Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB II
APLIKASI PROSES KEPERAWATAN
DI AREA GAWAT DARURAT DAN KRITIS
1) Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang mengharuskan
perawat menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian meliputi proses
pengumpulan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa keperawatan sesuai
hasil analisis data. Pengkajian awal dalam keperawatan intensif sama dengan
pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan sistem. Namun ketika klien yang telah
dirawat menggunakan alat bantu nafas mekanik pengkajian diarahkan ke hal-hal yang
lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak penggunaan alat. (Kemenkes,
2006).
Menurut AACN pengkajian pada pasien kritis merupakan kompetensi yang
esensial bagi perawat kritis. Pendekatan tradisional seperti mengkaji riwayat kesehatan
pasien, evaluasi dan pemeriksaaan fisik secara komprehensif adalah hal yang ideal,
namun kadang jarang dilakukan karena perawat berhadapan dengan situasi yang
mengancam nyawa. Maka dari itu tehnik pengkajian harus dimodifikasi untuk
menyeimbangkan kebutuhan informasi, sementara menghadapi situasi gawat pada
pasien.
Terdapat 2 pendekatan dalam pengkajian pasien yaitu pengkajian per sistem dan
head to toe. Sbagian besar perawat kritis memodifikasi keduanya. Pengkajian dilakukan
mulai dari pasien masuk sampai dengan kondisi pasien berubah atau bertransisi ke fase
selanjutnya. Proses pengkajian bisa dilihat dari 4 tahap yang berbeda yaitu prearrival,
admission quick check, comprehensive dan ongoing assesment (Chulay dan Suzanne,
2006), sebagai berikut:
a. Prearrival assesment
Pengkajian prearrival dimulai ketika perawat sudah menerima informasi
dari tim kesehatan yang berada di unit lain (IGD, ruang operasi, rujukan RS lain,
pasien pindahan dari ruangan atau ruang penyakit dalam) bahwa akan ada pasien
yang akan dirawat di ruang intensif dengan kondisi yang sudah menurun atau bisa
juga tidak stabil. Hal yang dikaji pada prearrival assesment meliputi data yang
singkat tentang pasien, misalnya nama, usia, jenis kelamin, keluhan utama,
diagnosa, riwayat kesehatan, status fisiologis, peralatan invansif yang terpasang,
obat-obatan, status tes laboratorium, serta penataan ruang lengkap termasuk
kebutuhan peralatan, misalnya monitoring jantung, ventilator, syringe pump, dan
sebagainya. Selain itu penting memperhatikan potensial kewaspadaan isolasi
(misalnya pada pasien yang memerlukan isolasi penyakit pernapasan) untuk
melindungi pasien dan penyedia pelayanan terpajan infeksi. (Chulay, M dan
Suzanne,M.B., 2006).
Di Indonesia informasi prearrival biasa diperoleh oleh perawat via telpon,
petugas admisi, atau perawat IGD, ruangan dan operasi yang datang langsung ke
ICU, setelah itu perawat menyiapkan bed, monitor dan peralatan-peralatan lain
sesuai keadaan pasien. Beberapa unit kritis mempunyai standar ruang perawatan
yang dibuat berdasarkan diagnosa terbanyak dari pasien yang datang.
Standar alat dan monitoring menyangkut kebutuhan pasien misalnya IV
line, obat dan peralatan tambahan). Selain itu penting juga untuk menyiapkan
rekam medik, flowchart, catatan obat, lembar intake output dan pengkajian pasien.
Pada pengkajian ini juga melaporkan prosedur yang belum dilakukan. Standar
peralatan ruangan di ICU menurut Chulay, M dan Suzanne,M.B., (2006) yaitu:
a) Bedside monitor, EKG dan peralatan invasif.
b) Elektrode EKG
c) Manset tekanan darah
d) Oksimetri
e) Kateter suction dan alat suction
f) Peralatan bagging dan maskernya
g) Ventilator dan peralatan oksigen
h) Tiang infus dan infus pump
i) Trolley kereta disamping bed seperti swab alkohol, sarung tangan bersih, kasa
dressing dan syringe pump.
j) Fasilitas kebersihan tangan termasuk sabun cair dan handrub alkohol.
k) Form admisi dan dokumentasi.
