Você está na página 1de 20

Makalah Hukum Bisnis

“Tentang Kepailitan”

Dosen : Pak Zaky.

Disusun Oleh :

Muhammad Avisena Razali

1710110023

Business Management

STIMIK ESQ Business School


2018

1
Kata Pengantar

Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan

sayangnya memberikan pengetahuan, kemampuan dan kesempatan kepada penyusun sehingga

mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah

Hukum Bisnis.

Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada kemungkinan

kekurangan-kekurangan karena keterbatasan kemampuan penyusun, untuk itu masukan yang

bersifat membangun akan sangat membantu penyusun untuk memperbaiki kekurangannya.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan pada dosen pembimbing mata kuliah ini,

untuk teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kami. Semoga makalah ini dapat

berguna sebagai karya dari kita dan untuk semua.

Jakarta, November 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 5

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 6

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Kepailitan .................................................................................................. 7

B. Pengertian dan Syarat Kepailitan ..................................................................................... 7

C. Asas Utama Undang-undang Kepailitan ........................................................................ 10

D. Tujuan Hukum Kepailitan .............................................................................................. 11

E. Pihak yang dapat Mengajukan Kepailitan ...................................................................... 11

F. Pihak yang Dijatuhkan Pailit .......................................................................................... 12

G. Akibat Kepailitan ........................................................................................................... 12

H. Cara Penundaan Kepailitan ............................................................................................ 13

I. Prosedur Permohonan Pailit............................................................................................. 13

J. Upaya Hukum .................................................................................................................. 14

BAB III KASUS BATAVIA AIR

A. Profil Perusahaan ............................................................................................................ 15

B. Penyebab Utama Putusan Pailit Batavia Air .................................................................. 15

C. Urutan Peristiwa Menjelang Pailitnya Batavia ............................................................... 16

D. Akibat Bangkrutnya Batvia ............................................................................................ 16

E. Proses Penyelesaian Pailit Oleh Kurator ........................................................................ 17

F. Langkah Kedepan Untuk Mencegah Kembali bangkrut ................................................. 18

3
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................... 19

B. Saran ............................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh terhadap perkembangan
hukum terutama hukum dagang yang merupakan roda penggerak perekonomian.
Erman Radjagukguk menyebutkan bahwa globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-
peraturan Negara-negara berkembang mengenai investasi,perdagangan, jasa-jasa dan bidang
perekonomian lainnya mendekati Negara-negara maju.(Convergency).Dalam rangka
menyesuaikan dengan perekonomian global, Indonesia melakukan revisi terhadap seluruh
hukum ekonominya.Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa perubahan terhadap hukum
ekonomi Indonesia dilakukan juga karena tekanan dari badan-badan dunia seperti WTO, IMF
dan Worl Bank. Bidang hukum yang mengalami revisi antara lain adalah hukum kepailitan.
Hukum kepailitan sendiri merupakan warisan dari pemerintahan Kolonial Belanda yang
notabenenya bercorak sistem hukum Eropa Kontinental. Di Indonesia saat ini dalam hukum
ekonomi mendapat pengaruh yang cukup kuat dari sistem hukum Anglo Saxon.
Pada dasarnya Kepailitan dapat terjadi karena makin pesatnya perkembangan
perekonomian dan perdagangan dimana muncul berbagai macam permasalahan utang piutang
yang timbul dalam masyarakat. Begitu juga dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia
telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional
sehingga menimbulkan kesulitas besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang
piutang untuk meneruskan kegiatan usahanya.
Mempelajari perkembangan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia tidak terlepas
dari kondisi perekonomian nasional khususnya yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dari
sisi ekonomi patut disimak data yang dikemukakan oleh Lembaga Konsultan (think
tank) Econit Advisory Group, yang menyatakan bahwa tahun 1997 merupakan ‘Tahun Ketidak
pastian” (A Year of Uncertainty).Sementara itu, Tahun 1998 merupakan “Tahun Koreksi” (A
Year of Correction). Pada pertengahan tahun 1997 terjadi depresiasi secara drastis nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US $ dari sekitar Rp. 2300,00 pada sekitar bulan
Maret menjadi sekitar Rp. 5000,00 per US $ pada akhir tahun 1997. Bahkan pada pertengahan
tahun 1998 nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp. 16.000,00 per US $. Kondisi
perekonomian ini mengakibatkan keterpurukan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
sebelumnya positif sekitar 6 – 7 % telah terkontraksi menjadi minus 13 – 14 %. Tingkat inflasi
meningkat dari di bawah 10 % menjadi sekitar 70 %. Banyak perusahaan yang kesulitan

