Você está na página 1de 11

Pendahuluan

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali Allah SWT dengan akal, disamping dengan instink
(garizah) yang mendorong manusia untuk mencari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melestarikan
hidupnya seperti makan, minum dan tempat berlindung. Dalam mencari tersebut, manusia akan
mendapat pengalaman yang baik, dan tidak kurang pula pengalaman yang membahayakan, maka akallah
yang mengolah, meningkatkan serta mengembangkan pengalaman tersebut untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Karena itu, manusia selalu dalam proses mencari dan menyempurnakan, hingga selalu
progresif. Berbeda dengan binatang yang hanya dibekali dengan instink saja, hingga hidup mereka sudah
terarah dan bersifat statis. Akallah yang membentuk serta membina kebudanyaan manusia dalam
berbagai aspek kehidupannya termasuk dalam bidang pengobatan.

Pengobatan Medis

Pengobatan ialah suatu kebudanyaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu
hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh kepercanyaan dan
kenyakinan, karena manusia telah merasa di dalam alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia. Baik
yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupun yang tidak dirasakannya yang mereka bersifat ghaib.
Pengobatan inipun tidak lepas dari pengaruh kepercanyaan atau agama yang di anut manusia.

Mengenai pengobatan, terdapat dua hadis yang terkenal, yakni mewajibkan berobat bila sakit dan
melarang berobat dengan yang haram.

Usumah bin Syarik berkata, “Di waktu saya beserta Nabi Muhammad SAW., datanglah beberapa orang
badui, lalu mereka bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti berobat?”, Jawab beliau, “Ya, wahai
hamba Allah, berobatlah kamu, karena Allah tidak mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya,
kecuali satu penyakit”. Tanya mereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau menjawab, “Tua”. (HR. Ahmad).

Abu Darda’ berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnyqa Allah menurunkan penyakit serta obat
dan diadakan-Nya bagi tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat
dengan yang haram”. (HR. Abu Daud).
Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan nonmedis. Para ahli berbeda
pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis menjadi tiga
pendapat, yakni :

Pendapat pertama :

Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia dari segi
kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dinisbatkan kepada para dokter klasik dan Ibnu
Rusyd-Al-Hafidz.

Pendapat kedua :

Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk menjaga kesehatan
yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit. Pendapat ini dinisbatkan kepada Galinus dan
dipilih oleh Dawud Al Antoky dalam bukunya Tadzkirah Ulil Albab.

Pendapat ketiga :

Ilmu yang diketahui dengannya kondisi-kondisi tubuh manusia dari segi kondisi sehat dan kondisi
menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi
tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina.

Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi arti dan
kandungannya saling berdekatan, meskipun definisi ketigalah yang memiliki keistimewaan karena
bersifat komprehensif mencakup makna yang ditunjukkan oleh definisi pertama dan kedua.

Sehingga istilah pengobatan medis dapat disimpulkan sebagai suatu kebudanyaan untuk
menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup didasarkan pada ilmu yang diketahui
dengannya kondisi-kondisi tubuh manusia dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan
untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat.

Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia merupakan hasil proses panjang yang diawali
secara tradisional hingga menjadi moderen seperti sekarang. Apa peran dan pandangan Islam terhadap
hal tersebut, akan dibahas pada tulisan berikut.
Pengobatan Tradisional dalam pandangan Islam

Sebelum Islam diturunkan, manusia sudah mempunyai pengetahuan dan cara pengobatan yang
mereka peroleh berdasarkan pengalaman. Hal ini dinamai pengobatan tradisional yang banyak
berdasarkan pada kegelapan mistik. Mereka percaya bahwa dunia ini dikuasai oleh mahkluk ghaib yang
baik dan yang jahat terhadap manusia. Makhluk inilah yang menyebabkan datangnya bencana dan
penyakit. Dukun-dukun atau orang-orang tua merekalah yang berhubungan dengan makhluk ghaib
tersebut. Dukun-dukun inilah yang nanti menjadi orang yang mengobati. Tiap dukun mempunyai cara
tersendiri dalam memperoleh ilmu pengobatan dan dalam membuat diagnosa penyakit serta mengenai
pengobatannya, yang kesemuanya dipengaruhi juga oleh kebudanyaan suku-suku dan agama mereka.
Dukun di Jawa berbeda dari dukun di Bali dan Sumatera. Dukun suku Batak akan berbeda dari dukun
suku Minang dan sebagainya.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengobatan tradisional ini di manapun (termasuk
Indonesia), adalah pengobatan yang primitif, jadi tidak ilmiah dan spekulatif, mistik, magik dan statis
serta tidak dapat diajarkan. Jampi-jampi dan rajah serta azimat dilarang oleh Islam, karena semua itu
membawa manusia kepada sikap syirik yang mempercanyai bahwa azimat, huruf-huruf dan tulisan-
tulisan, walaupun ayat Al Qur’an, dapat menyembuhkan atau mencegah penyakit.

