Você está na página 1de 19

RESUME KASUS K LIEN DENGAN DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

EKSTREMITAS SUPERIOR DEXTRA, CKD STAGE V ON HD REGULER

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

oleh:
Kelompok C/F-2016
Reka Wage P NIM 162310101103
Puspa Cintia D NIM 162310101107
Dian Novita A NIM 162310101108
Nurul Kholis Irhamna NIM 162310101114
Yeti Novitasari NIM 162310101193
Agel Dinda Trianugraha NIM 162310101201
Ririkh Farikhatul NIM 162310101283
Durrotul Qomariyah NIM 162310101290

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Kritis pada Gangguan Neurologis yang dibuat oleh :


Nama : Kelompok C
Kelas : F-2016
Judul : Deep Vein Thrombosis (Dvt) Ekstremitas Superior Dextra, Ckd Stage V
On Hd Reguler
Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :
Hari :
Tanggal :

Penyusun Laporan

Kelompok C

TIM PEMBIMBING

Dosen Pembimbing

Ns. M. Zulfatul A’la, M.Kep


NIP 19800810 200701 1 011

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
LAPORAN PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Definisi ...........................................................................................................1
B. Etiologi............................................................................................................1
C. Klasifikasi.......................................................................................................1
D. Manifestasi Klinis..........................................................................................2
E. Penatalaksanaan............................................................................................3
F. Pencegahan.....................................................................................................3
G. Clinical Pathway...........................................................................................5
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................6
A. Resume Kasus ...............................................................................................6
B. Analisa Data...................................................................................................7
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................11
D. Intervensi Keperawatan.............................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Cidera kepala berat merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, 2002). Cedera kepala berat adalah istilah medis untuk
mengkategorikan kondisi yang parah pada cedera kepala. Tingkat kesadaran
seseorang dinilai dengan memberikan skor melalui panduan dari Glasgow Coma
Scale (GCS), dengan nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Seseorang dikatakan
mengalami cedera kepala berat bila memiliki nilai GCS 8 ke bawah, dengan
tingkat kesadaran somnolen nilai GCS 8-7, sopor dengan nilai GCS 6-5, semi-
koma atau koma ringan dengan nilai GCS 4, dan koma dengan nilai GCS adalah
3. Kondisi cedera kepala berat harus segera mendapatkan penanganan medis,
karena dapat menyebabkan perdarahan, robeknya jaringan, atau bahkan kematian.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya cedera antara lain sifat cedera dan kekuatan benturan.
Beberapa kejadian umum yang menyebabkan cedera kepala berat, meliputi:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom
h. Cedera saat berolahraga.
i. Kekerasan fisik (Ginsberg, 2007).

C. Klasifikasi
Cedera kepala dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow
Coma Scale) yaitu sebagai berikut :

1
1. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) GCS > 13
2) Tidak terdapat kelainan pada CT-Scan otak
3) Tidak memerlukan tindakan operasi
4) Lama dirawat di rumah sakit > 48 jam
2. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) GCS 9-13
2) Ditemukan kelainan pada CT-Scan otak
3) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
4) Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam
3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai
GCS < 9.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat terjadi pada orang dewasa yaitu sebagai berikut:
1. Sulit berbicara
2. Memar dan bengkak di sekitar kedua mata atau di sekitar telinga
3. Gangguan pada panca indera seperti kehilangan pendengaran atau
mengalami penglihatan ganda
4. Muntah secara terus-menerus
5. Keluar darah atau cairan bening dari telinga atau hidung
6. Disorientasi atau tidak dapat mengenali waktu, tempat, dan orang
7. Kejang
8. Kehilangan kesadaran
9. Amnesia
Sedangkan tanda dan gejala yang dapat terjadi pada anak-anak yaitu sebagai
berikut :
1. Penurunan kesadaran lebih dari 30 menit
2. Kejang lebih dari 1 kali
3. Sangat mengantuk
4. Tidak respon terhadap suara