5
membayar kewajiban utangnya terhadap para kreditor dan lebih jauh lagi banyak perusahaan
mengalami kebangkrutan (Pailit).

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar
belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa dasar hukum kepailitan?
2. Apa pengertian dan syarat kepailitan?
3. Bagaimana Perlindungan kepailitan bagi berbagai pihak?
4. Bagaimana prosedur kepailitan ?
5. Bagaimana contoh kasus tentang kepailitan?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dasar hukum kepailitan.
2. Mengetahui pengertian dan syarat kepailitan .
3. Mengetahui perlindungan kepailitam bagi berbagai pihak.
4. Mengetahui prosedur kepailitan
5. Mengetahui contoh kasus kepailitan

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Kepailitan


Semula lembaga hukum kepailitan diatur undang-undang tentang Kepailitan
dalam Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348. Karena
perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi, serta modal yang
dimiliki oleh para pengusaha umumnya berupa pinjaman yang berasal dari berbagai sumber,
undang-undang tersebut telah menimbulkan banyak kesulitan dalam penyelesaian utang-
piutang. Penyelesaian utang-piutang juga bertambah rumit sejak terjadinya berbagai krisis
keuangan yang merembet secara global dan memberikan pengaruh tidak menguntungkan
terhadap perekonomian nasional. Kondisi tidak menguntungkan ini telah menimbulkan
kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan
kegiatannya.
Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements verordening, Staatsblad 1905:217
juncto Staatsblad 1906:348), sebab itu, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perubahan tersebut juga ternyata belum memenuhi
perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, sehingga pada tahun 2004 pemerintah
memperbaikinya lagi dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU). Dan juga
adapun BW secara umum khususnya pasal 1131 sampai dengan 1134.

B. Pengertian dan Syarat Kepailitan


Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU),
“kepailitan” diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Menurut
kamus, pailit berarti “bangkrut” atau “jatuh miskin”. Dengan demikian maka kepailitan adalah
keadaan atau kondisi dimana seseorang atau badan hukum tidak mampu lagi membayar
kewajibannya (Dalam hal ini utangnya) kepada si piutang.
Tampak bahwa inti kepailitan adalah sita umum (beslaang ) atas kekayaan debitor.
Maksud dari penyitaan agar semua kreditor mendapat pembayaran yang seimbang dari hasil