Ada pengobatan tradisional dalam bentuk lain yang tidak menghubungkan diri dengan ruh halus
sebagai penyebabnya, yaitu hanya berdasarlan gejala/keluhan penat-penat, lemah badan, atau pusing-
pusing dan obatnya ialah berupa daun-daunan yang dinamai jamu, dalam berbagai nama yang sesesuai
dengan penyakitnya seperti sembelit, kurang nafsu makan atau penyakit kencing manis dan sebagainya.
Jamu-jamu juga termasuk jenis obat-obatan yang primitif, karena belum sempat diteliti secara ilmiah,
seperti mengenai ikatan-ikatan kimia apa saja yang memberikan khasiat pengobatan. Meskipun akhir-
akhir ini beberapa jamu mulai diteliti, dikemas dan dikelola secara lebih baik hingga muncul istilah
fitofarmaka, namun sebagian besar jamu (terutama di Indonesia) masih bersifat spekulatif dan intuitif.
Jamu bukan mistik dan bukan pula magik, tetapi masih bersifat statis dan belum ilmiah.

Ada pengobatan tradisional macam lain, yakni pijat (massage) bagi yang patah tulang atau
akupressure dengan menekan beberapa bagian tubuh tertentu. Pengobatan tradisional asing seperti dari
Cina yang dikenal dengan akupuntur/akupressur dan Pa Hou Kuan (bekam; hijamah) dan dari India
berupa obat tabib.
Pada dasarnya obat tradisional seperti ini diperbolehkan dalam Islam selama tidak merusak diri
sendiri dan orang lain. Dan lebih penting lagi adalah pengobatan tradisional diperbolehkan oleh Islam
selama tidak membawa kepada syirik seperti jampi-jampi, berdoa kepada ruh halus atau azimat, karena
Islam berarti keselamatan, sebagai agama tauhid yang rasional dan tidak mistik. Pengobatan tradisional
ini akan tetap subur di Indonesia, selama umatnya masih percaya kepada hal-hal mistik, supranatural,
ruh halus dan ruh jahat, serta selama derajat pendidikan masih rendah dan terutama karena pengertian
mengenai Islam belum mendalam hingga belum mengerti serta menghanyati arti dan makna tauhid.

Pengobatan tradisional “Jahiliyah Arab”, mulai di-Islamkan oleh Rasulullah waktu beliau telah
hijrah ke Madinah. Saat itu beliau mempunyai masyarakat Islam, sedangkan Makkah masyarakat Islam
belum ada. Sebenarnya pengobatan Islam telah dimulai sewaktu beliau mewajibkan pengikutnya
melakukan shalat, sebagai suatu kewajiban yang beliau terima sewaktu mi’raj. Shalat dimulai dengan
wudlu. Wudlu merupakan bagian dari thaharah, dengan menggunakan air suci dan mensucikan.
Thaharah berarti higiene (kebersihan), sedangkan kebersihan adalah pangkal kesehatan. Beliau juga
memberikan garis-garis besar mengenai kesehatan dan pengobatan seperti mengatur makanan, pakaian
dan tidur. Tentang makan beliau bersabda :

“Kami adalah kaum yang tidak makan hingga lapar dan bila kami makan, kami tidak sampai kenyang”.

Garis-garis besar pengobatan tradisional yang diberikan rasul diantaranya melarang “kai”, yakni
meletakkan besi panas pada bagian tubuh yang sakit, melarang jampi-jampi atau mantera-mantera yang
membawa kepada syirik. Beliau banyak mengajarkan untuk minum madu.