Lakukan primary survey atu mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah :
a. Airway dengan kontrol servikal (gangguan airway adalah pembunuh tercepat)
b. Breathing dengan oksigenasi dan ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability, status neurologis dan nilai GCS
e. Exposure/environmental,buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
1. Lihat dada penderita dengan membuka untuk melihat pernafasan yang baik.
Lihat apakah ada jejas, luka terbuka, dan ekpansi kedua paru.
2. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam kedua paru
dengan mendengar bising nafas (jangan lupa sekaligus memeriksa jantung)
3. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara(hipersonor) atau darah (dull)
dalam rongga pleura.
4. Palpasi merasakan ada atau tidaknya suara krepitasi yang menandakan adanya
fraktur, dislokasi, atau keadaan mengancam lainnya.
Cedera thorax yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan
ditemukan pada saat melakukan survai primer adalah:
Tension pneumothorax
Flail chest dengan kontusio paru
Pneumotoraks terbuka
Hematothoraks masif
1. Ventilasi tambahan
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan pernafasan
(assisted ventilation). Di UGD sebaiknya membantu pernafasan adalah dengan
memakai Bag-valve Mask (‘Ambu Bag’), yang lebih dikenal dengan tindakan
bagging ataupun memakai ventilator untuk mendapatkan konsentrasi oksigen
100%.
2. Oksigen
Berikan oksigen, apabila diperlukan kosentrasi oksigen yang tinggi dengan
memakai rebreathing atau non-rebreathing mask, atau dengan kanul (berikan 5-6
LPM)
2. Secondary Survey
Survai sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut
sampai ujung kaki, dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukan jari
(tube finger in every orifice).
Sedikit mengenai pengertian stabil: penderita stabil berarti bahwa keadaan
penderita sudah tidak menurun. Mungkin masih ada tanda syok, namun tidak
bertambah berat. Ini berbeda dengan keadaan normal, dimana penderita kembali
pada keadaan normal. Survai sekunder juga harus meliputi pemeriksaan yang teliti
akan setiap lubang alami ( tubes and finger in every orifice ).
1. Anamnesis
Anamnesis harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai
cedera yang mungkin di derita. Beberapa contoh:
Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman : cidera
wajah, maksilo-fasial, servikal, toraks, abdomen dan tungkai bawah.
Jatuh dari pohon setinggi 6 meter : perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
Terbakar dalam ruangan tertutup : cidera inhalasi, keracunan CO
Anamnesis juga harus meliputi:
A : Alergic/Alergi
M : Medication / Obat-obatan
P : penyakit sebelumnya yang diderita : hipertensi, DM
L : Last meal (terakhir makan jam berapa, bukan makan apa)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
Dapatkan riwayat AMPLE dari penderita, keluarga, atau petugas pra RS.
2. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Cukup sering terjadi bahwa penderita
yang nampaknya cedera ringan, tiba-tiba ada darah dilantai yang berasal dari
tetesan luka di belakang kepala. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala
dan wajah untuk adanya laserasi, kontusi, fraktur, dan luka termal.
b. Wajah
Ingat prinsip: ‘look-listen-feel’. Apabila cedera sekitar mata jangan
lalai memeriksa mata, karena pemengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re-evaluasi tingkat kesadaran
dengan skor GCS
Mata : periksa cornea ada cedera atau tidak, pupil mengenai isokori serta
refleks cahaya, acies visus dan acies campus.
Hidung : apabila ada pembengkakan, lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
Zygoma : apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasi akan
adanya fraktur zygoma.
Telinga : periksa dengan senter mengenai keutuhan membrana timpani atau
adanya hemotimpanum.
Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas.
Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
c. Vetebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk
seorang petugas tetap melakukan fiksasi pada kepala.
Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot
tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema
subkutan, deviasi trakea, dan simestri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris
dan proteksi servikal.
d. Toraks
Pemeriksaan dilakukan dengan look-listen-feel. Inspeksi dinding
dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul/
tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspamsi toraks bilateral.
Auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas (bilateral) dan bising
jantung. Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi untuk adanya
hipesonor dan keredupan (dullnes)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepal dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans ototdan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan
dan belakang untuk adanya trauma tajam, tumpul, dan adanya perdarahan
internal.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri
lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri
lepas yang jelas, atau uterus yang hamil. Bila ragu-ragu akan adanya
perdarahan intra-abdominal dapat dilaukan pemeriksaan DPL (diagnostic
peritoneal lavage), ataupun USG (ultra-sonography).
f. Pelvis
Cedera pada pelvis yang berat, akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini kemungkinan penderita
akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
pasang PASG/ gurita untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
g. Ekstremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan ‘look-feel-move’. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur (frakturb
terbuka), pada saat palpasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal
dari fraktur, pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra-kompartemen dalam
ekstermitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah) mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan.
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dengan ‘log roll’(memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan dimana
membuat kesimpulan dari data baik subyektif maupun obyektif yang telah
terkumpul yang dibandingkan dengan hipotesis dan pernyataan diagnostik yang
menggambarkan kebutuhan pasien serta keluarga untuk (Hapooja, 2014 dan
Deswani, 2009).
Menurut Bell (2012) kompetensi perawat dalam diagnosa keperawatan
adalah membuat diagnosa atau kondisi relevan dari data hasil pengkajian;
memvalidasi diagnosa tersebut dengan pasien, keluarga dan pelayanan kesehatan;
mendokumentasikan diagnosa dan issu yang relevan dalam format yang jelas dan
mudah dipahami.
Menurut Deswani (2009) proses diagnosa keperawatan terdiri dari proses
interpretasi data dan proses menjamin keakuratan doagnosis tersebut. Selain itu hal
yang perlu diperhatikan dalam diagnosa keperawatan adalah masalah yang
diidentifikasi dalam proses ini mendasari rencana keperawatan. Apabila data
tersebut tidak akurat, tepat, spesifik, dan lengkap maka menghasilkan rencana
keperawatan yang tidak akurat juga dan sebaliknya.
Deswani (2009) juga menyatakan bahwa perawat bertanggungjawab dalam
mengenal masalah klien, mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi dan
melatih kemampuan dalam meyakinkan dan menentukan waktu yang tepat untuk
melakukan intervensi kepada klien. Sementara peran perawat adalah berperan
secara independent, membedakan perannya dengan dokter, memfokuskan peran
mandiri serta menunjukkan bahwa asuhan keperawatan tersebut berkualitas.
Marlynn, Mary & Alice (2014) dan Deswani (2009) menyatakan terdapat
beberapa tahap dalam membuat diagnosa keperawatan yaitu:
1) Mengumpulkan data klien
Data klien diperoleh dengan wawancara, pengkajian fisik dan tes penunjang
yang dikombinasikan dengan data yang diperoleh dari petugas kesehatan
lainnya.
2) Mengkaji dan menganalisis data yang telah diperoleh
3) Mensintesis data yang telah terkumpul sebagai satu kesatuan dan memberikan
label (clinical judgment ) tentang respon klien kedalam masalah aktual atau
beresiko tinggi.
4) Menghubungkan dan membandingkan hubungan dari clinical judgment dengan
faktor yang berhubungan dan karakteristik untuk menentukan diagnosa
keperawatan.
5) Mengkombinasikan diagnosis keperawatan dengan faktor – faktor yang
berhubungan dan karakteristik untuk membentuk pernyataan diagnosa.
4. Perencanaan
Pembuatan kriteria hasil dan perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari
proses keperawatan. Setelah perawat mengkaji kondisi klien dan menetapkan
diagnosis keperawatan, perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan
digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien. Standar Pelayanan ICU
kemenkes (2006) menyatakan bahwa rencana dibuat setelah memprioritaskan
diagnosa. Perencanaan ini mencakup 4 unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring,
terapi keperawatan, pendidikan dan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah
kemampuan untuk melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat,
fasilitas, kebijakan dan SOP. Menurut Gilbert, dkk (2009) ada empat elemen
penting yang harus diperhatikan saat membuat perencanaan keperawatan:
1) Membuat Prioritas
Masalah yang mengancam jiwa harus diprioritaskan daripada masalah yang
tidak mengancam jiwa. Berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow, ada lima
tingkatan prioritas penentuan masalah keperawatan. Prioritas tersebut dengan
urutan sebagai berikut kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan
mencintai dan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri. Hal
ini mengandung kesimpulan bahwa di area keperawatan kritis, kebutuhan
fisiologis harus menjadi masalah keperawatan yang utama.