2
E. Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda
asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup (Smeltzer,
2010). Dalam Penatalaksaan keperawatan dapat dilakukan :
a. Pemasangan infus dengan cairan Nacl 0,9% atau RL lebih efektif cairan
isotoner dalam mengganti volume intravaskuler dari pada cairan hipotonis
dan larutan ini tidak menambah edema serebri
b. Pada klien dengan koma (skor GCS <8) atau pada klien dengan tanda herniasi
lakukan tindakan Elerasi kepala 30, Hiperventilasi: intubasi dan berikan
ventilasi mardatorik intermiten dengan kecepatan 16 -20x /mnt dengan
volume tidal 10 – 12ml /kg BB, Pemberian manitol 20% IV dalam 20 -30
menit dan dapat diberikan 4 -6 jam sampai maksimal 48 jam, lakukan konsul
bedah syaraf bila terdapat indikasi (hematoma epidural besar, hematoma
subdural, cedera kepala terbuka dan fraktur impresi).

F. Pencegahan
Cedera kepala berat cenderung terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko cedera di bagian kepala. Hal-
hal tersebut meliputi:
1) Gunakan perlengkapan yang aman ketika beraktivitas atau berolahraga
2) Pastikan rumah terbebas dari benda berbahaya yang dapat menyebabkan
jatuh, seperti barang yang berserakan di lantai atau karpet yang licin
3) Pastikan rumah aman untuk anak-anak dan pastikan jendela atau balkon tidak
terjangkau oleh anak-anak
4) Selalu gunakan helm ketika mengendarai motor dan pasanglah selalu sabuk
pengaman ketika mengendarai mobil

3
G. Clinical Pathway

Gagal ginjal Kronis

Penurunan laju filtrassi Proteinuria Penurunan fungsi Peningkatan BUN,


glomerulus ginjal kreatinin Pruritus
Kadar protein dalam
Ginjal tidak mampu darah menurun Produksi eritropoitin Gangguan asam
menurun basa dalam darah Kerusakan
mengencerkan urin scr
integritas kulit
maksimal
Tekanan osmotik Pembentukan Asidosis
Produk urin dan kepekatan eritrosit metabolik
urin meningkat
Cairan keluar ke ekstra Asam lambung
vaskuler Anemia
takipnea naik
Disuria/anuria
Edema Intoleransi Aktivitas Mual,muntah
Ketidakefektifan
Perubahan Pola
pola nafas
Eliminasi Tidak nafsu makan
Kelebihan Volume
Cairan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Imunitas tubuh menurun

Risiko infeksi
4
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Resume Kasus
Sdr Y adalah seorang laki-laki berumur 24 tahun, kecelakaan menabrak
anjing saat mengendarai sepeda motor. Klien jatuh dan membentur aspal dalam
keadaan tidak menggunakan helm. Klien tidak sadar dan keluar darah dari kepala.
Kemudian di bawa ke rumah sakit Kasih Ibu pada tanggal 8 maret 2018 pukul
03.00 WITA terdiagnosa CKB kemudian dirujuk ke RSUD Sanglah Denpasar
melalui triage bedah dan terdiagnosa Cedera Kepala Berat (CKB), Dekstra Intra
Ventikell Hemorrhage (IVH), Brown Swelling, post trepanasi, post kranektomy
dekompresi. Pada tanggal 9 maret 2018 pukul 04.00 WITA klien dipindahkan ke
ruang ICU timur karena mengalami penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan
bahwa sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit yang parah. Keluarga
juga mengatakan klien memiliki kebiasaan tidak memakai helm saat berkendara
sepeda motor. Saat dilakukan pengkajian TD: 130/80 mmHg, RR: 14 x/menit,
Nadi: 90 x/menit, Suhu: 38,8ºC, SpO2: 98%, Skala nyeri: BPS 3 (tidak
merasakan nyeri), ekspresi wajah rileks, ektremitas atas tidak bergerak, kuku
terlihat kotor . Terdapat luka pada siku kanan, terpasang infus dan syringe pump
pada tangan kanan kiri, terdapat luka pada kaki kanan kiri, terpasang kateter urine
dengan produksi urine 700 cc/8 jam. Pengkajian Morse Fall Scale: skor 14 (risiko
tinggi). ADL: total care. GCS: penurunan kesadaran E1V0M1, terpasang
ventilator PLCSIM V12, PEEP/CPAP:5/7, Fi02: 60%, dan tampak hipermukus di
mulut. Terdapat luka post trepanasi dan drawn pada temporal 1. Luka pada pelipis
kanan kiri, terpasang OTT Fe 7.5, NGT Fr16 lubang hidung kanan, manset pada
lengan kiri, oksimetri pada jari kiri, elektroda pada dada, terdapat suara nafas
tambahan ronkhi+/+, dan terdapat luka tertutup pada abdomen regio kanan bawah.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil yaitu Foto toraks AP: Contusio
pulmonum paru kanan, pemeriksaan MSCT Scan kepala irisan aksial tanpa
kontras mengalami edema cerebri, fraktur pada dinding Os. Maxilaris kiri-rema
orbita inferior kiri dan zygomatic, soft tissue swelling regio maxillofacial kiri,
IVH ventrikel lateralis kanan kiri, ICH dengan ukuran ± 4.3 x 5.1 x 3.7 cm

