivitas cairan
 Responsivitas cairan adalah peningkatan stroke volume 10 – 15% setelah pasien menerima 500
ml kristaloid selama 10 – 15 menit
 Responsivitas cairan disebut juga responsivitas volum
 Uji definitive dari responsivitas cairan adalah fluid challenge
 Pasien yang merespon pemberian cairan memiliki “preload reserve” dan akan mengalami
peningkatan stroke volume ( dan biasa disertai peningkatan curah jantung) saat diberikan cairan
 Diasumsikan peningkatan curah jantung akan meningkatkan hantaran oksigen (DO2) dan
meningkatkan oksigenasi jaringan – sekalipun hal ini tidak selalu terjadi dan menguntungkan
pasien
 Rensponsivitas cairan ada tidak berarti pasien harus diberikan cairan, namun jika pasien memiliki
curah jantung yang rendah dan memerlukan koreksi, responsivitas cairan berarti stroke volume
(dan biasanya curah jantung, kecuali kecepatan nadi turun) akan meningkat jika diberikan cairan
 Responsivitas cairan berarti pasien sedang berada pada kurva naik dari kurva Starling, dengan
kata lain memiliki “preload reserve”.
 Responsivitas cairan mungkin perlu dibedakan tergantung kondisi klinis, sebagai contoh pasien
dengan gagal nafas parah memerlukan pemeriksaan dengan spesifisitas lebih tinggi dan
sensitifitas rendah dari responsivitas cairan di mana sebaliknya berlaku bagi pasien dengan pre-
renal failure
 Beberapa parameter lain terkadang dapat digunakan sebagai pengganti stroke volume
Pemeriksaan responsivitas cairan

Pemeriksaan statis

(kurang sensitif, kurang spesifik, kurang berguna disbanding pemeriksaan dinamis

a) Clinical static endpoints : kecepatan nadi, tekanan darah, kolapsnya vena, capillary refill
time, produksi urin sebelumnya
Kelemahan : kurang sensitif, dapat berbeda antar pemeriksa
b) CVP/ PCWP ( delta CVP setelah fluid challenge)
Kelemahan : daya prediksi lemah
c) CXR
Mencari edema paru, namun tidak bisa diandalkan
d) PiCCO
EVLW [extra vascular lung water] dan ITLV [intra thorasik lung volume ]

Pemeriksaan Dinamis

a) Pengangkatan kaki pasif dapat digunakan dengan perubahan pulse pressure, PPV [positive
pressure ventilation], VTI[velocity time integral] by echo, NICCOM [Non Invasive Continuous
Cardiac Output Monitor], Doppler flow karotis, atau ETCO2 ( jika ventilasi dan status
metabolik konstan)
b) Pemeriksaan oklusi akhir ekspirasi
Mengoklusi sirkulasi pada saat akhir ekspirasi mencegah efek siklus dari inspirasi untuk
mengurangi preload jantung bagian kiri dan bertindak seperti fluid challenge
Oklusi ekspirasi selama 15 detik dilakukan dan peningkatan dari pulse pressure atau indeks
jantung mempresiksi responsivitas cairan dengan akurasi yang tinggi
Pasien harus dapat mentoleransi interupsi pernafasan selama 15 detik tanpa melakukan
nafas spontan

Ultrasound

a) Echocardiography
Velocity time index (VTI) subaorta dapat mengukur stroke volume
Berkolerasi dengan CVP, namun CVP adalah indicator lemah dari responsivitas cairan
b) Tekanan sistolik, pulse pressure variation (PPV) dan stroke volume variation ( SVV)
Terbatas pada pasien yang memakai ventilasi mekanis dan memiliki ritme sinus
c) Kecepatan darah aorta

