Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Antara
seseorang dengan yang lain tentu saling hajat menghajatkan, butuh membutuhkan dan dari
situ timbul kesadaran untuk saling bantu-membantu dan tolong-menolong. Tidak mungkin
seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain.
Empati merupakan respon afektif yang berasal dari pemahaman kondisi emosional
orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain. Empati adalah alat
integral untuk mengetahui dan berhubungan dengan orang lain dan menambah kualitas hidup
dan kekayaan interaksi sosial. Empati memiliki peran penting pada perkembangan
pemahaman sosial dan perilaku sosial positif dan berfungsi sebagai dasar pondasi hubungan
dan menjadi dasar koping dengan stressdan penyelesaian konflik (Bar dan Higgins,2009)
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1) Mengaetahui tentang konsep diri.
2) Mengetahui tentang sikap suka menolong.
3) Mengetahui tentang empati.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Hurlock (dalam Nia, 2011 : ) konsep diri adalah konsep seseorang dari
siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar
oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain
terhadapnya. Konsep diri mencakup citra diri fisik dan psikologis. Citra diri fisik
biasanya berkaitan dengan penampilan, sedangkan citra diri psikologis berdasarkan atas
pikiran, perasaan, dan emosi. Song dan Hattie (dalam Nia, 2011 : ) mengemukakan
bahwa konsep diri terdiri atas konsep diri akademis dan non akademis. Selanjutnya
konsep diri non akademis dapat dibedakan menjadi konsep diri sosial dan penampilan
diri. Jadi menurut Song dan Hattie, konsep diri secara umum dapat dibedakan menjadi
konsep diri akademis, konsep diri sosial, dan penampilan diri. Menurut Burns (dalam
Erawati, 2011 : ) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita
pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri yang kita
inginkan.
Berdasarkan kajian-kajian teori di atas, maka dasar teori yang digunakan untuk
menyusun kisi-kisi konsep diri adalah gabungan dari teori Hurlock dan teori Song &
Hattie yang menyatakan konsep diri adalah gabungan dari keyakinan yang dimiliki
individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial,
emosional, aspirasi dan prestasi. Dimensi konsep diri mencakup citra diri fisik, citra diri
psikologis dan konsep diri sosial. Indikator citra diri fisik biasanya berkaitan dengan
penampilan, indikator citra diri psikologis berdasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi.
Sedangkan indikator konsep diri sosial adalah pandangan, penilaian siswa terhadap
kemampuan bergaul dan kerjasama dengan orang lain.
Menurut Calhoun & Acocella (1995), konsep diri merupakan gambaran mental
terhadap diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi diri
dan penilaian terhadap diri sendiri. Salah satu ciri dari konsep diri yang negatif akan
terkait secara langsung dengan pengetahuan yang tidak tepat terhadap diri sendiri,
pengharapan yang tidak realistis atau mengada-ada, serta harga diri yang rendah. Untuk
menghindari hal tersebut, Sheerer (dalam Cronbach, 1963) memformulasikan ciri-ciri
3
konsep diri positif yang selanjutnya mengarah pada penerimaan diri individu, sebagai
berikut:
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, maka peneliti
mengambil kesimpulan bahwasanya faktor-faktor utama yang mempengaruhi konsep
diri pada mahasiswa adalah :
1. Faktor internal :
oleh mahasiswa).
4
f. Status kesehatan (riwayat kesehatan mahasiswa).
j. Jenis kelamin.
k. Religiusitas.
l. Usia.
m. Tingkat stres.
2. Faktor Eksternal
Dalam penelitian ini, hal yang difokuskan untuk meningkatkan konsep diri
mahasiswa muslim adalah melalui faktor religiusitas dari faktor internal, dan peran
pendidik dari faktor eksternal.
