Você está na página 1de 5

ANGINA PEKTORIS STABIL

Diposting oleh Sehat Itu Bahagia |

Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada,
rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktifitas atau stress emosional yang
berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.

Adanya stimulasi (hipertensi, hiperkolesterolemia) yang menyebabkan kerusakan endotel


yang berakibat proliferasi makrofag dan migrasi otot polos ke lumen pembuluh darah. Plak
ateromatous ini kemudian menyebabkan stenosis/penyempitan lumen arteri koroner. Pada
aterosklerotik koroner terjadi penurunan kemampuan relaksasi endotel atau tonus pembuluh
darah yang mengakibatkan vasokonstriksi arteri koroner yang sempit.
Rasa tidak nyaman pada angina pektoris berhubungan dengan oksigenasi miokardium
yang tidak adekuat. Umumnya ini menunjukkan adanya aterosklerotik koroner yang mengenai
setidaknya 50% diameter lumen sehingga mengurangi aliran darah saat beraktivitas. Ketika
beraktivitas terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktilitas, dan stres dinding pembuluh darah
untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh yang berakibat peningkatan oksigenasi otot jantung.
Kaskade iskemik ini ditandai dengan kejadian beruntun yakni gangguan metabolik,
ketidakseimbangan perfusi, dan pada akhirnya disfungsi sistolik dan diastolik baik regional
maupun global, perubahan elektrokardiogram, dan angina.
Adenosin yang dihasilkan pada saat iskemik di miokardium dianggap sebagai pencetus
utama timbulnya nyeri dada. Stimulasi adenosin pada reseptor A1 pada ujung-ujung saraf aferen
kemudian disampaikan ke kornu dorsal neuron spinalis. Aferen kardiak tersebar dari neuron
spinal T1 sampai T4 bersama neuron spinalis lainnya menuju thalamus dan kemudian ke korteks
untuk dilakukan penafsiran sesuai faktor fisik, emosi, dan lainnya. Bagian aferen yang terletak
pada pembuluh darah koroner dan miokardium ini sensitif terhadap regangan dan iritasi yang
dipicu oleh stimulus kimia lokal.
Sesak napas yang dikeluhkan pada sebagian besar pasien dengan nyeri dada diakibatkan
disfungsi sistolik ataupun diastolic ventrikel kiri ataupun akibat regurgitasi mitral sementara.
Pada angina stabil, ambang nyeri dapat bervariasi dari hari ke hari dan bahkan pada hari yang
sama. Pasien dengan angina stabil berisiko terkena sindroma koronaria akut yakni angina tak
stabil, infark miokard non elevasi ST, dan infark miokard dengan elevasi ST.

Nyeri dada/angina yang khas memiliki empat gambaran utama (cardinal symptoms) yang
ditentukan oleh lokasi, durasi, karakteristik, dan hubungan timbulnya nyeri dengan aktivitas.
Lokasi nyeri tersering dirasakan didada dekat sternum dan dapat dijumpai dari epigastrium
hingga ke rahang bawah atau gigi, bahu, lengan, sampai pergelangan tangan dan jari-jari. Durasi
nyeri berlangsung singkat dan biasanya kurang dari sepuluh menit. Gambaran klasik angina
berupa eksaserbasi setelah heavy meal dan aktivitas pertama di pagi hari. Rasa yang tidak
nyaman berupa rasa berat, tertekan, tertindih, tercekik, atau rasa panas. Keluhan dapat disertai
sesak napas, mual, kelelahan, dan gelisah. Intensitas nyeri dapat bervariasi dari rasa tidak
nyaman hingga rasa nyeri yang hebat. Angina dapat diprovokasi dengan peningkatan oksigen
selama latihan atau stress dan dengan cepat pulih dengan istirahat. Apabila keluhan timbul pada
saat istirahat, ini menunjukkan adanya perubahan pada irama arteri koroner, aritmia, atau angina
tidak stabil dimana emosi mungkin merupakan faktor provokasi yang potensial.

Klasifikasi angina didasarkan pada klasifikasi CCS (Canadian Cardiovascular Society) yakni:
Kelas I : angina tidak timbul pada aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, dan menaiki tangga.
Angina timbul pada saat latihan berat, tergesa-gesa, dan berkepanjangan.
Kelas II : dijumpai pembatasan aktivitas sehari-hari, seperti jalan cepat atau menaiki tangga,
jalan mendaki, aktivitas setelah makan, hawa dingin, dalam keadaan stress emosional, atau hanya
timbul beberapa jam setelah bangun tidur.
Kelas III : adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, angina timbul jika berjalan
sekitar 100-200 meter, menaiki tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi yang normal
Kelas IV : ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan rasa nyaman atau
angina saat istirahat.