5
(volume ± 43 cc) pada lobus frontotemporoperietalis dekstra yang menyebabkan
midline shift 0,4 cm. Pemeriksaan laboratium analisa gas darah didapatkan hasil
PO2: 63.90 mmHg, SO2: 92.8 %, dan PCO2: 40,1 mmHg. Klien mendapatkan
terapi Ceftriaxone 2g/24 jam, Ranitidine 50 mg/12 jam, Manitol 125 mg/8 jam,
Penitoin 100 mg/8 jam, Asam traneksamat 500 mg/8 jam, Fentanil 400 mg/24
jam, Infus NaCl, infuse RL, Tranfusi darah PRC goldar 0 1 Kolf.

B. Analisa Data
Data Penunjang Masalah Etiologi
DS : Hipertermi Reaksi antigen antibody
1. Pasien
mengataka
Reaksi inflamasi
n sudah 3
hari
Proses demam
demam
DO:
Hipertermi
1. S= 39,7°
2. RR =
22x/menit
3. Mukosa
bibir kering
4. Pasien
tampak
lemah

DO: Nyeri Obstruksi saluran kemih


1. Pasien tampak
meringis Resistensi urin
2. RR = 22x/menit
3. Nadi = 94x/menit Menekan saraf perifer
4. TD = 120/70
mmHg nyeri
DS :

6
1. Pasien mengatakan
nyeri pada perut
bagian bawah
P = Surp.Ca Buli
Q = Seperti
tertusuk-tusuk
R = Perut bagian
bawah
S=4
T = Saat
beraktivitas

DS : Kelebihan volume Disfungsi ginjal


1. Pasien
cairan
mengeluh
GFR menurun
tangannya
membengkak
Gangguan mekanisme
dan timbul
regulasi
bercak merah
2. Pasien
Kelebihan volume cairan
mengalami
gagal ginjal
sejak 3 tahun
lalu
DO:
1. Edema pada
tangan sebelah
kanan (saat
dilakukan AV
Shunt)
2. Pitting edema
derajat 1 di kedua

7
kaki
DS :

DS : Kerusakan integritas Gangguan fungsi ginjal


1. Pasien mengalami kulit
gagal ginjal dan Gangguan volume cairan
memiliki riwayat
aritmia Kerusakan integritas kulit
DO :
1. Terdapat nyeri
dan bintik
kemerahan di
lengan kanan,
teraba keras
pada saat
diraba
2. Akral hangat
3. Suhu 39,7°C

8
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d penyakit d.d pasien mengatakan sudah 3 hari demam, Suhu
= 39,7°C
2. Nyeri b.d agens cedera fisik d.d pasien memgatakan nyeri pada perut
bagian bawah
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasid.d pasien
mengeluh tangannya membengkak dan mengalami gagal ginjal 3 tahun
yang lalu
4. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan d.d terdapat bintik
kemerahan

