Você está na página 1de 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mengalami masalah kesehatan yang kompleks, penyakit yang
diderita oleh masyarakat sebagian besar penyakit infeksi menular, namun
pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular.
Sedangkan Indonesia juga menghadapi penyakit yang muncul seperti demam
berdarah dengue (DBD), HIV-AIDS, chikungunya, Severe Acute Respiratory
Syndrom (SARS). Mengenai penyakit HIV-AIDS yaitu (HIV) Human
Immunodeficiency Virus yaitu virus yang dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh yang akan berlanjut ke fase AIDS. Penyakit ini telah
menjadi pandemik yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena penyakit
ini memiliki fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam
perjalanan penyakitnya, sedangkan jumlah kasus HIV- AIDS dari tahun ke
tahun terus meningkat.
Sejak pertama kali ditemukan, tahun 1987 sampai, dengan Desember 2016,
HIV-AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di seluruh provinsi
di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya HIV-AIDS adalah
Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi
pada Tahun 2012. Dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2016 jumlah
infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 13.287 orang. Dengan jumlah infeksi
HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (45.355), diikuti Jawa Timur (31.429),
Papua (24.725), Jawa Barat (20.045), dan Jawa Tengah (16.867). Persentase
infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (68%),
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (18,1%), dan kelompok umur 50 tahun
(6,6%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase
faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual
(53%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (35%), lain-lain (11%) dan penggunaan
jarum suntik tidak steril pada penasun (1 %). Dari bulan Oktober sampai

1
dengan Desember 2016 jumlah AIDS dilaporkan sebanyak 3.812 orang
(Kemenkes RI, 2016).
Pneumocystis pneumonia (PCP) disebabkan oleh organisme yang disebut
Pneumocystis jiroveci, sebelumnya dikenal dengan nama Pneumocystis
carinii. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian penderita
immunocompromised, antara lain pada Acquired Immunodefi ciency
Syndrome (AIDS). Pneumocystis pertama kali dikemukakan oleh Chagas
pada tahun 1909 dan digolongkan sebagai protozoa. Analisis DNA tahun
1988 menjelaskan bahwa Pneumocystis adalah jamur. Terdapat perbedaan
DNA antara P. jiroveci (derivat manusia) dan P. carinii (derivat tikus
percobaan) sehingga untuk manusia dinamakan menjadi P. jirovecii pada
tahun 2002 Selama dekade 1980-an di Amerika Serikat diperkirakan 75%
penderita Human Immunodefi ciency Virus (HIV) akan menderita PCP
selama hidupnya. Awal epidemik, insidens PCP hampir 20 kasus per 100
penderita HIV dengan Cluster of diff erentiation (CD)4 kurang dari 200
sel/mm3 . Studi EuroSIDA mendapatkan insidens PCP turun dari 4.9 kasus
sebelum Maret 1995 menjadi 0,3 kasus per 100 penderita setelah Maret
1998.2 Pneumocystis pneumonia merupakan infeksi oportunistik serius
penderita HIV walaupun dilaporkan insidensnya menurun. Pneumocystis
pneumonia meningkat di negara dengan pendapatan kapita yang rendah
sampai sedang. Sejumlah 38.6% dari 83 penderita HIV di Uganda yang
dirawat di RS dengan pneumonia dan pada pemeriksaan sputum Batang
Tahan Asam (BTA) negatif didiagnosis PCP dengan pemeriksaan
Bronchoalveolar lavage (BAL) (Fajar, 2013).
Jika permasalahan yang dihadapi tersebut tidak segera ditanggulangi, maka
akan berdampak pada makin tingginya angka HIV/AIDS dan hilangnya masa
produktif dari penderita sehingga pada akhirnya berdampak pada kehilangan
usia produktif di Indonesia. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah
mengkaji perilaku yang mengarah pada penularan HIV/AIDS sejak usia
sekolah. Harapannya, apabila teridentifikasi perilaku berisiko tertular
HIV/AIDS, maka penanganan selanjutnya menjadi lebih fokus dan tuntas.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep HIV-AIDS ?
2. Bagaimanakah konsep Pneumocystis pneumonia (PCP) ?
3. Bagaimanakah hubungan HIV-AIDS dengan Pneumocystis pneumonia
(PCP) ?
4. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan HIV-AIDS dengan
Pneumocystis pneumonia (PCP) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi konsep HIV-AIDS
2. Mengidentifikasi konsep Pneumocystis pneumonia (PCP)
3. Mengidentifikasi hubungan HIV-AIDS dengan Pneumocystis pneumonia
(PCP)
4. Mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan HIV-AIDS dengan
Pneumocystis pneumonia (PCP)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep HIV-AIDS
1. Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus
Lentivirus. 10,17 Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh
menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat
HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Acquired
Imunnodeficiency Syndrome). Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS) adalah Syndrome akibat defisiensi immunitas selluler tanpa
penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik
keganasan berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya
dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi
seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV
(Markus, 2010).
2. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan
Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus
dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang
inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.

