Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Cushing adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal
sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk
gangguan ini relatif jarang dijumpai. (Grace.A.Pierce & Borley.R, 2006).
Prevalensi sindroma chusing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada
perempuan 1:10.000. angka kematian ibu yang tinggi pada sindroma chusing
disebabkan oleh hipertensi berat (67%), diabetes gestasional (30%), superimposed
preeklamsia (10%), dan gagal jantung sekunder karena hipertensi berat (10%).
Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan
sindroma chusing, 2 kasus disebabkan gagal jantung dan 1 kasus infeksi
(Hernaningsih dan Soehita, 2005).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi sindrom chusing ?
2. Apa etiologi sindroma chusng ?
3. Apa patofisiologi sindroma chusing ?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari sindrom chusing ?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk pasien dengan sindroma chusing?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada sindroma chusing ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi sindrom chusing
2. Untuk mengetahui etiologi sindroma chusng
3. Untuk mengetahui patofisiologi sindroma chusing
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari sindrom chusing
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan sindroma chusing
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada sindroma chusing
D. MANFAAT
1. Sebagai informasi dasar untuk mengenal gejela-gejala dari sindroma chusing
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai sindrom
chusing

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Sindrom Cushing adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal
sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk
gangguan ini relatif jarang dijumpai. (Grace.A.Pierce & Borley.R, 2006).
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan
mencakup kelebihan glukokortikoid yang berlebihan dalam jangka waktu yang
panjang.(Cambridge Communication Limited, hal: 18)
B. Etiologi
Penyebab cushing sindrom bermacam-macam menurut Baradero, mary dkk (2005)
Penyebab sindrom cushing adalah:
a. sindrom cushing primer, terlalu banyak produksi kortisol yang di
akibatkan oleh adenoma atau karsinoma adrenal.
b. sindrom cushing sekunder, terlalu banyak produksi kortisol yang
diakibatkan oleh hyperplasia adrenal karena banyak sekali ACTH. Terlalu
banyak produksi ACTH dapat di akibatkan oleh :
1) Hipofisis mengeuarkan banyak ACTH karena gangguan hipofisis atau
hipotalamus.
2) Keluarnya ACTH yang berasal dari ektopik non hipofisis (produksi
hormone diluar hipofisis) meningkat, misalnya pada karsinoma
bronkogeneik, adenoma bronkial dan karsinoma pangkreas.
c. Pada sindrom cushing iatrogenic, kadar kortisol yang sangat tinggi sebagai
akibat terapi glukokortikoid yang berlangsung lama.
d. Faktor fisisolgi yang di kaitkan dengan kortisol yang berlebihan adalah
akibat pengaruh glukokortikoid yang berlebihan.
e. Gangguan metabolism air dan mineral. Kortisol itu sendiri mempunyai
aktivitas mineralokortikoid sehingga kelebihan kortisol mengakibatkan
tanda dan gejala peningkatan kegiatan mineralokortikoid walaupun
aldosterone normal.
Sindrom Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam

2
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan. (Baradero Mary, 2009).
Sindroma Cushing disebabkan oleh kelebihan kortiosteroid akibat terapi
steroid, tumor hipofisis penghasil ACTH, adenoma atau karsinoma korteks adrenal
(Grace.A.Pierce & Borley.R, 2006).
C. Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun
dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome.
Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah
sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat
menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi
metabolik seperti dibawah ini:
a. Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam
amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan
limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga
sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam
sel.
Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam
amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan
simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan
tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara
klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak,
luka-luka sembuh dengan lambat.
Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam
amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia

3
dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga
pembentukan glukosa meningkat.
b. Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat
lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali
lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah
penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-
adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus
dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam
mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa
darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma
insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika
kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas
banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek
perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada
sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal,
maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi
insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan
kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
c. Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan
dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat
tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan
dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan
penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa

4
terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon
face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
d. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang
lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang
tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna
pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-
sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap
sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada
setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel
sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten,
produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas
lambat.
e. Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
f. Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid
dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
g. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai
dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi
singkat.