Berdasarkan klinisnya nyeri dada dapat dibedakan menjadi nyeri dada tipikal, nyeri dada
atipikal, dan nyeri dada non kardiak. Nyeri dada tipikal memiliki tiga karakteristik yakni rasa
tidak nyaman di daerah substernal yang sesuai kualitas karakteristik dan durasi, dicetuskan oleh
aktivitas fisik dan stress emosional, dan berkurang dengan aktivitas dan/atau penggunaan
notrogliserin. Angina atipikal apabila hanya memenuhi dua karakteristik tersebut. Nyeri dada
nonkardiak apabila hanya memenuhi satu kriteria atau tidak sama sekali.

Anamnesis
Dari anamnesis dijumpai tanda-tanda nyeri dada tipikal yang seperti dijelaskan sebelumnya dan
memenuhi karakteristik empat tanda utama (four cardinal symptoms).
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada tanda-tanda fisik yang spesifik untuk angina dan penemuan tergantung pada penyakit
yang mendasari, seperti adanya stenosis aorta.
Pemeriksaan Non-Invasif
a. EKG
b. Ekokardografi
c. CT (Computed Tomography) Angiografi
d. Magnetic Resonance Arteriography

Pemeriksaan Invasif
Angiografi koroner memiliki peran fundamental pada pasien dengan angina stabil yang bertujuan
memberi informasi anatomi akurat untuk melihat ada tidaknya lumen yang stenosis, menetukan
strategi pengobatan (terapi medikamentosa atau revaskularisasi) serta menentukan prognosis.
Indikasi dilakukannya angigrafi koroner adalah :
1. Angina pektoris stabil berat (CCS 3 dan 4) dengan probabilitas tinggi dari pemeriksaan
sebelumnya terutama jika terapi medis tidak adekuat dan meringankan gejala.
2. Riwayat henti jantung
3. Pasien dengan aritmia ventrikular yang ganas
4. Pasien yang sebelumnya pernah dilakukan revaskularisasi (PTCA atau Percutaneus Trans
Coronary Angioplasty dan CABG atau Coronary Artery By Pass Grafting) yang mengalami
angina pektoris sedang dan berat yang berulang.

TERAPI
Tujuan terapi pada angina pektoris stabil adalah memperbaiki prognosis dan mencegah infark
miokardium dan kematian serta mengurangi atau menghilangkan gejala. Manajemen umumnya
berupa pengendalian faktor risiko (merokok, hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, riwayat
keluarga), pengendalian aktivitas fisik, batasi penggunaan alkohol terutama pada pasien
hipertensi dan gagal jantung, serta mengontrol dampak psikologis pasien terhadap penyakitnya.

Medikamentosa
Rekomendasi terapi farmakologis untuk memperbaiki prognosis pasien angina stabil:1,2
1. Aspirin 75-150 mg perhari pada semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik (misalnya
perdarahan aktif traktus gastrointestinal, alergi, atau riwayat intoleransi apirin sebelumnya)
2. Statin pada semua pasien penyakit jantung koroner dan diberi dosis tinggi pada pasien risiko
tinggi yang terbukti menderita penyakit jantung koroner
3. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) pada semua pasien dengan hipertensi,
gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri, riwayat infark sebelumnya dengan disfungsi ventrikel kiri
atau diabetes.
4. Penghambat reseptor beta pada pasien dengan infark dan gagal jantung
5. Clopidogrel pada pasin kontraindikasi aspirin
Rekomendasi terapi farmakologis untuk mengurangi keluhan dan/atau mengurangi iskemik
pasien angina stabil:
1. Nitrogliserin mada kerja singkat untuk mengurangi simtom akut dan profilaksis situasional
dengan instruksi penggunaan yang jelas
2. Penghambat reseptor beta-1 dititrasi hingga dosis penuh
3. Jika dijumpai intolerasi dnegan penghambat beta atau kurang efikasi, dianjurkan monoterapi
dengan penghambat kanal kalsium
4. Jika efek monoterapi penghambat reseptor beta tidak sufisien, ditambahkan penghambat kanal
kalsium golongan dihydropyridin

Revaskularisasi miokardium dapat dilakukan dengan dua cara yakni:


- PCI (Percutaneus Coronary Intervention) atau Angioplasti Koroner/AK
- CABG (Coronary Artery ByPass Surgery) atau Bedah PIntas Koroner/BPK
Indikasi potensial revaskularisasi:
1. Terapi medikamentosa gagal mengatasi gejala
2. Pemeriksaan noninvasisf menunjukkan risiko area substansial miokard
3. Besar kemungkinan tindakan akan berhasil dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang dapat
diterima
4. Pasien memilih intervensi disbanding medikamentosa dan diberi penjelasan lengkap tentang
risiko sesuai individunya
Pertimbangan pemilihan metode revaskularisasi:
1. Risiko morbiditas dan mortalitas peri procedural
2. Kemungkinan tinggi keberhasilannya termasuk secara teknis lesi cocok untuk dilakukan AK
atau BPK
3. Risiko restenosis atau oklusi graft
4. Revaskularisasi komplit atau tidak jika mempertimbangkan AK pada multivessel disease
5. Status diabetikum
6. Pengalaman lokal rumah sakit terhadap tindakan AK/BPK

Você também pode gostar