Você está na página 1de 11

PERTANGGUNG JAWABAN NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Internasional

Dosen Pengampu: Cholidah Bagos SH., M.H

Disusun Oleh:

Chusnul Chotimah (201610110311461)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
ABSTRAK

Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan


perhitungan atas suatu hal yang terjadi, dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas
kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Menurut hukum internasional,
pertanggungjawaban negara timbul dalam hal negara itu merugikan negara lain. bentuk
restitusi harus memiliki tujuan utama, yakni; perlindungan kepentingan negara penuntut
yang harus dibedakan dengan model yang hanya ditujukan untuk mendapatkan legal
standing untuk melindungi kepentingan hukum yang tidak identik dengan negara yang
bersangkutan ataupun negara-negara lain. prinsip tanggung jawab ini, segala perbuatan
negara, terutama perbuatan yang melanggar hukum internasional harus
dipertanggungjawabkan secara internasional.
Prinsip tanggung jawab atau pertanggungjawaban negara terhadap perbuatan
melawan hukum internasional ini, Penyelesaian sengketa sebenarnya dilakukan pada saat
adanya konflik antarnegara yang timbul karena adanya pelanggaran kewajiban
internasional yang telah ditetapkan oleh hukum internasional ataupun pelanggaran
perjanjian internasional. Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab negara melalui
forum penyelesaian selekta internasional.

Pertanggungjawaban Negara merupakan sebuah pertanggungjawaban negara


yang muncul akibat dari wrongful act yang dilakukan oleh negara yang bersangkutan
terhadap negara lain. Pertanggungjawaban Negara memiliki dua bentuk, yaitu pemberian
kompensasi dan/atau restitusi kepada negara lain. Adapun jenis dari pertanggungjawaban
negara itu ada beberapa, diantaranya adalah pertanggungjawaban negara terhadap
perjanjian internasional dan pertanggungjawaban negara terhadap pelanggaran kewajiban
kontraktual.
A. Pengertian tanggung jawab negara
Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan
perhitungan atas suatu hal yang terjadi, dan kewajiban untuk memberikan pemulihan
atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Menurut hukum internasional,
pertanggungjawaban negara timbul dalam hal negara itu merugikan negara lain.
Pertanggungjawaban Negara memiliki dua pengertian. Pengertian yang pertama
memiliki arti pertanggungjawaban atas tindakan negara yang melanggar kewajiban
internasional yang telah dibebankannya. Sedangkan pengertian kedua adalah
pertanggungjawaban yang dimiliki oleh negara atas pelanggaran terhadap orang asing.
Tanggung jawab negara muncul sebagai akibat dari prinsip persamaan dan kedaulatan
negara yang terdapat dalam hukum internasional. Prinsip ini kemudian memberikan
kewenangan bagi suatu negara yang terlanggar haknya untuk menuntut reparasi.
Dalam hukum nasional dibedakan antara pertanggungjawaban perdata dan pidana;
begitu pula dalam hukum internasional terdapat beberapa ketentuan yang serupa
dengan hukum nasional tapi hal ini tidak menonjol. Di samping itu, hukum
internasional mengenai pertanggungjawaban belum berkembang begitu pesat.
Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban negara, yaitu :
1. Teori Risiko (Risk Theory) yang kemudian melahirkan prinsip tanggung
jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) atau tanggung jawab
objektif (objective responsibility), yaitu bahwa suatu negara mutlak
bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat
membahayakan (harmful effects of untra-hazardous activities) walaupun
kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah menurut hukum. Contohnya,
Pasal II Liability Convention 1972 (nama resmi konvensi ini adalah
Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects of
1972) yang menyatakan bahwa negara peluncur (launching state) mutlak
bertanggung jawab untuk membayar kompensasi untuk kerugian di permukaan
bumi atau pada pesawat udara yang sedang dalam penerbangan yang
ditimbulkan oleh benda angkasa miliknya.
2. Teori Kesalahan (Fault Theory) yang melahirkan prinsip tanggung jawab
subjektif (subjective responsibility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan
(liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas
perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan
pada perbuatan itu.