5
h. Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.
D. Manifsetasi Klinis
Menurut Davey, Partick (2005) Manifestasi klinis yang sering muncul pada
penderita cushing syndrome antara lain :
a. Depresi
b. psikosis
c. Rambut tipis
d. Moon face
e. Jerawat
f. Penumpukan jaringan lemak di subkutan
g. Hipertensi
h. Penyakit jantung iskemik
i. Obesitas
j. Penyembuhan luka buruk (ulkus peptikum)
k. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
l. Petekie
m. Kuku rusak
n. Kegemukan dibagian perut
o. Kurus pada ekstremitas
p. Striae
q. Osteoporosis
r. Diabetes Melitus
s. Hipertensi
t. Neuropati perifer
E. Penatalaksanaan Chusing Syndrome
a. Terapi obat: metripon ( menghambat sintesis kortisol) atau ketokonazol (
menghambat enzim sitokrom P450) menurunkan kadar kortisol untuk jangka
pendek sebelum pembedahan atau jangka panjang apabila pembedahan tidak
mungkin dilakukan.
b. Adenoma hipofisis: adenomektomi trans-sfenoidalis menyebabkan relaps
pada > 70% kasus-radioterapi digunakan untuk kasus relaps yang tidak dapat

6
disembuhkan. Adenoma adrenal (dapat disembuhkan dengan adrenalektomi),
karsinoma adrenal (tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan). Terapi
obat miotan, sebuah obat adrenolitik, dapat membantu.
c. Sekresi ektopik : pengangkatan tumor dengan pembedahan bila
memungkinkan-jika tidak, berikan terapi medis atau lakukan adrenalektomi
Apabila tidak diobati, angka harapan hidup penderita sindrom cushing <5
tahun akibat penyakit kardiovaskuler atau infeksi. (Davey Patrick, 2005)
d. Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah:
1) Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal
pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada
gangguan fungsi adrenal.
2) Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab
sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason
diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada
pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3) Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk
memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang
merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom
cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.
4) Stimulasi CRF, untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat
ektopik produksi ACTH.
5) Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab
sindrom cushing
6) Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal
& mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal

B. Asuhan Keperawatan
1. PengkajianIdentitas Klien
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur,
pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi
pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia
20 dan 30 tahun.

7
b. Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klien mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat
badan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam
jangka waktu yang lama. Dan kaji juga sebelumnya pernah menderita
osteoporosis, hipertensi.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau
kelainan kelenjar adrenal lainnya.
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek
pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan
pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan
kadar kortisol dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi
tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
rutin dan perawatan diri.
Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:
a. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.
b. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang
perubahan ini.
c. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons
terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat
depresi. Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan
informasi tentang perubahan ini.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada
simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan.
b. B2 (Blood)

8
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
c. B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai
insomnia
d. B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
e. B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat
striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
f. B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face,
punguk bison, obesitas tunkus.
3. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS : Resiko cedera dan Kelemahn otot,
- Biasanya infeksi metabolisme
klien karbohidrat
mengatakan abnormal dan
berat dan respon
badannya inflamasi
bertambah
- Biasanya
klien
mengatakan
rambut rontok
- Biasanya
klien
mengatakan
lemah
·
DO :

9
- Klien tampak
lemah
- Klien obesitas
- Tangan dan
kaki klien
terlihat kurus

2 DS : Gangguan rasa nyaman : Nyeri pada


Biasanya klien nyeri tulang
mengatakan nyeri
tulang terutama
punggung
DO :
- Biasanya klien
tampak meringis
- Biasanya tonus
otot : +
- Biasanya klien
tampak susah
berdiri
3 DS : Resiko Edema,
- Biasanya klien kerusakan integritas gangguan
mengatakan kulit kesembuhan
lukanya sulit dan kulit tipis
sembuh
- Biasanya Klien
mengatakan
perutnya buncit
DO :
- Biasanya Kulit
klien tampak tipis.

10
- Biasanya Kulit
klien tampak
kemerahan
- Biasanya Kulit
klien berminyak
dan berjerawat

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
sindrom cushing adalah sebagai berikut:
a. Resiko infeksi b/d Kelemahan otot, metabolisme karbohidrat abnormal
dan dan respon inflamasi
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d Nyeri pada tulang
c. Resiko kerusankan integritas kulit b/d Edema, gangguan kesembuhan dan
kulit tipis
5. Intervensi dan Implementasi Keperawatan

No Diagosa Tujuan dan KH (NOC) Intervensi (NIC)


1 Resiko infeksi Tujuan : setelah Kontrol infeksi
b/d Kelemahan dilakukan tindakan 1. Observasi dan laporkan
otot, keperawatan tanda dan gejala infeksi
metabolisme metabolisme seperti kemerahan, panas,
karbohidrat karbohidrat klien nyeri, dan adanya
abnormal dan normal kembali fungsiolaesa.
dan respon Kriteria Hasil : 2. Kaji temperatur klien tiap
inflamasi 1. Infeksi berkurang. 4 jam.
2. Daya tahan tubuh 3. Catat dan laporkan nilai
meningkat. laboraturium (leukosit,
protein, serum, albumin).
4. Kaji warna kulit,
kelembaban tekstur, dan
turgor.