Pengobatan Moderen dalam Pandangan Islam

Pengobatan moderen berasal dari pengobatan tradisional. Dia merupakan perkembangan hasil
kerja akal manusia yang diberi kesempatan untuk aktif memikirkan dan merenungkan kehidupan ini.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT, untuk menuntun manusia dalam
mengembangkan dan mengamalkan akal pikirannya, guna kebaikan manusia dan alam sekitarnya, hingga
dia dapat melaksanakan tugasnya sebagai “khalifah” yang diperintahkan untuk mengelola segala di bumi
ini dengan baik.
Simaklah firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 29-30 :

“Dialah yang menjadikan apa yang berada di bumi semuanya buatmu. Kemudian Dia menghadap ke
langit, kemudian Dia jadikan atas tujuh langit dan Dia terhadap tiap-tiap sesuatu Maha Tahu”.

“Dan ingatlah tatkala Tuhan engkau berkata kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di
bumi seorang khalifah….” dan seterusnya.

Islam diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kebodohan kepada cahaya yang
terang benderang. Di antara mahluk yang berakal (malaikat, jin dan manusia), maka manusialah yang
tertinggi dan terpintar karena ilmu yang diberikan Allah kepadanya, sehingga malaikat dan jin pun
diperintahkan Allah untuk sujud kepadanya. Simak firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 35 :

“Dan ingtalah tatkala Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah
mereka kecuali iblis, enggan dia dan dia menyombong karena adalah dia dari mahluk yang kafir”.

Islam menjelaskan kepada manusia, bahwa mereka harus menyembah dan patuh hanyalah Allah
yang tunggal, bukan setan atau mahluk lainnya. Manusia harus menyesuaiakan hidupnya dalam segala
aspek dengan petunjuk Alah, termasuk dalam aspek pengobatan.

Islam menjelaskan bahwa penyakit apapun macamnya, Allahlah yang menjadikannya dan Allah pula
yang menyediakan obatnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW.

“Sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan penyakit, melainkan Dia telah menurunkan buat penyakit
itu penyembuhannya, maka berobatlah kamu”. (HR Nasai dan Hakim)

Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang terdiri
dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca AL Qur’an dan untuk sakit fisik
adalah materi, diantaranya adalah madu. Dalam salah satu hadis riwayat Wailah bin Al Asqa’ disebutkan
bahwa ketika seorang sahabat mengeluh sakit kerongkongan kepada rasulullah, maka beliau bersabda :
“Bacalah Al-Qur’an dan minumlah madu, karena membaca Al-Qur’an merupakan obat untuk penyakit
yang berada di dalam dada dn madu adalah obat untuk tiap penyakit”.

Hadist tersebut juga mengajarkan bahwa bila mengobati manusia yang sakit haruslah bersifat
holistik (menyeluruh), yakni mengobati fisik dan jiwanya sekaligus. Pada jaman moderen dewasa ini
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para dokter, mereka lebih banyak mengobati penyakitnya saja,
bukan mengobati manusianya yang sakit.

Perlu diketahui bahwa Allah menurunkan segala penyakitnya tanpa menjelaskan secara terperinci
mengenai jenis penyakitnya dan Alah menurunkan obatnya tanpa menyebutkan detail apa obatnya dan
bagaimana memakainya. Masalah ini haruslah dikerjakan oleh manusia dengan akal, ilmu dan
penyelidikan yang sekarang dinamai “science” bersama teknologinya.

Apabila manusia mau mencari, maka Allah akan memberikan ilham-Nya kepada siapa saja yang
mau mencari dan mengembangkan akalnya terlepas dari agama yang dianutnya, apakah dia Islam, ateis,
Kristen, Hindu ataupun lainnya, sebagaimana ang terjadi di jaman ini. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam
Surat AL-‘Alaq ayat 1-5 :

“Bacalah dengan asma Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari ‘alaq (nidation).
Bacalah. Dan Tuhanmu itu adalah Maha Mulia. Dia yang mengajarkan dengan qalam. Mengajari manusia
apa yang ia tidak tahu”.