4
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T,
virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup
lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam
tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat
aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara
mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas
dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein
(gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4)
yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan
kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan
berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan
sel glia jaringan otak (Siregar, 2010).
3. Patofisiologi HIV-AIDS
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis Limfosit T
helper yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat
dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi imunologik. Menurun atau menghilangnya sistem
imunitas seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang berperan
membentuk antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit
T4. Setelah virus HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk
ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian dengan enzim
reverse transkriptase virus tersebut merubah bentuk RNA (Ribonucleic
Acid) agar dapat bergabung dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan
genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan

5
berlangsung seumur hidup. 20 Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera
menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu
mengalami replikasi sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam
tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4
sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa inkubasi.
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa inkubasi, virus
HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih
3 bulan sejak 15 tertular virus HIV yang dikenal dengan masa “window
period”. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan terlihat
gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Pada sebagian penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV
asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung
selama 8-10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang memliki
perjalanan penyakit amat cepat hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang
sangat lambat (non-progressor). Secara bertahap sistem kekebalan tubuh
yang terinfeksi oleh virus HIV akan menyebabkan fungsi kekebalan tubuh
rusak. Kekebalan tubuh yang rusak akan mengakibatkan daya tahan tubuh
berkurang bahkan hilang, sehingga penderita akan menampakkan gejala-
gejala akibat infeksi oportunistik (Siregar, 2010).
4. Manifestasi Klinis HIV-AIDS
Manifestasi Klinis HIV-AIDS menurut stadium klinis :
a. Stadium Klinis 1
1) Tanpa gejala (asimtomatis)
2) Limfadenopati generalisata persisten
b. Stadium Klinis 2
1) Kehilangan berat badani yang sedang tanpa alasan (<10% berat
badan diperkirakan atau diukur)

6
2) Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis,
tonsilitis, ototis media dan faringitis)
3) Herpes zoster
4) Kheilitis angularis
5) Ulkus di mulut yang berulang
6) Erupsi papular pruritis
7) Dermatitis seboroik
8) Infeksi jamur di kuku
c. Stadium Klinis 3
1) Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat
badan diperkirakan atau diukur)
2) Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3) Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara
atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan)
4) Kandidiasis mulut berkepanjangan
5) Oral hairy leukoplakia
6) Tuberkulosis paru
7) Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis,
infeksi tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia)
8) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang
akut
9) Anemia (<8g/dl), trombositepenia kronis (<50.000) tanpa alasan
d. Stadium Klinis 4
1) Sindrom wasting HIV
2) Pneumonia Pneumocystis
3) Pneumonia bakteri parah yang berulang
4) Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau
rektum/anus lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun)
5) Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau
paru)
6) Tuberkulosis di luar paru Sarkoma Kaposi (KS)
7) Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain)

7
8) Toksoplasmosis sistem saraf pusat
9) Ensefalopati HIV
10) Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis
11) Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
12) Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
13) Kriptosporidiosis kronis
14) Isosporiasis kronis
15) Mikosis diseminata (histoplasmosis atau kokidiomikosis di luar
paru)
16) Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela nontifoid)
17) Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B)
18) Karsinoma leher rahim invasif
19) Leishmaniasis diseminata atipikal
20) Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala
terkait HIV