11
5. Gunakan strategi untuk
mencegah infeksi
nosokomial.
6. Tingkatkan intake cairan.
7. Istirahat yang adekuat.
8. Cuci tangan sebelum dan
setelah tindakan
keperawatan.
9. Dorong pasien untuk
istirahat.
2 Gangguan rasa Tujuan : setelah Manajemen nyeri
nyaman : nyeri dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian nyeri
b/d Nyeri pada keperawatan diharapkan secara komprehensif
tulang klien tidak measakan dimulai dari lokasi,
nyeri lagi karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, intensitas dan
1. Skala nyeri 0-3. penyebab.
2. Wajah klien tidak 2. Pertimbangkan pengaruh
meringis. budaya terhadap respons
3. Klien tidak nyeri.
memegang daerah 3. Mengurangi atau
nyeri. mengapuskan faktor-faktor
yang memperketat atau
meningkatkan nyeri
(seperti:ketakutan, fatique,
sifat membosankan,
ketiadaan pengetahuan)
4. analgesik yang dibutuhkan
dalam mengatasi nyeri.
5. Cek order medis mengenai
obat, dosis dan
frekuensianalgesik yang
diberikan.

12
6. Cek riwayat alergi obat.
7. Pilih analgesik yang tepat
atau kombinasi analgesik
ketika lebih dari satu obat
yang diresepkan.
8. Tentuka pilihan analgesik
(narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan jenis
dan beratnya penyakit.
9. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat analgetik
narkotik dengan dosis
pertama, atau catat jika ada
tanda yang tidak biasa
muncul.
10. Monitor tanda-tanda vital
3 Resiko Tujan : setelah Pressure management
kerusakan dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
integritas kulit keperawatan interitas menggunakan pakaian
b/d Edema, kulit klien normal yang longgar.
gangguan kembali 2. Jaga kebersihan kulit agar
kesembuhan dan Kriteria Hasil: tetap bersih dan kering.
kulit tipis 1. Tidak ada luka atau 3. Mobilisasi pasien (uabah
lesi pada kulit. posisi pasien) setiap 2 jam
2. Perfusi jaringan sekali.
baik. 4. Monitor kulit akan adanya
3. Menunjukkan kemerahan.
pemahaman dalam 5. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan mobilisasi pasien.
kulit dan mencegah 6. Monitor status nutrisi
terjadinya cedera pasien.
berulang

13
7. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

6. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu
untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti
menilai:
a. Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
b. Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan
turgor kembali baik
c. Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan
sebagai berikut:
a. S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan
b. O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c. A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara
informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil.
Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.
d. P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sindrom Chusing adalah suatu keadaaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukortikoid dalam darah yang menetap. Sindrom
chusing dapat diderita oleh pria maupun wanita, dan bukan merupakan penyakit yang
bisa dianggap sepele apabila tidak diobati dengan segera. Dalam memberikan asuhan
keperawatan dibutuhkan penguasaan materi dan praktik yang kuat sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dan tepat.
B. SARAN
Mengingat sindrome chusing masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat
awam maka pengenalan dini penyakit ini perlu dilakukan salah satunya melalui
pendidikan kesehatan.
Selain itu peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga
kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan dapat mendukung penanganan penyakit ini
dengan maksimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary, Klien Gangguan Endokrin, jakarta, EGC, 2009.


Baradero, mary dkk.2005. Klien Gangguan Endokrin Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3.
Jakarta : EGC

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Grace.A.Pierce & Borley.R, (2006). At a Glance Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: Erlangga.

Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 999-1003

http://kumpulan-diagnosa-nic-noc-2015.blogspot.co.id/2016/05/v-
behaviorurldefaultvmlo.html

http://lizatulhandayani.blogspot.co.id/2015/05/askep-sindrom-cushing.html

J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC

NANDA, NIC, dan NOC


Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta :
EMS

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90

Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta:EGC.

Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091

Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS,


DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam
FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2

Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan:


diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC

16
17

Você também pode gostar