Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KELAS 3A
Disusun Oleh :
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini
tidak akan terselesaikan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan makalah
ini lebih lanjut.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENGERTIAN
5
(sel nul), deret limfosit T dan deret limfosit B, yang tidak dapat dibedakan dengan
pewarnaan konvesional (Wiwik dan Andi, 2008).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan kolonal dari sel-sel
prekusor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan
sisanya merupakan leukemia sel T. leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang
paling banyak pada anak-anak walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah
dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal (Sudoyo et al. 2009)
Dari beberapa pengertian ALL diatas dapat disimpulkan bahwa Akut
limfoblastik leukemia adalah penyakit keganasan sel darah putih yang disebabkan
oleh akumulasi sel limfoblas yang banyak terdapat di sunsum tulang dimana sel-
sel normal berkembang menjadi limfosit, kemudian berubah menjadi ganas. Sel-
sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya berasal dari limfosit T. Sering terjadi
pada anak-anak, dan dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi.
6
BAB II
PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Etiologi
Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada
penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan
atau bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010).
Sedangkan menurut (Wiwik dan Andi, 2008) sebagian besar penderita
Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan
abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus
disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B, tetapi ada beberapa
factor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, yaitu factor genetik, sinar
radioaktif atau paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan
maupun saat kanak-kanak. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka
kejadian LLA karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah
yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih
dalam proses pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia
anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA Selain itu,
infeksi virus Epstein-Barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian
LLA.
B. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2009), patofisiologi Akut Limfoblastik Leukimia
sebagai berikut : AKut Limfoblastik Leukimia meningkat dari sel batang limfoid
tunggal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan
di dalam sumsum tulang. Biasnya dijumpai tingkat pengembangan limfoid yang
berbeda dalam sumsum tulang, mulai dari yang premature hingga hampir manjadi
sel normal.
Derajat kematangan merupakan petunjuk untuk menentukan atau
meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi, ditemukan sel muda
limfoblast dan biasnya terdapat leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%).
7
Jumlah leukosit neutrophil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin
dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukan sel-sel
blast yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari stem sel limfoid, Pre-B,
early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit
T juga berasal dari stem sel pluripotent, berkembang menjadi stem sel limfoid, sel
timosit matur, cimmon thymosit, timosit matur, serta menjadi limfosit T helper
dan limfosit T supresor.
Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada
sumsum syaraf pusat yaitu sakit kepala, muntah-muntah, kejang dan gangguan
penglihatan.
8
C. Pathway
9
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik akut limfoblastik leukemia Menurut (Wiwik dan
Andi,2008) adalah sebagai berikut :
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah lelah
3. Demam tanpa infeksi, anoreksia, mual dan muntah
4. Berat badan menurun
5. Sering ditemukan suatu massa abnormal.
6. Pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomegaly, hepatomegaly,
limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
Sedangkan menurut (Hoffbrand and Moss, 2011) manifestasi klinis ALL
adalah sebagai berikut
1. Anemia (pucat, letargi, dan dispnea)
2. Neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan,
kulit, saluran pernafasan, perianus atau bagian lain)
3. Trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah, dan
menoragia)
E. Klasifikasi
Klasifikasi Leukimia limfoblastik akut menurut (Wiwik dan Andi,2008)
adalah sebagai berikut :
1. L - ₁ terdiri dari sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin yang sangat
halus, anak inti atau nukleus umumnya tidak nampak dan sitoplasma
10
2. L - ₂ pada jenis ini limfoblas adalah besar tetapi ukurannya befariasi,
terdapat limfoblas besar dan kecil, dengan sitoplasma yang relatif banyak
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Akut Limfoblastik Leukimia menurut (Wiwik
dan Andi,2008) adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah tepi, hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
a. Ditemukan sel muda limfoblast
b. Leukositosis (60%)
c. Kadang-kadang leukopenia (25%)
d. Jumlah leukosit neutrophil sering kali rendah
e. Kadar hemoglobin dan trombosit rendah
2. Pemeriksaan sumsung tulang
Pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel blast yang
dominan, memberi gambaran yang lebih jelas dibandingkan hapusan
darah, dan memungkinkan diagnosis yang lebih awal sebab leukemia
bermula di sumsum tulang.
