Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Konsep Lansia
1. Definisi
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Wibawanto, 2014). Lansia adalah periode
dimana organisme telah mencapai masa keemasan atau kejayaannya dalam
ukuran, fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan kemundurannya sejalan
dengan berjalannya waktu.
Pengertian lanjut usia (lansia) menurut Undang-Undang No. 13 tahun
1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 1 adalah seseorang yang
telah mencapai 60 tahun ke atas (Dewi, 2014). Secara garis besar Birren dan
Shroots membedakan tiga proses sentral di dalam tahapan lansia, pertama,
proses biologis yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh
seseorang yang menua. Kedua, penuaan proses dalam masyarakat (social
eldering) dan yang ketiga, penuaan psikologis subjektif (geronting) yang
berkaitan dengan pengalaman batinnya (Hermawati, 2006 dalam Prantika,
2015).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut DepKes RI dalam Dewi tahun 2014, klasifikasi lansia dibagi
menjadi beberapa kategori berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Sedangkan batasan lansia menurut WHO adalah sebagai berikut:
a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
3. Karakteristik Lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui
keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
a. Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan
kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan
perempuan. Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka
perempuan mungkin menghadapi osteoporosis.
b. Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda
atau duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun
psikologis.
c. Living arrangement: misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau
bersama instri, anak atau kekuarga lainnya.
1) Tanggungan keluarga: masih menangung anak atau anggota keluarga.
Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama anak. Dengan ini
kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia
sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun akan
cenderung bahwa lansia akan di tinggalkan oleh keturunannya dalam
rumah yang berbeda. Menurut Darmawan mengungkapkan ada 5 tipe
kepribadian lansia yang perlu kita ketahui, yaitu: tipe konstruktif
(constructive person-ality), tipe mandiri (independent personality), tipe
tergantung (hostilty personality) dan tipe kritik diri (self hate
personality).
2) Kondisi kesehatan
a) Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada
orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar
dan kecil.
b) Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi
tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
3) Keadaan ekonomi
a) Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan
lain kalau masih bisa aktif.
b) Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan keuangan
dari anak atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota
keluarga yang tergantung padanya.
c) kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat
terancam, sehinga cukup beralasan untuk melakukann berbagai
perubahan besar dalam kehidupan, menentukan kondisi hidup yang
dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
2. Etiologi
Penyebab pasti psoriasis vulgaris masih belum diketahui. Namun, diduga
terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi terjadinya psoriasis
vulgaris. Faktor-faktor tersebut di antaranya: Genetik Imunologik
Trauma Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma,
garukan, luka bekas operasi, bekas vaksinasi, dan sebagainya. Kemungkinan
hal ini merupakan mekanisme fenomena Koebner. Khas pada psoriasis timbul
setelah 7-14 hari terjadinya trauma. Stres psikis Gangguan metabolik,
contohnya hipokalsemia dan dialisis. Obat-obatan misalnya beta-adrenergic
blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak korikosteroid
sistemik.
Lithium yang dipakai pada pengobatan penderita maniak dan depresi telah
diakui sebagai pencetus psoriasis. Alkohol dalam jumlah besar diduga dapat
memperburuk psoriasis. Alkohol dan merokok. Iklim Beberapa kasus
cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan
akan kambuh. Sinar matahari Walaupun umumnya sinar matahari
bermanfaat bagi penderita psoriasis namun pada beberapa penderita sinar
matahari yang kuat dapat merangsang timbulnya psoriasis. Pengobatan
fotokimia mempunyai efek yang serupa pada beberapa penderita. Metabolik
Hipokalsemia dapat menimbulkan psoriasis (Djuandha, 2010).
3. Pathofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia.
Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan
adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-
pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas
meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke
bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel
epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi
keratin yang tebal (sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan
mitosis sel-sel epidermis ini antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik
yang abnormal, terutama adenosin monofosfat (AMP) siklik dan guanosin
monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak
psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas (Djuandha, 2010).