B. Bentuk pertanggungjawaban negara


Adapun macam dan bentuk dari pertanggungjawaban dalam konteks hukum
internasional, antara lain;
1. Terhadap orang asing dan Property milik Asing
Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk memberikan perlindungan
pada warga negara yang ada diluar negeri. Keberaan hak dan kewajiban ini
dalam praktik sering menimbulkan konflik kepentingan antar negara. Di sisi
lain negara dimana WNA berada ingin melaksanakan yuridiksi toritorialnya,
melindungi kepentingan warga juga negaranya kemungkinan dirugikan oleh
tindakan WNA yang berada dinegaranya, tanpa campur tanggan pihak asing
mana pun.
Dalam praktik, perlakuan buruk negara-negara terhadap WNA dapat
menimbulkan tanggung jawab negara, perlakuan buruk yang dimaksud adalah
sebagai berikut;
a. Pengingkaran keadilan
b. Pengambilalihan harta benda pihak asing secara tidak sah
c. Kegagalan untuk menghukum seseorang yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap serangan yang ditujukan kepada pihak
asing;
d. Kerugian langsung yang disebabkan tindakkan organ negara.
Dan ada juga praktik permasalahan yang timbul oleh standar perlidungan
hukum terhadap warga negara asing dan asli, yaitu ada yang bersifat standar
minimum internasional dan berstandar nasional, biasanya pada negara maju
ingin melindungi warga negaranya yang berada di suatu negara lain yaitu
dengan perlindungan yang bertasndar minimum internasional, sedangkan
seharusnya pelayanan perlindungan tersebut harus sama antara asing dan asli
dari penduduk negara itu.
2. Terhadap utang publik
Menurut starke ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana kreditur
menghadapi debitur yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar
utang. Pertama diberikan oleh Lort Palmerston pada awal perkembangan
internasional yang menyatakan bahwa, kegagalan negara membayar utang
memberikan hak pada pihak kreditur untuk mengambil langka yang
dirasakannya perlu untuk memaksa, namun seiring perkembangan hukum
internasional dilrang untuk penggunaan kekerasan. Maka teori kedua
dikemukakan masalah penyelesaian hutang dapat dilakukan melalui jalur
hukum maupun diplomatik. Dan teori yang ketiga menyebutkan, tidak ada
ketentuan dan metode khusus bagaimana suatu negara debitur membayar
hutang-hutangnya.
3. Terhadap aktivitas ruang angkasa
Aktivitas ini dianggap sebagai aktivitas yang beresiko tunggi sehingga
negara akan selalu dianggap bertanggung jawab secara absolut atau mutlak
terhadap segala kerugian yang muncul akibat aktivitas tersebut.

C. Subjek pertanggung jawab dalam hukum internasional


Dalam kaitannya dengan hukum pertanggung jawaban, yang pasti menjadi
subjek paling utama adalah negara itu sendiri, hal ini tercerminkan dalam pasal
mengenai tanggung jawab dalam hukum internasional oleh ILC, yang menyatakan
:”setiap tindakkan negara yang salah secara internasional membebani kewajiban
negara bersangkutan. Akan tetapi tidak dapat disangkal apabila saat ini telah terdapat
terdapat subjek lain yang dapat dimintai pertanggung jawaban, subjek lain itu adalah
individu. Puncak dari pertanggungjawaban internasional bagi individu terjadi ketika
pembentukkan internasional pasca perang Dunia II. Sedangkan untuk
pertanggungjawaban bagi kelompok dalam hukum internasional secara umum tidak
dikenal. Dalam dua statuta Roma hanya dikenal pertanggung jawaban individu. Dean
keamanan dalam penyebutan terhadap kelompok oposisi ataupun pemberontak tidak
menunjukkan kalau kelompok itu memiliki personalitas dalam hukum internasional.

