Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pasien Nn. Y umur 19 tahun datang ke RS Muhammadiyah Palembang pada hari Senin, 5 Maret 2018
di bawa ke IGD dan dirujuk ke Ruang Ahmad Dahlan. Pasien mengeluh nyeri abdomen pada right
lower quadrant dengan skala nyeri 7 sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri semakin
bertambah saat berjalan. Pasien mengalami konstipasi selama 3 hari dengan BAK normal. Pola makan
pasien tidak teratur dan jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat. Dari hasil
pengkajian pasien mengalami anoreksia dan terdap-at tanda Rovsing. Pasien mengeluh badannya
terasa panas. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit, demam. Diagnostk medis pasien
apendisitis. Hasil pemeriksaan didapat TD : 130/8O0 mmHg, Pernafasan : 20x/mnt, Nadi : 90x/mnt,
suh : 38,5 C, Leukosit : 13.000
2) Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas angka 38 derajat
selcius.Demam merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang melawan
infeksi akibat virus,bakteri atau parasit.kenaikan suhu tubuh akibat konsumsi obat.
3) Ada, seperti merasa mual bahkan muntah,anoreksia (gangguan pada nafsu makan).
5) 1.Rovsing sign
2. Psoas sign
3.Obturator sign
4. Cough sign
6) Leukosit normal 5.000-10.000 sel/mm3. Iya berhubungan, karna pada kasus
tersebut terjadi kenaikan leukosit yag menandakan adanya infeksi
9) Hubungannya yang pasti ialah konstipasi merupakan sulit buang air besar (BAB)
yang keras akibat kurangnya mengkonsumsi makanan yang berserat sehingga
menyebabkan sumbatan
10) Darah tinggi bisa di sebabkan karena factor usia, factor makanan, factor gaya
hidup, obesitas, dan kurang olahraga.
11) Penderita anoreksia adalah mereka yang cenderung perfeksionis dengan beberapa
gejala seperti depresi, obsesif dan cemas yang berlebihan / anxiety. Keinginan tampil
dengan baik pada kehidupan sehari-hari / pekerjaan membuat mereka memiliki resiko
yang besar mengalami anoreksia nervosa. Anoreksia pada dasarnya bisa berkembang
setiap saat, namun lebih sering ditemukan kasus perkembangan anoreksia pada masa
pubertas.
Pathway
Hiperplasis folikel limfoid, fekalid, benda asing, cacing, tumor, atau neoplasma
Obstruksi lumen apendiks
Apendisitis
Kronik Akut
Resiko Infeksi
Penatalaksanaan
Tidak efektif
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (
apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki - laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki -
laki berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2007 ).
Apendisitis adalah inflamsi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak diketahui, tetapi
sering mengikuti sumbatan lumen ( Gibson, john, 2003 ).
Jadi, Apenditis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi
tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk dilakukannnya
bedah abdomen.
3. Etiologi
Menurut Nuzulul ( 2009 ) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada faktor presdisposisi yaitu :
1.Faktor yang sering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di :
a.Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c.Adanya benda asing seperti biji –bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.
3. Laki –laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
4.Tergantung pada bentuk apendiks :
a.Apendiks yang terlalu panjang.
b.Masa apendiks yang pendek.
c.Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.
d.Kelainan katup di pangkal apendiks.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid , fekolit , benda asing , struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai nyeri epigastrum.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding apendiks
yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apediksitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrate
appendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Anak - anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orangtua perforasi mudah
terjadi karena telah terjadi kelainan pada pembuluh darah ( Mansjoer, 2003 ).
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis
untuk sementara.
6. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013)terbagi menjadi
3 yakni :
A. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
alut pertama kali sembuh spontan. Namun apendistis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (
fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik ),
dan keluhan menghilang setelah apendictomy.
7. Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan laboratorium
a.Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b.Pemeriksaan urindengan hasil sedimendapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan
perforasiakan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urinrutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
2.Pemeriksaan Radiologi
a.Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa,
hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b.Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus
dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura( Penfold, 2008)
8. Penatalaksanaan Umum
1.Sebelum Operasi
a.Observasi
Dalam 8 - 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis seringkali
belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendiksitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta
pemeriksaan darah leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b.Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali
apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
2.Operasi
a.Apendictomy
b.Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika
c.Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV , massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
d.Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam,syok, hiperternia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien
telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak ada gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml / jam selama 4 - 5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml / jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di
luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang ( Mansjoer,
arif dkk, 2009 )
Intervensi
Hari Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Tgl Keperawatan (NOC) (NIC)
Senin Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Perlindungan 1. Mengetahui
27 berhubungan keperawatan selama 3x24 infeksi: keadaan luka
Januari dengan jam pasien diharapkan 1. Monitor 2. Mengawasi
2018 Patogen yang menunjukan perbaikan adanya kerentanan
di tandai keparahan infeksi dengan tanda dan terhadap infeksi
dengan kriteria hasil gejala 3. Mempercepat
Peningkatan Indikator A H infeksi penyembuhan
jumlah Demam 2 5 sistemik 4. Mencegah
leukosit : Peningkatan 2 5 dan lokal pergerakan luka
13000, TD: jumlah sel darah 2. Monitor 5. Membantu dalam
1300/800 putih kerentanan pencegahan
mmHg, RR: Nyeri 1 5 terhadap infeksi
20x/m, N: Kolonisasi 2 5 infeksi 6. Mengetahui hal-
90x/m, T: kultur area luka 3. Tingkatkan hal yang dapat
38,5OC Vesikel yang 2 5 asupan menimbulkan
tidak mengeras nutrisi infeksi
permukaanya yang cukup 7. Mengetahui
4. Anjurkan adanya infeksi
istirahat bila terjadi
5. Instrusikan 8. Mencegah
pasien terjadinya infeksi
untuk 9. Mencegah
minum terjadinya infeksi
antibiotik pada luka
yang 10. Mengetahui
diresepkan keadaan luka dan
6. Ajarkan tindakan yang
pasien dan diberikan
keluarga
bagaimana
cara
menghinda
ri infeksi
7. Monitor
wbc
8. Berikan
agen
imunisasi
yang tepat
9. Berikan
perawatan
luka yang
tepat
10. Periksa
setiap
kondisi
sayatan
bedah atau
luka
Implementasi
Diagnosa waktu Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Resiko Infeksi Senin 1. Memonitor adanya S: pasien mengatakan
berhubungan dengan 27 Januari 2018 tanda dan gejala nyeri ketika dilakukan
Patogen yang di Siang infeksi sistemik dan perawatan luka
tandai dengan lokal O: Kondisi luka baik,
Peningkatan jumlah 15.00 – 16.00 WIB 2. memonitor luka terlihat segar
leukosit : 13000, kerentanan terhadap A: Masalah keperawatan
TD: 1300/800 infeksi resiko infeksi teratasi
mmHg, RR: 20x/m, 3. yang tepat sebagian
N: 90x/m, T: 38,5OC memberikan Indikator A H
perawatan luka Demam 2 3
Peningkatan 2 3
4. Mengajarkan pasien
jumlah sel
16.00 – 18.00 WIB dan keluarga
darah putih
bagaimana cara nyeri 1 3
menghindari infeksi Kolonisasi 2 4
5. Menginstrusikan kultur area
pasien untuk minum luka
antibiotik yang Vesikel yang 2 3
diresepkan tidak
6. Meniingkatkan mengeras
asupan nutrisi permukaanya
7. Menganjurkan
18.00 – 20.00 WIB istirahat P: Lanjutkan intervensi
8. Memonitor wbc dengan memeriksa setiap
kondisi sayatan bedah
atau luka
Analisi Data
Hipertermia
Data Etiologi Problem
DS: Pasien mengeluh Penyakit ( apendisitis) Hipertermia
badanya terasa panas
Intervensi
Hari Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Tgl Keperawatan (NOC) (NIC)
Hipertermia Setelah dilakukan Perawatan 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakkan keperawatan hipertermia : suhu tubuh pasien
dengan selama 1x24 jam pasien 1. Monitor 2. Dapat
Penyakit diharapkan menunjukan TTV menurunkan suhu
(apendisitis) perbaikan termoregulasi tubuh
Yang di 2. Berikan 3. Agar panas anak
tandai dengan Dengan kriteria hasil : antipiretik tidak masuk
Pasien Indikator A T kedalam tubuh ,
3. Longgarka
mengeluh Melaporkan 2 5 sehingga panasnya
n pakaian
badanya kenyamanan semakin menurun
terasa panas suhu 4. Berikan 4. Menurunkan suhu
dan TD: Peningkatan 2 5 metode tubuh
1300/800 suhu kulit pendingina 5. Mengetahui
mmHg, RR: Berkringat saat 2 5 komplikasi yang
n eksternal
20x/m, N: panas terjadi untuk
(kompres
90x/m, T: Dehidrasi 2 5 dilakukan
38,5OC hangat) tindakan
5. Monitor selanjutnya
adanya 6. Menambah cairan
komplikasi tubuh pasien
supaya tidak
6. Berikan lemas
cairan IV
Implementasi
Diagnosa waktu Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Hipertermia Senin 1. memonitor TTV S: Pasien mengatakan
berhubungan dengan 27 Januari 2018 suhu tubuh sudah
Penyakit Pagi 2. memberikan menurun
(apendisitis) 08.30-09.30 WIB O: Pasien terlihat rileks,
Yang di tandai antipiretik suhu tubuh 37oc
dengan Pasien 09.00 -10.00 WIB A: Masalah keperawatan
mengeluh badanya 3. melonggarkan hipertermia teratasi
terasa panas dan TD: pakaian pasien sebagian
1300/800 mmHg, 4. memberikan Indikator A T
RR: 20x/m, N: Melaporkan 2 4
metode
90x/m, T: 38,5OC kenyamanan
pendinginan
suhu
eksternal (
Peningkatan 2 4
kompres hangat) suhu kulit
5. memberikan Berkringat 2 4
cairan IV saat panas
Dehidrasi 2 4
P: Lanjutkan intervensi
dengan memonitor
adanya komplikasi
3. Memahami peran perawat
2) Demam(hipertermi) adalah suatu keadaan di mana suhu tubuh melebihi titik tetap
(set point) lebih dari 37 derajat selcius,yang biasanya di akibatkan oleh kondisi tubuh
atau eksternal yang menciptakan lebih bayak panas dari pada yang dapat di keluarkan
oleh tubuh(Wong,2008).Demam merupakan respon tubuh terhadap infeksi.infeksi
adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh,dapat berupa
virus,bakteri,parasit,maupun jamur.Demam juga dapat di sebabkan oleh paparan
panas yang berlebihan(overhating),dehidrasi atau kekurangang cairan,alergi di
karenakan gangguan sistem imun(Lubis,2009). (Inda Maya Sari)
2. Makanlah makanan yang sehat yang banyak mengandung serat (paling sedikit 30 gram
sehari).
3. Banyak minum untuk mencegah sembelit dan gangguan kandung kencing
4. Minumlah 1,5 -2 Liter (6-8 gelas) cairan setiap hari kecuali jika disuruh lain oleh dokter
anda. Yang dimaksud dengan cairan adalah air, jus buah-buahan, teh, kopi, susu, sup, selai
dan es krim.
5. Berolah raga setiap hari untuk mencegah sembelit dan mempertahankan berat badan yang
sehat Jagalah agar otot dasar panggul anda tetap kuat agar mudah mengendalikan kandung
kencing dan perut
Periksalah posisi anda ketika duduk di kloset:
Lutut (dengkul) anda seharusnya diangkat sedikit lebih tinggi daripada pinggul anda
Ganjal penunjang kaki mungkin diperlukan agar mendapat posisi yang terbaik21Obat
pencahar
Obat pencahar adalah obat yang dapat membantu anda melonggarkan perut untuk
mencegah penyumbatan dan merejan yang berlebihan
Bicarakan dengan dokter anda tentang penggunaan obat ini
Pada umumnya, obat pencahar hanya boleh diminum untuk masa yang pendek Ada tiga
bentuk obat pencahar:
Bahan penggembung (bulking agents) ‐ Ini memperbesar bentuk tinja (faeces). Minum
paling sedikit 6‐8 gelas air setiap hari sangatlah mutlak.
Pencahar Pelembek (lubricant laxatives) ‐ Ini memperlunak tinja dan membuatnya lebih
mudah keluar.
Pencahar Perangsang (stimulant/irritant laxatives) ‐ Ini membuat perut lebih aktif dalam
mendorong tinja keluar dari perut.
5). Menurut jurnal Kedokteran Brawijaya, vol 28, suplemen No.1: Tanda klinis lain
yang sangat p-enting adalah nyeri tekan abdomen quadrant kanan bawah pada
palpasi, jumlahnya 96%. Beberapa pemeriksaan klinis bisa dilakukan untuk
menegakkan diagnosa, diantaranya adalah : nyeri lepas tekan, rovsing sign, psoas
sign, obturator sign, blumberg sign, dan rectal toucher. Pemeriksaan ini cukup
sederhana dan bisa dilakukan oleh setiap dokter, terutama yang telah mengikuti
pelatihan. Pemeriksaan nyeri lepas tekan cukup bermakna dalam mendiagnosis
appendicitis, terutama bila pemeriksaan lain memberikan gambaran negatif.
walaupun tingkat spesifitasnya rendah tapi sensitivitasnya tinggi. pemeriksaannya
cukup sederhana dan tidak sulit untuk diinterpretasikan, tapi perlu dilakukan secara
hati-hati agar tidak memperparah penyakit dan meningkatkan nyeri pasien. pasien
apendisitis pada pemeriksaan rovsing sign dan psoas sign memberikan gambaran
positif masing-masing 92% dan 80%. Obsturator sign dan blumberg sign juga perlu
diperiksa karena bisa membantu dalam menegakkan diagnosa appendicitis. (Nandita
Eka Putri)
10) Menurut journal of industrial hygiene and occupational health vol. 2, NO. 1,
Oktober 2017 : Banyak factor yang meningkatkan resiko kecenderungan seseorang
menderita hipertensi, di antaranya ciri ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan
suku, factor genetik, serta factor lingkungan yang meliputi obesitas, stress, konsumsi
garam, konsumsi alkohol dan sebagainya.( Culpepper, 2010). (Hikmah Pujiarti)
11) Karena ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi
sangat concern atas pertambahan berat badan, terutama remaja putri, karena mereka
mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak, sehingga mudah untuk menjadi
gemuk apabila mengkonsumsi makanan yangberkalori tinggi.23 Namun, seringkali
banyak remaja yang dihantui oleh kekhawatiran maupun kecemasan bahwa ia akan
mengalami kegagalan.Rasa khawatir yang berlebihan ini, menyebabkan individu
melakukan diet atau pantangan terhadap pola kebiasaan makan secara ketat. Apabila
mereka merasa lapar, dirinya tidak segera makan, namun dibiarkan agar tetap merasa
lapar. Bila ia merasa berhasil bertahan untuk tidak makan, maka ia kana merasa
bangga atau senang bahkan puas. Demikian hal ini dilakukan secara berulang-ulang.
Akan tetapi, karena ketidak tahuan dirinya tentang pola makan yang baik, sehingga
sampai mengganggu pola pengaturan makannya, akibatnya remaja justru mengalami
gangguan makan (eating disorder), misalnya anorexia dan bulimia nervosa (Berk,
1993; Papilia dkk., 1998, Santrock, 1999, Rice, 1993, Turner dan Helms, 1995).
Penyebab gangguan makan anorexia nervosa dan bulimia nervosa sebagai berikut :
1) Faktor sosio-kultural
Tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai standart kurus yang tidak
realistis
2) Faktor psikologis
a. Diet yang kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan berkurangnya kontrol
yang diikuti dengan pelanggaran diet dan menghasilkan makan berlebihan yang
bersifat bulimik.
b. Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat untuk
mencapai berat badan yang diinginkan.
c. Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan selain diet.
a. Keluarga dari pasien gangguan makan seringkali memiliki karakteristik yang sama
yaitu adanya konflik, kurang kedekatan dan pengasuhan, serta gagal dalam
membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak perempuan mereka.
b. Dari perspektif sistim keluarga, gangguan makan pada anak perempuan dapat
memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional dengan mengalihkan
perhatian dari masalah keluarga ataupun masalah pernikahan.
4) Faktor biologis
a. Ketidakseimbangan yang mungkin terjadi pada sistim neurotransmitter di otak yang
mengatur mood dan nafsu makan.
b. Kemungkinan pengaruh genetis. (Resty Permata Sari)