Você está na página 1de 10

TUGAS HUKUM HAK ASASI MANUSIA

Ditulis Oleh :
Evan Kurniawan - 2016 200 036
Albert L B - 2016 200 110
Yosua Reinaldi - 2016 200 206
Hari Rahardi - 2016 200 217

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak asasi manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, biasa dirumuskan sebagai hak
kodrati yang melekat dimiliki oleh manusia sebagai karunia pemberian Tuhan kepada insan
manusia dalam menopang dan mempertahankan kehidupannya di muka bumi. Sejak lahir pun
manusia yang menjadi warga dari suatu negara secara otomatis telah memiliki hak asasi. Dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia1.

Negara hukum dan hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Argumentasi
hukum yang dapat diajukan tentang hal ini, ditujukan dengan ciri negara hukum itu sendiri, bahwa
salah satu diantaranya adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia oleh negara. Dalam negara
hukum, hak asasi manusia harus terlindungi dari segala macam bentuk pelanggarannya. Jika dalam
suatu negara hak asasi manusia tidak dilindungi, negara tersebut bukan negara hukum. Indonesia
sebagai negara hukum juga memiliki nilai-nilai untuk menghormati hak-hak kodrati tersebut
sebagaimana tercantum dalam Pancasila sebagai filosofi negara, Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi dan segala macam peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Dalam perkembangan secara nasional, melaksanakan pemenuhan hak asasi manusia tidak
semudah membalikkan telapak tangan, sama dengan halnya penegakkan hukum. Secara yuridis
hak asasi manusia telah diatur di berbagai macam peraturan perundang-undangan. Namun, pada
kenyataannya hal tersebut masih sering dikesampingkan dalam praktiknya baik oleh negara
maupun individu. Hal tersebut terbukti dengan adanya berbagai kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi, sebagai contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap petani di
Blitar dalam kasus konflik agraria Jawa Timur.

1
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Sudah selayaknya negara mengkhawatirkan kondisi akan rendahnya apresiasi terhadap hak
asasi manusia. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa membantu negara melalui pemikiran-
pemikiran akan penegakkan hak asasi manusia sebagai dasar dari pembuatan makalah ini
Kasus Posisi

Awal kasus pelanggaran hak asasi manusia ini ketika adanya konflik antara pemerintah dengan
masyarakat setempat mengenai perebutan tanah uang berada di Blitar yang digunakan sebagai
lahan rumah dan lahan bertani bagi Persatuan Petani Aryo Blitar (PPAB)2. Konflik dimulai dengan
adanya perebutan tanah. Masyarakat setempat mengklaim jika tanah seluas 23,9 hektar yang
dikuasai AURI bukanlah tanah negara. Mereka yang mengaku sebagai generasi ketiga, telah hidup
di tanah itu dengan bekal selembar surat petok D yang dikeluarkan Lurah Harnowo saat itu. Namun
bukti kepemilikan lahan itu diminta oknum tentara yang mengatakan akan dibuatkan sertifikat
secara kolektif. Namun sampai saat ini sertifikat tersebut tidak didapatkan melainkan adanya
intimidasi agar masyarakat mau pergi dari lahan sengketa dan belum merasakan merdeka di tanah
tersebut. Intimdasi dilakukan dengan merusak pagar dan dapur digempur habis oleh oknum
tentara. Masyarakat setempat mempertanyakan akan munculnya Sertifikat Hak Pakai (SHP) No 2
dan 4 Tahun 2005 dibawah penguasaan Departemen Pertahanan Keamanan Cq. TNI AU yang
dikeluarkan oleh BPN Blitar. Seharusnya penerbitan SHP baru legal jika sudah ada pembayaran
ganti rugi kepada warga yang tanahnya diinginkan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI),
tapi sampai penerbitan SHP pembayaran ganti rugi belum ada. Semula, warga menyewa lahan
seluas 8,2 hektare dengan membayar Rp 36 juta per tahun. Namun sejak tahun 2015 mereka tidak
mau lagi membayar sewa dengan alasan, tanah yang dikuasai AURI bukanlah tanah negara.