2) Menetapkan tujuan dan membuat kriteria hasil
Tujuan yang diharapkan harus mampu diukur dan reliabel. Perawat
menetapkan nilai untuk klien dalam waktu tertentu. Universitas IOWA,
mengembangkan pengklasifikasian untuk merumuskan tujuan, kriteria hasil
dan intervensi keperawatan. Pengklasifikasian tersebut dikenal sekarang ini
dengan nama Nursing Outcomes Classification (NOC) untuk menentukan
tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dan Nursing Intervention
Classification (NIC). Contoh penggunaan tujuan yaitu klien mampu
melakukan perpindahan tempat tanpa bantuan, klien mampu menjelaskan
kembali apa yang sudah dijelaskan, dan seterusnya.
3) Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan
Perawat melakukan perencaan tindakan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.Intervensi keperawatan dikatergorikan menjadi tiga katergori,
yaitu independen, interdependen, dan dependen. Tindakan yang independen
antara lain pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan kesehatan, promosi
kesehatan, dan konseling. Dalam melakukan tindakan mandiri tersebut
perawat harus mampu mengatur dan membangun keamanan, lingkungan yang
terapeutik, dan komunikasi yang efektif. Tindakan interdependen merupakan
tindakan yang dilakukan oleh perawat bekerjasama dengan ilmu disiplin yang
lain
4) Pendokumentasian
Kriteria hasil yang dibuat menjadi tolok ukur tindakan yang sudah dilakukan
harus berdasarkan hal-hal berikut:
a) Didasarkan pada diagnosis keperawatan
b) Didokumentasikan dengan kata serta bisa diukur
c) Realitas dan bisa dicapai
d) Bisa dilakukan dan dikembangkan oleh klien dan tenaga kesehatan
5). Mencerninkan tindakan keperawatan yang dilakukan dan diobservasi oleh
perawat
5. Intervensi
Intervensi adalah tahap keempat proses keperawatan. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, memungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan (Debora Oda, 2011). Perawat merawat pasien akut dan
sakit kritis mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan pemberian
perawatan, dan mempekerjakan strategi untuk mempromosikan kesehatan dan
lingkungan yang aman.
Kriteria Pengukuran menurut AACN (2008) yaitu:
1) Intervensi yang disampaikan dengan cara yang meminimalkan komplikasi dan
situasi yang mengancam jiwa.
2) Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam melaksanakan rencana sesuai dengan
tingkat partisipasi mereka dan kemampuan pengambilan keputusan.
3) Intervensi yang responsif terhadap keunikan pasien dan keluarga dan membuat
penuh kasih dan lingkungan terapeutik , dengan tujuan untuk mempromosikan
kenyamanan dan mencegah penderitaan.
4) Rencana dan modifikasi yang diterapkan didokumentasikan .
5) Kolaborasi untuk melaksanakan rencana tersebut terjadi dengan pasien,
keluarga, penyedia layanan kesehatan, dan sistem kesehatan.
6) Rencana memfasilitasi pembelajaran bagi pasien, keluarga, staf perawat,
anggota lain dari kesehatan yang tim, dan masyarakat termasuk namun tidak
terbatas pada pengajaran kesehatan, promosi kesehatan, dan manajemen
penyakit sesuai dengan karakteristik pasien.
Selama proses implementasi perawat masih melakukan pengkajian,
mendiagnosa dan membuat rencana perawatan apabila ada perubahan pada status
kesehatan klien. Perawat juga dapat melakukan pengkajian ulang terhadap hasil
diagnostik klien, progress mote dan berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan
yang lain. Beberapa persiapan yang harus perawat lakukan sebelum datang ke klien
seperti:
1) Baca kembali rencana yang telah dibuat dan validasi dengan klien dan anggota
tim lainnya apakah rencana yang dibuat sesuai dengan status kesehatan klien
saat ini, dan lakukan perubahan apa bila diperlukan.