7
pengelolaan asset yang disita. Dimana asset yang disita dikelola atau yang disebut pengurusan
dan pemberesan dilakukan oleh curator.
Dalam hal terjadi kepailitan, yaitu Debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika
Debitur tersebut hanya memiliki satu orang Kreditur dan Debitur tidak mau membayar
utangnya secara sukarela, maka Kreditur dapat menggugat Debitur ke Pengadilan Negeri dan
seluruh harta Debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada Kreditur. Namun, dalam hal
Debitur memiliki lebih dari satu Kreditur dan harta kekayaan Debitur tidak cukup untuk
melunasi semua utang kepada para Kreditur, maka akan timbul persoalan dimana para Kreditur
akan berlomba-lomba dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya
terlebih dahulu. Kreditur yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi
pembayaran karena harta Debitur sudah habis. Kondisi ini tentu sangat tidak adil dan
merugikan Kreditur yang tidak menerima pelunasan. Karena alasan itulah, muncul lembaga
kepailitan dalam hukum. Lembaga hukum kepailitan muncul untuk mengatur tata cara yang
adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para Kreditur dengan berpedoman pada KUHPer,
terutama pasal 1131 dan 1132, maupun Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
Pasal 1131 KUHPer:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”
Pasal 1132 KUHPer:
“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil
penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali
bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Dari dua pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pada prinsipnya pada setiap
individu memiliki harta kekayaan yang pada sisi positif di sebut kebendaan dan pada sisi
negatif disebut perikatan. Kebendaan yang dimiliki individu tersebut akan digunakan untuk
memenuhi setiap perikatannya yang merupakan kewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan.
Syarat Kepailitan
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) UUK :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak mambayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan,
baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU di atas, supaya pasal 1131 dan
1132 KUHP berlaku sebagai jaminan pelunasan utang Kreditur, maka pernyataan pailit

8
tersebut harus dilakukan dengan putusan Pengadilan yang terlebih dahulu dimohonkan kepada
Pengadilan Niaga. Menurut Gunawan Widjaja, maksud dari permohonan dan putusan pailit
tersebut kepada Pengadilan adalah untuk memenuhi asas publisitas dari keadaan tidak mampu
membayar Debitur. Asas tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan kepada khalayak
umum bahwa Debitur dalam keadaan tidak mampu membayar, dan hal tersebut memberi
kesempatan kepada Kreditur lain yang berkepentingan untuk melakukan tindakan. Dengan
demikian, dari pasal tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu
pernyataan pailit jika dapat terpenuhinya persyaratan kepailitan sebagai berikut:
1) Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih Kreditur
Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPer yang merupakan jaminan pemenuhan
pelunasan utang kepada para Kreditur, maka pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan
PKPU mensyaratkan adanya dua atau lebih Kreditur. Syarat ini ditujukan agar harta kekayaan
Debitur Pailit dapat diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua Kreditur, sehingga
semua Kreditur memperoleh pelunasannya secara adil. Adil berarti harta kekayaan tersebut
harus dibagi secaraPari passu dan Prorata. Pari Passu berarti harta kekayaan Debitur
dibagikan secara bersama-sama diantara para Kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian
tersebut besarnya sesuai dengan imbangan piutang masing-masing Kreditur terhadap utang
Debitur secara keseluruhan.
Dengan dinyatakannya pailit seorang Debitur, sesuai pasal 22 jo. Pasal 19 Undang-
undang Kepailitan dan PKPU, Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan
Pengadilan, Pengadilan melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan Debitur Pailit,
yang selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dan
bila dikaitkan dengan pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan, maka hubungan hukum
utang-piutang antara Debitur dan Kreditur itu hapus dengan dilakukannya “pembayaran” utang
melalui lembaga kepailitan.
2) Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Gugatan pailit dapat diajukan apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal
satu orang Kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah ditentukan sesuai
dalam perikatannya. Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu
harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan
kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu.
Pasal 1238 KUHPer mengatur sebagai berikut:

9
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Adapun criteria yang harus dipenuhi, yakni debitur mempunyai atau lebih kteditur dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Rumusan
utang dijelaskan dalam Pasal 1 butir 6 UUK menyebutkan utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau
mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul
karena perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur.
Adapun syarat yang lain dalam kepailitan yaitu :
 Pailit berarti pemogokan pembayar atau kemacetan pembayaran.
 Debitur dalam keadaan berhenti membayar, dengan putusan hakim dia dinyatakan pailit.
 Putusan pailit akan diucapkan hakim, bila secara sumir terbukti adanya peristiwa atau
keadaan yang menunjukan adanya keadaan berhenti membayar dari debitur.
 Sumir terbukti berarti untuk pembuktian tidak berlaku peraturan pembuktian yang biasa (
buku IV KUHPerdata ).
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul dikemudian hari yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat
pemenuhan dari harta kekayaan debitur.