2. NS lebih disukai karena membantu mempertahankan volum intravaskular dan menjaga perfusi
perifer, sehingga membantu pengeluaran keton. NS juga mengurangi resiko edema serebri saat kadar
gula diturunkan
3. ½ NS digunakan jika kadar Na+ > 150 mmol/L.
Catatan: bila tidak tersedia cairan ½ NS maka dapat dipertimbangkan cairan RL atau ringerfundin dan
lakukan pemeriksaan ulang natrium 2 jam setelah rehidrasi
Waspadai pseudohipernatremi karena hemokonsentrasi.
Jika Na tinggi pertimbangkan pemberian air melalui NGT jika pasien tidak critically ill
4. Jika kadar gula < 250 mg/dL maka cairan yang diberikan menjadi D5% ½ NS.
5. Apabila gula darah naik kembali setelah penggantian cairan D5% ½ NS, tidak diperlukan penggantian
cairan menjadi NS kembali, hanya pemberian insulin yang disesuaikan untuk kontrol gula darah
6. Pengawasan CVP dan echocrdiography pada pasien dengan riwayat gagal jantung atau gangguan
ginjal
7. Diagram :

Jika BP rendah: koloid Jika Na rendah: NS

Jika GDS < 250

D5 % ½ NS 4-
14 ml/kg/jam
jaga Na 140-
½ NS 4-14
½ NS 4-14 150 mEq/L
ml/kg/jam
NS 15-20 ml/kg/jam Sesuaikan urin
ml/kg/jam

Terapi penggantian Kalium

1. Infus IV kalium agresif diberikan saat kadar kalium < 3,3 mmol/L karena perpindahan K+ dengan
glukosa ke dalam kompartemen intraseluler seiring dengan terapi insulin dan cairan
2. Saat ada perubahan EKG akibat hipokalemia, 20-30 mmol dari K+ yang didilusi dengan 1 liter NS atau
½ NS harus diberikan dalam 1 jam sebelum informasi laboratoris tersedia. Jika tidak ada tunggu hasil
pemeriksaan K+ yang seharusnya selesai dalam 1 – 2 jam.
3. Terapi pengganti harus diberikan sesuai skala berikut :

Kadar K+ (mmol/L) <3.0 3 – 3.9 4 – 4.9 5- 5.49 >5,5


IV K+ (mmol/L) 30 20 10 5 0

4. Kadar K+ harus diperiksa 2 kali dengan rentang 2 jam. Penyesuaian laju infus K+ dalam dalam 24 jam
pertama dilakukan tiap 6 jam jika kadar K+ serum normal. Saat kadar gula darah stabil, biasanya infus
K+ tidak diperlukan lagi.
Terapi Asidosis

1. Atasi hipoksemia
2. Kendalikan ventilasi dan hindari hipoventilasi , karena akan memperburuk asidosis.
3. Resusitasi cairan
4. Terapi insulin
5. Pada KAD, kebanyakan penulis tidak merekomendasikan bikarbonat untuk tatalaksana asidosis di
mana hal ini akan membaik dengan hidrasi dan terapi insulin melalui perpindahan H+ secara
intraseluler dan pembuangan keton. Namun pada asidosis berat ( pH <7.0) dengan hipokarbia dan
bila HCO3 < 10, maka berikan NaHCO3 dosis kecil (0,5 – 1 mEq/ kgBB dalam 1 -2 jam, bila
menggunakan infus perifer maka Nabic dapat diberikan dengan pengenceran AA.
Catatan: Pemberian terapi NaHCO3 hanya diberikan setelah terlebih dahulu diatasi keadaan
hipoksemia, hiperkarbia, hipovolemia , koreksi kalium sudah dllakukan oleh karena pemberian
NaHCO3 sebelum hal di atas dilakukan justru akan menyebabkan perburukan ( asidosis intraseluler,
hipokalemi dan hiperkarbia) .

Tindakan intubasi dan pemasangan bantuan nafas

Pengelolaaan pasien dengan KAD diputuskan apakah segera intubasi (early intubation) atau penundaan
tindakan intubasi ( late intubation) tergantung pada keadaan di bawah ini:

1. Gangguan kesadaran dengan obstruksi jalan nafas atau desaturasi akibat penurunan kesadaran yang
membaik dengan maneuver simple airway
2. Hipoventilasi dengan severe acidosis yang tidak berespon terhadap resusitasi cairan
3. Gangguan hemodinamik berat yang tidak respon terhadap resusitasi cairan