(Kemenkes RI, 2016)

5. Cara Penularan HIV-AIDS


HIV dapat didapat ditularkan melalui 4 cara, yaitu :
a. Hubungan seks ( Anal, Oral, Vaginal ) yang tidak terlindung dengan
orang yang telah terinfeksi HIV.
b. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bergantian dengan
orang yang terinfeksi HIV.
c. Ibu hamil penderita HIV kepada bayi yang dikandungnya.
d. Kontak darah / luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus
HIV.
(Markus, 2010)
6. Pemeriksaan Laboratorium HIV-AIDS
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang
berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks
atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di
laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus

8
tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut
menggunakan metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila
hasil test Elisa positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif
setelah pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih
spesifik yaitu metode Western Blot (Siregar, 2010).
7. Penatalaksanaan HIV-AIDS
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya
Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
a. Melakukan abstinensi seks/melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak
jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
d. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
e. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka


terapinya yaitu :

a. Pengendalian Infeksi
Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan
pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri
dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di
lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

9
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
c. Terapi Antiviral
Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi
Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Ditinjau dari stadium klinis HIV-AIDS, penatalaksanaan bisa dilihat


sebagai berikut:

a. Stadium I
1) Pola hidup yang positif dan sehat (olahraga 20 menit setiap hari,
makan teratur)
2) Pemeriksaan dokter berkala, skrining IMS, tes Pap, vaksinasi, seks
lebih aman
b. Stadium II
1) Sama seperti Stadium I (pola hidup yang positif dan sehat,
pemeriksaan, skrining, seks lebih aman, vaksinasi)
2) Pengobatan dini untuk infeksi

10
3) Pertimbangkan profilaksis (kotrimoksazol)
c. Stadium III
1) Sama seperti Stadium I (pola hidup yang positif dan sehat,
pemeriksaan, skrining, seks lebih aman, vaksinasi)
2) Terapi antiretroviral (ART)
3) Pengobatan dini untuk infeksi
4) Profilaksis (kotrimoksazol)
d. Stadium IV
1) Mengobati IO
2) ART
3) Perawatan rumah sakit atau di rumah
4) Profilaksis (kotrimoksazol)

(Kemenkes RI, 2016)

B. Konsep Pneumocystis pneumonia (PCP)


1. Pengertian Pneumocystis pneumonia (PCP)
Pneumocystis pneumonia (PCP) atau pneumocystosis adalah satu jenis
pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis jerovecii, jenis tersebut
merupakan penyakit yang hanya terjadi di manusia. Pneumocystis
umumnya ditemukan di paru orang sehat, tetapi dapat menjadi sumber
infeksi oportunistik sebagai penyebab infeksi paru di individu yang
mengalami penurunan kekebalan (immunocompromissed), terutama di
penderita HIV dan AIDS (Prasetyo, 2013).
Pneumocystis pneumonia merupakan koinfeksi yang sering ditemukan
pada penderita HIV dan jarang terjadi pada penderita HIV dengan CD4
lebih dari 200 sel/mm3 atau 14% dari hitung limfosit total. Pnemocystis
dapat menyebabkan pneumonia yang berat pada individu dengan sistem
imun yang buruk karena HIV, transplantasi, keganasan, penyakit jaringan.
Pada awalnya, Pneumocystis dipikirkan sebagai protozoa. Dalam 20
tahun terakhir, dengan pemeriksaan biologi molekular, teknik imunologi
dan lainnya, Pneumocystis digambarkan sebagi suatu jamur.