C. Asas Utama Undang-Undang Kepailitan


1) Cepat
Proses kepailitan lebih sering digunakan oleh pelaku usaha, sehingga memerlukan
keputusan yang cepat.
2) Adil
Melindungi kreditur dan debitur yang beritikad baik serta pihak ketiga yang tergantung
dengan usaha debitur.
3) Terbuka
Keadaan insolven suatu badan hukum harus diketahui oleh masyarakat sehingga tidak akan
menimbulkan efek yang negative dikemudian hari, dan mencegah debitur yang beritikad
buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakt dengan cara menipu.

10
4) Efektif
Keputusan pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik keputusan penolakan
permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan perdamaian ataupun keputusan PKPU.

D. Tujuan hukum kepailitan


1) Agar debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela walaupun telah ada putusan
pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya, atau karena tidak mampu
untuk membayar seluruh hutangnya, maka seluruh harta bendanya disita untuk dijual dan
hasil penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua krediturnya menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan;
2) Untuk menghindarkan kreditur pada waktu bersamaan meminta pembayaran
kembali piutangnya dari si debitur;
3) Menghindari adanya kreditur yang ingin mendapatkan hak istimewa yang menuntut hak-
haknya dengan cara menjual sendiri barang milik debitur, tanpa memperhatikan
kepentingan kreditur lainnya;
4) Menghindarkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh si debitur sendiri, misalnya
debitur melarikan atau menghilangkan semua harta kekayaannya dengan maksud
melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur, debitur menyembunyikan harta
kekayaannya, sehingga para kreditur tidak akan mendapatkan apa-apa.
5) Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaannya
mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan
insolvensi.

E. Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan


Selain oleh Kreditur dan Debitur sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh
pihak-pihak lain seperti yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
Mereka adalah:
1) Kejaksaan untuk kepentingan umum.Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah
kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
2) Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bankPengajuan permohonan pernyataan pailit
terhadap suatu bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan
tersebut semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan
secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan
Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan

11
kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha
bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-
undangan.
3) Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
4) Permohonan pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) karena
lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang
diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan
Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan
permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah
pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.
5) Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan
publik.

F. Pihak yang Dapat Dijatuhkan Pailit


1) Orang perorangan : pria dan wanita; menikah atau belum menikah. Jadi pemohon adalah
debitur perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas
persetujuan suami atau isterinya, kecuali tidak ada percampuran harta.
2) Perserikatan atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Jika pemohon berbentuk
Firma harus memuat nama dan tempat kediaman masimh-masing persero yang secara
tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.
3) Perseroan, perkumpulan, koperasi, yayasan yang berbadan hukum.
4) Harta warisan.

G. Akibat Kepailitan
1) Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit diucapkan
serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Kecuali tempat tidur,pakaian, alat-
alat pertukangan, buku-buku yang diperlukan dalam pekerjaan,makanan dan minuman
untuk satu bulan, alimentasi atau uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.
2) Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan ( sejak pukul 00.00 waktu setempat ).
3) Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit.

12
4) Harta pailit diurus dan dikuasai curator untuk kepentingan semua kreditur dan debitur.
Hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
5) tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau
terhadap curator.
6) Segala perbuatan debitur yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat
dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitur untuk merugikan
kreditur maka dapat dibatalkan oleh curator atau kreditur atau gugatan yang diajukan
curator demi menyelamatkan keutuhan harta pailit demi kepentingan
kreditur (Aktiopauliana ).
7) Hibah dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan ( boedel pailit ). Missal
penghibahan 40 hari menjelang kepailitan dianggap dibuat untuk merugikan para kreditur.
8) Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitur apabila perikatan tersebut
menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan tersebut dapat merugikan, maka
kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitur secara pribadi atau perikatan tersebut dapat
dimintakan pembatalan.
9) Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam satu persatuan harta, diperlakukan sebagai
kepailitan persatuan harta tersebut.