D. Prinsip Tanggung Jawab Negara Sebagai Landasan Penegakan Hukum Pidana


Internasional
Masyarakat hukum internasional terdiri dari negara – negara yang merupakan
subyek hukum utama, yang memegang hak dan kewajiban hukum ( internasional).
Salah satu bentuk hak dan kewajiban hukum sebagai subyek hukum internasioanl
adalah mempertahankan kedaualatan negaranya dan hak-hak lainya dijamin oleh
hukum internasional. Bentuk kewajiban negara sebagai subyek hukum internasional
adalah tanggung jawab negara yang melekat dalam melakukan perbuatan-perbuatan
hukum internasional, artinya dengan prinsip tanggung jawab ini, segala perbuatan
negara, terutama perbuatan yang melanggar hukum internasional harus
dipertanggungjawabkan secara internasional. Prinsip tanggung jawab atau
pertanggungjawaban negara terhadap perbuatan melawan hukum internasional ini,
menurut hemat penulis, pada dasarnya merupakan landasan untuk menegakan hukum
internasional. Penegakan hukum internasional yang dimaksud adalah penegakan
hukum sebagaimana sistem hukum internasional yang berlaku, yaitu berangkat dari
tertib hukum internasional yang koordinatif dan sesuai dengan kenyataan bahwa
tingkat integrasi masyarakat internasional berbeda jauh dengan tingkat integrasi
masyarakat hukum nasional.
Masalah tanggung jawab negara terhadap tindak pidana internasional ini
sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut masalah tanggung jawab negara,
baik terhadap perbuatan melawan hukum internasional ( delictual liability) maupun
atas pelanggaran perjanjian ( contractual liability ). Timbulnya tanggung jawab negara
sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Malcom N Shaw, disebabkan oleh dua faktor
yang mendasar yang dapat dijadikan tolok shaw bahwa suatu perbuatan dapat
menimbulkan pertanggungjawaban, yaitu pertama, adanya kewajiban internasional
yang berlaku di antara para pihak ( pihak yang bertanggung jawab dan pihak yang
menuntut tanggung jawab.
Prinsip exhaustion of local remedies ( keharusan adanya upaya ( exhaustion )
penyelesaian sengketa tingkat nasioanal ( local remedies ), sebelum menggunakan
forum sengketa tingkat intenasional. Upaya penyelesaian sengketa melalui peradilan
atau forum penyelesain sengketa lainnya berdasarkan hukum nasional dalam hal
tertentu lebih praktis dan lebih baik daripada melalui penyelesaian di tingkat
internasional, sepanjang sesuai dengan hukum internasional dan standar internasional.
Penerapan prinsip Prinsip exhaustion of local remedies, starke memberikan criteria
sebagai berikut:
1) Suatu upaya penyeleseaian setempat ( local remedies) dianggap tidak cukup
dan tidak perlu dipergunakan ketika pengadlan setempat tamapaknya tidak
menunjukan akan memberikan ganti rugi.
2) Seorang penuntut tidak perlu menggunakan upaya penyelesaian setempat jika
upaya tersebut tidak mungkin dilakukan dikarenakan badan peradilan (
yudisial) setempat di bawah control atau dipengaruhi oleh lembaga eksekutif
yang justru melakukan tindakan pelanggaran hukum tersebut.
3) Apabila kerugian tersebut merupakan tindakan badan eksekutifnya, tentunya
jelas tuntutan kerugian tersebut bukan merupakan yurisdiksi pengadilan
negara tersebut
4) Negara – negara dimugkinkan melepaskan penggunaan prinsip exhaustion of
local remedies,baik melalui persetujuan dengan negara pembantah untuk
diselesaikan melalui forum arbitrasi.