11
Pneumocystis pada manusia disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci
(Fajar, 2013).
2. Manifestasi Klinis Pneumocystis pneumonia (PCP)
Derajat Kriteria
Berat Sesak napas pada waktu istirahat
atau PaO2 kurang dari 50 mmHg
dalam suhu ruangan.
Sedang Sesak napas pada latihan ringan,
PaO2 antara 50-70 mmHg pada
suhu ruangan saat istirahat, AaDO2
lebih dari 30 mmHg atau saturasi
oksigen kurang 94%.
Ringan Sesak napas pada latihan sedang,
PaO2 lebih 70 mmHg dalam suhu
kamar saat istirahat
(Fajar, 2013)
Pneumocystis menyebabkan pneumonia pada penderita HIV dengan
karakteristik sesak napas, demam dan batuk yang tidak produktif.
Pneumocystis pneumonia biasanya terjadi pada CD4 kurang 200 sel/mm3
pada pasien HIV. Pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan takipnea,
takikardia namun tidak didapatkan ronkhi pada auskultasi. Takipnea
biasanya berat sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara.
Sianosis akral, sentral dan membran mukosa juga dapat ditemukan (Fajar,
2013).
3. Pemeriksaan Penunjang Pneumocystis pneumonia (PCP)
Foto toraks memperlihatkan infi ltrat bilateral yang dapat meningkat
menjadi homogen. Tanda yang jarang antara lain terdapat nodul soliter
atau multipel, infi ltrat pada lobus atas pada pasien dengan pengobatan
pentamidin, pneumatokel dan pneumotoraks. Efusi pleura dan
limfadenopati jarang ditemukan. Jika pada foto toraks tidak didapatkan
kelainan maka dianjurkan pemeriksaan high resolution computed
tomography (HRCT). Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan

12
gambaran eksudat eosinofi l aseluler yang mengisi alveoli. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan immunofl oresen menggunakan
antibodi monoklonal. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 95% dan
spesifi sitas 100%. Pemeriksaan lain menggunakan sputum dan BAL
dengan hasil didapatkan 97% positif pada 100 pasien HIV. Pemeriksaan
laboratorium darah tidak khas, kecuali peningkatan laktat dehidogenase
(LDH) dan gradien oksigen alveolar-arterial (AaDO2 ) dikaitkan dengan
prognosis lebih buruk.
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi asam
nukleat pneumocystis memiliki sensitivitas serta spesifi sitas tinggi (88%
dan 85%) dari bahan yang diambil dari induksi sputum dan BAL.
Diagnosis defi nitif ditegakkan jika pada pemeriksaan mikroskopis
ditemukan kista Pneumocystis jirovecii (Fajar, 2013).
4. Tata Laksana Pneumocystis pneumonia (PCP)
Pengobatan berdasarkan derajat penyakit
a. PCP Berat
Penderita perlu dirawat dirumah sakit dengan bantuan ventilator. Obat
lini pertama yang diberikan adalah kotrimoksazol dosis tinggi
intravena (trimetoprim 15 mg/kgBB/hari dan sulfametoksasol 75
mg/kgBB/hari selama 21 hari). Bila tidak ada respons dapat diberi lini
kedua yaitu pentamidin intravena (3-4 mg/kgBB selama 21 hari). Lini
ke tiga adalah klindamisin (600 mg IV tiap 8 jam) dengan primakuin
(15 mg/oral/hari). Pemberian kortikosteroid direkomendasikan 40 mg
secara peroral dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 40 mg
satu kali per hari selama 6-10 hari, 20 mg setiap hari sampai lengkap
21 hari.
b. PCP Sedang
Penderita dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah Trimetoprim-sulfametoksazol 480 mg dua
tablet tiga kali sehari selama 21 hari.
c. PCP Ringan

13
Penderita dapat diberi kotrimoksazol peroral 480 mg dua tablet sehari
selama 21 hari atau cukup 14 hari jika respons membaik.
(Fajar, 2013).