4. Manifestasi klinis
Lesi muncul sebagai bercak-bercak merah menonjol pada kulit yang ditutupi
oleh sisik berwarna perak. Bercak-bercak bersisik tersebut terbentuk karena
penumpukan kulit yang hidup dan mati akibat peningkatan kecepatan
pertumbuhan serta pergantian sel-sel kulit yang sangat besar. Jika sisik tersebut
dikerok, maka terlihat dasar lesi yang berwarna merah gelap dengan titik-titik
perdarahan. Bercakbercak ini tidak basah dan bisa terasa gatal atau tidak gatal.
Psoriasis ditandai dengan hiperkeratosis dan penebalan epidermis kulit serta
proses radang, sehingga timbul skuamasi (pengelupasan) dan indurasi
eritematosa (kulit meradang dan kemerahan). Menyerang kulit, kuku, mukosa
dan sendi, tetapi tidak pada rambut. Pada umumnya tidak membehayakan jiwa,
kecuali yang mengalami komplikasi, namun penyakit ini sangat mengganggu
kualitas hidup. Kulit penderita psoriasis awalnya tampak seperti bintik merah
yang makin melebar dan ditumbuhi sisik lebar putih berlapis-lapis. Tumbuhnya
tidak selalu di seluruh bagian kulit tubuh kadang-kadang hanya timbul pada
tempat-tempat tertentu saja, karena pergiliran selsel kulit bagian lainnya
berjalan normal. Psoriasis pada kulit kepala dapat menyerupai ketombe,
sedangkan pada lempeng kuku tampak lubang-lubang kecil rapuh atau keruh.
Penyakit psoriasis dapat disertai dengan/tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik
seperti kulit normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman
bekas psoriasis. Pada beberapa jenis psoriasis, komplikasi yang diakibatkan
dapat menjadi serius, seperti pada psoriasis artropi yaitu psoriasis yang
menyerang sendi, psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan terakhir seluruh
kulit akan menjadi merah disertai badan menggigil (eritoderma). Gejala dari
psoriasis antara lain: Mengeluh gatal ringan. Bercak-bercak eritema yang
meninggi, skuama diatasnya. Terdapat fenomena tetesan lilin.
Menyebabkan kelainan kuku (Price, 2010).
5. Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan histopatologi
dengan hasil sebagai berikut: Akantosis (penebalan lapisan kulit stratum
spinosum) dengan elongasi teratur dari rete ridges, dan penebalan pada bagian
bawahnya. Penipisan epidermis lempeng suprapapilar dengan kadang-
kadang terdapat pustul spongiformis kecil Papilomatosis Berkurang atau
hilangnya stratum granulosum Hiperkeratosis, parakeratosis, serta abses
Munro Pada dermis ditemukan infiltrasi sel-sel polinuklear, limfosit dan
monosit serta pelebaran dan berkelok-keloknya ujung-ujung pembuluh darah
(Pearce, 2011).
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk memperlambat pergantian epidermis,
meningkatkan resolusi lesi psoriatik dan mengendalikan penyakit tersebut.
Pendekatan terapeutik harus berupa pendekatan yang dapat dipahami oleh
klien, pendekatan ini harus bisa diterima secara kosmetik dan tidak
mempengaruhi cara hidup pasien. Terapi psoriasis akan melibatkan komitmen
waktu dan upaya oleh pasien dan mungkin pula keluarganya. Ada tiga terapi
yang standar yaitu: topikal, intralesi dan sistemik.
1) Terapi topikal Preparat yang dioleskan secara topikal digunakan untuk
melambatkan aktivitas epidermis yang berlebihan tanpa mempengaruhi
jaringan lainnya. Obatobatannya mencakup preparat ter, anthralin, asam
salisilat dan kortikosteroid. Terapi dengan preparat ini cenderung mensupresi
epidermopoisis (pembentukan sel-sel epidermis). Formulasi ter mencakup
lotion, salep, pasta, krim dan sampo. Rendaman ter dapat menimbulkan
retardasi dan inhibisi terhadap pertumbuhan jaringan psoriatik yang cepat.