H. Cara Penundaan Kepailitan


Cara penundaan kepailitan ini dapat ditempuh dengan mekanisme pengajuan
perdamaian. Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditur
atau melakukan PKPU.
1) Jika pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepailitan berakhir.
2) Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan paling sedikit 2 surat kabar harian.
3) Jika tidak ditentukan lain, Kurator wajib mengembalikan kepada Debitur semua benda,
uang, buku dan dokumen yang termasuk harta pailit dengan tanda terima yang sah.

I. Prosedur Permohonan Pailit


Bagaimana prosedur permohonan pailit? Hal ini diatur dalam pasal 6 UUK,yaitu sebagai
berikut :
1) Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan.
2) Penitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang

13
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran.
3) Penitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),(4) dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai
dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.
4) Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling
lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
5) Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan,pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
6) Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyatan pailit diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
7) Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling
lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

J. Upaya Hukum
Jika para pihak tidak puas terhadap keputusan pengadilan niaga, dapat mengadakan
upaya hukum, yakni kasasi. Dijabarkan dalam Pasal 11 UUK, yang mengemukakan :
1) Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit
adalah kasasi ke MA.
2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 8
(delapan) hari setelah tanggal putusan yang domohonkan kasasi diucapkan, dengan
mendaftarkan kepada panitera pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan
pailit.
3) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selain dapat diajukan oleh debitor
dan kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga
dapat[3] diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan
tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.
4) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera
dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

14
BAB III
KASUS BATAVIA AIR

A. Profil Perusahaan
Batavia Air (nama resmi: PT. Metro Batavia) adalah sebuah maskapai
penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002, memulai
dengan satu buah pesawat Fokker F28 dan dua buah Boeing 737-200.

Setelah berbagai insiden dan kecelakaan menimpa maskapai-maskapai penerbangan di


Indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut.
Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Batavia Air berada di
peringkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada
beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat
keselamatan penerbangan.

Akibatnya Batavia Air mendapat sanksi administratif yang akan di-review kembali
setiap 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan kinerja, maka Izin Operasi Penerbangan (Air Operator
Certificate) dapat dibekukan sewaktu-waktu. Namun, Batavia dengan cepat memperbaiki diri
dan akhirnya mendapat penilaian kategori 1 dari Kementerian Perhubungan terhitung tahun
2009 lalu. Maskapai ini pun termasuk di antara 4 maskapai Indonesia yang diperbolehkan
terbang ke Uni Eropa sejak Juni 2010.

Tapi siapa yang mengira bahwa Batavia Air yang termasuk pada 4 maskapai Indonesia
yang diperbolehkan terbang ke Uni Eropa ini mengalami kepailitan.Pada tanggal 31
Januari 2013, Batavia Air berhenti beroperasi karena dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai penyebab kepailitan dan langkah-
langkah dan strategi apa saja yang sudah dilakukan oleh manajemen Batavia Air untuk
mempertahankan perusahaan.

B. Penyebab Utama Putusan Pailit Batavia Air

Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta
yang sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan
semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.

Hutang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender pelayanan haji
dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC. Namun, dari total kontrak
leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut Batavia Air kalah tender di Kementerian

15
Agama untuk mengangkut jemaah haji. Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan
sebesar USD 440rb di tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga
dan ke empat, dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC
sebesar USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012.
Selain gugatan dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94 juta
kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari OSK
Research Sdn Bhd di bulan Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD
40juta.
Sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan laporan keuangan nya secara publik, sehingga dalam hal ini juga
sulit untuk memberikan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.