C. Hubungan HIV-AIDS dengan Pneumocystis Pneumonia (PCP)


HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit
T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4) (Markus, 2010).
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum pada orang terinfeksi HIV. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang
timbul akibat penurunan sistem kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat timbul
karena mikroorganisme (bakteri, jamur , dan virus) yang berasal dari luar
tubuh atau yang berasal dari flora normal dalam tubuh manusia. Kuman
Pneumocystis diklasifikasikan dalam golongan jamur berdasarkan analisis
DNA, tetapi juga memiliki karakteristik biologis suatu protozoa. Kuman
penyebab infeksi pada manusia dan PCP disebut P. Jirovecii. Rendahnya
jumlah sel CD4 merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap
terjadinya infeksi oportunistik. Infeksi PCP umumnya terjadi pada jumlah
CD4 ≤200 sel/mm 3 (Negoro, 2014).
Pada infeksi PCP, paru-paru meradang, alveoli dipenuhi pus dan cairan,
sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan
oksigen mengakibatkan sel-sel tubuh tidak dapat bekerja dengan baik. Oleh
karena itu, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bisa
meninggal karena tidak mendapat oksigen yang cukup (Negoro, 2014).

D. Konsep Asuhan Keperawatan HIV-AIDS dengan Pneumocystis


Pneumonia (PCP)
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi

14
imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang
sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada
lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan
melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker
adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit
serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
1) Kerusakan Respon Imun Seluler (Limfosit T )
2) Terapi Radiasi, Defisiensi Nutrisi, Penuaan, Aplasia Timik,
Limpoma, Kortikosteroid, Globulin Anti Limfosit, Disfungsi
Timik Congenital.
3) Kerusakan Imunitas Humoral (Antibodi)
4) Limfositik Leukemia Kronis, Mieloma, Hipogamaglobulemia
Congenital, ProteinLiosing Enteropati (Peradangan Usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
1) Aktifitas/Istirahat
a) Gejala : Mudah Lelah, Intoleran Activity, Progresi Malaise,
Perubahan Pola Tidur.
b) Tanda : Kelemahan Otot, Menurunnya Massa Otot, Respon
Fisiologi Aktifitas (Perubahan TD, Frekuensi Jantung dan
Pernafasan ).
2) Sirkulasi
a) Gejala : Penyembuhan yang Lambat (Anemia), Perdarahan
Lama pada Cedera.
b) Tanda : Perubahan TD Postural, Menurunnya Volume Nadi
Perifer, Pucat/Sianosis, Perpanjangan Pengisian Kapiler.
3) Integritas dan Ego
a) Gejala : Stress berhubungan dengan Kehilangan,
Mengkuatirkan Penampilan, Mengingkari Diagnosa, Putus
Asa,dan sebagainya.

15
b) Tanda : Mengingkari, Cemas, Depresi, Takut, Menarik Diri,
Marah.
4) Eliminasi
a) Gejala : Diare Intermitten, Terus–Menerus, Sering Dengan
atau Tanpa Kram Abdominal, Nyeri Panggul, Rasa Terbakar
Saat Miksi
b) Tanda : Feces Encer Dengan atau Tanpa Mucus atau Darah,
Diare Pekat dan Sering, Nyeri Tekan Abdominal, Lesi atau
Abses Rectal, Perianal, Perubahan Jumlah, warna, dan
Karakteristik Urine.
5) Makanan/Cairan
a) Gejala : Anoreksia, Mual Muntah, Disfagia
b) Tanda : Turgor Kulit Buruk, Lesi Rongga Mulut, Kesehatan
Gigi dan Gusi yang Buruk, Edema
6) Hygiene
a) Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
b) Tanda : Penampilan tidak rapi, Kurang Perawatan Diri.
7) Neurosensoro
a) Gejala : Pusing, Sakit Kepala, Perubahan Status Mental,
Kerusakan Status Indera, Kelemahan Otot, Tremor,
Perubahan Penglihatan.
b) Tanda : Perubahan Status Mental, Ide Paranoid, Ansietas,
Refleks Tidak Normal, Tremor, Kejang, Hemiparesis, Kejang.
8) Nyeri / Kenyamanan
a) Gejala : Nyeri Umum / Local, Rasa Terbakar, Sakit Kepala,
Nyeri Dada Pleuritis.
b) Tanda : Bengkak Sendi, Nyeri Kelenjar, Nyeri Tekan,
Penurunan Rentan Gerak, Pincang.
9) Pernafasan
a) Gejala : ISK Sering atau Menetap, Napas Pendek Progresif,
Batuk, Sesak pada Dada.