Menanggapi kisruh ini, Intel Lanud Abd Saleh Malang, Letkol Tri Priyo Widodo menyatakan
pihak TNI AU telah melakukan audiensi pada 1 November 2016 di Malang. Hasil audiensi tersebut
BPN Blitar mengatakan bahwa sejak diterbitkannya SHP No 2 dan 4 Tahun 2005 itu tidak ada
masyarakat setempat yang menggugat sertifikat tersebut. Selain itu dalam audiensi memperoleh
kesepakatan jika kelompok Maryono dinyatakan illegal menggarap lahan karena tidak meneruskan
perjanjian pakai fasilitas negara. 3

2
http://kpa.or.id/media/baca/kegiatan/415/KPA_Jawa_Timur_Adukan_Kasus_Pelanggaran_HAM_dan_Konflik_Agr
aria_ke_Komnas_HAM/ (Diakses pada, Sabtu, 12 Mei 2019, pukul 14.00)
3
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3470659/sengketa-lahan-warga-blitar-cabuti-patok-yang-ditanam-
auri (Diakses pada, Sabtu, 12 Mei 2019, pukul 14.00)
Pertanyaan Hukum

1. Apakah pengusiran dan juga pemindahan suatu penduduk yang dilakukan secara paksa
masuk ke dalam pelanggaran HAM?
2. Siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM tersebut ?
3. Apakah kekerasan yang dilakukan oleh AURI masuk dalam pelanggaran yang dilakukan
oleh sebuah korporasi ?

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 A


“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.** )”
 Relevansi: Masyarakat sekitar terganggu akan kelangsungan hidup mereka dilihat dari
tanah tersebut merupakan sumber utama pendapatan para petani tersebut.

2. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1 dan 4


“(1)setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”
(4)Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.** )”
 Relevansi: Tanah sengketa dan rumah mereka merupakan hak milik dan sudah
selayaknya tidak bisa diganggu secara sewenang-wenang.

3. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I ayat 1,4 dan 5.


“(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.** )
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** )
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**
 Relevansinya: perlakuan pemerintah baik pemerintah daerah dan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) sesuai kasus diatas telah mengesampingkan perlindungan hak asasi
manusia dimana merekalah yang seharusnya melindungi masyarakat sipil.

4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4


“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
keadaan apapun dan oleh siapapun.”
 Relevansinya: perlakuan pemerintah baik pemerintah daerah dan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) sesuai kasus diatas telah mengesampingkan perlindungan hak asasi
manusia dimana merekalah yang seharusnya melindungi masyarakat sipil.

5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 8


“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.”
 Relevansinya: Perlindungan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab pemerintah
tapi dalam kasus diatas malah tidak dilindungi

Legal Opinion

1. Menurut hemat kami, tindakan pengusiran dan pemindahan penduduk Blitar (khusunya
petani) termasuk ke dalam pelanggaran HAM. Hal ini didasarkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 28 A
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.** )”

Masyarakat sekitar terganggu akan kelangsungan hidup mereka dilihat dari tanah tersebut
merupakan sumber utama pendapatan para petani tersebut.
Terlebih lagi dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 H Ayat (1) dan (4)
yang menyatakan bahwa

“(1)setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”
(4)Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.** )”
Dalam kasus ini bukti kepemilikkan tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal
Persatuan Petani Aryo Blitar (PPAB) berupa selembar kertas petok D yang
dikeluarkan oleh Lurah Harmoko diminta dan tidak dikembalikkan oleh oknum
tentara(sudah diambil alih secara sewenang-wenang). Selain itu pembuktian akan
pelanggaran HAM diperkuat dengan tindakan oknum tentara yang melakukan
intimidasi dengan merusak pagar dan dapur yang bertentangan dengan ketentuan
mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4 yang
menyatakan bahwa
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.”

Padahal dalam kode etik profesi Tentara Nasional Indonesia

Dalam 8 Wajib TNI menentukan :

1. Bersikap ramah terhadap rakyat;

2. Bersikap santun terhadap rakyat;

3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita;

4. Menjaga kehormatan diri di muka umum;

5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannya;


6. Tidak sesekali merugikan rakyat;

7. Tidak sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat;

8. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan

rakyat sekelilingnya.

Menurut Kode Etik Profesi Tentara Nasional Indonesia dalam 8 Wajib TNI

tersebut kesemuanya merupakan syarat. Wajib kesatu sebagai syarat kesatu, wajib
kedua menjadi syarat kedua, dan seterusnya hingga wajib kedelapan. Perbuatan
oknum tni sebagaimana telah dijelaskan diatas sama sekali tidak mencerminkan
kedelapan syarat kode etik profesi Tentara Nasional Indonesia. Hal ini juga dapat
diartikan bahwa selain oknum tentara sudah melakukan pelanggaran HAM,
mereka juga telah melanggar kode etik TNI. Mungkin oknum tersebut hanya
menjalankan perintah atasannya. Namun tidak memperhatikan kaidah atau aturan-
aturan yang ada sehingga bersikap sewenang-wenang dan melanggar hak-hak
rakyat.

2. Sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I ayat 4 dan 5. Yaitu:
“(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** )
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**
Didalam ayat ke 4 tanggung jawab atas suatu pelanggaran HAM merupakan tanggung
jawab pemerintah.
Didalam ayat ke 5 mengenai siapa penanggung jawab atas pelanggaran HAM tersebut
diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 8 yang menyatakan
bahwa

“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia


terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah”
Sehingga dapat disimpulkan tanggung jawab pelanggaran HAM dipegang oleh
pemerintah.

3. Muchsan menyebutkan unsur-unsur tindakan pemerintahan sebagai berikut:


1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukanya
sebagai penguasa maupun sebagai alat pemerintahan dengan prakarsa
dan tanggung jawab sendiri.
2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan.
3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untukmenimbulkan
akibat hukum di bidang hukum administrasi
4. Perbuatan tersebut menyangkut pemeliharaan kepentingan negara dan
rakyat.
5. Perbuatan itu harus didasarkan pada peraturan perundangundangan
yang berlaku.4
dapat diartikan bahwa dalam hal ini AURI merupakan pemerintah sehingga tindakan
AURI dapat dipersamakan seperti tindakan negara.

Komentar

Dalam kasus ini, menurut kami dapat disimpulkan bahwa AURI melakukan pelanggaran
hak asasi manusia. Dimana kita tahu AURI merupakan instrumen pemerintah. Sehingga dalam
hal ini negara dapat disalahkan karena terjadinya pelanggaran hak asasi manusia melalui AURI
terhadap masyarakat sekitar dan juga para petani di Blitar.

4
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2016) hlm. 112
Daftar Pustaka

 Pasal 1 butir 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

 HR,Ridwan. 2016. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers

 Riady, Erliana. 2017. Sengketa Lahan, Warga Blitar Cabuti Patok yang Ditanam AURI.

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3470659/sengketa-lahan-warga-blitar-

cabuti-patok-yang-ditanam-auri (Diakses pada, Sabtu, 12 Mei 2019, pukul 14.00)

 Komnas HAM. 2018. KPA Jawa Timur Adukan Kasus Pelanggaran HAM dan

Konflik Agraria ke Komnas HAM.

http://kpa.or.id/media/baca/kegiatan/415/KPA_Jawa_Timur_Adukan_Kasus_Pelangg

aran_HAM_dan_Konflik_Agraria_ke_Komnas_HAM/ (Diakses pada, Sabtu, 12 Mei

2019, pukul 14.00)

Você também pode gostar