Você está na página 1de 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan
anak-anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi
usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang
berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional. (WHO , 2003) .
Anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The
Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai
orang yang berusia di bawah 18 tahun. ( Department of Child and
Adolescent Health and Development , 2006)
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara
kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang
menggunakan istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” secara
bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi, artinya
saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak bisa dipisahkan
dalam bentuk-bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri; akan tetapi
bias dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya. Dalam
hal ini kedua proses tersebut memiliki tahapan-tahapan diantaranya tahap
secara moral dan spiritual. Karena pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik dilihat dari tahapan tersebut memiliki kesinambungan yang
begitu erat dan penting untuk dibahas maka kita meguraikannya dalam
bentuk struktur yang jelas baik dari segi teori sampai kaitannya dengan
pengaruh yang ditimbulkan.
Penanggulangan demam berdarah secara umum di tujukan pada
pemberantasan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya
(vektornya) yaitu nyamuk Aedes Aegypty dengan memberantas sarang
perkembangbiakannya yang umunya ada di air bersih yang tergenang di
permukaan tanah maupun di tempat-tempat penampungan air, melakukan
program 3M ( menutup, menguras, mengubur) (WHO 2004).

1
Dari data yang diperoleh, kasus DBD di dki jakarta menurun
selama tiga tahun terakhir, secara signifikan. Dinas Kesehatan (Dinkes)
DKI Jakarta menyebutkan, penurunan terjadi hingga tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2007, jumlah kasus DBD mencapai 31.836 kasus. Jumlah itu
mengalami penurunan di tahun 2008 yang hanya mencapai 28.361 kasus.
Pada 2009 penurunannya sangat signifikan hanya menyisakan 18.835
kasus. Di tahun 2010, jumlah kasus DBD kian menyusut menjadi 12.639
kasus.
Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan, jumlah
kasus DBD di DKI sebesar 18.006 kasus, dengan tingkat kejadian rata-rata
(incidence rate/IR) sebesar 202,4 per 100.000 penduduk. Angka tersebut
jauh di atas target nasional, yaitu 150 per 100.000 penduduk.
Untuk tahun 2011 hingga bulan Mei kasus DBD tercatat sebanyak
3.603 kasus. Dengan rincian Jakarta Timur 941 kasus, Jakarta Selatan
720 kasus, Jakarta Barat 661 kasus, Jakarta Utara 961 kasus, Jakarta
Pusat 314 kasus, dan Kepulauan Seribu 6 kasus.
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi
penyuluhan kesehatan tentang penyakit DBD dan penanggulangannya,
preventif yaitu untuk mencegah terjadinya DBD dengan cara merubah
kebiasaan hidup sehari-hari melalui tidak menggantung pakaian yang
sudah di pakai, menjaga kebersihan lingkungan dan penampungan air,
kuratif yaitu untuk memenuhi cairan tubuh sesuai dengan kebutuhan,
serta mengkonsumsi minuman yang dapat meningkatkan trombosit
seperti jus kurma dll. Dari aspek rehabilitatif perawat berperan
memulihkan kondisi klien dan menganjurkan klien untuk kontrol kembali
kerumah sakit bila keluhan timbul kembali.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan DHF?
2. Sebutkan tentang etiologi pada DHF!
3. Jelaskan tentang patofisiologi DHF!.
4. Sebutkan tentang klasifikasi DHF!
5. Sebutkan tentang manifestasi klinis DHF!
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada DHF?
7. Apa saja penatalaksanaan pada DHF?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada DHF?
9. Bagaimaa teori asuhan keperawatan DHF?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian DHF.
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi DHF.
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi DHF.
4. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi DHF.
5. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis DHF.
6. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik DHF.
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan DHF.
8. Untuk mengetahui dan memahami Komplikasi DHF
9. Untuk mengetahui dan memahami teori asuhan keperawatan DHF

3
BAB II

PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR DHF

A. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan


oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(Nursalam, dkk. 2008)

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat


pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat, 2006)

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang


disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty
(Suriadi. 2010)

DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus)


yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
(Suryady,2001,hal 57)

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

4
B. Etiologi
Dengue haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus
(Arthopodborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegepthy. Virus Nyamuk aedes aegypti berbentuk batang, stabil pada
suhu 370 C. Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar demam berdarah
menurut (Nursalam ,2008) adalah :

1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


2. Hidup didalam dan sekitar rumah
3. Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar
5. Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar
rumah seperti bak mandi, tempayan vas bunga.

C. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty dimana virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka
terjadilah viremia (virus masuk ke dalam aliran darah). Kemudian akan
bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibody
yang tinggi akibatnya terjadilah peningkatan permeabilitas pembuluh
darah karena reaksi imunologik. Virus yang masuk ke dalam pembuluh
darah dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau
terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan factor koagulasi merupakan factor terjadi
perdarahan hebat. Keadaan ini mengkibatkan plasma merembes
(kebocoran plasma) keluar dari pembuluh darah sehingga darah
mengental, aliran darah menjadi lambat sehingga organ tubuh tidak
cukup mendapatkan darah dan terjadi hipoksia jaringan.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob , hipoksia
dan asidosis jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan

5
bila kerusakan jaringan semakin berat akan menimbulkan gangguan
fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru sehingga mengakibatkan
hipotensi , hemokonsentrasi , hipoproteinemia, efusi pleura, syok dan
dapat mengakibatkan kematian. Jika virus masuk ke dalam sistem
gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah dan
anoreksia.
Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut
menganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat
sintesis dan osidasi lemak. Namun, karena hati terserang virus dengue
maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi bahan
keton, sehingga menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali,
dimana pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan
distensi abdomen. Bila virus bereaksi dengan antbody maka
mengaktivasi sistem koplemen atau melepaskan histamine dan
merupakan mediator factor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF
dengan derajat I,II,III, dan IV.

D. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO (2002), DHF dibagi menjadi empat derajat
sebagai berikut:
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II :

Seperti derajat I namun di sertai perdarahan spontan di kulitdan


atau perdarahan lain.

3. Derajat III :

Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan


lemah, tekanan darah menurun disertai kulit dingin, lembab dan

6
gelisah.

4. Derajat IV :

Renjatan berat dengan nadi tidak teratur dan tekanan darah yang
tidak dapat diukur.

E. Manifestasi klinis

Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain

1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari


2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).
F. Pemeriksaan diagnostik
(Nursalam, 2008)
1. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).
3. Rontgen thoraks : effusi pleura

7
G. Penatalaksanaan medis (Narusalam, 2008)
1. Terapi
a. DHF tanpa rejatan
Pada pasien dengan demam tinggi , anoreksia dan sering muntah
menyebabkan pasien dehidrasi dan haus, beri pasien minum 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup,
susu dan bila mau lebih baik diberikan oralit. Apabila
hiperpireksia diberikan obat anti piretik dan kompres air
biasa.Jika terjadi kejang, beri luminal atau anti konvulsan
lainnya. Luminal diberikan dengan dosis anak umur kurang dari
1 tahun 50 mg/ IM , anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit
kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg /
kg BB. Anak diatas satu tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu
tahun diberikan 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi
fungsi vital. Infus diberikan pada pasien tanpa ranjatan apabila
pasien terus menerus muntah , tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematocrit yang
cenderung meningkat.
b. Pasien yang mengalami rajatan (syok) harus segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan biasanya Ringer Laktat. Jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon maka dapat diberikan
plasma atau plasma akspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kg
BB.
Pada pasien rajatan berat pemberian infus diguyur dengan cara
membuka klem infus tetapi biasanya vena-vena telah kolaps
sehingga kecepatan tetesan tidak mencapai yang diharapkan,
maka untuk mengatasinya dimasukkan cairan secara paksa
dengan spuit dimasukkan cairan sebanyak 200 ml, lalu diguyur.

8
2. Tindakan Medis yang bertujuan untuk pengobatan
Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang diajurkan adalah jus
buah, the manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit
tidak dapat dipertahankan maka cairan IV perlu diberikan. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan dextrose 5% di dalam 1/3
larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis dianjurkan pemberian
NaCl 0,9 % +dextrose ¾ bagian natrium bikarbonat.
Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB , diberikan
secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam dan pada jam berikutnya
harus sesuai dengan tanda vital, jadar hematocrit, dan jumlah volume
urine. Untuk menurunkan suhu tubuh menjadi kurang dari 39°C
perlu diberikan anti piretik seperti paracetamol dengan dosis 10-15
mg/kg BB/hari. Apabila pasien tampak gelisah, dapat diberkan
sedative untuk menenangkan pasien seperti kloral hidrat yang
diberikan peroral/ perektal dengan dosis 12,5-50 mg/kg BB (tidak
melebihi 1 gram) . Pemberian antibiotic yang berguna dalam
mencegah infeksi seperti Kalmoxcilin, Ampisilin, sesuai dengan
dosis yang ditemukan.
Terapi O2 2 liter /menit harus diberikan pada semua pasien
syok.Tranfusi darah dapat diberikan pada penderita yang
mempunyai keadaan perdarahan nyata, dimaksudkan untuk
menaikkan konsentrasi sel darah merah.Hal yang diperlukan yaitu
memantau tanda-tanda vital yang harus dicatat selama 15 sampai 30
menit atau lebih sering dan disertai pencatatan jumlah dan frekuensi
diuresis.

9
H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Dengue Hemoragic Fever menurut
( Hidayat Alimul , 2008) diantaranya:
1. Ensepalopati
Sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan
dan kemungkinan dapat disebabkan oleh thrombosis pembuluh
darah ke otak.
2. Syok (renjatan)
Karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat
terjadi syok hipovolemik.
3. Efusi Pleura
Adanya edema paru akibat pemberian cairan yang berlebihan
dengan tanda pasien akan mengalami distress pernafasan.
4. Perdarahan intravaskuler menyeluruh.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun) , jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri
ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV) , melena atau
hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
5. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko , apabila terdapat factor

11
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya berkurang.
7. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang atau gantungan
baju dikamar)
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantanganm nafsu
makan berkurang dan menurun,
b. Eliminasi alvi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang
mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV
sering terjadi hematuria.
c. Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
d. Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aedypty.
e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menajga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF,
keadaan anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran composmetis , keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan andi elmah.
b. Grade II : kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur

12
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
10. Sistem Integumen
a. Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncl
keringat dingin, dan lembab
b. Kuku sianosis atau tidak
c. Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam (flusy). mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan (epitaksis) pada grade II,III. IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi,
dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
d. Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada
poto thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
e. Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegaly) dan asites
f. Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. HB dan PVC meningkat (≥20%)
b. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig. D dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
f. Ureum dan pH darah mungkin meningkat

13
g. Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
h. SGOT /SGPT mungkin meningkat.

B. Diagnosa keperawatan
(Doengoes, E Marilyn. 2000)
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam


darah/viremia).
c. Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia.
d. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh akibat perdarahan.
g. Kurang pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan
obat-obatan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi keperawatan
(E, Marylin, 2000)
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil : volume cairan perlahan-lahan teratasi, An.A tidak
muntah – muntah lagi, Mukosa bibir kembali normal
Intervensi :
Mandiri :
a. Kaji tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam

14
Rasional :mengetahui atau memantau keadaan umum klien
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor
kulit tidak elastis, ubun-ubun cekung , produksi urine menurun
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan intervensi
lanjut
c. Observasi dan catat intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit atau balance cairan
d. Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan klien
e. Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan
serum albumin
Rasional : memantau keseimbangan cairan dalam darah
f. Monitor dan catat berat badan
Rasional : mengontrol penambahan berat badan karena
pemberian cairan yang berlebihan
g. Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang
tanpa bantal
Rasional : memulihkan dan membantu peredaran darah dalam
tubuh supaya lancar sehingga mengurangi syok yang terjadi
h. Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi
perdarahan
Rasional : membantu proses perbaikan tubuh.
2. Hipertemia (suhu naik) berhubungan dengan proses penyakit
(viremia/virus).
Tujuan : Hipertemia dapat teratasi

Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C).

Mukosa lembab t idak ada sianosis atau purpura

15
Intervensi

Mandiri :

a. Kaji saat timbulnya demam


Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap
3 jam atau lebih sering.
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui
keadaan umum klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam dan
jelaskan manfaatnya bagi klien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan
yang banyak.
d. Lakukan “Tepid Water Sponge”
Rasional : Tepid Water Sponge dapat menurunkan
penguapan dan penurunan suhu tubuh.
e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang
tebal.
Rasional: Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi
panas
dalam tubuh.
Kolaborasi :

f. Berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.


Rasional : Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat
penting

16
bagi klien dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu
tubuhnya.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungandengan anoreksia.
Tujuan :Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Berat badan stabil dalam batas normal.

Tidak ada mual dan muntah.

Intervensi

Mandiri :

a. Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh


pasien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat
mempengarauhi
nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan
hidangkan saat masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat
klien sakit.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi
sehingga motivasi makan meningkat.
e. Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha
menghabiskan makanan.
Rasional : Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
f. Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap
hari.

17
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.
g. Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang
lunak.
Rasional : Meningkat nafsu makan.
h. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.
Kolaborasi :

i. Bererikan obat-obatan antasida (anti emetik) sesuai


program/instruksi dokter.
Rasional: Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake
nutrisi klien meningkat karena mengurangi rasa mual dan
muntah.
j. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : Membantu proses penyembuhan klien.
4. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital normal.

Jumlah trombosit klien meningkat.

Tidak terjadi epitaksis, melena, dan hemotemesis.

Intervensi.

Mandiri :

a. Monitor tanda-tanda perdarahan dan trombosit yang disertai


dengan tanda-tanda klinis.
Rasional: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan (petekie,
epistaksis, dan melena).

18
b. Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
c. Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika
ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Mendapatkan penanganan segera mungkin.
d. Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi
lunak, memberikan tekanan pada area tubuh setiap kali selesai
pengambilan darah.
Rasional : Mencegah terjadinya pendarahan.
5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi
tubuh yang lemah.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.

Kriteria Hasil :Keadaan umum membaik

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi seperti: makan,


minum, dan personal hyiene (mandi,
menggosok gigi, dan bershampoo).

Intervensi.

Mandiri :

a. Kaji kebutuhan klien.


Rasional : Mengidentifikasi masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien berhubungan dengan
kelemahan fisiknya.
Rasional: Mengetahui tindakan keperawtan yang akan diberikan
sesuai dengan masalah klien.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari klien
sesuai tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, dan
eliminasi.

19
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa membuat klien
ketergantungan terhadap perawat.
6. Resiko tinggi syok hipovolemik berhibungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh akibat perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil :Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Keadaan umum baik.

Syok hipovolemik tidak terjadi.

Intervensi.

Mandiri :

a. Monitor keadaan umum kilen.


Rasional : Untuk mengetahui jika terjadi tanda-tanda syok.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
Rasional : Untuk memastikan tidak terjadi per syok.
c. Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera
teratasi.
d. Anjurkan keluarga/klien untuk segera melapor jika ada tanda-
tanda perdarahan.
Rasional : Untuk membantu tim perawat untuk segara
menentukan tindakan yang tepat.
e. Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
Rasional : Untuk membantu mengistirahatkan saluran
pencernaan untuksementara selama perdarahan berasal dari
saluran cerna.

f. Perhatikan keluhan klien seperti pusing, lemah, ekstremitas

20
dingin, sesak nafas.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan.

Kolaborasi :

g. Berikan therapi cairan intra vena jika terjadi perdarahan.


Rasional: Untuk mengetahui kehilangan cairan tubuh yang hebat
yaitu untuk mengatasi syok hipovolemik.
h. Cek Hb, Ht, Trombosit (sito)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami klien, dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
i. Berikan trasfusi sesuai instruksi dokter.
Rasional : Untuk menganti volume darah serta komponen
yang hilang.
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diit, perawatan,
dan obat-obatan pasien berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria Hasil :Pengetahuan klien/Keliarga tentang proses


penyakit, diit,perawatan dan obat penderita DHF meningkat dan
klien/keluarga mampu menjelasakan kembali.

Intervensi

Mandiri :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.


Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang
penyakit
yang diderita klien.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien dan keluarga.
Rasional: Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai

21
dengan
tingkat pendidikan sehingga penjelasan dapat dipahami dan
tujuan
yang direncanakan tercapai.
c. Jelaskan tentang proses penyakit,diit, perawatan, obat-obatan pada
klien dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan tepat dan
jelas.
d. Berikan kesempatan pada klien/keluarga untuk bertanya sesuai
dengan penyakit yang dialami.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan motivasi klien untuk
kooperatif
selama masa perawatan/penyembuhan
e. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam bentuk penjelasan.
Rasional: Dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama
anak serta sering menimbulkan wabah.
Menurut klasifikasi pada DHF terdapat 4 derajat yaitu, derajat i :
demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. derajat ii : derajat i di
sertai perdarahan spontan di kulitdan atau perdarahan lain. derajat iii :
kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah,hipotensi, kulit dingin
lembab, gelisah. Derajat IV :
Diagnosa yang muncul pada pasien DHF yaitu Hipertemia
berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam darah/viremia),
Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, Resiko tinggi terjadinya perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia, Gangguan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah, Resiko tinggi syok
hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
akibat perdarahan dan Kurang pengetahuan tenang proses penyakit,
diet, perawatan, dan obat-obatan pasien berhubungan dengan
kurangnya informasi.
B. Saran
Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan yang
lebih lengkap sesuai dengan keadaan klien serta memantau keadaan
pasien tersebut.Hendaknya penyuluhan kesehatan ini di jadikan suatu
program di ruangan guna meningkatkan pengetahuan klien tentang
penyakitnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC :


Jakarta

Hidayat alimul aziz. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : salemba
medika

Supartini Yupi, S.Kp, MSc. 2004. Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC

Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : cv sagung seto.

24

Você também pode gostar