16
b) Tanda : Takipnea, Distress Pernapasan, Perubahan Bunyi
Napas, adanya Sputum.
10) Keamanan
a) Gejala : Riwayat Jatuh, Terbakar, Pingsan, Luka, Transfuse
Darah, Penyakit Defisiensi Imun, Demam Berulang,
Berkeringat Malam.
b) Tanda : Perubahan Integritas Kulit, Luka Perianal/Abses,
Timbulnya Nodul, Pelebaran Kelenjar Limfe, Menurunya
Kekuatan Umum, Tekanan Umum.
11) Seksualitas
a) Gejala : Riwayat berprilaku Seks Beresiko Tinggi,
Menurunnya Libido, Penggunaan Pil Pencegah Kehamilan.
b) Tanda : Kehamilan, Herpes Genetalia
12) Interaksi Sosial
a) Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh Diagnosis, Isolasi,
Kesepian, adanya Trauma AIDS
b) Tanda : Perubahan Interaksi
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Laboratorium
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap
terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
a) Serologis
(1) Tes antibody serum Skrining
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa.
(2) Tes blot western Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
(3) Sel T limfosit Penurunan jumlah total. o Sel T4 helper.
Indikator system imun jumlah .

17
(4) T8 (sel supresor sitopatik). Rasio terbalik (2:1) atau lebih
besar dari sel suppressor pada sel helper (T8 ke T4)
mengindikasikan supresi imun.
(5) P24 ( Protein pembungkus Human
ImmunodeficiencyVirus (HIV ) ) Peningkatan nilai
kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
(6) Kadar Ig. Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang
normal atau mendekati normal.
(7) Reaksi rantai polimerase. Mendeteksi DNA virus dalam
jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
(8) Tes PHS. Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis,
CMV mungkin positif.
b) Budaya
Histologis, pemeriksaan Sitologis Urine, Darah, Feces,
Cairan Spina, Luka, Sputum, dan Sekresi, untuk
Mengidentifikasi adanya infeksi : Parasit, Protozoa, Jamur,
Bakteri, Viral.
c) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan Otak, EMG (Pemeriksaan Saraf)
d) Tes Lainnya
(1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
(2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
(3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
(4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma
(5) Kaposi Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

18
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun
dugaan kerusakan paru-paru
2) Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3–12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6–12 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan
hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi
lisensi tentang uji–kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
a) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA
tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
b) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
c) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas
d) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

19
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektivitas bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret ditandai dengan takipnea, batuk, adanya ronchi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan berhubungan dengan inflamasi/
kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut
nadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral ditandai dengan perubahan BB, muntah, turgor kulit
menurun.
3. Rencana Tindakan
a. Ketidakefektivitas bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret ditandai dengan takipnea, batuk, adanya ronchi.
Tujuan dan Intervensi Rasioanal
Kriteria Hasil
Tujuan: jalan 1. Kaji ulang fungsi 1. Memperkirakan
nafas klien pernapasan: bunyi napas, adanya
efektf dalam kecepatan, irama, perkembangan
waktu 3x24 kedalaman dan komplikasi
jam penggunaan otot 2. Meningkatkan
Kriteria aksesori. pengawasan atau
Hasil: 2. Catat kemampuan untuk intervensi mendis
1. TTV mengeluarkan secret 3. Meningkatkan
dalam atau batuk efektif, catat fungsi pernafasan
batas karakter, jumlah sputum, yang optimal dan
normal : adanya hemoptisis mengurangi
TD 110 – 3. Berikan pasien posisi aspirasi
120/ semi atau Fowler, 4. Memperlancar jalan
80mmHg, Bantu/ajarkan batuk nafas
nadi 70- efektif dan latihan napas 5. Mempertahankan
80x/mnt, dalam. oksigenisasi dan
RR 17- 4. Bersihkan sekret dari untuk memperbaiki
20x/mnt mulut dan trakea, suction krisis pernafasan
2. Tidak ada bila perlu.
suara 5. Kolaborasi dalam
tambahan pemberian obat: agen
3. Batuk mukolitik, bronkodilator,
efektif kortikosteroid sesuai
indikasi.