Terapi ter dapat dikombinasikan dengan sinar ultraviolet-B yang dosisnya
ditentukan secara cermat sehingga menghasilkan radiasi dengan panjang
gelombang antara 280 dan 320 nanometer (nm). Selama fase terapi ini pasien
dianjurkan untuk menggunakan kacamata pelindung dan melindungi matanya.
Pemakaian sampo ter setiap hari yang diikuti dengan pengolesan lotion steroid
dapat digunakan untuk lesi kulit kepala. Pasien juga diajarkan untuk
menghilangkan sisik yang berlebihan dengan menggosoknya memakai sikat
lunak pada waktu mandi. Anthralin adalah preparat (Anthra-Derm, Dritho-
Crème, Lasan) yang berguna untuk mengatasi plak psoriatik yang tebal yang
resisten terhadap preparat kortikosteroid atau preparat ter lainnya.
Kortikosteroid topikal dapat dioleskan untuk memberikan efek antiinflamasi.
Setelah obat ini dioleskan, bagian kulit yang diobati ditutup dengan kasa
lembaran plastik oklusif untuk memaksimalkan penetrasi obat dan melunakkan
plak yang bersisik.
2) Terapi intralesi Penyuntikan triamsinolon asetonida intralesi (Aristocort,
Kenalog-10, Trymex) dapat dilakukan langsung ke dalam bercak-bercak
psoriasis yang terlihat nyata atau yang terisolasi dan resisten terhadap bentuk
terapi lainnya. Kehati-hatian diperlukan agar kulit yang normal tidak disuntik
dengan obat ini. 3) Terapi sistemik Metotreksat bekerja dengan cara
menghambat sintesis DNA dalam sel epidermis sehingga mengurangi waktu
pergantian epidermis yang psoriatik. Walaupun begitu, obat ini bisa sangat
toksik, khususnya bagi hepar yang dapat mengalami kerusakan yang
irreversible. Jadi, pemantauan melalui pemeriksaan laboratorium harus
dilakukan untuk memastikan bahwa sistem hepatik, hematopoitik dan renal
klien masih berfungsi secara adekuat. Pasien tidak boleh minum minuman
alkohol selama menjalani pengobatan dengan metotreksat karena preparat ini
akan memperbesar kemungkinan kerusakan hepar. Metotreksat bersifat
teratogenik (menimbulkan cacat fisik janin) pada wanita hamil. Hidroksiurea
menghambat replikasi sel dengan mempengaruhi sintesis DNA. Monitoring
klien dilakukan untuk memantau tanda-tanda dan gejala depresi sumsum
tulang. Siklosporin A, suatu peptida siklik yang dipakai untuk mencegah
rejeksi organ yang dicangkokkan, menunjukkan beberapa keberhasilan dalam
pengobatan kasus-kasus psoriasis yang berat dan resisten terhadap terapi.
Meskipun demikian, penggunaannya amat terbatas mengingat efek samping
hipertensi dan nefroktoksisitas yang ditimbulkan. Retinoid oral (derivat sintetik
vitamin A dan metabolitnya, asam vitamin A) akan memodulasi pertumbuhan
serta diferensiasi jaringan epiterial, dan dengan demikian pemakaian preparat
ini memberikan harapan yang besar dalam pengobatan klien psoriasis yang
berat. Fotokemoterapi. Terapi psoriasis yang sangat mempengaruhi keadaan
umum klien adalah psoralen dan sinar ultraviolet A (PUVA).
Terapi PUVA meliputi pemberian preparat fotosensitisasi (biasanya 8-
metoksipsoralen) dalam dosis standar yang kemudian diikuti dengan pajanan
sinar ultraviolet gelombang panjang setelah kadar obat dalam plasma mencapai
puncaknya. Meskipun mekanisme kerjanya tidak dimengerti sepenuhnya,
namun diperkirakan ketika kulit yang sudah diobati dengan psoralen itu
terpajan sinar ultraviolet A, maka psoralen akan berkaitan dengan DNA dan
menurunkan proliferasi sel. PUVA bukan terapi tanpa bahaya; terapi ini
disertai dengan resiko jangka panjang terjadinya kanker kulit, katarak dan
penuaan prematur kulit (Price, 2010).