9
D. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Hambatan ventilasi NOC NIC
spontan Respon Ventilasi Mekanik Manajemen Ventilasi Mekanik: Invasif (3300)
Respon Penyapihan Ventilasi Mekanik 1. Monitor apakah terdapat gagal nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2. Monitor seting ventilator termasuk suhu dan kelembaban
3x24 jam, klien mampu bernafas spontan dengan dari udara yang dihirup secara rutin
kriteria hasil: 3. Cek secara teratur sambungan ventilator
1. Kesulitan bernafas sendiri defiasi sedang dari 4. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai rasionalisasi
kisaran normal (3) dan sensasi yang diharapkan yang berhubungan dengan
2. Irama pernafasan defiasi sedang dari kisaran
penggunaan ventilator
normal (3),
5. Kolaborasikan secara rutin dengan dokter dalam kordinasi
3. Keseimbangan ventilasi perfusi cukup besar
perawatan .
dari kisaran normal (2)
Manajemen Jalan Nafas Buatan (3180)
1. Memberikan OPA atau alat bantu gigit untuk mencegah
tergigitnya selang entotrakeal
2. Mengembangkan balon endotrakeal
3. Mempertahankan pengembangan balon endotrakeal pada
tekanan 15-25 mmHg

10
4. Monitor tekanan balon setiap 4-8 jam selama ekspirasi
5. Auskultasi suara paru kanan dan kiri setelah pemasangan
Monitor Pernafasan (3350)
1. Monitor saturasi oksigen pada pasien
2. Monitor suara nafas tambahan
3. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik
Pengaturan Posisi (0840)
1. Monitor status oksigen
2. Posisikan semi fowler
2. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Penghisapan Lendir Pada Jalan Nafas (3160)
nafas 3x24 jam, klien mampu bernafas spontan dengan 1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
kriteria hasil: suction
Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas 2. Monitor status oksigenasi pasien (nilai SaO3 atau SvO2),
1. Frekuensi pernapasan deviasi ringan dari status neurologis (TIK dan tekanan perfusi cerebral)
kisaran normal (4) 3. Berdasarkan durasi setiap suction trakea buang sekret dan
2. Kenampuan untuk mengeluarkan sekret deviasi cek respon pasien terhadap suction
cukup dari kisaran normal (2) 4. Monitor dan catat warna, jumlah, dan konsistensi sekret
3. Suara nafas tambahan deviasi sedang dari Manajemen Ventilasi Mekanik: Invasif (3300)

11
kisaran normal 1. Monitor banyaknya sekret pulmonal, warnanya, dan
4. Akumulasi sputum deviasi sedang dari kisaran konsistensi dan secara teratut dokumentasikan hasilnya
normal (4) 2. Lakukan suction jika ada suara abnormal dan atau
peningkatan tekanan inspirasi
3. Gunakan teknik aseptic pada semua prosedur suction
sesuai kebutuhan
4. Berikan perawatan mulut secara rutin dengan pengisapan
yang lembab dan lembut, dengan aseptic dan suction
3. Risiko perfusi NOC : NIC
serebral tidak Perfusi Jaringan Serebral (0406) Manajemen Jalan Nafas
efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 1. Monitor status pernafasan tiap 1 jam meliputi RR, SpO2,
x 24 jam, perfusi jaringan otak dapat membaik kedalaman, dan irama nafas
dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi adanya suara nafas tambahan
1. Penurunan tingkat kesadaran besar (2) Manajemen Edema Serebral (2540)
2. Pola bernafas cukup terganggu (3)
1. Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan
3. Laju pernapasan cukup terganggu (3)
4. Tekanan intrakranial cukup terganggu (3) dengan nilai normal
2. Monitor TTV klien
Monitor Tekanan Intra Kranial (2590)
1. Letakkan kepala dan leher klien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang yang berlebihan

