Você está na página 1de 6

FILSAFAT ILMU DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI

Oleh :

Ari Utomo Saputra

(A062181022)

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
AKSIOLOGI

A. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah
teori tentang nilai dalam berbagai bentuk. Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.

Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :

1. Moral Conduct yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social
politik.

Menurut pandangan Kattsoff aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki


tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.. Dan Barneld juga
aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan
kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia

B. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan

Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. Nilai kegunaan ilmu, untuk
mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan dapat memulainya
dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.

Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi,
atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai
pandangan hidup.

Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.

2. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap
keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih
enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan

C. Teori – Teori Tentang Nilai

Permula adanya teori umum dari terjadinya perdebatan antara Alexius Meinong dengan
Christian von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber nilai. Alexius Meinong
berpendapat sumber nilai adalah perasaan (feeling) atau perkiraan adanya kesenangan terhadap
suatu objek. Christian von Ehrenfels berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau keinginan
(desire). Menurut pendapat keduanya nilai adalah milik objek itu sendiri .

 Objektivisme atau Realisme Aksiologi

Penetapan nilai merupakan suatu yang dianggap objektif. Alexander mengatakan nilai,
norma, ideal, dan sebagainya merupakan unsure atau berada dalam objek atau berada pada
realitas objek . Penetapan suatu nilai memiliki arti benar atau salah, meskipun penilaian itu tidak
dapat diverifikasi, yaitu yang tidak dapat dijelaskan melalui suatu istilah tertentu.

Pendukung dari objektivisme aksiologi mencangkup Plato, Aristoteles , St. Thomas


Aquinas, Maritain, Rotce, Alexander , dan lain- lainnya.
Beberapa bentuk Ekspresi Objektivisme Aksiologi:

1. Bosanquet (idealism)

Nilai adalah kualitas tertentu dari suatu objek, kejujujuran apa adanya, tetapi
manifestasinya diilhamkan kedalam sikap pikiran manusia.

2. Scheler (fenomenologi)

Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang diintuisikan secara
emosional.

3. C.I. Lewis (Pragmatisme konseptual)

Penetapan nilai tunduk pada standar yang sama pada pengetahuan dan validitas seperti
halnya penilaian empiris kognitif lainnya.

4. G. E. moore ( Intuisime)

Nilai adalah suatu yang tidak dapat diterangkan , yakni tidak dapat dianalisis, tidak
dapat direduksi dari terma itu sendiri,meskipun nilai adalah suatu tindakan.

 Subjektivisme Aksiologi

Penentuan nilai mereduksi penentuan nilai ke dalam statemen yang berkaitan dengan
sikap mental terhadap suatu objek atau situasi dan penentuan sejalan dengan pernyataan benar
atau salah. Subjektivisme aksiologi cenderung mengabsahkan teori etika yang disebut hedonism,
sebuah teori yang mengatakan kebahagian sebagai criteria nilai dan naturalism yang meyakini
bahwa suatu nilai dapat direduksi ke dalam psikologis.

Pendukung subjektivisme aksiologi adalah Hume , Perry, Prall, Parker, Santayana, dan
lainnya. Beberapa bentuk Ekspresi Subjektivisme Aksiologi :

 Hume ( skeptisime )
A memiliki nilai berarti orang menyukai A
 Sarte (eksistensialisme)
Nilai adalah kualitas empiris yang tidak dapat dijelaskan menyatu dengan kebahagian
perasaan daripada berpikir bagaimana kita ingin merasakannya.
 D. H. Parker (humanisme)
Nilai merupakan pengalaman , tidak berwujud objek.
 Perry (naturalisme)
Semua objek dari kepentingan sebagai suatu hubungan yang saling terkait antara
kepentingan dengan objek.

 Nominalisme Aksiologis atau Skeptisime (Emotivisme) Aksiologi.

Pandangan ini mengatakan bahwa penentuan nilai adalah ekspresi emosi atau usaha
untuk membujuk yang semua itu tidak faktual.

Emotivisme : Nilai adalah suatu nilai yang tidak dapat dijelaskan dan bersifat emotif
walaupun memiliki makna secara faktual. Asal mula emotivisme yaitu dengan adanya G. E.
Moore mengajarkan tentang kebahagian yang tidak dapat dijelaskan tetapi kebaikan secara
factual dletakkan pada suatu tindakan atau objek, dengan I.A.Richard membedakan antara makna
factual dan makna emotif. Pendukung emotivisme aksiologi adalah Nietzsche,Ayer, Stevenson,
Carnap, dan lainnya. Beberapa bentuk Ekspresi Subjektivisme Aksiologi :

 Nietzsche ( relativisme aksiologi)


Nilai adalah sebuah ekspresi perasaan dan kebiasaan daripada sebuah pernyataan
terhadap suatu fakta.
 Ayer ( logika positivism)
Nilai adalah fungis ekspresif , member cela bagi perasaan , dan statemen yang
bersifat emotif atau nonkognitif.
 Stevenson (logika empirisme)
Nilai adalah fungsi persuasive dan tidak memiliki objek kesalahan seperti benar
dan salah, maka persuasi diperlukan dapat diterima.
D. Isu Aksiologi

Problem aksiologis yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan dengan masalah
nilai sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai. Oleh sebab itu dalam
kesempatan kali ini pemakalah sedikit akan membahas beberapa hal saja yang kiranya penting
untuk dipaparkan berkaitan dengan masalah nilai. Tema-tema yang muncul seputar masalah ini
misalnya apakah nilai itu subjektif atau objektif. Perdebatan tentang hakikat nilai, apakah ia
subjektif atau objektif selalu menarik perhatian. Ada yang berpandangan bahwa nilai itu
objektif sehingga ia bersifat universal. Di manapun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan
tetap dan diterima oleh semua orang.

Ambil misal mencuri, secara objektif ini salah karena hal itu merupakan perbuatan
tercela. Siapa pun orangnya, di mana pun dan kapanpun pasti akan sepakat bahwa mencuri dan
perbuatan tercela lainnya adalah salah. Jadi nilai objektif itu terbentuk jika kita memandang dari
segi objektivitas nilai. Sementara jika kita melihat dari segi diri sendiri terbentuklah nilai
subjektif. Nilai itu tentu saja bersifat subjektif karena berbicara tentang nilai berarti berbicara
tentang penilaian yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu. Tentunya penilaian setiap
orang berbeda-beda tergantung selera, tempat, waktu, dan juga latar belakang budaya, adat
agama, pendidikan, yang memengaruhi orang tersebut.

Misalnya bagi orang Hindu tradisi Ngaben (membakar mayat orang mati) merupakan
suatu bentuk penghormatan terhadap orang mati dan bagi mereka hal itu dianggap baik dan
telah menjadi tradisi. Namun bagi orang Islam hal itu diangap tidak baik. Berhubungan seksual
di luar nikah asal atas dasar suka sama suka hal ini tidak menjadi masalah dan biasa di Barat.
Tapi bagi orang Islam hal itu jelas hina, jelek, dan salah. Bagi orang-orang terdahulu, ada
beberapa hal yang dianggap tabu, tidak boleh dilakukan dan tidak pantas tapi hal-hal tersebut
tidak lagi bermasalah bagi orang-orang sekarang ini. Dari sini bisa dilihat bahwa nilai itu bersifat
subjektif tergantung siapa yang menilai, waktu dan tempatnya. Berbicara tentang nilai berarti
berbicara tentang baik dan buruk bukan salah dan benar.

Você também pode gostar