Islam telah berjasa besar dalam membebaskan manusia dari kungkungan gereja yang tidak
memperbolehkan manusia berpikir lain dari yang diajarkan gereja, seperti peristiwa dibunuhnya Galileo
oleh gereja karena mengajukan pikiran yang berbeda dengan ajaran gereja. Ini masa yang dinamai masa
kegelapan, saat orang-orang dilarang berpikir bebas. Islam ikut membebaskan manusia dari kungkungan
gereja tersebut. Islam justru menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya, berpikir luas hingga
mendorong “masa pencerahan” di Eropa.

Sebagai khalifah yang ditugaskan oleh Alah, maka manusia harus menguasai segala sesuatu yang
berada di bumi ini, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan mengenai manusia. Simaklah firman
rasulullah SAW. :
“Pikirkanlah mengenai ciptaan Allah dan janganlah pikirkan zat Alah, maka kamu akan tersesat”.

“Tuntutlah ilmu sejak lahir sampai ke liang lahat”.

“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina”

“Barang siapa yang menghendaki dunia, maka ia harus berilmu dan barang siapa yang menghendaki
akhirat, maka ia harus berilmu dan barang siapa menghendaki keduamnya, maka ia harus berilmu”.

“Agama itu akal dan tidak ada agama bagi mereka yang tidak berakal”.

Inilah dorongan untuk membangun ilmu pengetahuan (science), termasuk pengetahun


pengobatan (medical science).

Sewaktu Islam keluar dari jazirah Arab, umat Islam bertemu dengan pengobatan Persia, Yunani
dan Hindia. Mereka menyerap segala macam pengobatan itu serta menyesuaikannya dengan ajaran
Islam. Mereka menterjemahkan buku kesehatan Yunani dan Mesir ke dalam bahasa Arab. Perkembangan
yang pesat terjadi pada masa khalifah Abbasyiyah, setelah dimulai pada masa Khalifah Umayyah. Lebih
pesat lagi pada masa keemasan Islam, disaat ekonominya maju dan keadaan negara makmur.

Cordova dan Granada di Spanyol merupakan pusat ilmu yang di datangi oleh ahli-ahli barat. Pada
saat itu muncullah doker-dokter muslim dengan kaliber internasional seperti Ibnu Uthal dan Walid Abdul
Malik, yang mendirikan perumahan untuk merawat penderita kusta; Ibnu Al Baytan yang menyibukkan
dirinya dengan mengumpulkan tanaman-tanaman berkhasiat bagi pengobatan dan sebagainya,
disamping menulis buku-buku mengenai kedokteran, bedah serta diet, Pada periode Abbassiyah, mereka
mendirikan rumah sakit moderen di Baghdad.

Jundihaspur di Iran merupakan pusat kesehatan dan pengobatan serta pendidikan kedokteran
yang menarik dokter-dokter dari Mesir, Siria, India, Yinani dan Persia. Baghdad bertambah terkenal
dengan didirikannya “Baitul Hikmah” (Perpustakaan Kerajaan) yang merupakan suatu pusat
penterjemahan dari ilmu kedokteran dalam berbagai bahasa. Disini muncul dokter-dokter kenamaan
seperti Muhammad inbu Zakaria Al-Razi yang lahir di Persia dengan salah satu bukunya “Al-Hawi”,
tentang penyakit dalam. Dokter lain yang sangat terkenal saai itu adalah Abu Ali Ibnu Sina, sebagai bapak
dokter muslim. Dia menulis buku yang terkenal, “Al-Qanun fil Thib” (Hukum-hukum Kedokteran). Dia
dilahirkan di Persia Bukhara.

Baghdad menjadi kurang terkenal sesudah dihancurkan oleh Haluku, cucu Jenghis Khan dari
Mongolia. Dan Cordova sebagai pusat ilmu hilang namanya sesudah spanyol direbut kembali oleh raja
Katolik.

Dapat disimpulkan, bahwa Islam bersama dokter-dokternya telah menyumbang bagi dunia
kedokteran moderen barat sebagaimana yang kita lihat sekarang. Hal penting yang harus selalu kita jaga
dalah bahwa ilmu pengetahuan Islam, termasuk ilmu kedokteran, dalam pengembangannya harus selalu
dikaitkan dengan mengingat Allah dan pemakaiannya disesuaikan dengan ajaran Islama sebagaimana
dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran, ayat 191

“Mereka yang mengingat (zikir) kepada Allah sewaktu berdiri, duduk atau berbaring dam mereka
pikirkan hal kejadian langit dan bumi. “Ya, Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ini sia-sia. Maha
suci Engkau, maka peliharalah kiranya kami dari azab neraka”.

