Você está na página 1de 5

Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel-sel darah merah (eritrosit)

dan/atau Hemoglobin (Hb) yang sehat dalam darah berada dibawah nilai normal
(kurang darah).

Anemia adalah kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat disebabkan oleh sel darah
merah yang terlalu sedikit, jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit, atau volume
hematokrit yang terlampau rendah. 1,2.

Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologinya terbagi atas1 :


 Anemia normositik normokrom
Anemia jenis ini memiliki sel darah merah dalam bentuk dan ukuran yang normal, serta
memiliki jumlah hemoglobin yang normal (mean corpuscular volume [MCV] dan mean
corpuscular hemoglobin concentrate [MCHC] normal atau normal rendah). Penyebab anemia
jenis ini yaitu pendarahan akut, hemolysis, penyakit kronis seperti infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit metastatik pada susmsum
tulang.1
 Anemia makrositik normokrom
Anemia jenis ini memiliki sel darah merah yang besar namun normokrom karena konsentrasi
hemoglobin normal (MCV meningkat, MCHC normal). Keadaan ini disebabkan karena
defisiensi B12, Asam folat, atau keduanya. Anemia ini juga terjadi pada seorang yang sedang
melakukan kemoterapi kanker.1
 Anemia mikrositik hipokrom
Anemia jenis ini memilikin sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari ukuran
normalnya, dan berwarna lebih pucat daripada biasanya. Jika dilihat dari kadar
hemoglobinnya akan ditemukan penurunan MCV dan MCHC. Penyebab terjadinya anemia
mikrositik hipokrom ini adalah defisiensi zat besi, atau pada gangguan sintesis pembentukan
heme.
Klasifikasi Anemia berdasarkan etiologinya terbagi atas 1:
 Anemia akibat Peningkatan hilangnya sel darah merah
Hilangnya sel darah merah ini dapat terjadi melalui pendarahan dan penghancuran sel darah
merah (hemolisis). Peningkatan hemolysis terbagi lagi atas dua jenis yaitu akibat kelainan
intrinsik (umur sel darah merah yang pendek) dan akibat kelainan eksinsik (perubahan
lingkungan sendiri yang menyebabkan peningkatan penghancuran sel darah merah).1
 Anemia akibat Penurunan atau kelainan pembentukan sel
Setiap keadaan yang dapat menggangu fungsi dari sumsum tulang dapat menyebabkan
anemia jenis ini. Misalnya pada penderita keganasan, radiasi, penyakit kronis, defisiensi zat
pembentuk sel darah merah,dll.1

Klasifikasi Anemia berdasarkan fisiologinya terbagi atas2 :


 Anemia akibat kehilangan darah
Kehilangan darah yang terjadi secara akut tidak akan menyebabkan anemia dengan segera
karena volume darah total berkurang.3 Tubuh membutuhkan waktu 1-3 hari untuk
menggantikan cairan plasma, sedangkan untuk mengganti sel darah merah membutuhkan
waktu sekitar 3-6 minggu.2Perbedaan waktu pembentukan cairan plasma dan sel darah merah
inilah yang akan menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi sel darah merah yang
kemudian menjadi anemia.
Pada kehilangan darah secara kronik, misalnya pada keganasan, tubuh tak mampu
mangabsorbsi dan membentuk sel darah merah dan hemoglobin secepat kehilangan darah
akan terbentuk sel darah merah berukuran kecil dan mengandung sedikit hemoglobin, yang
kemudian disebut dengan anemia mikrositik hipokrom.2
 Anemia aplastik
Anemia jenis ini disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang. Hal ini dapat terjadi
pada pasien yang terpapar radiasi sel gamma akibat ledakan bom atom, atau pada seorang
yang mendapatkan terapi radiasi sinar x secara berlebihan, zat kimia tertentu pada industri,
dan bahkan obat-obatan tertentu.2
 Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblast terjadi akibat kurangnya asupan dari asam folat, vitamin B12, dan faktor
intrinsik lain dalam pembentukan sel darah merah. Berkuranganya salah satu faktor tersebut
akan mengakibatkan terlambatnya eritropoesis (proses pembentukan sel darah merah) yang
menyebabkan sel darah merah yang terbentuk menjadi terlalu besar dan berbentuk aneh yang
disebut dengan megaloblas. Sel darah merah tersebut memiliki membrane tipis dan rapuh
sehingga mudah pecah. Hal ini dapat terjadi pada seorang yang menderita atropi mukosa
lambung, tak memiliki lambung (akibat gastrektomi), atau kekurangan asupan.2
 Anemia Hemolitik
Berbagai kelainan pada sel darah merah yang kebanyakan di dapatkan secara herediter. Sel
darah merah yang terbentuk bersifat sangat rapuh, sehingga mudah pecah saat melewati
kapiler, terutama limpa. Walaupun sel yang terbentuk dalam jumlah yang normal, bahkan
dalam jumlah yang lebih banyak, namun karena mudah hancur sehingga masa hidup sel darah
merah ini sangat singkat dan tak dapat diimbangi oleh pembentukannya.2

2.1.1 Macm-macam Pemeriksaan Eritrosit


a) Volume Eritrosit Rata – Rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume (MCV)
Volume rata-rata sebuah eritrosit dalam femtoliter (Fl), MCV mengindikasikan
ukuran eritrosit, yaitu : mikrositik (MCV lebih kecil daripada normal), normositik
(MCV normal), dan makrositik (MCV lebih besar daripada normal).
Cara Perhitungan :
MCV (VER) = Nilai Hematokrit (Hmt) /Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Fl
Nilai Normal : 82-92 Fl
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCV (VER) terjadi pada pasien anemia mikrositik, Defisiensi besi,
arthritis rheumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah, dan
radiasi.
- Peningkatan MCV (VER) terjadi pada pasein anemia aplastik, anemia
hemolitik, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, penyakit hati
kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan, dan
antimetabolik
b) Hemoglobin Eritrosit Rata – Rata (HER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH)
MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit (peritrosit) dalam
pikogram (Pg). Derajat hemoglobinisasi sel dapat diperkirakan dengan mengukur
MCH dan dapat digambarkan sebagai memiliki hemoglobin rata – rata normal
(normokromik) atau hemoglobin rata – rata kurang daripada normal
(hipokromik).
Cara Perhitungan :
MCH (HER) = Kadar HB (g%)/Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Pg
Nilai Normal : 27-31 Pg
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCH (HER) terjadi pada anemia mikrositik, dan anemia
hipokromik.
- Peningkatan MCH (HER) terjadi pada anemia makrositik-normokromik
(sferositosis), defisiensi besi.
c) Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata – Rata (KHER) atau Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit dan
merupakan hal penting dalam mengevaluasi anemia dan kelainan hematologik
lain. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi
serta talasemia.
Cara Perhitungan :
MCHC (KHER) = Kadar HB (g%)/ Nilai Hematokrit (Hmt) X 100
Nilai Normal : 32- 37 %
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia.
- Peningkatan MCHC terjadi pada penderita defisiensi zat besi.

Pengertian Polisitemia

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.Polisitemia adalah
suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah merah.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera dan polisitemia sekunder. Penyebab, gejala,
dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat
mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi
di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,Seperti tulang paha.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas
(stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang
terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan
dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih
belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan
mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting
yang berperan dalam produksidarah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi
pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi
domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of
transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara
spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari
hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi
617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi
JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung
tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami
thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV
menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan
pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan
batu ginjal.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar
untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai
dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan
jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan
kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen
Janus kinase-2/JAK2).

Você também pode gostar