Terapi insulin

1. Infus insulin IV kontinyu menggunakan syringe pump, karena lebih mudah mengatur kecepatan
insulin sehingga fluktuasi kadar gula darah dapat lebih dikontrol.
Titrasi kadar gula darah lebih direkomendasikan untuk menghindari edema serebri. Loading dose
insulin tidak direkomendasikan oleh karena tidak menghasilkan luaran yang lebih baik.
2. Dosis rata- rata infus insulin IV kontinyu adalah 0,1 IU/kg/ jam (larutkan 50 u insulin IV dalam 50 ml
NS dalam spuit dan masukkan melalui pump). Sebaiknya tidak melebihi 7 IU/ jam untuk pasien
dengan berat badan > 70 kg.
3. Terapi insulin dengan dosis awal 10 U/ jam mungkin diperlukan pada kasus dengan resistensi insulin
berat, seperti pada obesitas berat, sepsis berat, terapi dengan glucocorticoid dosis tinggi dan TPN.
4. Gula darah harus dievaluasi dalam interval maksimal 2 jam. Bila kadar gula membaik ( < 300 mg/dL)
dalam 4 jam, maka dosis insulin disesuaikan dengan tabel di bawah ini

Kadar gula darah Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 Skala 6 Skala 7
mg/dL
> 400 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 10.0
325-399 2.5 3.5 4.0 5.0 6.0 6.0 8.0
250-324 2.0 3.0 3.0 4.0 5.0 5.0 6.0
215-249 1.5 2.5 2.5 3.0 4.0 4.0 4.
180-214 1.0 2.0 2.0 2.0 3.0 3.0 3.0
145-179 1.0 1.5 1.5 1.5 2.0 2.0 2.5
100-144 0.5 1.0 1.0 1.0 1.5 1.5 2.0
70-99 0.5 0.5 0.5 0.5 1.0 1.0 1.5
<70 Hentikan insulin

5. Jika kadar gula < 250 mg/dL maka cairan yang diberikan menjadi D5% ½ NS.

Penghentian infus insulin IV kontinyu

1. Infus insulin IV kontinyu dapat dihentikan saat:


 Dalam 12 jam, dengan infus insulin kontinyu Kadar gula darah tetap stabil < 180 mg/dL. Waktu
terapi infus insulin IV kontinyu yang dibutuhkan umumnya 24 – 48 jam
 Keton urin harus hegatif pada pasien dengan KAD
 Dehidrasi hampir terkoreksi
 Faktor pencetus telah berhasil dikendalikan. Jika pasien masih mengalami sakit akut, resistensi
insulin akan tinggi dan kadar gula darah kemungkinan besar akan meningkat kembali
2. Setelah penghentian infus insulin IV kontinyu, keputusan apakah pasien akan diterapi dengan insulin
intermediate atau dengan agen oral dengan insulin sebagai pelengkap, tergantung pada:
 Laju insulin IV di mana pasien stabil
 Tipe DM yang diderita pasien
 Riwayat DM sebelumnya
 Terapi DM sebelumnya jika ada

KAD tidak serta merta mengindikasikan DM tipe 1 dan terapi insulin jangka panjang

3. Hindari naiknya kadar gula kembali oleh karena waktu paruh insulin IV yag pendek (5 menit) dan
pengaruhnya hilang dalam 30 menit. Saran: berikan 25% dari dosis kebutuhan insulin harian sebagai
insulin intermediate-acting SC 2 jam sebelum penghentian infus insulin IV kontinyu
Konversi ke regimen insulin intermediate-acting

1. Jika pasien telah stabil dengan dosis terapi infus insulin kontinyu dengan 2-4 IU/jam, memiliki DM
tipe 1, dan atau menjalani terapi insulin sebelumnya, pasien perlu dirubah terapinya ke regimen
insulin intermediate-acting
2. Disarankan untuk memberikan 50% dari perkiraan kebutuhan insulin harian sebagai insulin
intermediate-acting SC. SIsa kebutuhan insulin harian dapat diberikan dengan sebagai insulin short-
acting SC( sebelum makan) berdasarkan kadar gula sesuai skala titrasi. Sebagai contoh jika pasien
sedang dalam terapi infus insulin kontinyu dengan dosis 2 IU/jam, dia harus diberikan 12 IU insulin
intermediate-acting 2 kali sehari,sisa kebutuhan insulin akan diberikan sebagai insulin short-acting SC
sesuai dengan skala berikut:

Kadar gula darah (mg/dL) <100 100- 180- 215- 250- 325- >400
179 214 249 324 399
S/C SI(IU) 0 4 6 8 10 12 14

Konversi ke obat diabetes oral dengan insulin

Situasi berikut mengindikasikan kesuksesan peralihan ke terapi oral dengan insulin:

1. Tidak memiliki DM tipe 1


2. Stabil dengan dosis insulin short-acting SC 2 IU/jam
3. Memiliki DM tipe 2 dengan kadar HbA1c <8%
4. Mengalami hiperglikemi hiperosmolar non ketoasidosis tanpa riwayat DM sebelumnya

Umumnya jika pasien overweight dan tidak memiliki gangguan ginjal, mulai terapi dengan metformin
250 mg 3 kali sehari yang dapat ditingkatkan 2 hari kemudian jika kadar gula darah kebanyakan > 145
mg/dL. Sebagai alternatif, dapat dipertimbangkan penambahan sulfonylurea ( glipzide 5 mg 2 kali sehari
atau tolbutamide 500 mg 2 kali sehari). Agen hipoglikemi oral dapat disertai dengan insulin short-acting
SC 3 kali sehari ( sebelum makan) jika kadar gula darah > 180 mg/dL , hal ini untuk mencegah
hiperglikemia saat dosis obat diabetes oral dititrasi. Disarankan untuk menghindari insulin short-acting
SC saat jam 10 malam karena dapat menimbulkan hipoglikemia saat malam hari. Skala berikut umumnya
aman dan berguna bagi orang lanjut usia:

Kadar gula <180 180-249 250-324 > 325


darah (mg/dL)
S/C SI(IU) 0 4 6 8
Saran akhir dalam penggunaan protokol

Penyesuaian kebutuhan insulin dapat dilakukan menyimpang dari protocol apabila ditemukan keadaan –
keadaan tertentu, dan dikonfirmasi oleh DPJP. Dokter yang bertugas harus menggunakan penilaian
mereka sendiri dan saat dibutuhkan memodifikasi protokol, terutama pada skala untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan pasien

Manajemen tambahan

Antibiotik untuk sepsis

Referensi

1. American Diabetes Association AD. 2. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes Care.
2017;40(Suppl 1):S11-S24.

2. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes.
Diabetes Care. 2009;32(7):1335-1343.

3. Tai, Dessmon YH; Lew, Thomas WK; Shi, Loo. Bedside ICU handbook, 2nd edition, 2007 : 144-148

4. Goguen, Jeannette MD, MEd F, Gilbert, Jeremy MD F. Hyperglycemic Emergencies in Adults. Can J
Diabetes. 2018;42:s109-s114.

Daftar singkatan :

beta –HBA : beta –hydroxybutirate

BGA : Blood gas analysys

BJ : Berat jenis

Cl : Klorida

Cr : Kreatinin

CXR : Chest X ray

CVP : Central vein pressure

D 5% : Dextrose 5 %

DL : Darah lengkap

dL : desiliter

DM : Diabetes mellitus
DPJP : Dokter penanggung jawab pasien

E : Elektrolit

EKG : Elektrokardiogram

ETCO2 : End tidal CO2

Glu : Glukosa

HbA1c : Hemoglobin A1c

Hco3- : Bikarbonat

IU : International Unit

IV : Intravena

K : Kalium

KAD : Ketoasidosis diabetikum

Kg : Kilogram

Mg : milligram

Na : Natrium

NGT : Nasogastric tube

NICCOM : Non Invasive Continuous Cardiac Output Monitor

NS : Normal saline

PPV : Pulse pressure variation

SC : Subcutaneous

SVV : Stroke volume variation

U : Ureum

UTI : urinary tract infection

VTI : Velocity time index

Você também pode gostar