7. Fokus Intervensi
1) Kerusakan integritas kulit
Tujuam Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC Label :
.....x … jam diharapkan integritas kulit klien a. Skin care: Topical treatments (perawatan kulit: terapi
tidak mengalami kerusakan lebih jauh, dengan topikal)
kriteria hasil : 1. Pantau perkembangan kerusakan kulit klien setiap hari.
Rasional: mengevaluasi status kerusakan kulit sehingga
NOC Label :
dapat memberikan intervensi yang tepat.
a. Tissue Integrity: Skin & mucous
2. Cegah penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar
membran (integritas jaringan: kulit dan
linen tetap bersih, tidak lembab, dan tidak kusut.
membrane mukosa)
Rasional: keadaan yang lembab dapat meningkatkan
- Temperatur kulit
perkembangbiakan mikroorganisme dan untuk mencegah
- Sensasi kulit
terjadinya lesi kulit akibat gesekan dengan linen.
- Elastisitas kulit
3. Lakukan perawatan kulit secara aseptik 2 kali sehari.
- Hidrasi kulit
Rasional: untuk meningkatkan proses penyembuhan lesi
- Warna kulit
kulit serta mencegah terjadinya infeksi sekunder.
- Tekstur kulit
- Ketebalan kulit
- Bebas lesi jaringan
- Kulit intak (tidak ada eritema dan
nekrosis)
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label :
selama ... x ... jam, diharapkan klien tidak
a. Body Image Enhancement
mengalami gangguan citra tubuh dengan
1. Kaji harapan citra tubuh klien yang berdasarkan tahap
kriteria hasil :
perkembangan.
NOC Label : Rasional: dengan mengetahui harapan klien mengenai citra
- Klien mengatakan bisa menerima tubuhnya dapat membantu kita menilai seberapa besar
kondisi fisiknya gangguan citra diri yang dialami klien.
- Klien mengungkapkan kesesuaian antara 2. Bantu klien untuk mendiskusikan penyebab perubahan
body reality, body ideal, dan body karena penyakitnya.
presentation Rasional: dengan mengetahui penyebab perubahan diri
klien karena penyakitnya diharapkan klien dapat
memahami proses penyakitnya dan bisa menerima
kondisinya.
3. Monitor frekuensi pernyataan mengkritik diri.
Rasional: dengan menghitung frekuensi klien dalam
mengkritik dirinya dapat membantu mengevaluasi beratnya
gangguan citra diri klien.
4. Identifikasi strategi koping yang digunakan klien dalam
merespon perubahan penampilan.
Rasional: untuk mengetahui koping klien terhadap
perubahan kondisi fisiknya.
5. Bantu klien dalam mengidentifikasi bagian tubuh yang
dipersepsikan positif.
Rasional: dengan mengetahui dan dapat menilai sisi positif
dari tubuh klien diharapkan klien tidak malu lagi terhadap
dirinya.
6. Fasilitasi kontak dengan individu yang memiliki perubahan
pada citra tubuh yang sama dengan klien.
Rasional: klien dapat saling berbagi dengan individu yang
memiliki pengalaman yamg sama sehingga dapat
membantu klien dalam mengatasi gangguan citra tubuhnya.
7. Identifikasi support groups/keluarga untuk klien.
Rasional: support group/keluarga sangat penting untuk
selalu mendukung klien dan meningkatkan citra tubuh px
2) Ansietas
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … NIC Label :
x … jam diharapkan level ansietas klien 1. Anxiety Reduction (pengurangan ansietas)
berkurang, dengan kriteria hasil:
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan dan
NOC Label : menenteramkan hati.
a. Level Ansietas Rasional: pendekatan yang menenangkan dapat
- Klien tidak gelisah mengurangi kecemasan klien.
- Klien tidak mengalami distress 2. Kaji mengenai pandangan klien tentang situasi stress.