5
2.4 Pengukuran Konsep Diri
Burns (dalam Strein, 1995) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur konsep diri, yaitu :
1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik yang
2. Melalui pengamatan individual atas pola perilaku yang muncul dari subjek.
Untuk metode pelaporan yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri
individu di antaranya :
1. Skala Penilaian
2. Daftar ceklist
3. Teknik Sort-Q
6
5. Teknik-teknik proyektif
Teknik ini sering digunakan dalam mengukur konsep diri yang tidak
sadar(unconscious self-concept).
6. Wawancara
Alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri ini cukup
banyak. Marsh (1992) membuat beberapa alat ukur konsep diri yang
dapat digunakan di berbagai negara, diantaranya adalah SAS (Sydney
Attributional Scale), SDQI, SDQII, & SDQIII (Self Description
Questionnaire), ASDQI & ASDQII (Academic Self Description
Questionnaire), EASDQ (Elite Athlete Self Description Questionnaire),
PSDQ (Physical Self Description Questionnaire), dan NSCQ (Nurse
Retention Index Questionnaire).
NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
7
5 Dihadapan orang saya merasa paling kecil.
8
18 Saya merasa tidak mampu untuk mengambil
keputusan sendiri.
9
2.6 Pengertian Suka Menolong
10
untuk lebih mematuhi norma- norma sosial yang dimotivasi oleh harapan
mendapat pujian.
5) Ada Model
Seperti yang dijelaskan dalam teori belajar sosial, adanya model yang
melakukan tindakan menolong dapat mendorong seseorang untuk
11
memberikan pertolongan pada orang lain. Contoh dalam kejadian sehari-
hari, misalnya banyak tempat seperti rumah makan atau pasar swalayan
yang menyediakan kotak amal dan sudah ada uang di dalamnya, hal ini
tentunya dimaksudkan untuk menarik perhatian pengunjung yang datang ke
tempat itu agar mau turut menyumbang.
6) Desakan Waktu
Pada umumnya seseorang yang sedang memiliki mood yang baik akan
lebih cenderung menampilkan perilaku menolong. Ada banyak bukti
bahwa orang bersedia menolong dalam keadaan good mood, misalnya
setelah menemukan uang (Isen & Simmonds, 1978 dalam Taylor
2009:471), atau ketika mereka baru saja menemukan hadiah (Isen
&nLevin, 1972 dalam Taylor, 2009:471) atau setelah mendengarkan
music yang menyenangkan (Fried & Berkowitz, 1979 dalam Taylor,
2009:471). Mood positif menyebabkan kita mempunyai pikiran lebih
positif dan kita mempunyai pikiran lebih positif dan kita memberi
bantuan guna mempertahankan mood positif tersebut. (Taylor,dkk, 2009)
2) Sifat
Beberapa penelitian membuktikan terdapat hubungan antara karakteristik
seseorang dengan kecenderungannya untuk menolong. Orang yang
mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), ia akan mempunyai kecenderungan
mudah menolong (Karremans, dkk, 2005 dalam Sarwono, 2009:135).
3) Jenis Kelamin
Peranan Gender terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat
bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap perilaku menolong
yang aktual, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
pria dan wanita. Sekalipun ditemukan perbedaan, maka kecenderungan yang
lebih besar akan mengarah pada pria, bukan wanita (Pivilain & Unger,
1985). Hal ini didukung oleh hasil yang diperoleh Eagley dan Crowley
(Taylor, dkk, 2009:478) melalui sebuah review meta-analisis yang dilakukan
terhadap 172 penelitian mengenai perilaku menolong.
4) Usia
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara usia
dan perilaku menolong (Peterson, 1983 dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009).
Dengan bertambahnya usia individu akan makin dapat memahami atau
13
menerima norma-norma sosial (Staub, 1978, dalam Dayakisni & Hudaniah,
2009:182).
14
kita merasa tergerak untuk membantu. Empati menarik perhatian terhadap
masalah-masalah kebutuhan sosial dan ketidak-adilan yang memerlukan
tindakan kita. Masalah-masalah sosial menjadi masalah kita karena dengan
empati yang mendarah daging kita benar- benar menjadi masyarakat.