20
b. Nyeri akut berhubungan dengan berhubungan dengan inflamasi/
kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut
nadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.

Tujuan dan Intervensi Rasioanal


Kriteria Hasil
Tujuan: suhu 1. Kaji saat timbulnya 1. Identifikasi pada
badan klien demam demam pasien yang
dibatas normal 2. Observasi tanda- bersifat akut
dalam waktu tanda vital (suhu, (mendadak) disertai
3x24 jam nadi, tekanan darah, menggigil
pernafasan) tiap 3 2. Tanda vital merupakan
Kriteria Hasil: jam atau lebih sering acuan untuk
4. TTV dalam 3. Berikan penjelasan mengetahui keadaan
batas tentang penyebab umum pasien
normal : demam atau 3. Penjelasan tentang
TD 110 – peningkatan suhu kondisi yang dialami
120/ tubuh pasien dapat membuat
80mmHg, 4. Anjurkan pasien pasien/ keluarga
nadi 70- untuk minum banyak mengurangi kecemasan
80x/mnt, 1-2 liter dalam 24 yang timbul
RR 17- jam 4. Peningkatan suhu tubuh
20x/mnt 5. Berikan kompres mengakibatkan
5. Membran hangat (pada daerah penguapan tubuh
mukosa aksila dan lipatan meningkat sehingga
basah paha) perlu diimbangi dengan
6. Kolaborasi dengan asupan yang banyak
tim medis pemberian 5. Kompres air hangat
antipiretik dapat menghindari
kekacauan
termoregulasi karena
pembuluh darah
mengalami vasolidasi
6. Pemberian antipiretik
dapat menurunkan suhu
tubuh pasien

21
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral ditandai dengan perubahan BB, muntah, turgor kulit
menurun.

Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
Tujuan: nutrisi 1. Kaji keluhan mual, 1. Mengetahui keluha
klien terpenuhi muntah dan sulit pasien, perawat
dalam waktu menelan yang dialami dapat segera
3x24 jam pasien menentukan cara
2. Berikan makanan mengatasinya
Kriteria Hasil: yang mudah ditelan 2. Membantu
1. Klien tidak seperti bubur,nasi tim, mengurangi
mual dan dan hidangkan selagi kelelahan pasien
muntah masih hangat dan meningkatkan
2. Menghabiskan 3. Berikan makanan asupan makanan
makan 1 porsi dalam porsi kecil dan karena mudah
3. Nafsu makan frekuensi sering ditelan
membaik 4. Jelaskan manfaaat 3. Pemberian
4. BB klien naik makanan/nutrisibagi makanan dalam
Rambut tidak pasien terutama saat porsi kecil dan
kusam, mukosa pasien sakit frekuensi sering
bibir basah, 5. Catat jumlah/porsi dapat meringankan
turgor kulit < 2 makanan yang aktivitas lambung
detik dihabiskan oleh serta usus halus
pasien setiap hari sehingga dapat
mengurangi
keluhan mual dan
muntah dari pasien
4. Meningkatkan
pengetahuan pasien
tentang nutrisi
sehingga motivasi
untuk makan
meningkat
5. Mengetahui
pemenuhan yang
dibutuhkan
(Huda, 2015)

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4) (Markus, 2010).
2. Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum pada orang terinfeksi HIV. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang
timbul akibat penurunan sistem kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat timbul
karena mikroorganisme (bakteri, jamur , dan virus) yang berasal dari luar
tubuh atau yang berasal dari flora normal dalam tubuh manusia. Kuman
Pneumocystis diklasifikasikan dalam golongan jamur berdasarkan analisis
DNA, tetapi juga memiliki karakteristik biologis suatu protozoa. Kuman
penyebab infeksi pada manusia dan PCP disebut P. Jirovecii. Rendahnya
jumlah sel CD4 merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap
terjadinya infeksi oportunistik. Infeksi PCP umumnya terjadi pada jumlah
CD4 ≤200 sel/mm 3.
3. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
a. Ketidakefektivitas bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret ditandai dengan takipnea, batuk, adanya ronchi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan berhubungan dengan inflamasi/
kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut
nadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral ditandai dengan perubahan BB, muntah, turgor kulit
menurun.

