Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Di dalam psikologi remaja, Anak Binaan Hukum (ABH) merujuk kepada istilah
juvenile delinquency atau kenakalan remaja. Juvenile berasal dari bahasa Latin
“juvenilis” yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda,
sifat-sifat khas pada periode remaja. Sementara delinquency berasal dari kata Latin
menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror,
muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja
(tingkah laku sosial) dan antisocial behavior (tingkah laku antisosial). Tingkah laku
asosial secara sosial tidak dapat diterima dan merupakan hasil dari kegagalan di
utamanya adalah untuk mengacaukan sistem sosial. Perilaku remaja yang tergolong
perilaku antisosial merupakan perilaku yang dinilai melanggar peraturan dan hukum
yang berlaku.
pada Anak Binaan Hukum (ABH) tergolong ke dalam perilaku antisosial karena
dinilai telah melanggar peraturan dan hukum yang berlaku yang menimbulkan
kerugian bagi diri sendiri, orang lain, keamanan dan ketenangan lingkungan
masyarakat umum.
berbagai jenis perilaku serta motif yang mendasarinya. Remaja ini dapat berasal dari
membuat rumusannya.
Kartini Kartono (2014: 49) merumuskan ciri-ciri remaja yang tergolong juvenile
delinquency adalah pendek pikir, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal
nilai-nilai etis dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang
lingkungan yang tidak memberikan dukungan dan suasana yang sehat menjadi faktor
Kenakalan remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang
mengenai bagaimana munculnya kenakalan remaja yang bisa berasal dari faktor
ibu dan anak di masa awal perkembangan sebagai faktor utama kenakalan remaja.
perbedaan yang dirasakan oleh anak, apa yang ada di alam bawah sadarnya serta
ketidakhadiran ayah, atau ayah jarang di rumah atau kalau pun ada dirasakan
tidak cukup.
signifikan antara kenakalan remaja dengan hubungan anak laki-laki dan ayahnya
perlakuan buruk dari ayahnya maka secara bertahap anak akan “merencanakan
luar keluarganya.
1) The need for love. Bila anak merasa bahwa cinta orangtuanya tidak konsisten dan
berubah disebabkan banyak hal. Perasaan kurang dicintai atau merasa bahwa cinta
adalah sebuah imbalan yang dijanjikan dan tidak tulus maka anak mungkin akan
merasa takut yang disebut “overpowering fear”. Perilaku agresif yang didasari
2) A search for identity. Pada masa remaja seorang anak berupaya menemukan
identitas dirinya. Remaja dalam waktu yang lama atau tiba-tiba mencoba untuk
menjadi apa yang diinginkan oleh “significant people” terhadap mereka. Ada
pengaruhnya pada kehidupannya seperti sekolah, geng dan media massa. Oleh
bahwa remaja menghadapi permasalahan atau tekanan terutama anak laki-laki pada
saat transisi atau perubahan dari perilaku anak menjadi perilaku pria dewasa.
keluarga merupakan faktor utama yang memberikan konstribusi paling besar. Setelah
itu, faktor lingkungan seperti sekolah masyarakat dan kondisi sosial dan ekonomi,
kenakalan tersebut. Pada suatu kasus, beberapa faktor bersama secara simultan
memberikan pengaruh yang besar bagi seorang remaja sehingga membentuk perlikau
nakalnya.
untuk pencegahan dan penanganan perilaku kenakalan remaja dapat dilakukan yaitu:
1) The role of the school. Bagaimanapun kenakalan remaja tidak bisa diatasi
dengan metode tunggal saja akan tetapi harus melibatkan seluruh komunitasnya.
Sekolah diharapkan mampu menciptakan sebuah pogram komunitas yang
2) Help for the family. Permasalahan di dalam keluarga menjadi faktor penyebab
yang tidak bisa dijangkau hanya di sekolah saja. Keluarga hendaknya dilibatkan
dalam melakukan perbaikan yang dapat diakukan dengan dua cara. Pertama,
membantu orang tua menjadi lebih bijaksana dan lebih efektif Kedua, anak
3) Asking why it happened. Ketika perilaku delinkuen muncul, pada dasarnya anak
mereka inginkan.
masuk penjara anak. Di beberapa negara masih menjadi cara untuk memberikan
upaya yang banyak dilakukan di beberapa negara maju. Polisi dilatih untuk
orang dewasa.
6) The real world of work. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin biasanya
menjadi penganguran. Anak-anak seperti inilah yang memilik mood atau suasana
hati “hopeless” yang bisa berujung kepada kenakalan remaja. Melatihkan dan
melibatkan mereka ke dalam dunia kerja yang sesuai dengan kemampuan
Kartini Kartono (2014: 34) menyarankan agar masyarakat dan pemerintah secara
anak dan remaja; 4) mendirikan rumah tahanan khusus anak dan berbagai lembaga
internal dan pendekatan eksternal. Pendekatan internal dapat dilakukan one to one
yang dilakukan oleh psikolog atau konselor. Pendekatan eksternal dilakukan dengan
menciptakan lingkungan yang sehat bagi remaja bekerja sama dengan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Kedua pendekatan tersebut pada dasarnya tidak dapat