E. Tanggung Jawab Negara Terhadap Tindak Pidana Internasional Dalam Praktik


Hukum Internasional
Selain tindak pidana intenasional yang merupakan tindak pidana yang oleh
negara-negara diakui melalui perjannjian internasiional ataupun kebiasaan
internasional, konsep tindak pidana internasional juga merupakan bentuk
perkembangan perbuatan melawan hukum . Adapun tanggung jawab negara terhadap
tindak pidana internasional ini di kelompokan atas dasar intensitas keterkaitan negara
terhadap adanya tindak pidana internasional, yaitu
1. Tanggung jawab negara terhadap pelanggaran dan delik internasional
Negara dianggap bertanggung jawab terhadap suatu peristiwa pidana
internasional apabila negara membantu individu untuk melakukan tindak
pidana internasional tertentu. Dalam hal ini negara dipertanggung
jawabkan karena adanya kelalaian negara untuk mengambil tindakan
pencegahan, pengusutan, ataupun menghukuman terhadap indivisu pelaku
kejahatan internasional. . Macam- macamtindak pidana internasional yang
dapat dipertanggung jawabkan terhadap negara karena adanya kewajiban
untuk mencegah, mengusut, menghukum, sebagai berikut
a) Jalur lalu lintas produk-produk yang terlarang
b) Kejahatan terhadap kabel-kabel antarnegara di bawah laut
c) Pemalsuan uang suatu negara
d) Penyuapan terhadap pejabat-pejabat negara asing.
Tanggung jawab primary dan secondary obligation, yaitu pelanggran dan
delik internasional. Primary obligation tergolong tindak pidana
internasional menghukum atau mengekstradisikan pelakunya . Ketika
dilanggar oleh negara, artinya negara tersebut melakukan pelanggaran
atau delik internasional, muncul secondary obligation, yaitu sanksi
ekonomi dan diharuskan restitusi reparasi dan membayar kompensasi
kepada pihak yang menderita kerugian baik itu negara dan/ataupun
individu.
2. Tanggung jawab negara terhadap internasional crimes
Menurut Bassiouni, macam tindak internasional yang terjadi
karena keterlibatan negara sangat tinggi adalah agresi: kejahatan
perang;kejahatan terhadap kemanusiaan; penggunaan senjata yang
tidak sah; genosida. Ketika negara terbukti melakukan macam tindak
pidana tersebut maka negara melakukan perbuatan melawan hukum
internasional.negara itu telah melakukan yang namanya dengan extra-
ordinary violations to internasional crimes. Pertanggungjawban negara
terhadap tindak pidana tersebut dimungkinkan karena perbuatan
melawan hukum internasional saja harus mempertanggungjawabkan
negara apalagi dengan perbuatan melawan hukum internasional yang
merupakan pelanggaran berat terhadap perlindungan kepentingan
masyarakat internasional yang sangat fundamental.
Pertanggungjawaban negara terhadap tindak pidana dapat dilakukan dengan
mengunakan prinsip exhaustion of local remedies ( melalui pengadilan
internasional,peradilan nasional,bentuk perwujudan tanggung jawab negara terhadap
tindak pidana internasional, keharusan negara mengadili pelaku tindak pidana dan
menghukum pelaku yang terlibat secara langsung di lapangan.

F. Penyelesaian sengketa internasional sebagai rezim dan bentuk tanggung jawab


negara terhadap tindak pidana internasional.
Penyelesaian sengketa sebenarnya dilakukan pada saat adanya konflik
antarnegara yang timbul karena adanya pelanggaran kewajiban internasional yang
telah ditetapkan oleh hukum internasional ataupun pelanggaran perjanjian
internasional. Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab negara melalui forum
penyelesaian selekta internasional. Upaya untuk mengusulkan penyelesaian sengketa
dengan cara damai yang bisa di lakukan oleh para pihak juga datang dari sekjen PBB
dalam rangka menjalankan tugas untuk selalu menghubungkan pemerintah suatu
negara, khususnya yang sedang menghadapi masalah yang ditangani PBB .

G. Sistem penyelesaian sengketa internasional PBB dalam rezim tanggung jawab


negara terhadap tindak pidana internasional.
Persoalan rezim tanggung jawab negara terhadap tindak pidana melalui
prosedur penyelesaian sengketa internasional PBB ini, di bahsa serius di ILC yang
menyatakan bahwa prosedur yang digunakan adalah tanggung jawab negara terhadap
tindak pidana internasional, komisi MU PBB bahwa dalam penggunaan prosedur PBB
terebut harus diutamakan penggunaan penyelesaian sengketa secara damai tentang
prosedur ini kemudian dituangkan draft articles.
Penggunaan sistem PBB sebagai rezimpertanggungjawaban negara terhadap
tindak pidana internasional mempunyai 2 alasan yaitu:
1. Dalam perspektif hukum, piagam PBB merupakan standar ukuuran
keadilan untuk semua ketentuan hukum internasional, baik secara
subtansi maupun procedural.
2. Piagam PBB merupakan konstitusinya PBB, yang memberikan
wewenang pada dua organ utamanya yaitu majelis umum PBB dan
dewan keamana sebagai organ yang mempunyai peranan dan fungsi
sangat penting. Salah satunya fungsi penting adalah fungsi yudisial ‘
law making organ yaitu organ yang membentuk hukum internasional
juga dapat menetapkan suatu perbuatan melawan hukum internasional
dari suatu negara sebagai tindak pidana.