15
a. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik; artinya, seorang
individu harus mampu memberi perhatian dan menjadi pendengar
yang baik bagi segala permasalahan yang diungkapkan orang lain
kepadanya.
b. Menerima sudut pandang orang lain; artinya, individu mampu
memandang permasalahan dari titik pandang orang lain sehingga
akan menimbulkan toleransi dan kemampuan dalam menerima
segenap perbedaan.
c. Peka terhadap perasaan orang lain; artinya, individu mampu
membaca perasaan orang lain dari isyarat verbal dan non-verbal,
seperti nada bicara, ekspresi wajah, gerak-gerik, dan bahasa tubuh
orang lain.
a)
Ikut merasakan (sharing feeling), yaitu kemampuan untuk
mengetahui bagaimana perasaan orang lain; hal ini berarti
individu mampu merasakan suatu emosi dan mampu
mengidentifikasikan perasaan orang lain.
b) Dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin seseorang
mengetahui emosi diri sendiri, semakin terampil pula ia
membaca emosi orang lain. Dengan hal ini, ia berarti mampu
membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan
orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri.
Dengan meningkatkan kemampuan kognitif, khususnya
kemampuan menerima perspektif orang lain dan mengambil
alih perannya, seseorang akan memperoleh pemahaman
terhadap perasaan orang lain dan emosi orang lain yang lebih
lengkap, sehingga mereka lebih menaruh belas kasihan
kemudian lebih banyak membantu orang lain dengan cara
yang tepat.
a) Sosialisasi
Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui permainan-
permaianan yang memberikan peluang kepada anak untuk
mengalami sejumlah emosi, membantu untuk lebih berpikir dan
memberikan perhatian kepada orang lain, serta lebih terbuka
terhadap kebutuhan orang lain sehingga akan meningkatkan
kemampuan berempatinya. Model atau peragaan yang diberikan
pada anak-anak tidak hanya dapat menimbulkan respon pro- sosial,
tetapi juga dapat mengembangkan perasaan empati dalam diri
anak.
b) Mood and Feeling
Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik, maka
dalam berinteraksi dan menghadapi orang lain ia akan lebih baik
dalam menerima keadaan orang lain.
c) Proses Belajar dan Identifikasi
f) Pengasuhan
Lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat
membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang broken
home atau dibesarkan dalam kehidupan rumah yang penuh cacian
dan makian dan persoalan dapat dipastikan akan menumbuhkan
empati buruk pula dalam diri si anak. Sebaliknya, pengasuhan
dalam suasana rumah yang baik akan menyebabkan empati anak
tumbuh dengan baik pula.
18
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Empati berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah ini,
pada awalnya digunakan oleh para teoritikus estetika untuk pengalaman subjektif
orang lain. Kemudian pada tahun 1920-an seorang ahli psikologi Amerika, E. B.
Tichener, untuk pertama kalinya menggunakan istilah mimikri motor untuk istilah
empati. Istilah Tichener menyatakan bahwa empati berasa dari peniruan secara fisik
atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri
seseorang.
4.2 Saran
Dalam penulisan tugas ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan
tugas kami atas kritik dan sarannya kami sampaikan terima kasih.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alvin Fadilla Helmi, Gaya Kelekatan dan Konsep Diri, Jurnal Psikologi 2009 UGM
Hal.9
Jalaludin Rakhmat, Psikologi komunikasi, Edisi Revisi, Penerbit Rosda Karya Hal 99-
100
Lita H Wulandari & Pati Rola, Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Remaja, Jurnal
Pemberdayaan Komunitas, Mei 2014, Volume 3 Nomor 2 Hal 81-81
Barron, R. A dan Byrne D (2005) Psikologi Sosial. Jilid 2. Alih Bahasa: Ratna
Djuwita. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Taufik (2012) Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafinfo Persada.
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29