Você está na página 1de 2

Fenomena Kemageran Generasi 'Nunduk'

Beberapa tahun terakhir,di Indonesia muncul beberapa layanan transportasi online,seperti


GoJek,Uber,Grab,dan sebagainya. Hadirnya layanan ini tentu membantu mempermudah masyarakat
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.Sedang populer saat ini,layanan GoJek yang memiliki fitur
GoFood menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Fitur ini telah digunakan oleh banyak orang
dalam berbagai kalangan,mulai dari remaja hingga orang dewasa.

Beberapa orang berpendapat,bahwa dengan adanya layanan ini secara tidak langsung memberikan
dampak buruk,seperti munculnya rasa 'mager' atau males gerak khususnya bagi remaja. Hal tersebut
berkaitan dengan turunnya produktivitas remaja sebagai calon penerus bangsa yang diharapkan memiliki
kreativitas dan produktivitas.

Fenomena ini membawa seorang remaja untuk terus bergantung pada gadget. Tak heran bila sebagian
remaja menjawab smartphone adalah hal terpenting dan barang wajib untuk dibawa ke mana-mana.
Mereka berpendapat bahwa semua hal dapat dilakukan melalui smartphone,tanpa harus repot.

Dampak buruk lainnya juga dirasakan oleh sopir angkot,sopir bis,hingga ojek pangkalan. Mereka
berpendapat bahwa dengan adanya layanan transportasi online tersebut membuat penghasilan mereka
menurun dengan cukup drastis. Alasan inilah yang mendasari mereka,para sopir non-online, untuk
melakukan hal-hal yang bisa dikatakan anarkis,yaitu dengan menghentikan paksa para driver transportasi
online,atau melarang untuk mengantar/menjemput penumpang pada wilayah transportasi non-online .

Penumpang lebih memilih transportasi online yang praktis,dan hanya perlu menunggu dijemput di
rumah,tanpa harus mencari angkot atau ojek pangkalan yang belum tentu keberadaannya. Dari segi
pelayanan,transportasi non-online kurang memberi kenyamanan dan keamanan yang cukup bagi
penumpang.

Berdasarkan hasil survei dari penelitian Crossmedia Link, 61% responden mengatakan bahwa layanan
yang diberikan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan serta efisiensi menjadi faktor yang paling
penting dalam menggunakan transportasi online. 58% responden juga menjawab menggunakan
transportasi online karena alasan kemudahan dan kenyamanan saat memesan langsung dari ponsel
mereka.

Hal ini membenarkan bahwa ojek konvensional saat ini tidak lagi memiliki tarif yang wajar,sehingga para
penumpang memilih layanan transportasi online yang sudah jelas biaya yang harus dikeluarkan. Selain
terjangkau,tidak jarang juga para penyedia layanan transportasi online ini memberikan potongan harga
khusus kepada penggunanya. Hal inilah yang menjadi strategi bisnis yang baik,sehingga dapat menarik
minat para penumpang.

Di luar dari pro kontra antara layanan transportasi online dengan transportasi non-online,sebenarnya tak
banyak orang yang mengetahui bahwa di balik berita-berita yang memperlihatkan keuntungan menjadi
sopir transportasi online,terdapat masalah-masalah yang dihadapi para sopir ini. Sopir taksi online
contohnya,mereka harus bekerja minimal 12 jam agar mendapat penghasilan sekitar 400-500
ribu,jumlah tersebut harus dipotong dengan uang makan dan bensin kira-kira 200 ribu. Jika ditotal,satu
bulan mereka mendapatkan uang sebesar 10 juta rupiah. Bagi mereka yang mengambil kredit
mobil,setidaknya harus mengangsur 4 juta rupiah dan melakukan perawatan mobil per 3 bulannya
sebesar 1 juta rupiah. Setidaknya para sopir taksi online hanya mendapat 5 juta per bulan dengan jam
kerja 12-16 jam.

Tak jarang juga,para sopir transportasi online ini mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan
dari para penumpangnya,sampai saat ini banyak terdengar kasus pertengkaran yang terjadi antara sopir
dan penumpangnya. Mulai adu mulut hingga baku pukul. Penyebabnya antara lain kesalahpahaman atau
ketidakpuasan penumpang atas pelayanan yang diberikan.

Banyak penumpang mengkritik para sopir dengan menggunakan kata-kata yang kurang enak didengar.
Ada juga biasanya penumpang melaporkan si sopir ke kantor pusat,sehingga berdampak pada teguran
kepada sopir hingga pemblokiran akun untuk sementara waktu.

Sebenarnya,masalah terbesar para sopir tersebut adalah ketika orderan yang mereka terima,tiba-tiba
dicancel oleh customer. Sudah banyak sopir yang mengeluhkan masalah tersebut,biasanya karena ulah
beberapa pihak yang sengaja melakukan order fiktif,tetapi tidak memikirkan dampak yang didapat sang
sopir.

Misalnya,PT. Gojek Indonesia yang memiliki sistem penilaian performa yang cukup 'kejam',dan
menyebabkan para sopir harus bekerja lebih keras. Bagaimana tidak,untuk menghindari suspend,
keadaan dimana para sopir tidak dapat mengambil orderan pada waktu tertentu,mereka harus memiliki
performa tidak kurang dari 20%,jika seorang penumpang melakukan cancel pada orderannya,maka
performa si sopir akan menurun. Bayangkan saja,jika dalam sehari terdapat beberapa orderan fiktif,maka
sopir bisa saja mendapat suspend. Namun,jika seorang sopir memiliki performa lebih dari 50%,maka
akan mendapatkan bonus khusus.

Layanan transportasi online dan non-online memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing

Você também pode gostar