2) Pastikan perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan memiliki kompetensi
yang sesuai, apabila perawat tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan
maka delegasikan pada perawat yang telah memenuhi kriteria kompetensi.
3) Persiapkan klien dan berikan informasi mengenai tindakan yang akan
diberikan.
4) Persiapkan lingkungan seperi ruangan, pencahayaan, peralatan, dan sumber
daya.
Keempat tahapan tersebut mempermudah interaksi antara perawat dengan
klien, dan perlu diingat kembali bahwa intervensi keperawatan ini berpusat pada
klien dan perawat perlu mencatat semua respon klien selama intervensi agar dapat
dilakukan evaluasi dan perbaikan. Intervensi keperawatan mencakup beberapa hal
sebagai berikut: (AACN, 2008)
1) Tindakan langsung yang dilakukan terhadap klien
2) Membantu klien untuk melakukan aktifitasnya
3) Mengobservasi dan supervisi klien apabila kliem mampu melakukan aktifitas
secara mandiri
4) Memberikan pengetahuan kepada klien dan keluarga
5) Memberikan konseling terhadap klien dan keluarga
6) Memonitor dan mengkaji kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit
yang diderita klien.
Dalam proses intervensi perawat perlu membuat pendokumentasian yang
baik sehingga perubahan yang terjadi pada status kesehatan klien dapat
diinformasikan kepada anggota tim kesehatan yang lain. Menurut ACNP (Acute
Care Nursing Practioner) intervensi keperawatan dalam pelaksanaannya memiliki
tujuan untuk: (AACN, 2008)
1) Membangun hubungan terapetik dengan klien dan pemberi pelayanan lainnya.
2) Mampu mengatur masalah akut, kronik dan kompleks.
3) Memberikan intervensi awal (farmakologis dan non farmakologis) untuk
masalah mental yang biasanya muncul pada klien dengan penyakit akut,
kronik dan kompleks.
4) Melakukan atau mendelegasikan tindakan yang perlu dilakukan kepada orang
yang ahli, sesuai dengan lingkup yang ada dan memperhatikan etik dengan
pertimbangan keamanan, kualitas dan cost efficient.
5) Melaksanakan rencana perawatan yang menggabungkan tujuan restoratif,
curatif, rehabilitatif, maintanance, paliatif dan end-o-life.
6) Berkolaborasi dengan anggota tim interprofesional untuk melaksanakan
rencana perawatan.
7) Melaksanakan intervensi untuk memonitor, menyokong, memperbaiki dan
mendukung klien dengan gangguan penurunan fisiologis yang cepat termasuk
melaksanakan advance life support dan tindakan invasif atau non invasif yang
membantu mengembalikan keadaan stabil.
8) Memonitor efek dari pengobatan termasuk namun tidak terbatas pada
manajemen gejala, manajemen nyeri, sedasi, physical teraphy, occupational
teraphy, terapi bicara, kesehatan rumah, terapi nutrisi dan paliatif atau end-life
terapi.
9) Memonitor pengobatan dan alat-alat yang digunakan dalam pemberian
perawatan sesuai dengan yang seharusnya termasuk pembatasan pemberian
oksigen, BPAP, prosthetic, spint, dan peralatan adatif.
10) Memiliki sertifikat yang disyaratkan
11) Memberikan rujukan dan konsultasi yang sesuai.
12) Melakukan konsultasi sesuai dengan pengetahuan, pendidikan dan
pengalaman.
13) Melakukan promosi kesehatan, menjaga kesehatan, melindungi kesehatan dan
pencegahan terhadap penyakit yang sesuai dengan umur klirn, tahap
perkembangannya, enis kelamin, budaya dan status kesehatan.
14) Menggunakan teknologi dengan benar sesuai dengan etik dalam melaksanakan
rencana perawatan.
15) Melaksanakan intervensi terapetik yang mengutamakan keselamatan dan
mengurangi resiko.
16) Tepat, percaya diri, dan mengikuti semua ketentuan etik profesi, menentukan
keputusan, dan respon klien dalam catatan kesehatan klien yang dapat
dimengerti dan diperbaiki.