C. Urutan Peristiwa Menjelang Pailit nya Batavia Air

Sesuai dengan yang sudah diberitakan sebelumnya, tuntutan hutang Batavia Air
bermula dari keikut sertaan nya dalam tender haji di tahun 2009. Menurut Dudi Sudibyo,
permasalahan ini diperparah dengan ketidak pedulian Batavia Air dalam mendayagunakan
kedua pesawat A330 ini untuk melayani rute-rute lain selama menganggur.
Barangkali yang juga kurang dipublikasikan di media cetak adalah adanya kenaikan
persyaratan deposit Travel Agent di Batavia Air per bulan April 2012. Persyaratan minimum
deposit yang sebelumnya sebesar 7.500.000, diubah menjadi minimum 15.000.000 rupiah.
Kenaikan deposit ini hanya ditunjang dengan alasan untuk mengurangi “ribet” nya administrasi
penambahan deposit.
Di bulan Oktober 2012, Air Asia telah mengajukan rencana untuk mengakuisisi Batavia
Air senilai USD 80juta. Rencana akuisisi ini menjadi polemik yang cukup populer di Indonesia
karena kekuatiran akan masuk nya pihak luar ke dalam industri penerbagan Nusantara. Namun
tidak lama berselang, rencana tersebut kandas dengan keputusan Air Asia untuk membatalkan
transaksi tersebut dikarenakan “risiko bisnis dan penurunan pendapatan.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti, seusai gagal nya akuisisi Batavia Air
oleh Air Asia, rute Batavia Air telah berkurang secara drastis, yang awal nya 64 rute, menjadi
44 rute saja. Namun di tengah pengurangan rute ini, airlines domestik lain malah
memperlihatkan penambahan rute yang cukup signifikan, terutama Air Asia, yang mulai
merambah ke rute-rute strategis Batavia Air, seperti Semarang-Singapura yang sebelumnya
hanya dilayani oleh Batavia Air.

16
Di penghujung akhir Januari 2013, Batavia Air mulai mengalami penurunan secara
drastis, terutama diakibatkan oleh tuntutan pailit oleh ILFC. Kepercayaan calon penumpang
pun mulai berkurang, banyak penumpang kuatir akan terulang nya peristiwa tutup nya Adam
Air dan Mandala Air. Dalam penutupan dua airlines tersebut, tiket yang sudah dibeli oleh
penumpang banyak yg hilang tanpa pengembalian uang. Beberapa hoax messages pun juga
banyak beredar di BBM, terutama yang menyangkut akan segera ditutup nya Batavia Air oleh
Dirjen Perhubungan.
Tepat sehari menjelang keluarnya putusan pailit oleh pengadilan negeri Jaksel (30 Jan
2013), sempat terjadi pengajuan pencabutan gugatan pailit oleh ILFC8. Namun pengajuan
pembatalan ini telah ditolak lansung oleh Batavia Air dikarenakan Batavia Air sudah
merasakan dampak penurunan kepercayaan publik secara drastis. Dengan penolakan ini maka
putusan pengadilan negeri Jaksel berlanjut menjadi pailit bagi Batavia Air.
D. Akibat Bangkrut nya Batavia Air terhadap penumpang dan Agen Travel
Akibat putusan pailit Batavia, beberapa asosiasi travel agent sudah mencatatkan
kerugian mencapai milliaran rupiah. Asosiasi Travel Agen Indonesia (Asita) Jakarta dengan
anggota sekitar 1500 agen, memperkirakan dana deposit yang hilang mencapai 20 milliar
rupiah. Sementara itu, Astindo Sulawesi Tengah mencatat kerugian uang deposit mencapai 500
juta rupiah.
Pasca penutupan Batavia Air, beberapa airlines telah menawarkan bantuan bagi
penumpang Batavia Air dengan booking ulang secara cuma-cuma. Tiger Airways (dan
Mandala Airlines) telah menawarkan rebooking gratis untuk rute-rute tertentu (CGK-SG,
CGK-PKB, CGK-Padang, dan CGK-SUB)9. Express Air juga mengakomodir penumpang
Batavia Air untuk rute Yogyakarta – Pontianak secara gratis.
E. Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator

Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara
lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba
Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta
Pusat.

Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal ada sebagai berikut:


 15 Feb 2013 – Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 09:00
 18 Feb 2013 – Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur
dan pajak di Kantor Kurator.

17
 18 Feb – 1 Maret 2013 – Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur
Batavia Air
 14 Maret 2013 – Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia Air
(Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang dapat
dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan bagi
pemegang tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.
F. Langkah ke Depan untuk Mencegah Terulangnya Batavia Air

Escrow Account untuk deposit travel agent dan tiket yang belum terpakai. Dengan
terjadinya kasus pailit Batavia Air, Astindo (Assosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan)
mendesak Departemen Perhubungan untuk membuat peraturan baru dimana deposit travel
agent dan deposit tiket yang belum terpakai untuk ditempatkan dalam escrow account atau
akun penjaminan yang terpisah dari operasional perusahaan penerbangan. Sehingga dalam
kasus-kasus pailit seperti Batavia Air, deposit tersebut dapat diamankan secara terpisah.
Proposal yang kedua adalah kerja sama dari Asosiasi Travel yang telah ada, antara lain
Astindo, Asita, maupun assosiasi-assosiasi lain nya, untuk membuat sebuah “early detection
system”. Early detection ini dapat menggunakan beberapa indikasi, antara lain: pengurangan
rute penerbangan secara signifikan, hutang yang mulai gagal bayar, analisa perbandingan
hutang dengan aset perusahaan, dll. Dengan fasilitas seperti ini, iuran tahunan assosiasi-
assosiasi yang terkadang berjumlah cukup besar menjadi lebih berguna.

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

Pada kasus kepailitan Batavia Air terlihat bahwa terdapat kesalahan pada penerapan
strategi. Hutang yang bermula bertujuan untuk mengembangkan perusahaan karena kalah
dalam memenagkan tender berbalik menjadi boomerang bagi pihak Batavia Air sendiri yang
mengakibatkan keputusan untuk pailit.
Penawaran akuisisi dari pihak air asia pun tidak dijadikan solusi bagi manajemen
Batavia air, sebaliknya rencana akuisisi ini menjadi polemik kekuatiran akan masuk nya pihak
luar ke dalam industri penerbagan Nusantara. Dengan diambilnya keputusan pailit tentunya
bukan pihak Batavia Air saja yang merugi tapi juga semua pihak yang terkait mulai dari mitra
bisnis hingga konsumen.
Akan sedikit sulit bagi Batavia Air untuk kembali memulai di bisnis penerbangan
karena rasa trauma dan hilangnya kepercayaan publik pada Batavia sehingga Batavia harus
berinovasi dan memciptakan brand baru tentunya dengan inovasi pelayanan yang diminati
pasar saat ini. Kasus Batavia Air bisa menjadi pelajaran bagi industri penerbangan di Tanah air
agar dapat lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan sehingga tidak mengakibatkan
kerugian yang fatal pada perusahaan itu sendiri.

19
DAFTAR PUSTAKA

Radjagukguk, Erman., Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi, Jurnal
Hukum Vol.II No.6
Prof.Dr.H.Man S.Saatrawidjaja,S.H.,S.U.2006,Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang,cetakan pertama,PT Alumni,Bandung
Sembiring Sentosa,Hukum Dagang, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2008
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
Fred B.G.Tumbuan, Pokok-pokok Penyempurnaan Aturan Tentang Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Undang-Undang
Kepailitan,Jakarta,3-14 Agustus 1998.
http://www.merdeka.com/uang/sebelum-pailit-batavia-air-hilangkan-20-rute
penerbangan.html
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/2/126981/Batavia-Air-Menunggu-
Putusan-Pailit
http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00030976.htm
http://economy.okezone.com/read/2013/01/30/320/754208/pailit-batavia-air-harus-tanggung-
jawab

20

Você também pode gostar