Jika sel leukemia sudah terdapat dalam darah, berarti penyakit sudah lama
dan sumsum tulang mungkin sudah dipenuhi oleh sel leukemia. Dinding
sinusoid mungkin sudah rusak, sehingga sel muda (sel leukemia) dengan
leluasa keluar dari sumsum tulang masuk ke peredaran darah. Sel
leukemia yang aktif berpoliferasi lebih mudah dimatikan dengan nerbagai
obat, tetapi sel leukemia yang dalam stadium G0 sangat resisten.
11
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ALL menurut (Hoffbrand and Moss, 2011) sebagai berikut :
Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah ALL adalah kemoterapi dan
kadang radioterapi. Dan protocol pengobatan sangatlah kompleks.
1. Induksi remisi
Saat dating pasien dengan leukemia akut memiliki beban tumor yang
sangat tinggi dan beresiko besar mengalami komplikasi kegagalan
sumsum tulang dan infiltrasi leukemia. Tujuan induksi remisi adalah
dengan cepat mematikan sebagian besar sel tumor da membawa pasien ke
dalam remisi. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah
Deksametason, Vinkristin 1,5 mg/minggu secara IV, dan Asparaginase
10.000 U/m². pasien yang gagal mencapai remisi perlu menjalani
pengobatan yang lebih intensif.
2. Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang
bersembunyi dalam SSP dan testis)
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi
Terapi ini menggunakan dosis tinggi baragam obat kemoterapi untuk
mengeliminasi penyakit atau mengurangi beban tumor ke tingkat yang
sangat rendah.
c. Terapi pemeliharaan (maintenance)
Umumnya digunakan 6 Mercaotopurine per oral, diberikan 2-3 tahun
dengan diselingi terapi konsolidasi
3. Terapi kekambuhan
Jika terjadi kekambuhan selama atau segera setelah kemoterapi
pemeliharaan maka prognosis buruk. Biasanya diberikan obat seperti
Klofarabin untuk membantu. Jika memungkinkan kemoterapi diikuti
denga transplatasi sel punca alogenik.
Jika kekambuhan terjadi beberapa tahun setelah semua terapi dihentikan,
maka prognosis lebih baik dan pasien diberi terapi reduksi, konsolidasi,
dan pemeliharaan. Juga di indikasikan trasplatasi sel punca alogenik
12
H. Komplikasi
Menurut Wiwik Handayani dan Andi Sulistyo Haribowo 2008, komlikasi
ALL sebagai berikut :
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit
yang rendah ditandai dengan
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar
ujung jarum dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika
trombosit <20.000 mm³ darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan.
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit dan normal. Meningkat sesuai
derajat neutropenia dan disfungsi umum.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal
Akibat pengeluaran sel-sel besar saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam uratsehingga perlu asupan cairan yang tinggi
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
I. Anticipatory guidance
1. Orang tua harus memperhatikan pengobatan anak, selalu damping dan
berikan semangat.
2. Orang tua tetap harus memperhatikan makanan anak, kurangi fast
food dan perbanyak buah dan sayuran.
13
3. Dalam masa pengobatan, usahakan anak terhindar dari lingkungan
kotor, karena biasanya antibody anak lemah, sehingga mudah
terserang penyakit lain.