Perhatikanlah kedahsyatan Islam yang dapat mengubah manusia jahiliyyah penyembah berhala
menjadi orang ilmiah yang selalu ingat kepada kemahabesaran Allah. Mereka merubah pengobatan
mistik dan spekulatif-magik menjadi pengobatan ilmiah yang tepat, objektif dan Islami. Pengobatan statis
yang non-ilmiah menjadi pengobatan ilmiah yang progresip. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dikatakan bahwa Islam menghargai dan menyetujui pengobatan moderen, asal pemakaiannya
disesuaikan dengan ajaran Islam dan tidak akan membawa ke jalan syirik serta dapat dipahami akal dan
sesuai sunatullah.

Kunyit ataupun nama latinnya Curcuma domestic Vahl. lebih dikenali sebagai kunir oleh masyarakat Jawa
dan koneng dalam bahasa Sunda merupakan tanaman obat yang aslinya dari Asia. Tanaman ini yang
berasal dari family Zingiberaceae, tumbuh amat baik di Indonesia, dan mudah didapati di pasaran juga.
Bagian utama dari kunyit yang memiliki khasiat obat adalah rimpangnya yang berada di dalam tanah.
Kunyit sememangnya udah tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena ibu-ibu biasa
menambahkan kunyit dalam masakan sebagai salah satu ramuan bumbu dalam kehidupan sehari-hari.
Kunyit juga digunakan sebagai pewarna alami masakan yang tidak karsinogenik, tidak menimbulkan
sebarang efek samping dan selamat konsumsinya walaupun dalam jumlah yang banyak. Selain memberi
warna, ia turut memberikan aroma yang khas dan dapat menutup bau yang tidak enak yang muncul dari
telur dan daging. Kunyit telah digunakan selama lebih dari 2500 tahun di India, di mana ia kemungkinan
besar pertama kali digunakan sebagai pewarna dan obat. Kunyit banyak digunakan dalam pengobatan
Ayurveda, karena ia memiliki kualitas antiseptik dan antibakteri, mengambil efek yang sama dengan
fluoride untuk gigi, menyembuhkan psoriasis dan peradangan sendi, membantu masalah pencernaan
dan depresi.

Kunyit rasanya agak pahit dengan campuran sedikit pedas dan berbau khas aromatik. Warna kunyit
biasanya kuning dan ia tidak beracun. Senyawa kimia utama yang terkandung dalam rimpang kunyit
adalah minyak atsiri dan kurkuminoid. Warna kuning kunyit adalah dari kurkuminoid yang mengandung
kurkumin. Aroma khasnya adalah dari minyak atsiri yang mengandung alcohol seskuiterpen. Rimpang
kunyit juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, lemak dan gom.

Zat pewarna dari kunyit adalah Kurkumin. Ia memiliki aktivitas antimikroba, antiradang, dan antivirus.
Selain memiliki antioksidan, kurkumin juga berpotensi meningkatkan jumlah antioksidan dalam tubuh.
Kurkumin dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Kurkumin adalah senyawa fenolik alam dari isolasi
rimpang kunyit yang berpotensi dalam pengobatan kanker. Kurkumin menghambat laju pertumbuhan
pembuluh darah baru, karena pada penderita kanker, sel kanker menjalar melalui pembuluh darah
(metastasis) dan jaringannya menjadi tumor. Angiogenesis pulak terjadi, yaitu pertumbuhan pembuluh
darah baru menyebar ke arah tumor untuk suplai nutrien, oksigen dan sirkulasi kotoran.

