Você está na página 1de 3

4.

ETIOLOGI
Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang berasal dari
gigi geligi. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptococcus, staphylococcus, dan
lainnya. Angina ludwig seringkali disebabkan oleh polimikroba, baik oleh gram positif
ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob. Organisme yang sering ditemukan pada
pasien angina Ludwig yaitu Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri
anaerob juga sering ditemukan, termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan
peptokokus. Bakteri gram positif lainnya yang berhasil ditemukan yaitu Fusobacterium
nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, and veillonella, candida, eubacteria,
dan spesies Clostridium. Bakteri gram negatif yang berhasil ditemukan termasuk
spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophilus influenzae,
dan spesies Klebsiella.
Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, seringkali berasal
dari infeksi pada gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang
berada di atas otot milohioid dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang
submandibular. Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi premolar
pada umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi
yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular. Angina
ludwig dapat juga terjadi sebagai akibat proses supuratif nodi limfatis servikalis pada
ruang submaksilaris.
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar
submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut,
abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena
melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka
tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.

5. PATOFISIOLOGI
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat
dan deepperiodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus
dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh.
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah atau ruang di
antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan
pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal.
Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fascia cervikal profunda dengan m.digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu
dapat terbentuk dengan jelas.
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri,
tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan
mengikutistruktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah
sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian
inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan
posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.
Tulang hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk
dan gambaran bull neck.

6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang timbul pada pasien dengan Angina Ludwig sangat
bergantung pada tiap pasien dan derajat dari infeksi. Secara umum, gejala dari angina
ludwig seperti demam, takikardi, lemas, mudah lelah, dan fetid breath yang berkembang
karena respon imun akibat infeksi dari bakteri. Selain itu pasien biasanya merasa nyaman
dengan posisi sniffing position, keluhan nyeri pada bagian telinga dan nyeri kepala juga
sering ditemukan pada kejadian infeksi yang sudah menyebar.
Respon inflamasi juga menyebabkan edema pada leher dan jaringan sekitar
submandibula, submaksila, dan sublingual. Gejala ekstra oral yang dialami oleh pasien
dengan angina ludwig antara lain, eritema, pembengkakan, trismus, perabaan yang keras
seperti papan (board-like), dan peninggian suhu pada daerah sekitar mulut. Gejala intra
oral yang ditemukan pada pasien dengan angina ludwig antara lain, ditemukannya karies
pada gigi molar bawah, pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah, kesulitan untuk
menelan ludah, dan hipersalivasi.
Gejala lain yang menunjukkan progresifitas dari angina ludwig adalah otalgia,
disfagia, disfonia, disartria hingga keadaan malnutrisi. Pasien denga angina ludwig
seringkali menagami obstruksi jalan napas seperti respiratory distress dengan dyspnea,
tachypnea, atau stridor. Rasa bingung dan perubahan mental dapat terjadi akibat hipoksia
yang berkepanjangan pada pasien dengan angina ludwig.

DAFTAR PUSTAKA
Raharjo SP. 2008. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media; 21(1):1-4.
Burton M. 2000. Neck Swelling, Hall and Colman’s Disease of the Ear, Nose, and Throat.
Churchill livingstone: Edinburgh. p: 140.
Higler BA. 1997. Rongga Mulut dan faring. Dalam : Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.
pp: 345-346.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar THT-KL. Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p: 230.
Byron J, Bailey MD, Jonas T, Johnson MD. 2006. Head and Neck Surgery-Otolaryngology.
4th Ed. USA.
Balakrishnan A & Thenmozhi MS. 2014. Ludwig's Angina: Causes Symptoms and Treatment.
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research; 6(10): 328.
Costain N & Marrie TJ. 2011. Ludwig's angina. The American journal of medicine; 124(2):
115-117.
Kassam K, Messiha A and Heliotis M. 2013. Ludwig’s angina: the original angina. Case reports
in surgery.

Você também pode gostar