Você está na página 1de 15

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2019

MODUL : Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik

PEMBIMBING : Dianty Rosirda Dewi Kurnia, S.T., M.T.

Praktikum :

Penyerahan Laporan :

Oleh :

laporan
Kelompok : II
Nama : 1. Anisa Mutia Ulfa NIM.161424005
2. Bagus Bayu Nugroho NIM.161424007
3. Elvina Dheborah S NIM.161424008
4. Ferronia Carissa NIM.161424009

Kelas : 3A – TKPB

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan limbah dengan proses anaerob adalah sebuah metode peruraian bahan
organik atau anorganik tanpa kehadiran oksigen. Roduk akhir dari degradasi anaerob
adalah gas, paling banyak metana, karbondioksida, sebagian kecil hidrogen sulfid dan
hidrogen. (Pohan, 2008) Kelebihan proses anaerobik adalah membutuhkan energi dan
nutrient yang sedikit, menghasilkan sedikit lumpur, dan memiliki efisiensi yang tinggi.
Dampak pencemaran limbah terhadap mutu air sungai bervariasi tergantung sifat dan
jenis limbah. (Renita, 2004). Maka dari itu dalam rangka melestarikan lingkungan
hidup, agar air sungai dapat tetap bermanfaat dilakukanlah pengendalian dampak buruk
dari limbah tersebut. Proses anaerobik ini dapat menjadi salah satu solusi pengolahan
air limbah domestik pada sungai yang berada di kota Bandung.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Menentukan konsentrasi awal dan akhir dari kandungan organik (COD) baik
dalam umpan maupun efluen.
1.2.2 Menentukan kandungan Mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
1.2.3 Menghitung total gas yang dihasilkan setelah praktikum sehingga mengetahui
efisiensi pembentukan gas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Anaerobik


Pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan pengolahan air limbah
menggunakan mikroorganisme tanpa adanya injeksi udara atau oksigen kedalam proses
pengolahannya. Proses ini bertujuan merombak bahan organik dalam limbah menjadi bahan
yang lebih sederhana dan tidak berbahaya. Proses pegolahan secara anaerobik akan
dihasilkan gas – gas, seperti metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Pada proses pengolahan air limbah secara anaerobik terjadi empat (4) tahapan proses,
yaitu:
1) Hydrolisis , proses yang memecah molekul organik kompleks menjadi molekul-
molekul organik yang sederhana.
2) Proses Acidogenesis, proses yang merubah molekul – molekul organik sederhana
menjadi asam lemak.
3) Proses Acetogenesis, proses yang mengubah asam lemak menjadi asam asetat dan
terbentuknya gas – gas seperti hidrogen (H2), karbon dioksida (CO2), ammonium
(NH4), dan sulfur (S).
4) Methanogenesis, proses yang mengubah asam asetat dan gas – gas yang dihasilkan
menjadi gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).

Gambar 1. Proses Anaerobik


Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka
pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan
mengakibatkan pengaruh yang negatif pada populasi bakteri metanogen, sehingga akan
mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor (Khaerunnisa dkk, 2013).
2.2 Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau Chemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam sampel air atau
banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi CO2
dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi
CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak
semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat- zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui
proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air
.Mencari nilai COD :
𝑚𝑔 (𝑎 − 𝑏)𝑚𝑙 × 𝑁 𝐹𝐴𝑆 × 1000 × 𝐵𝐸 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 × 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐶𝑂𝐷 ( )=
𝐿 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2.3 Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat

Gambar 4. Reaktor pertumbuhan mikroba melekat

2.3.1 Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat


Gambar 4. Reaktor pertumbuhan mikroba melekat
Operasional instalasi pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan model
pertumbuhan mikroorganisme melekat seperti berikut :
1) Membiakan mikroorganisme dalam media trickling fliter, pembiakan mikroorganisme
dilakukan mengalirkan mikroorganisme kedalam trickiling filter melalui distributor,
mikroorganisme mengalir dari bagian atas kebawah dan menempel pada media
porous, setelah mencapai ketebalan tertentu dan merata pada media porous aliran
mikroorganisme dihentikan.
2) Mengalirkan air limbah kedalam trickling filter melalui distributor, pastikan aliran air
limbah mengenai media porous secara merata agar terjadi kontak antara air limbah
dengan mikroorganismenya.
3) Air limbah yang telah berkontak dengan mikroorganisme akan keluar melalui bagian
bawah trickling filter, aliran air akan mengandung mikroorganisme dalam jumlah
yang kecil, mikroorganisme ini dipisahkan dalam tangki clarifier dan dialirkan
kembali ke dalam trickling filter, sedangkan air limbah hasil pengolahan akan
mengalir secara over flow dari bagian atas tangki clarifier.
4) Pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti CH4,
CO2, NH3, gas-gas ini dikeluarkan dari bagian atas tangki trickling filter.
5) Gas-gas yang dihasilkan pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti
CH4 dan CO2 dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

2.3.2 Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam operasional pengolahan air limbah
secara biologi anaerob ini adalah :
1) Laju alir air limbah masuk, laju alir air limbah yang masuk perlu dilakukan
pengendalian agar waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi,
laju alir air limbah yang terlalu besar dapat mengakibatkan lepasnya mikroorganisme
yang telah melekat pada media porous
2) Bahan media porous, bahan media yang dipergunakan harus porous agar
mikroorganisme dapat melekat dengan kuat dan tidak mudah lepas akibat aliran air
limbah
3) Penyusunan media porous, penyusunan media porous akan mempengaruhi waktu
kontak antara air limbah dan mikroorganisme. Media porous disusun sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan waktu kontak yang agak lama.

2.3.3 Perbedaan mendasar pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan
aerob adalah :
pengolahan air limbah secara biologi anaerob, bahan organic (COD) dikonversi
menghasil 90% menjadi gas CH4, dan CO2 dan 10% nya lumpur. Gas-gas yang dihasilkan
dapat dimurnikan dengan proses absorbsi gas CO2, sehingga dihasilkan gas CH4 murni yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Gambar 5. COD balance Anaerobic

Pada pengolahan air limbah secara biologi aerob, bahan organic (COD) dikonversi
menghasil 50% panas (gas CO2) dan 50% nya lumpur. Ini menunjukan pada pengolahan air
limbah secara biologi anaerob akan menghasilkan lumpur jauh lebih kecil dibanding
pengolahan secara biologi aerob. Waktu pengolahan air limbah secara biologi anaerob lebih
lama dibandingkan dengan pengolahan air limbah secara biologi aerob.
Gambar 6. COD balance Aerobik
2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik
1) Temperatur
Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum.
Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin
berkurang. Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C,
tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-
400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-65°C.
2) pH (Keasaman) dan Alkalinitas
Proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada pH
dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus
dijaga pada nilai 6,2 dan jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH
sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk menghindari keracunan H2S. Alkalinitas
bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga 5000 mg/L untuk mengatasi
peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga penurunan pH sekecil mungkin.
Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat ke dalam reaktor untuk mengontrol pH
dan alkalinitas.
3) Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan
perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di
atas harus ada pada sumber makanannya (substrat). Konsentrasi substrat dapat
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika
jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses
kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses
penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme
dengan substrat menjadi lebih intim.
Dalam pengolahan air limbah secara anaerobik mempunyai kelebihan dan
kekurangan bila dibandingkan dengan proses pengolahan lainnya. Kelebihan
pengolahan anaerob adalah efisiensi yang tinggi, mudah dalam konstruksi dan
pengoperasiannya, membutuhkan lahan/ruang yang tidak luas, membutuhkan energi
yang sidikit, menghasilkan lumpur yang sedikit, membutuhkan nutrien dan kimia
yang sedikit. Sedangkan kekurangan dari pada pengolahan anaerob: penyisihan
kandungan nutrient dan patogen yang rendah, membutuhkan waktu yang lama untuk
start-up, menimbulkan bau (Metcalf and Eddy, 2003).

2.4 Baku Mutu Air Limbah


Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air,
sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.

Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kawasan Industri


Sumber: Peraturan Pemerintah (PP), 2001.

2.5 Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS)


Padamaterial organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material
organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan
Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah
kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat yang digunakan
Nama Alat Spesifikasi Jumlah
Labu Erlenmeyer 250 mL 2 buah
Corong Gelas - 2 buah
Cawan Porselen - 2 buah
Desikator - 1 buah
Neraca Analitis - 1 buah
Tabung hach - 2 buah
Oven - 1 buah
Furnace - 1 buah
Hach COD digester - 1 buah
Buret - 1 buah
Klem - 1 buah
Statif - 1 buah

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan


Nama Bahan Konsentrasi (g/L) Jumlah
Glukosa 2,0 -
NH4HCO3 0,15
KH2PO4 0,15 -
NaHCO3 0,5 -
K2HPO4 0,5 -
Trace Metal Solution - 1
MgSO4.7H2O 5,0 -
Trace Metal Solution - 1
FeCl3 5,0
CaCl2 5,0
KCl 5,0
CoCl2 1,0
NiCl2 1,0
FAS - -
Indikator Ferroin ( 3 tetes) -

3.2 Langkah Kerja


3.2.1 Tahapan Proses
3.2.2 Menentukan Kandungan COD dari Sampel
3.2.3 Menentukan Konsentrasi MLVSS
BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Penentuan Kandungan COD


Volume FAS (mL)
No Sampel lumpur aktif Volume FAS rata-rata (mL)
Titrasi 1 Titrasi 2
Umpan
1 Blanko (aquadest)
2 Sampel pengenceran 20 kali

Awal
1 Blanko (aquadest)
2 Sampel pengenceran 20 kali
Efluen
1 Blanko (aquadest)
2 Sampel pengenceran 20 kali

4.2 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) di Umpan
Sebelum penambahan Nutrisi
No Massa
(gram)
1 Cawan pijar+kertas saring setelah dipanaskan (a)
2 Cawan pijar berisi endapan setelah di oven (b)
3 Cawan pijar berisi endapan setelah di furnace (c)

4.3 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) di


Reaktor
Sebelum penambahan Nutrisi
No Massa
(gram)
1 Cawan pijar+kertas saring setelah dipanaskan (a)
2 Cawan pijar berisi endapan setelah di oven (b)
3 Cawan pijar berisi endapan setelah di furnace (c)
4.4 Penentuan pH
Umpan Awal Reaktor
pH

BAB V
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Metcalf & Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering: treatment, disposal, reuse.3rd ed.
(Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGraw-Hill,Inc. New York,
Singapore. 1334 p.
Padmono D. 2005. Alternatif pengolahan limbah Rumah Potong Hewan-Cakung (suatu studi
kasus). Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL-BPPT. Volume 6, Nomor 1 : 303 – 310.
Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Said NI. 2002. Aplikasi teknologi biofilter untuk pengolahan air limbah industri kecil tekstil.
Jurnal JAI. Volume 3, Nomor 1 : 135 – 143.
Alaerts G., & S.S Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Indonesia.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung. 2013. https://ppid.bandung.go.id/wp-
content/uploads/2016/04/Renstra-Bab-3-BPLH.pdf. Diakses pada 17 Februari 2019.
Budiastuti, Herawati. 2018. Bahan Ajar Bioteknologi Lingkungan: Chapter 3 Biotechnology
Application in Wastewater. Bandung: Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Bandung.
Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural Experiment
Station, Auburn University, Alabama. 482 p.
Dareioti, M A. 2014. Effect of pH on the anaerobic acidogenesis of agroindustrial wastewater
for maximization of biohydrogen production. Patras: University of Patras.
Gray, N. F. 2004. Biology of Wastewater Treatment. London: Imperial College.
Khaerunnisa, G., Rahmawati, I., & Budiyono, B. (2013). Pengaruh pH dan Rasio COD: N
Terhadap Produksi Biogas Dengan Bahan Baku Limbah Industri Alkohol
(Vinasse). Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2), 1-7.

Você também pode gostar