Rimpang dari kunyit memiliki banyak efek farmakologis pada manusia. Wanita yang mengalami masalah
dengan haid dapat menggunakan kunyit untuk mengatasinya karena, efek farmakologis yang dapat
melancarkan darah dan haid. Ia juga akan mengurangi rasa nyeri dan lelah datang bulan. Rimpangnya
kunyit adalah antikoagulan alami, yang dapat menghalang pembekuan darah dan mencegah terjadinya
thrombosis. Ia juga dapat menurunkan tekanan darah. Antara khasiat lainnya adalah mengobati diare,
sakit lambung, asma, usus buntu, dan rematik. Ia juga merupakan analgesik alami karena menghambat
Cox-2 yang mencetus rasa nyeri. Kunyit disebut antiinflamasi, karena dapat mengobati arthritis dan
rheumatoid arthritis.

Penyakit pikun dapat diperlambat dengan konsumsi kunyit yang sering dalam makanan. Penyakit
Alzheimer adalah salah satu penyakit pikun yang sering terjadi umumnya pada usia tua, apabila kapasitas
fisik dari otaknya berkurang. Kunyit berpotensi memperpanjang jangka waktu abilitas kognitif otak.
Terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa manula di Asia yang sering mengkonsumsi kare
(curry) yang mengandung kunyit memiliki daya ingatan yang lebih baik daripada manula di benua yang
lain.

Terdapat beberapa petua untuk mengkonsumsi kunyit secara empiris di rumah yaitu dengan cara
merebus rimpang kunyit dan ditambah dengan beberapa ramuan lain sesuai dengan penyakit yang ingin
diobati. Berikut adalah beberapa contoh yang telah diperolehi dari internet.

Demam – rimpang kunyit yang dicuci (20g), diparut, ditambah dengan air matang 100ml, diperas dengan
saringan kain. Airnya diminum 2 kali sehari.

Diare – Kunyit diiris, direbus dengan air, ditambah 1 sendok teh air kapur sireh, aduk sampai rata.
Dinginkan. Saringan airnya diminum 3 kali sehari sehingga sembuh.

Borok – Kunyit diparut sebesar ibu jari, ditambah satu sendok teh air kapur sirih, dan perasan 1 air jeruk
nipis, aduk sampai rata. Oleskan campuran pada bagian tubuh yang sakit.

Gatal(cacar air)– Sepotong kunyit, segenggam daun asam dicuci, diblender hingga halus kayak bubur.
Oles pada bagian tubuh gatal.

Keputihan – Kunyit tua (15g) dikupas dan diparut. Ditambah 150ml air asam dan gula jawa, aduk rata.
Peras dengan kain, dan minum setiap hari.

Radang Amandel – Setengah jari kunyit diparut, ditambah 2 sendok air minum, aduk sampai rata, peras
dan ambil airnya. Tambah 1 kuning telur ayam kampong dan sedikit air kapur sirih. Kocok adunan,
minum 1 hingga 2 kali sehari.

Radang gusi – Setengah ibu jari kunyit dan 3 potong gambir, diiris. Rebus dalam 2 gelas air sehingga
tersisa 1 gelas. Gunakan air itu untuk berkumur 3 hingga 4 kali sehari.
Telat haid – Kunyit dan daun sigading (15g) , biji pala dan kapulaga (10g), ketumbar,jinten hitam dan
cengkeh (5g). Rebus bahan tersebut dengan 3 gelas air sehingga tersisa 1 gelas. Dingin, saring, bagi
menjadi 3 bagian untuk diminum 3 kali sehari.

Kini terdapat pelbagai produk dipasaran yang menggunakan kunyit sebagai bahan utama maupun
tambahan dalam ramuannya. Antaranya adalah jamu. Jamu pada dasarnya berarti “obat kuat” atau “obat
semua” dan merupakan system penyembuhan lokal yang berasal dari Indonesia.

Read more: http://doktersehat.com/kunyit-dan-khasiatnya-kepada-manusia/#ixzz4vGpBqIiB

Read more: http://doktersehat.com/kunyit-dan-khasiatnya-kepada-manusia/#ixzz4vGogg971

Penulis : Dr. Dirwan Suryo Soularto

Pustaka

Ali Akbar, 1988, Etika Kedokteran dalm Islam, Pustaka Antara, Jakarta

Ahmad Taha, 1992, Kedoktoran Islam, Percetakan Dewan Bahas dan Pustaka, Selangor, Malaysia

Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqithy, 1414 H, Hukum-hukum Pembedahan dalam


Syariat Islam, Jurusan Fikih, Universitas Islam Madinah

Você também pode gostar