17) Komunikasikan perkembangan rencana perawatan pada klien, pemberi
pelayanan kesehatan dan tim interprofesional.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan yang merupakan
dasar pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindakan
keperawatan dan sekaligus merupakan alat untuk melakukan pengkajian ulang
dalam upaya melakukan modifikasi/ revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat
dilakukan setiap akhir tindakan pemberian asuhan yang disebut sebagai proses dan
evaluasi hasil yang dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan
pada akhir perawatan. Evaluasi dicatat pada catatan perkembangan klien
(Kemenkes, 2006) Adapun kriteria pengukuran yaitu:
a. Evaluasi bersifat sistematis dan berkelanjutan dengan menggunakan teknik
berbasis bukti dan instrumen .
b. Tim penyedia pasien, keluarga, dan kesehatan yang terlibat dalam proses
evaluasi sebagai tepat.
c. Evaluasi efektivitas intervensi untuk mencapai hasil yang diinginkan terjadi
d. Evaluasi terjadi dalam kerangka waktu yang tepat setelah intervensi dimulai
e. Data penilaian yang sedang berlangsung akan digunakan untuk merevisi
diagnosa, hasil, dan rencana yang diperlukan .
f. Hasil evaluasi didokumentasikan
Kriteria evalusi tergambar dalam pemberian pelayanan oleh perawat.
Dalam melakukan evaluasi perawat menggunakan analitis kritis dari rencana yang
telah dilakukan apakah perlu perbaikan ataukah tujuan yang diharapkan telah
tercapai. Tujuan dari proses evaluasi menurut Lombardo, D. (2005) adalah untuk
estimasi apakah pemberian pelayanan efektif atau tidak. Evaluasi mungkin step
terakhir dari proses keperawatan tetapi bukan tindakan terakhir. Evaluasi
membantu perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan
kualitas perawat sendiri dan ini merupakan siklus yang tidak pernah selesai.
Evaluasi membutuhkan pengkajian yang terus menerus terhadap kondisi
menentukan tindakan keperawatan yang sesuai, apakah perawat perlu melakukan
perubahan pada intervensi yang dilakukan, mengembangkan masalah yang
dihadapi oleh klien dan perlu tidaknya mengubah prioritas untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan yang berubah.
DAFTAR PUSTAKA
American Association of Critical Care Nurses. (2008). Scope and Standards of Practice
for The Acute Care Nurse Practitioner. AACN Critical Care Publication : USA.
Diakses 17 Maret 2013.
Bell, L. (2015). AACN Scope and Standard for Acute and Critical Care Nursing Practice.
USA.
Chulay, M dan Suzanne,M.B. (2006). AACN Essentials Of Critical Care Nursing. USA:
The McGraw-Hills Companies Inc.
Cruz, D. Guedes, E. Santos, A. Sousa, R. Turrini, T. Maia, M. Araújo, N. (2016). Nursing
process documentation: rationale and methods of analytical study, Rev Bras
Enferm, (1), pg. 183-189.
De Medeiros Dantas, AL., de Almeida Medeiros, AB., de Araújo Olímpio, J., de Sá
Tinôco, JD., da Conceição Dias Fernandes, MI. and de Carvalho Lira, ALB.
(2016). Nursing Diagnoses of the Domain Safety/Protection and Socioeconomic
and Clinical Aspects of Critical Patients. Open Journal of Nursing, 6 pg.314-322.
Debora Oda. (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine
medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Kemenkes. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan Di ICU. Jakarta: Direktorat
Keperawatan Dan Keteknisian Medis Dirjen Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan.
Lombardo, D. (2005). Patient asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehy’s
manual of emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby.
Marlynn, D., Mary, M., & Alice, M. (2014). Nursing Care Plan: Guidelines for
Individualizing. Philadelphia: Davis Company.
Newfield, SA. Hinz, M. D. Scott Tilley, D. Sridaromont, K. L. Joy Maramba, P. (2007).
Cox's clinical applications of nursing diagnosis Adult, Child, Women’s, Mental
Health, Gerontic, and Home Health Considerations. F. A. Davis Company
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatn Konsep dan Praktik ed. 2. Jakarta:
Salemba Medika Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatn Konsep
dan Praktik ed. 2. Jakarta: Salemba Medika
Yildirim & Ozkahraman. 2011. Critical Thingking in Nursing Process and Education.
International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 13.