12
Pengajaran: Prosedur/Perawatan (5618)
1. Jelaskan pentingnya beberapa peralatan beserta fungsinya,
misalnya monitor
Manajemen Obat (2380)
1. Fasilitasi perubahan pengobatan dengan dokter
4. Risiko Infeksi NOC NIC
Perlindungan infeksi (6550)
Keparahan infeksi (0703)
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
1. Kemerahan pada pasien ditingkatkan menjadi 5 2. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang
(tidak ada) mengalami) edema
3. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya kemerahan,
2. Demam pada pasien ditingkatkan menjadi 5
kehangatan ekstrim, atau drainase
(tidak ada)
4. Intruksikan pasien untuk minum obat antibiotik yang
3. Peningkatan jumlah sel darah putih pada
diresepkan
pasien ditingkatkan menjadi 5 (tidak ada) 5. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
Kontrol risiko : proses infeksi (1924) infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pemberi
1. Mengidentifikasi faktor risiko infeksi layanan kesehatan
ditingkatkan menjadi 5 (secara konsisten Kontrol infeksi (6540)
menunjukkan) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi untuk setiap pasien
2. Batasi jumlah pengunjung
ditingkatkan menjadi 5 (secara konsisten
3. Gosok kulit pasien dengan agen antibakteri yang sesuai

13
menunjukkan) 4. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
3. Mempertahankan lingkungan yang bersih
ditingkatkan menjadi 5 (secara konsisten
menunjukkan)

5. Defisit perawatan NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
diri Perawatan kuku (1680)
selama 3 X 24 jam didapatkan hasil:
1. Monitor atau bantu membersihkan kuku sesuai dengan
Perawatan Diri: Kebersihan (03050
2. Mencuci tangan cukup terganggu (3) kemampuan perawatan diri individu
3. Mempertahankan kebersihan mulut sedikit 2. Monitor perubahan kuku
3. Rendam kuku dengan air hangat, bersihkan bagian bawah
terganggu (4)
4. Memperhatikan kuku jari tangan sedikit kuku dengan orange stick (batang pembersih kuku) dan
terganggu (4) dorong kutikula dengan menggunakan gunting kutikula
5. Memperhatikan kuku kaki sedikit terganggu
Bantuan Perawatan Diri; Mandi/Kebersihan (1801)
(4)
1. Tentukan jumah dan tipe terkait dengan bantuan yang
6. Mempertahankan kebersihan tubuh sedikit
diperlukan pasien
terganggu (4)
2. Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
kehangatan, suasanan rileks, privasi, dan pengalaman
pribadi
3. Monitor kebersihan kuku sesuai dengan kemampuan
merawat diri pasien

14
4. Monitor integritas kulit pasien
5. Berikan bantuan sampai benar-benar mampu merawat diri
secara mandiri pasien
Bantuan Pasien untuk Mengontrol Pemberian Analgesik
1. Konsultasikan dengan pasien, anggota keluarga, dan dokter
untuk menyesuaikan interval penghentian, laju dasar, dan
dosis yang dibutuhkan sesuai dengan respon pasien

15
DAFTAR PUSTAKA

American Collage of Surgeon Commite on Trauma. 2004. Cedera Kepala dalam


Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia.
Komisi Trauma IKABI.

Bulechek, M. Gloria. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta:


EGC.

Bulechek, M. Gloria. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta:


EGC.

Dewanto, G., dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.

Ginsberg. 2007. Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga.

Handy, F. 2015. A-Z Penyakit Langganan Anak. Jakarta: Pustaka Bunda.

Herdman, T. Heather. 2014. NANDA International Inc. Nursing Diagnose:


Definition & Classifications 2015-2017, 10th Edition. USA: John Wiley &
Sons Inc. Terjemahan oleh B.A. Keliat., Heni D.W., Akemat P., dan Arsyad
S. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi
& Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Hidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala & Stroke. Yogyakarta:
Ardana Media.

Mansjoer, A. 2002. Askaris. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3.


Jakarta: Media Aescularipius FKUI. Halaman: 416-418.

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018 . Diagnosis Keperawatan Berbasis SDKI.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

16

Você também pode gostar