4. Jangan diperlakukan beda dengan anak lain, tetap sama ratakan dia,
biarkan ia bermain, sekolah dan berkreasi seperti biasa
14
BAB III
RENCANA KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, faktor biologis
3. Resiko infeksi dengan factor resiko pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (penurunan Hb, leukopenia, tindakan invasive)
4. Resiko syok Hipovolemik dengan factor resiko perdarahan dan penurunan jumlah trombosit
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau anemia
B. Intervensi Keperawatan
15
berkurang dengan criteria hasil : yang nyaman
1. Skala nyeri hilang 4. Ubah posisi secara
2. Klien mengatakan nyeri periode\
berkurang 5. Berikan lingkungan
3. Ekspresi wajah rileks yang tenang dan
4. Mampu menggunakan nyaman
teknik non farmakologis 6. Ajarkan teknik relaksasi
untuk mengatasi nyeri napas dalam
7. Kolaborasi pemberi
ananalgetik
2 Ketidak seimbangan nutrisi NOC : NIC 1. Mengidentifikasi
kurang dari kebutuhan tubuh Nutrision status Nutrision Management kekurangan
berhubungan dengan, faktor KH : Nutrision Monitoring kebutuhan untuk
biologis Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nutrisi secara membantu memilih
keperawatan ….. x 24 jam, seksama intervensi
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien 2. Monitor konjungtiva 2. Membantu
terpenuhi dengan kriteria hasil : 3. Monitor intake nutrisi mengidentifikasi
1. Adanya peningkatan berat 4. Auskultasi bising usus kekurangan Hb
badan 5. Monitor HB 3. Mengawasi intake
6. Anjurkan timbang berat nutrisi yang masuk
2. Mampu mengidentifikasi
badan 4. Kembalinya fungsi
kebutuhan nutrisi usus menunjukan
3. Tidak ada tanda tanda mal 7. Kolaborasi pemberian
vitamin kesiapan untuk
nutrisi makan lagi
4. Tidak terjadi penurunan 5. Memantau
berat badan yang berarti perkembangan lebih
lanjut
6. Mengetahui
pertumbuhan pasien
7. Dapat meningkatkan
nafsu makan
16
3 Resiko infeksi dengan faktor NOC : 1. Tempatkan pada 1. Melindungi dari
resiko pertahanan tubuh sekunder Immune status ruangan khusus, batasi sumber potensia
tidak adekuat (penurunan Hb, Knowledge infection control pengunjung sesuai infeksi
leukopenia, tindakan invasive) Risk control indikasi 2. Mencegah
KH: 2. Berikan protocol untuk kontaminasi/
Setelah dilakukan tindakan mencuci tangan yang menurunkan resioko
keperawatan diharapkan resiko baik untuk semua infeksi
infeksi tidak terjadi dengan criteria : petugas dan pengunjung 3. Hipertermia lanjut
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Awasi suhu terjadi pada
gejala infeksi 4. Beri obat sesuai indikasi beberapa tipe infeksi
2. Menunjukkan kemampuan 4. Dapat diberikan
untuk mencegah secara profilaktik
timbulnyainfeksi atau mengobati
3. Jumlah leukosit dalam batas infeksi khusus
normal
4. Menunjukkan perilaku
hidup bersih sehat
4 Resiko syok Hipovolemik dengan NOC 1. Monitor TTV 1. Perawat perlu terus
faktor resiko perdarahan dan Syok prevention 2. Monitor keadaan umum mengobaservasi vital sign
Syok management pasien untuk memastikan tidak
penurunan jumlah trombosit
3. Jelaskan pada pasien terjadi presyok / syok.
KH dan keluarga tanda 2. Untuk memonitor kondisi
Setelah dilakukan tindakan perdarahan, dan segera pasien selama perawatan
keperawatan selama …x24 jam, laporkan jika terjadi terutama saat terjadi
diharapkan tidak terjadi perdarahan perdarahan perdarahan
dengan kriteria hasil : 4. Kolaborasi Pemberian 3. Dengan melibatkan psien
1. TTV dalam batas normal cairan intravena dan keluarga maka tanda-
2. Irama napas normal 5. Kolaborasi pemeriksaan tanda perdarahan dapat
3. pH darah normal : HB, PCV, trombosit segera diketahui dan
17
4. Na K dalam batas normal tindakan yang cepat dan
tepat dapat segera
diberikan.
4. Cairan intravena
diperlukan untuk
mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara
hebat.
5. Untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh
darah yang dialami pasien
dan untuk acuan
melakukan tindakan lebih
lanjut.
18
tanda fisiologis tidak toleran indikasi 4. Memaksimalkan
4. Berikan oksigen sediaan oksigen
tambahan untuk kebutuhan
seluler
19
DAFTAR PUSTAKA