23
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran, diantaranya
adalah :
1. Agar pembaca dapat mengenali tentang HIV-AIDS dengan
Pneumonia Pneumocystis (PCP).
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan HIV-AIDS dengan
Pneumonia Pneumocystis (PCP).

24

Você também pode gostar

  • BAB I Manajemen Kep Edit
    BAB I Manajemen Kep Edit
    Documento3 páginas
    BAB I Manajemen Kep Edit
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento5 páginas
    Bab I
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • BAB III Mnajemen Kep Edit
    BAB III Mnajemen Kep Edit
    Documento1 página
    BAB III Mnajemen Kep Edit
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Bencana
    BAB I Bencana
    Documento34 páginas
    BAB I Bencana
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • 7.1.2 SOP Alur Pelayanan
    7.1.2 SOP Alur Pelayanan
    Documento2 páginas
    7.1.2 SOP Alur Pelayanan
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Bencana
    BAB I Bencana
    Documento34 páginas
    BAB I Bencana
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • BAB IV Perencanaan
    BAB IV Perencanaan
    Documento3 páginas
    BAB IV Perencanaan
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento17 páginas
    Bab Ii
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento19 páginas
    Bab I
    Andra
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Documento4 páginas
    Bab Iv
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab V
    Bab V
    Documento3 páginas
    Bab V
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Documento4 páginas
    Bab Iv
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Fix
    Laporan Pendahuluan Fix
    Documento21 páginas
    Laporan Pendahuluan Fix
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Cover Desiminasi Awal
    Cover Desiminasi Awal
    Documento1 página
    Cover Desiminasi Awal
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab Vii
    Bab Vii
    Documento2 páginas
    Bab Vii
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi Fix
    Daftar Isi Fix
    Documento2 páginas
    Daftar Isi Fix
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento6 páginas
    Cover
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Melena
    Laporan Pendahuluan Melena
    Documento11 páginas
    Laporan Pendahuluan Melena
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Askep Fraktur
    Askep Fraktur
    Documento10 páginas
    Askep Fraktur
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Cover Desiminas Awal
    Cover Desiminas Awal
    Documento1 página
    Cover Desiminas Awal
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • LAPORAN PENDAHULUAN Melena
    LAPORAN PENDAHULUAN Melena
    Documento12 páginas
    LAPORAN PENDAHULUAN Melena
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • LAPORAN PENDAHULUAN Apendix
    LAPORAN PENDAHULUAN Apendix
    Documento14 páginas
    LAPORAN PENDAHULUAN Apendix
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento19 páginas
    Bab I
    Andra
    Ainda não há avaliações
  • Lampiran 5 WH
    Lampiran 5 WH
    Documento2 páginas
    Lampiran 5 WH
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • PERENCANAAN Kritis
    PERENCANAAN Kritis
    Documento211 páginas
    PERENCANAAN Kritis
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Lampiran Game Find Your Mate Gerontik PDF
    Lampiran Game Find Your Mate Gerontik PDF
    Documento7 páginas
    Lampiran Game Find Your Mate Gerontik PDF
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • BAB IV Metode
    BAB IV Metode
    Documento7 páginas
    BAB IV Metode
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • M1 Dan 4
    M1 Dan 4
    Documento8 páginas
    M1 Dan 4
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações
  • Cover Desiminas Awal
    Cover Desiminas Awal
    Documento1 página
    Cover Desiminas Awal
    Fidha Basuki
    Ainda não há avaliações