H. Cara pembebasan diri dari tuntutan pertanggung jawaban


Beberapa alasan yang dapat digunakan untuk membela diri atau melepaskan diri dari
tanggung jawab tuntutan pihak asing, antaranya
1. Penerapan sanksi dasar Hukum Internasional
Meskipun melakukan kekerasan terhadap negara lain, namun negara
dapat melepaskan diri dari tuntutan dan pertanggungjawaban itu dalam
rangka sanksi atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan
pihak asing. Di dalam piagam PBB bab VII merupakan dasar dimana
dasar hukum yang kuat mengizinkan pengunaan kekerasan terhadap
suatu negara untuk mengentikan pelanggaran hukum internasional
yang dilakukan oleh negara itu.
2. Keadaan memaksa (force majeur)
Negara dapat juga mengunakan pengecualian dimana terdapat alasan
akibat dari keadaan diluar kemampuan, tidak adanya unsur
kesengajaan, negara tidak kuasa mencegah atau menghindarinya, atas
tindakkan suatu negara itu ataupun individu subjek dari
pertanggungjawaban. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya
negara A membuat kontrak dengan negara B untuk menyelesaikan
proyek bangunan pada waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama.
Tetapi menjelang penyerahan proyek itu terjadi bencana alam yang
dasyat, yang mengakibatkan rusaknya proyek tersebut. Disini negara A
telah gagal dalam memenuhi janjinya menyerahkan proyek itu sesuai
waktu yang telah disepakati. Namun berdasarkan doktrin force majeur
negara A dibenarkan untuk meminta penanguhan penyerahan tanpa
harus ada tuntutan pertanggungjawaban akibat keterlambatan itu.
3. State Necessity
Merupakan alasan yang digunakan dalam hal negara tersebut
menghadapi bahaya yang luar biasa bagi kepentingannya.tindakkan
yang tergolongnecessity haruslah tidak menimbulkan bahaya bagi
negara-negara lain yang berkepentinggan atas kewajiban yang
dilanggar. Dengan demikian berarti disini terdapat unsur kesenggajaan
dan dampak kerugian sudah bisa diprediksi terlebih dahulu, tetapi
negara pelaku memang tidak mempunyai pilihan lain.
4. Exhaustion of Local Remedies
Hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum
diajukannya klaim atau tuntutan ke pengadilan internasional, langka-
langka penyelesaian sengketa yang disediakan negara yang dituntut
haruslah ditempuh lebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memberi
kesempatan pada negara tergugat memperbaiki kesalahannya menurut
sistem hukum nasionalnya lebih dahulu dan untuk memperbaiki
tuntutan-tuntutan internasional. Seperti contoh pada kasus the
Ambatielos Arbitration, yaitu antara yunani dengan inggris, bahwa
pengadilan menolak permohonan persiapan penyelesaian sengketa
yang timbul dari suatu kontrak yang ditanda tanggani oleh Ambatielos
karena langka-langka penyelesaian yang tersedia menurut hukum
inggris tidak digunakan sepenuhnya, yaitu ketika inggris tidak
memanggil saksi-saksi utama sewaktu sengketa tersebut diadili
didepan pengadilan inggris dan inggris sendiri tidak menempuh upaya
hukum ke tingkat Mahkamah Agung setelah keputusan tingkat banding
dikeluarkan.
Ketentuan local remidies ini tidak berlaku ketika suatu negara telah bersalah
malakukan pelanggaran langsung hukum internasional yang menyebabkan kerugian
terhadap negara lainnya. Misalnya penyeranggan langsung yang dilakukan suatu negara
terhadap diplomat-diplomat asing yang ada di negaranya.
KESIMPULAN

Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan


perhitungan atas suatu hal yang terjadi, dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas
kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Menurut hukum internasional,
pertanggungjawaban negara timbul dalam hal negara itu merugikan negara lain. bentuk
restitusi harus memiliki tujuan utama, yakni; perlindungan kepentingan negara penuntut
yang harus dibedakan dengan model yang hanya ditujukan untuk mendapatkan legal
standing untuk melindungi kepentingan hukum yang tidak identik dengan negara yang
bersangkutan ataupun negara-negara lain. prinsip tanggung jawab ini, segala perbuatan
negara, terutama perbuatan yang melanggar hukum internasional harus
dipertanggungjawabkan secara internasional.
Prinsip tanggung jawab atau pertanggungjawaban negara terhadap perbuatan
melawan hukum internasional ini, Penyelesaian sengketa sebenarnya dilakukan pada saat
adanya konflik antarnegara yang timbul karena adanya pelanggaran kewajiban
internasional yang telah ditetapkan oleh hukum internasional ataupun pelanggaran
perjanjian internasional. Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab negara melalui
forum penyelesaian selekta internasional.
DAFTAR PUSTAKA

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
http://acakacak-saja.blogspot.com/2012/03/tanggung-jawab-negara.html
Parthania, Wayan; Pengantar Hukum Internasional; CV Mandar Maju, Bandung, 2003

Você também pode gostar