- Klien tidak panik Rasional: untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
- Klien tidak mengungkapkan ansietas 3. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosa,
- Klien tidak mengalami peningkatan tekanan terapi, dan prognosis.
darah (TD = 120/80 mmHg) Rasional: pemberian informasi yang aktual dapat
- Klien tidak mengalami peningkatan denyut mengurangi kecemasan klien terhadap penyakitnya.
nadi (60-100 x/menit) 4. Temani klien untuk meningkatkan rasa nyaman dan
- Klien tidak mengalami peningkatan RR (16- mengurangi rasa takut.
20 x/menit) Rasional: dengan menemani klien, dapat memberikan
rasa aman dan mengurangi kecemasan klien.
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani klien.
Rasional : dengan ditemani keluarga, klien akan merasa
termotivasi menghadapi penyakitnya.
6. Dorong klien untuk dapat mengungkapkan perasaan,
persepsi dan rasa takut secara verbal.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kecemasan klien.
7. Identifikasi apabila level ansietas klien berubah.
Rasional: untuk memberikan intervensi yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang dapat
memunculkan kecemasan.
Rasional: untuk membantu klien mengatasi kecemasan
yang dialami secara mandiri
9. Kontrol stimuli secara tepat sesuai dengan kebutuhan
klien.
Rasional: membantu klien untuk mengontrol faktor-faktor
yang dapat menstimulasi kecemasannya.
10. Dukung mekanisme pertahanan yang diperlukan secara
tepat.
Rasional: mekanisme pertahanan diri yang tepat dapat
membantu mengurangi kecemasan.
11. Instruksikan klien dalam penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membantu memberikan
rasa nyaman kepada klien
12. Observasi tanda verbal dan nonverbal ansietas klien.
Rasional: dengan mengobservasi tanda verbal dan
nonverbal dapat mengetahui tingkat ansietas klien.
13. Berikan informasi yang memadai pada pasien tentang
penatalaksanaa seperti operasi penektomi yang dilakukan,
prosedur, akibat operasi, tujuan dan proses operasi.
Rasional: informasi yang memadai dapat mengurangi
kecemasan klien dan meningkatkan kesiapan klien dalam
menghadapi operasi.
3) Resiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC Label :
.....x … jam diharapkan tidak terjadi infeksi, a. Infection control (kontrol infeksi)
dengan kriteria hasil : 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.
NOC Label : Rasional: Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari
a. Infection Severity (Keparahan infeksi) lingkungan dan orang lain.
- Tidak ada kemerahan 2. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar
- Tidak terjadi hipertermia lingkungan dengan cara menutup dengan kasa streril.
- Tidak ada nyeri Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.
- Tidak ada pembengkakan 3. Ajarkan klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang
benar.
b. Risk Control (Kontrol resiko) Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari
- Klien mampu menyebutkan factor-faktor mikroorganisme yang ada di tangan.
resiko penyebab infeksi 4. Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
- Klien mampu memonitor lingkungan Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih
penyebab infeksi efektif untuk membunuh bakteri.
- Klien mampu memonitor tingkah laku 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
penyebab infeksi keperawatan.
- Tidak terjadi paparan saat tindakan Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
keperawatan 6. Terapkan Universal precaution.
Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan.
Rasional: untuk meminimalkan terkontaminasi mikroba
atau bakteri.
8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan
cairan adekuat.
Rasional: Menjaga ketahanan sistem imun.
9. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk resiko
infeksi pada klien.
10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
Rasional: agar dapat melaporkan kepada petugas lebih
cepat, sehingga penangan lebih efisien.
11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi klien
b. Infection protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Rasional: agar memudahkan pengambilan intervensi
2. Monitor hitung granulosit, WBC
Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Rasional: untuk mengetahui tinggi/rendahnya tingkat
infeksi pada klien, sehingga memudahkan pengambilan
intervensi
4. Berikan perawatan kulit.
Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari
bakteri.
5. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas dan drainase
Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya inspeksi.
6. Inspeksi kondisi luka
Rasional: untuk mempermudah pengambilan intervensi
selanjutnya
DAFRTAR PUSTAKA
Djuandha, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Smeltzer, Suzanne. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC