Você está na página 1de 11

Volume 18 Nomor 1, Hal.

33-43 ISSN:0852-8349
Januari – Juni 2016

PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba ROXB MIQ.) PADA


MEDIA PASCA PENAMBANGAN BATUBARA YANG DIPERKAYA
FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA, LIMBAH BATUBARA
DAN PUPUK NPK

Rike Puspitasari Tamin


Fakultas Kehutanan Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo-Darat Jambi 36361
Email: rikepuspitasari_unja@yahoo.co.id

ABSTRACT
One of the problems created by coal mining activities is the progressive increase of
critical land area size and environmental damage, which are among other things in the
form of worsening physical, chemical and biological properties of soils which lead to
decrease of soil fertility and disturbed plant growth. Growth and nutrient absorption by
Jabon seedlings have been studied in terms of their respond toward application of
Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF), coal waste, and soil media being used after coal
mining operation. The experiment was designed as factorial completely randomized
design, comprising 3 treatment factors, namely, species of AMF inoculants (control,
Glomus sp., and Gigaspora sp.), growth media (control, mixture of 15% south
Kalimantan coal, and mixture of 15 % Jambi coal) and concentration of NPK fertilizer
(control, 2 gram/polybag, and 4 gram/polybag) with 10 replications, so that in total, there
were 270 experimental units. Results showed that interaction between AMF, growth
media and fertilizer had significant effects on parameters of diameter increment and
percent of AMF colonization. Parameter of height increment and number of Jabon
seedling leaves were affected by interaction between AMF and fertilizer.

Keywords : Arbuscular Mycorrhizal Fungi, coal, NPK fertilizer, planting stock quality

PENDAHULUAN mining) dimana dimulai dengan kegiatan


pembukaan lahan, pengikisan lapisan atas
Indonesia merupakan negara yang tanah, penggerukan dan penimbunan.
mempunyai kekayaan sumber daya Penambangan dengan sistem terbuka ini,
mineral yang cukup besar salah satunya menyingkirkan semua lapisan tanah di
batubara. Sektor pertambangan batubara atas deposit batubara dan menghasilkan
selama ini merupakan salah satu kubangan yang besar sehingga
penopang ekonomi nasional terbesar bagi mengakibatkan penurunan sifat-sifat fisik
Indonesia, maka dari itu diperkirakan tanah, kimia tanah, biologi tanah, dan
kegiatan penambangan di Indonesia perubahan topografi lahan. Selain itu,
khususnya penambangan batubara akan akibat kegiatan penambangan batubara
terus berkembang dengan pesat ini juga menyingkirkan seluruh vegetasi
khususnya batubara, dimana pada tahun yang menutupi lahan tersebut, dimana
1968 terdapat 3 perusahaan menjadi 138 akibat hilangnya vegetasi atau hutan
pada tahun 2005 (Sukandarrumidi, 2006). maka akan menghilangkan fungsi dari
Kegiatan penambangan batubara ini hutan berupa pengatur tata air, pengendali
umumnya sebagian besar dilakukan erosi dan banjir, sumber keanekaragaman
dengan sistem terbuka (opened peat hayati, penyerap karbon, pemasok

33
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

okosigen, dan pengatur suhu lingkungan serta dalam jumlah yang cukup
serta akan menyebabkan terbukanya merupakan syarat mutlak yang harus
lapisan tajuk hutan dan tanah, dipenuhi dalam kegiatan reklamasi dan
menurunnya tingkat kesuburan dan revegetasi lahan pasca tambang batubara
stabilitas lahan dan merusak habitat yang yang lahannya marjinal sehingga dapat
berdampak langsung terhadap kehidupan meningkatkan kualitas dari hasil
satwa liar (Setiadi, 2009). Selain itu, reklamasi dan revegetasi dilihat dari
akibat yang ditimbulkan dari kegiatan aspek ekologi, ekonomi dan sosial
penambangan batubara ini juga akan (Mansur, 2008).
menghasilkan logam-logam berat pada Usaha yang dapat dilakukan dalam
lahan yang dapat mengubah secara menyediakan bibit yang berkualitas yaitu
mendasar masyarakat tumbuhan dan dengan cara pemberian pupuk organik
akibat dari logam berat ini akan berupa campuran kompos dan batubara,
menjadikan lahan tersebut menjadi pemberian fungi mikoriza arbuskula
tidak subur. (FMA) dan pemilihan jenis tanaman yang
Lahan pasca tambang dapat tepat merupakan salah satu alternatif di
dimanfatkan kembali secara produktif dalam kegiatan reklamasi dan revegatasi
dengan cara memulihkan kembali lahan lahan pasca penambangan batubara.
yang telah rusak akibat dari kegiatan Pemberian pupuk organik ke dalam tanah
penambangan tersebut, dimana usaha dapat memperbaiki sifat fisika dan
yang dapat dilakukan melalui kegiatan biologi tanah dan dapat memberikan
reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambahan unsur hara ke dalam tanah
tambang. Kegiatan reklamasi ini terutama unsur Nitrogen. Selain itu
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk pemberian kompos dapat mengaktifkan
memperbaiki dan menata kegunaan lahan cendawan endomikoriza dan mikroba
yang terganggu dalam hal ini akibat yang ada (indigenous), meningkatkan
kegiatan penambangan batubara sehingga agregasi dan memperbaiki struktur tanah .
dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai Pemberian batubara dimana terdapat
peruntukannya. Sedangkan revegetasi kandungan Carbon (C) didalamnya
merupakan salah satu teknik vegetatif diharapkan dapat membangun kesuburan
yang dapat diterapkan dalam upaya tanah dan berfungsi sebagai media untuk
merehabilitasi lahan terdegradasi, dimana mengikat karbon tanah. Sedangkan
revegetasi ini bertujuan untuk pemberian mikoriza khususnya fungi
memperbaiki lahan-lahan yang labil dan mikoriza arbuskula dapat menyerap
mengurangi erosi permukaan dan dalam pupuk P lebih tinggi dibandingkan
jangka panjang dapat memperbaiki dengan tanaman yang tidak bermikoriza
kondisi iklim mikro, estetika dan dan dapat meningkatkan kemampuan
meningkatkan kondisi lahan ke arah tanaman di dalam menyerap unsur hara,
yang lebih protektif dan produktif melindungi tanaman dari penyakit akar
(Setiadi, 2009). serta keracunan logam berat. Pemilihan
Untuk menunjang kegiatan revegetasi jenis tanaman tepat yaitu dengan
tersebut, diperlukan bibit yang menggunakan tanaman pioner dimana
berkualitas sehingga dapat tumbuh dan tanaman pioner ini mampu hidup dan
adaptability pada lahan yang marjinal toleran terhadap kondisi lingkungan yang
tersebut. Untuk itu diperlukan pemilihan kritis.
jenis tanaman yang tepat dan pemberian
perlakuan yang tepat yang dapat
memperbaiki sifat fisik dan kimia pada
lahan pasca tambang tersebut. METODE PENELITIAN
Penyediaan bibit yang berkualitas baik

40
Rike Puspitasari Tamin: Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocepalus cadamba ROXB MIQ.) Pada
Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Pungi Mikoriza Arbuskula,
Limbah Batubara dan Pupuk NPK.

Rancangan Penelitian cawan petri dan dilihat dimikroskop


Rancangan penelitian yang digunakan dissecting dan diambil menggunakan
adalah RAL faktorial. Penelitian ini makro pipet, kemudian dimasukkan ke
terdiri dari 2 faktor perlakuan. Faktor tabung film.
pertama adalah jenis inokulum, terdiri
dari 3 taraf perlakuan yaitu : 2. Pengolahan Limbah batubara
M0 = Kontrol Batubara yang ada sebelum
M1 = Glomus sp. dicampurkan dengan media tanam
M2 = Gigaspora sp. terlebih dahulu ditumbuk sampai halus,
kemudian setelah halus baru dicampurkan
Faktor kedua adalah pemberian pupuk bersamaan media tumbuh dengan
organik yang terdiri dari media tanam komposisi yang telah ditentukan.
berupa tanah pasca penambangan
batubara (tanah subsoil) yang 3. Persiapan Media Tumbuh Semai
dicampurkan dengan kompos dan Media tersebut dilakukan sterilisasi
batubara yang terdiri dari beberapa taraf, terlebih dahulu dengan pada suhu 1020C
yaitu : selama 4-5 jam. Kemudian media
B0 = Media tanam 100% (tanpa kompos dicampurkan dengan batubara lalu
dan batubara/kontrol) dimasukkan ke dalam polybag sesuai
B1= Media tanam + kompos 15%+ dengan ukuran perbandingannya (V/V).
batubara 15% (v/v) Pembuatan media tumbuh semai
B2= Media tanam + kompos 20%+ dilakukan dengan mencampur media
batubara 20% (v/v) tanah pasca penambangan batubara
B3= Media tanam + kompos 25%+ dengan limbah batubara.
batubara 25% (v/v)
4. Penyiapan Semai
Sedangkan faktor ketiga adalah Semai yang digunakan yang telah
pemberian pupuk NPK dengan kosentrasi berumur 3 bulan atau setelah terdapat 2
yang berbeda, terdiri dari 3 taraf pasang daun, serta berukuran antara 3- 5
perlakuan, yaitu : cm.
P0 = Tanpa pupuk/kontrol
P1 = Pupuk NPK dosis 2 gram/polybag 5. Inokulasi FMA
P2 = Pupuk NPK dosis 4 gram/polybag a. Inokulasi FMA dilakukan
bersamaan dengan pemindahan
Prosedur Kerja semai dari bak kecambah ke
1. Persiapan Inokulan polybag.
Inokulum Gigaspora sp. dan Glomus b. Inokulasi FMA diberikan sebanyak
sp. diperoleh dari Laboraotorium 50 spora persemai perpolybag.
Mikrobiologi Pusat Penelitian Hutan c. Pemberian spora dilakukan tepat
Alam Litbang Kehutanan Gunung Batu, pada akar semai Jabon.
Bogor. Inokulan yang telah ada
dipersiapkan sesuai kebutuhan dimana 6. Pemberian Pupuk NPK
disiapkan 50 spora dimasukkan ke setiap Pemberian pupuk NPK dilakukan
tabung film dan disimpan di kulkas sebanyak 3 kali pemberian yaitu
sampai saatnya digunakan. Spora-spora pemberian pupuk pertama dilakukan pada
yang sebelumnya terdapat di media zeolit saat seminggu setelah semai disapih,
disaring dengan saringan spora dimana pemberian pupuk kedua dilakukan 6
spora yang diambil berasal dari saringan minggu setelah semai disapih dan
yang berukuran 125 µm dan 63 µm, pemupukkan ketiga dilakukan setalah 10
kemudian spora tersebut dimasukkan ke
41
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

minggu proses penyapihan sesuai dengan


konsentrasi yang telah ditentukan. Tabel 2. Pengaruh Interaksi Perlakuan
Inokulasi FMA dan Pemberian
7. Pemeliharaan Pupuk NPK Terhadap
Pemeliharaan dilakukan dengan Pertambahan Tinggi Semai
penyiraman yang dilakukan setiap pagi Jabon Umur 16 mst
dan sore hari atau sesuai dengan kondisi FMA Pupuk NPK
media tumbuh, dimana bila kondisi
Tanpa 2 4
media lembab maka penyiraman tidak (P0) gram gram
perlu dilakukan. (P1) (P2)
Tanpa (M0) 5,3e 36,2a 32,8ab
HASIL DAN PEMBAHASAN Glomus sp. (M1) 10,3d 32,1ab 30,5ab
Gigaspora sp.
Pertambahan tinggi, diameter dan (M2) 17,3c 26,3b 29,2ab
jumlah daun merupakan indikator Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama
morfologi yang dapat digunakan untuk menunjukkan pengaruh yang tidak
menduga kualitas semai suatu jenis berbeda nyata berdasarkan uji
tanaman. Hasil analisa sidik ragam lanjut Duncan pada tingkat
terhadap faktor tunggal maupun interaksi kesalahan 5%.
faktor-faktor disajikan pada Tabel 1.
Pertambahan tinggi terbaik
Tabel 1. Sidik Ragam Pengaruh Inokulasi ditunjukkan pada semai Jabon yang
FMA, Media Tanam dan diberi pupuk 2 gram/polybag tanpa
Pemberian Pupuk NPK inokulasi FMA (M0B1) sebesar 36,2 cm
Terhadap Pertumbuhan Semai atau mengalami peningkatan
Jabon Umur 16 mst dibandingkan dengan kontrol sebesar
Sumber Keragaman Probabilitas Parameter Pertumbuhan 583,02%. Sedangkan pertambahan tinggi
Pertambah Pertamba Pertamba
an Tinggi han han Daun semai Jabon yang terendah yaitu pada
Diamater semai yang tidak diberi pupuk dan tanpa
Coefisien Varians 14,36 6,46 24,53
FMA 0,0233* 0,3842tn 0,0396*
inokulasi FMA (M0B0) sebesar 5,3 cm.
Media tanam Pemberian inokulan FMA jenis Glomus
Pupuk 0,0019* 0,0009* <,0001**
FMA x Media tanam <,0001** <,0001** <,0001** sp. dengan pemberian pupuk pada 2
FMA x Pupuk 0,4109tn 0,4711tn 0,6960tn konsentrasi yang berbeda yaitu 2 gram
Media tanam x <,0001** 0,0014* <,0001**
Pupuk 0,5581tn 0,0015* 0,0839tn dan 4 gram tidak memberikan pengaruh
FMAxMedia
tanamxPupuk 0,5471tn 0,0120* 0,0728tn
yang berbeda nyata terhadap
Ket. : **: Perlakuan berpengaruh nyata pertambahan tinggi semai Jabon masing-
pada tingkat kesalahan 1% masing sebesar 32,1 cm dan 30,5 cm.
* : Perlakuan berpengaruh nyata Sedangkan pemberian inokulan FMA
pada tingkat kesalahan 5% jenis Gigaspora sp. dengan pemberian
tn : Perlakuan tidak berpengaruh pupuk pada 2 konsentrasi yang berbeda
nyata pada tingkat kesalahan yaitu 2 gram dan 4 gram memberikan
5%. pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertambahan tinggi semai Jabon masing-
Pertambahan Tinggi masing sebesar 26,3 cm dan 29,2 cm.
Hasil sidik ragam pada Tabel 1 Pemberian inokulan FMA Glomus sp.
menunjukkan bahwa interaksi antara dengan pemberian pupuk dosis 2 gram
FMA dan pupuk berpengaruh nyata dan 4 gram telah meningkatkan secara
terhadap pertambahan tinggi semai Jabon nyata pertambahan tinggi semai Jabon
umur 16 mst (p<0,01). dibandingkan dengan kontrol masing-
masing sebesar 505,66% dan 475,47%

40
Rike Puspitasari Tamin: Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocepalus cadamba ROXB MIQ.) Pada
Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Pungi Mikoriza Arbuskula,
Limbah Batubara dan Pupuk NPK.

terhadap kontrol. Demikian juga dengan distribusinya bagi semai Jabon. Baru
pemberian inokulan FMA Gigaspora sp. pada minggu kedelapan semai mulai
dengan pemberian pupuk dosis 2 gram menunjukan pertumbuhan tinggi yang
dan 4 gram telah meningkatkan secara cukup signifikan. Diduga karena pada
nyata pertambahan tinggi semai Jabon minggu keenam, dilakukan pemberian
dibandingkan dengan kontrol masing- pupuk kedua pada semai sehingga pada
masing sebesar 396,22% dan 450,94%. minggu kedelapan semai telah
Pemberian inokulan FMA Glomus sp. mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan
dan Gigaspora sp. tanpa pemberian untuk pertumbuhannya ditambah lagi
pupuk juga dapat meningkatkan dengan peran FMA yang pada minggu
pertambahan tinggi semai Jabon jika kedelapan sudah dapat diterima oleh
dibandingkan dengan kontrol masing- tanaman khusus perlakuan M1P1, M1P2,
masing sebesar 94,34% dan 226,42% M2P1 dan M2P2. Pada minggu
walaupun tidak sebaik dengan ada kesepuluh perlakuan M0P1 menunjukkan
penambahan pupuk. Grafik pertumbuhan pertumbuhan tinggi yang sangat
tinggi semai Jabon setiap 2 minggu dapat siginifikan diikuti dengan perlakuan
dilihat pada Gambar 1. lainnya yang juga diberikan pupuk. Hal
45,0 ini juga diduga dikarenakan pada minggu
M0P0
Pertumbuhan Tinggi (cm)

40,0 kesepuluh dilakukan kembali pemberian


35,0 M0P1
30,0
pupuk ketiga, sehingga tanaman kembali
M0P2
25,0 mendapatkan unsur hara yang
20,0 M1P0
dibutuhkan.
15,0 M1P1
10,0 Untuk perlakuan penginokulasian
5,0 M1P2 FMA tanpa pupuk, perlakuan dengan
0,0 M2P0 FMA Gigaspora sp. lebih menunjukkan
2 4 6 8 10 12 14 16
M2P1 pertumbuhan tinggi yang lebih baik
Minggu ke- M2P2 dibandingkan dengan FMA Glomus sp.
Semai yang diinokulasi Gigaspora sp.
Gambar 1 . Grafik kurva pertumbuhan lebih menunjukkan pertumbuhan yang
tinggi semai Jabon hingga stabil dengan grafik yang lebih cenderung
umur 16 mst dengan inokulan mendatar keatas hingga minggu ke-16
FMA (M0 : tanpa FMA; M1 : dibandingkan dengan semai yang
Glomus sp.; M2 : Gigaspora diinokulasi Glomus sp. yang cenderung
sp.), dan pupuk NPK (P0 : baru menunjukkan peningkatan pada
tanpa pupuk; P1 : pupuk minggu ke-12. Sedangkan pada semai
2 gram; P2 : pupuk 4 kontrol pertumbuhannya dari minggu
gram). keminggu menunjukkan pertumbuhan
yang relatif sama barulah pada minggu
Sejak awal pertumbuhan hingga ke-14 lebih menunjukkan pertambahan
berumur 16 minggu setelah tanam (mst), tinggi yang lebih baik dari minggu-
semai Jabon yang diberi pupuk minggu sebelumnya. Hal ini
menunjukkan pertumbuhan tinggi yang dimungkinkan karena kurangnya unsur
meningkat cukup signifikan hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
dibandingkan dengan semai tanpa pertumbuhannya.
pemberian pupuk. Pada minggu kedua Perbandingan pertumbuhan semai
hingga minggu keenam, pertumbuhan Jabon untuk setiap perlakuan dapat
semai Jabon relatif seragam, hal ini dilihat pada gambar-gambar di bawah ini
diduga dikarenakan perlakuan yang (Gambar 2 – 4).
diberikan baik dengan pupuk dan dengan
inokulan FMA belum dapat memberikan

41
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

mengalami peningkatan dibandingkan


kontrol sebesar 383,33%; 400%;
416,67%; 433,33%; dan 383,33%. Begitu
juga dengan inokulasi FMA Glomus sp.
dengan media tanam yang dicampur
serbuk batubara Kalsel dan Jambi tanpa
pemberian pupuk (M1B1P0 dan
M1B2P0) memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata satu sama lain dan
M0B0P0 M0B0P1 M0B0P2
juga tidak berbeda nyata terhadap kontrol
Gambar 2. Perbandingan Pertumbuhan (M0B0P0), dimana M1B1P0 tidak
Semai Jabon Tanpa Pemberi- mengalami peningkatan pertambahan
an Pupuk NPK (M0B0P0), diameter terhadap M0B0P0 dan M1B2P0
Pemberian Pupuk NPK 2 hanya mengalami peningkatan pertam-
gram (M0B0P1) dan Pembe- bahan diameter sebesar 16,67% dari
rian Pupuk NPK 4 gram M0B0P). Sedangkan untuk inokulasi
(M0B0P2) FMA Gigaspora sp. dengan media tanam
tanapa serbuk batubara dan serbuk
batubara Kalsel tanpa pemberian pupuk
(M2B0P0 dan M2B1P0) saling tidak
berbeda nyata tetapi keduanya berbeda
nyata terhadap kontrol. Perlakuan
M2B0P0 dan M2B1P0 tersebut sama-
sama mengalami peningkatan pertamba-
han diameter semai dengan efisiensi
sebesar 83,33% (Tabel 3).
M0B0P0 M1B0P0 M2B0 Tabel 3. Pengaruh Interaksi Inokulasi
P0 FMA, Media Tanam dan Pembe-
Gambar 3. Perbandingan Pertumbuhan rian Pupuk NPK Terhadap
Semai Jabon Tanpa Inokulasi Pertambahan Diameter Semai
FMA(M0B0P0), yang Diino Jabon Umur 16 mst.
kulasi FMA Glomus sp. FMA Media Pupuk NPK
(M1B0P0), dan yang Diinoku Tanam
Tanpa 2 gram 4 gram
lasi FMA Gigaspora sp. (P0) (P1) (P2)
(M2B0P0) Tanpa Tanpa (B0) 0,06fgh 0,29a 0,17bcde
(M0) Kalsel (B1) 0,05gh 0,24abc 0,20abcd
Pertambahan Diameter Jambi (B2) 0,07fgh 0,30a 0,31a
Glomu Tanpa (B0) 0,11defgh 0,16bcdef 0,14cdefg
Berdasarkan Tabel 1. analisa sidik s sp. Kalsel (B1) 0,07fgh 0,23abcd 0,25ab
ragam pertambahan diameter dimana (M1) Jambi (B2) 0,05gh 0,27ab 0,32a
Gigasp Tanpa (B0) 0,11defgh 0,13cdefg 0,22abc
interaksi antara FMA, media tanam dan ora sp. Kalsel (B1) 0,11defgh 0,11defgh 0,20abcd
pupuk memberikan pengaruh yang nyata (M2) Jambi (B2) 0,08efgh 0,29a 0,20abcd
(p<0,05). Inokulasi FMA Glomus sp. dan
Gigaspora sp. dan tanpa FMA tidak Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama
memberikan pengaruh yang nyata menunjukkan pengaruh yang tidak
terhadap pertambahan diameter semai berbeda nyata berdasarkan uji
Jabon antar beberapa perlakuan seperti lanjut Duncan pada tingkat
M0B0P1, M0B2P1, M0B2P2, M1B2P2, kesalahan 5%.
dan M2B2P1 akan tetapi masing-masing

40
Rike Puspitasari Tamin: Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocepalus cadamba ROXB MIQ.) Pada
Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Pungi Mikoriza Arbuskula,
Limbah Batubara dan Pupuk NPK.

Pertambahan Jumlah Daun jabon terbaik cenderung ditunjukkan pada


Hasil sidik ragam pada Tabel. 1 semua semai dengan adanya pemberian
menunjukkan bahwa interaksi antara pupuk NPK. Hal ini diduga dikarenakan
FMA dan pupuk berpengaruh nyata semai jabon yang ditanam dimedia pasca
terhadap pertambahan tinggi semai Jabon penambangan batubara dengan
umur 16 mst (p<0,01). karakteristik tanah yang tingkat
kesuburannya rendah seperti rendahnya
Tabel 4. Pengaruh interaksi inokulasi kandungan unsur hara esensial (N, P, K,
FMA dan pemberian pupuk Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar
NPK terhadap pertambahan kation (KTK) dan kandungan bahan
jumlah daun semai Jabon umur organik, rekasi tanah (pH) yang terlalu
16 mst masam atau alkalin, tidak dapat membuat
semai jabon tumbuh dengan baik maka
FMA Pupuk diperlukan adanya penambahan unsur
hara esensial seperti pemberian pupuk
Tanpa 2 4
(P0) gram gram
NPK sehingga semua semai jabon dengan
(P1) (P2) adanya pemberian pupuk menunjukkan
Tanpa (M0) 3d 9a 9a
pertumbuhan yang cenderung baik.
Glomus sp. (M1) 5c 8a 9a Sejalan dengan pernyataan Lakitan
Gigaspora sp. (M2) 6b 8a 9a (2008) bahwa unsur NPK ini termasuk
unsur hara yang esensial dimana apabila
unsur ini tidak tersedia maka tanaman
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak dapat melengkapi daur hidupnya,
menunjukkan pengaruh yang tidak apabila unsur tersebut merupakan
berbeda nyata berdasarkan uji penyusun suatu molekul atau bagian
lanjut Duncan pada tingkat tumbuhan yang esensial bagi
kesalahan 5%. kelangsungan hidup tanaman tersebut.
Semai jabon dengan inokulasi FMA
Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap dan penambahan pupuk menunjukkan
pertambahan jumlah daun semai Jabon pertambahan tinggi yang cenderung baik
yang disajikan pada Tabel 4, dibandingkan dengan semai jabon yang
menunjukkan bahwa pengaruh jenis diinokulasi FMA tanpa penambahan
inokulan FMA dan dosis pupuk telah pupuk. Hal ini diduga kembali dari
secara beragam memberikan karakteristik kimia tanah yang miskin
pengaruhnya terhadap pertambahan hara dimana FMA sendiri perlu masukan
jumlah daun semai Jabon umur 16 mst. untuk perkembangannya seperti hasil
Perlakuan M0P1, M0P2, M1P2 dan fotosintat dari tanaman inangnya
M2P2 tidak memberikan pengaruh yang sedangkan tanaman sendiri awalnya tidak
berbeda nyata satu sama lain tetapi dapat tumbuh dengan baik sehingga
memberikan perlakuan yang berbeda dengan adanya pemberian pupuk semai
nyata terhadap kontrol (M0P0) dengan dapat tumbuh dengan baik dan sehingga
peningkatan sebesar 200%. Perlakuan hubungan simbiosis mutualisme antara
antara M1P1 dan M2P1 juga memberikan FMA dengan semai jabon dapat terjalin.
pengaruh yang tidak berbeda nyata satu Penelitian yang dilakukan di PT. INCO di
sama lain tetapi memberikan pengaruh lahan pasca tambang nikel dilakukan
yang berbeda nyata terhadap kontrol dengan cara melakukan percobaan
dengan peningkatan sebesar 166,67%. penanaman pohon dilubang (in-hole)
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 4 yang ditentukan setelah dilakukan
dapat dilihat bahwa pertambahan tinggi
dan pertambahan jumlah daun semai

41
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

pemupukkan yang dicampur dengan


mikoriza. Hasilnya cukup baik untuk
pertumbuhan tanaman (Ambodo 2004
dalam Muchlis 2008).

Kolonisasi FMA Pada Akar Semai


Jabon
Keberadaan dan perkembangan FMA
ditunjukkan dengan nilai persentase akar Hifa Spora
yang terinfeksi dan keberadaan spora
mikoriza. Persentase kolonisasi akar Gambar 4. Ornamen pada Jaringan
menunjukkan kemampuan mikoriza Kortek Akar Semai Jabon
untuk beradaptasi dan menginfeksi semai Umur 16 mst yang
Jabon pada media pasca penambangan Menunjukkan Ada Tidaknya
batubara yang diperkaya serbuk batubara Kolonisasi FMA Berupa
dan pupuk NPK pada penelitian ini yang Spora dan Hifa.
ditunjukkan dengan keberadaan hifa,
spora, vesikel pada jaringan akar. Tabel 5.Sidik Ragam Pengaruh Inoku
Berbagai ornamen yang ditemukan pada lasi FMA, Media Tanam dan
jaringan korteks akar semai Jabon Pemberian Pupuk NPK
sebagai petunjuk ada atau tidaknya Terhadap Persen Kolonisasi
kolonisasi FMA pada akar semai Jabon FMA pada Akar Semai Jabon
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Umur 16 Minggu Setelah
Tanam.
Sumber Probabilitas Coeffisien
Keragaman Kolonisasi Varians
FMA
FMA <,0001** 15,57
Media tanam 0,6249tn
Pupuk NPK <,0001**
FMA x Media 0,9756tn
Hifa tanam <,0001**
FMA x Pupuk
NPK 0,0028*
Media tanam x
Spora Gigaspora sp. Spora Glomus sp. Pupuk NPK 0,0197*
FMA x Media
tanam x Pupuk
Ket: ** : Perlakuan berpengaruh nyata
pada tingkat kesalahan 1%
* : Perlakuan berpengaruh nyata
pada tingkat kesalahan 5%
tn : Perlakuan tidak berpengaruh
nyata pada tingkat kesalahan
5%.

40
Rike Puspitasari Tamin: Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocepalus cadamba ROXB MIQ.) Pada
Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Pungi Mikoriza Arbuskula,
Limbah Batubara dan Pupuk NPK.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Perlakuan Pada akar semai jabon dapat dilihat
Jenis FMA, Media Tanam dan juga bahwa semai yang ditanam dengan
Pupuk NPK Terhadap Persen media campuran serbuk batubara B1 dan
Kolonisasi FMA pada Akar B2 telah dapat meningkatkan persen
Semai Jabon Umur 16 mst. kolonisasi FMA pada akar semai jabon
dibandingkan dengan semai yang ditanam
FMA Media Pupuk NPK dimedia B0 dengan dua jenis inokulan
Tanam FMA yang digunakan. Berdasarkan hal
Tanpa 2 gram 4 gram
(P0) (P1) (P2) tersebut, dapat dikatakan bahwa
Tanpa Tanpa (B0) 0,00g 0,00g 0,00g perkembangan antar spesies FMA dengan
(M0) Kalsel (B1) 0,00g 0,00g 0,00g media tumbuh yang berbeda pula
Jambi (B2) 0,00g 0,00g 0,00g
Glomus Tanpa (B0) 8,14f 22,00b 19,52bc memberikan hasil persen kolonisasi yang
sp. (M1) Kalsel (B1) 18,66bcd 10,83def 18,00bcd berbeda pula. Hal ini dapat diduga dari
Jambi (B2) 20,00bc 13,33bcde 13,33bcde
Gigaspo Tanpa (B0) 42,00a 20,33bc 10,33def
faktor lingkungan tempat berkembangnya
ra sp. Kalsel (B1) 46,66a 15,33bcde 9,00ef FMA di dalam tanah dengan sifat kimia
(M2) Jambi (B2) 47,33a 13,66bcde 12,59cdef tanah yang berbeda-beda dimana hanya
Ket: Angka yang Diikuti Huruf yang media dengan sifat kimia tanah tertentu
Sama Menunjukkan Pengaruh yang lah yang dapat memberikan tempat
Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan tumbuh yang baik bagi perkembangan
Uji Duncan pada Tingkat FMA tersebut. Hal ini diperkuat dengan
Kesalahan 5%. pernyataan Tommerup (1994) dalam
Cahyawati (2004) bahwa asosiasi FMA
Dapat dilihat pada Tabel 6. bahwa secara alamiah akan berbeda antara satu
pada akar semai yang tidak diinokulasi ekosistem dengan ekosistem lainnya dan
mikoriza (M0) tidak ditemukannya asosiasi akan efektif pada kondisi
kolonisasi FMA pada akar semai Jabon, perakaran dan lingkungan yang paling
hal ini membuktikan bahwa tidak terjadi sesuai. Oleh sebab itu maka efektifitas
kontaminasi antara semai yang diberi asosiasi mikoriza pada tanaman inang
perlakuan FMA dengan semai yang tidak akan bervariasi antar spesies, varietas
diberi perlakuan FMA dan karena bahkan antar ekosistem, dimana
dilakukannya sterilisasi media terlebih perbedaan ini dapat terjadi karena
dahulu untuk menghindari adanya dipengaruhi oleh interaksi antara tanaman
berkembangnya FMA lokal yang dibawa inang, FMA dan sifat fisika kimia tanah
dari media tersebut. Sejalan dengan hasil sebagai lingkungan tumbuh.
penelitian Cahyawati (2004), bahwa Serbuk batubara selain sebagai
persentase kolonisasi pada FMA hanya penambah unsur hara esensial di dalam
ditemukan pada semai yang bermikoriza, tanah untuk menciptakan kondisi yang
sedangkan pada semai kontrol tidak optimal untuk perkembangan FMA,
ditemukan karena kontaminasi dapat serbuk batubara ini juga dapat digunakan
dihindari. Pada seluruh tanaman yang sebagai pembenah tanah dan
diinokulasi mikoriza Glomus sp. (M1) penyumbang karbon yang diperlukan
dan Gigaspora sp. (M2) ditemukan oleh FMA sebagai energinya yang
adanya kolonisasi FMA baik yang diperkuat dengan pernyataan Simarmata
ditanam pada media kontrol (tanpa (2004) dimana mikoriza memperoleh
serbuk batubara) dengan media yang energi (karbon berupa fotosintat) dan
diberi serbuk batubara asal Kalsel (B1) nutrisi lainnya (makro dan mikro) dari
dan Jambi (B2) serta pada semai Jabon dalam tanah sehingga pemberian bahan
yang diberi pupuk NPK dengan dosis organik dan nutrisi pada awal inokulasi
2 gram (P1) dan 4 gram (P2) serta tanpa sangat diperlukan untuk mendukung
pemberian pupuk (P0). pertumbuhan tanaman maupun mikoriza.
41
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

Dapat dilihat juga bahwa semai jabon tanah, tingkat kesuburan awal tanah,
yang diberi inokulan FMA Gigaspora sp. ketergantungan tanaman inang terhadap
lebih menunjukkan hasil persen infeksi simbiosis FMA serta jenis FMA yang
FMA yang lebih baik dibandingkan digunakan.
dengan semai yang diinokulasi FMA Sejalan dengan hasil penelitian
Glomus sp. Hal ini berkaitan dengan Hidayat (2003) bahwa adanya
perkembangan spora FMA dimana sangat kecenderungan penurunan persentase
dipengaruhi oleh pH tanah. Menurut infeksi pada perlakuan yang mengandung
Gunawan (1993) dalam Karyaningsih unsur fosfor yang tinggi sehingga
(2009), Glomus sp. mampu tumbuh keberadaan unsur P yang tinggi dapat
optimum pada pH 5.5-9.5 dan Gigaspora menghambat perkembangan FMA. Salah
sp. mampu tumbuh optimum pada pH satu faktor yang dapat menghambat
4.6. Dari hasil analisis terhadap media proses sporulasi adalah disamping adanya
didapatkan nilai pH dengan kisaran 3.8 - logam berat (Pb, Mn, Zn, dan Cd) dan
4.2, hal inilah yang membuktikan kandungan garam yang tinggi adalah
mengapa persen kolonisasi FMA konsentrasi P yang tinggi (Smith dan
Gigaspora sp. lebih besar dibandingkan Read, 1997 dalam Hidayat, 2003).
dengan persen kolonisasi FMA Glomus Sejalan dengan yang dilaporkan oleh
sp pada semai jabon umur 16 mst. David (1990) bahwa penambahan
Sejalan juga dengan penelitian yang nitrogen pada beberapa FMA dengan
dilakukan oleh Ulfa (2006) bahwa kondisi fosfat yang tinggi menyebabkan
inokulasi G. Etunicatum pada berbagai terhambatnya sporulasi.
kombinasi penggunaan media tumbuh
tidak berpengaruh nyata terhadap KESIMPULAN DAN SARAN
pertumbuhan tanaman setelah ditanam di
areal bekas tambang batubara. Kesimpulan
Pertumbuhan tanaman yang diinokulasi Interaksi antara FMA dan pupuk NPK
relatif sama dengan pertumbuhan dapat meningkatkan pertambahan tinggi
tanaman yang tidak diinokulasi, bahkan semai Jabon (M0P1) sebesar 583,02%
pertumbuhan tanaman tanaman yang terhadap kontrol dan pertambahan jumlah
tidak diinokulasi relatif lebih baik daun semai Jabon (M0P1, M0P2, M1P2,
daripada yang diinokulasi. dan M2P2) sebesar 200% terhadap
Hasil persen kolonisasi FMA dengan kontrol.
adanya penambahan pupuk
mengakibatkan terjadinya penurunan Saran
persen kolonisasi FMA pada akar semai Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
jabon dibandingkan dengan semai yang di lapangan pada areal pasca
tidak diberi pupuk. Hal ini diduga penambangan batubara untuk melihat
dikarenakan ketersediaan unsur hara kemampuan semai jabon tumbuh pada
khususnya N, P dan K yang lebih baik. lingkungan yang beragam.
Pada prinsipnya mikoriza lebih efektif
bekerja pada tanah-tanah yang miskin DAFTAR PUSTAKA
hara, tanah kritis ataupun tanah yang
marginal dibandingkan dengan tanah- Bogidarmanti R. 2008. Pemanfaatan
tanah yang cukup subur. Menurut Pupuk Fosfat Alam dan Fungi
Sukarno (1998) dalam Bogidarmanti Mikoriza Arbuskula Dalam
(2008) pengaruh pemupukkan terhadap Mempercepat Pembentukan Kayu
perkembangan FMA sangat bervariasi Pada Bibit Maesopsis eminii Engl
tergantung pada bermacam-macam faktor Dan Swietenia macrophylla King.
diantaranya kandungan bahan organik

40
Rike Puspitasari Tamin: Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocepalus cadamba ROXB MIQ.) Pada
Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Pungi Mikoriza Arbuskula,
Limbah Batubara dan Pupuk NPK.

[Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca dan Kabupaten Kutai Timur).


Sarjana, IPB. [Disertasi] Bogor : Sekolah
Cahyawati DS. 2004. Pengaruh Mikoriza Pascasarjana, IPB.
dan Pupuk NPK Terhadap Setiadi Y. 2009. Revegetasi Lahan Pasca
Pertumbuhan Semai Ficus callosa Tambang. Dalam : Reclamation &
Willd. Pangsar. [Skripsi]. Bogor : Forest Land Rehabilitation After
Fakultas Kehutanan, IPB. Mining and Oil & Gas
David D, Douds JR, Schenk. 1990. Operation.Green Earth Trainer
Increased Sporulation of Vesicular- Bahan Pelatihan. Bogor : 20 – 22
Arbuscular Mycorrhizal Fungi by Maret 2009.
Manipulation of Nutrien Regimens. Simarmata T, Hindersah R, Setiawati M,
Applied and Environmental Fitriatin B, Suryatmana P, Surmarni
Mycrobiology. 56.2 pp. 413-418. Y, Arief DH. 2004. Strategi
Hidayat F. 2003. Pemanfaatan Asam Pemenfaatan Pupuk Hayati CMA
Humat dan Omega Pada Pemberian dalam Revitalisasi Ekosistem
Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Lahan Marjinal da Tercemar.
Gmelina arborea Roxb. Yang Dalam :Produksi Inokulan
Diinokulasi Cendawan Cendawan Cendawan Mikoriza Arbuskula.
Mikoriza Arbuskula (CMA). Prosiding Workshop Asosiasi
[Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Mikoriza Indonesia. Bandung : 22-
Sarjana, IPB. 23 Juli : 1-33.
Karyaningsih I. 2009. Pembenah Tanah Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan
dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pemanfaatannya, Pengantar
(FMA) Untuk Peningkatan Kualitas Teknologi Batubara Menuju
Bibit Tanaman Kehutanan Pada Lingkungan Bersih. Gadjah Mada
Areal Bekas Tambang Batubara. University Press. Yogyakarta.
[Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Ulfa M, Efendi AW, Edwin M. 2006.
Sarjana, IPB. Pengaruh Inokulasi Cendawan
Lakitan B. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman
Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Pulau di Lahan Bekas Tambang
Jakarta. Batubara. Jurnal Penelitian Hutan
Mansur I. 2008. Pemilihan Jenis Tanaman Vol.3 N0.2 Th.2006 :
Tanaman Kehutanan Untuk 101-106.
Rehabilitasi Lahan Bekas
Tambang. Makalah seminar “Air
Asam Tambang di Indonesia ke-3”
dan “Reklamasi Lahan Bekas
Tambang di Indonesia”. Institut
Teknologi Bandung dan
Departemen ESDM dan
Kementerian Lingkungan Hidup
RI. Bandung : 1 – 2 Juli 2008.

Muchlis S. 2008. Model Reklamasi


Lahan Pasca Tmbang Batubara
berbasis Agroforestri (Studi Kasus
di Kabupaten Kutai Kartanegara
41

Você também pode gostar