Você está na página 1de 10

STEP 7 Skenario 1 Blok 13

1. Mahasiswa mampu memahami garis besar fisiologi dasar SSO dan peran
neurotransmiter dalam kemunikasi kejadian-kejadian ekstraseluler dan
perubahan-perubahan kimiawi di dalam sel
- Sistem saraf dibagi menjadi dua berdasarkan divisi anatomis : SSP (otak dan medula
spinalis), dan sistem saraf perifer (saraf saraf yang masuk dan keluar dari SSP)
- Sistem saraf perifer dibagi menjadi dua divisi : Divisi eferen (neuron yang membawa
sinyal dari otak dan medula spinalis menuju jaringan perifer) dan Divisi aferen
(neuron yang membawa informasi dari perifer menuju SSP)
- Divisi eferen sistem saraf perifer dibagi menjadu dua subdivisi : Sistem somatis dan
sistem otonom.
- Neuron eferen somatis terlibat di dalam fungsi pengaturan yang disadari.
- Neuron eferen otonom mengatur kebutuhan harian fungsi tubuh tanpa dipengaruhi
kesadaran atau pikiran.
Anatomi Sistem Saraf Otonom

a. Neuron eferen : SSO membawa impuls saraf dari SSP menuju organ efektor melalui
dua jenis neuron efektor. Neuron Praganglionik (keluar dari batang otak atau medula
spinalis dan membuat hub. Sinaps dengan ganglion), ganglion sebagai relai
penghubung antara praganglionik dg Neuron Pascaganglionik (badan sel berasan
dari ganglion). Neuron pascaganglion berujung pada organ efektor, seperti otot polos
viseral, otot jantung dan kelenjar eksokrin.
b. Neuron aferen : pemberian sinyal kepada SSP u/ mempengaruhi cabang eferen sistem
saraf otonom u/ memberikan tanggapan.
c. Neuron simpatis : Sistem saraf otonom eferen dibagi menjadi sistem saraf simpatis,
parasimpatis, dan enteris. Scr anatomis, neuron simpatis berasal dari SSP dan muncul
dari dua regio medspin yang berbeda. Neuron praganglionik lebih pendek daripada
neuron pascaganglionik.
d. Neuron parasimpatis : serabut praganglionik berasal dari kranium (N. Cranialis
III,VII,IX, dan X) dan dari regio sakral medula spinalis yang bersinapsis pada
ganglion dekat, atau pada, organ efektor. Serabut praganglionik lebih panjang
daripada pascaganglionik.
e. Neuron enteris : kumpulan serabut saraf yang mempersarafi saluran pencernaan,
pankreas, dan kantung empedu, serta membentuk “brain of the gud”. Sistem ini
berfungsi secara bebas thd SSP dan mengatur motilitas, sekresi kelenjar eksokrin dan
endokrin, serta mikrosirkulasi saluran pencernaan.
Fungsi Sistem Saraf Simpatis

- Sistem ini berkelanjutan mempertahankan derajat keaktifannya (menjaga tonus


jaringan vaskular) dan mempunyai kemampuan penyesuaian sebagai respons thd
situasi stress, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemia, dan olahraga.
- Efek stimulasi divisi simpatis : efek output sistem simpatis adalah peningkatan
denyut jantung dan tek darah, perubahan cadangan energi tubuh, peningkatan aliran
darah menuju otot rangka dan otot jantung, dilatasi pupil dan bronkiolus, serta
mempengaruhi motilitas saluran cerna (penurunan tonus otot) dan fungsi kandung
kemih.
- Respons “Fight or Flight” : berbagai perubahan yang dialami tubuh selama gawat
darurat. Sistem saraf simpatis cenderung berfungsi sebagai suatu unit dan seringkali
dikatakan sebagai suatu sistem yang lengkap. Dengan distribusi pascaganglionnya
yang menyebar, terlibat di sebagian besar aktivitas fisiologis (tidak terlalu bermakna
bagi kehidupan).
Fungsi Sistem Saraf Parasimpatis

- Parasimpatis menjaga fungsi penting tubuh, seperti proses pencernaan makanan dan
pembuangan zat2 sisa, dan diperlukan u/ mempertahankan hidup.
- Lebih dominan dibanding simpatis ketika “Istirahat dan mencerna”
- Serabut serabut parasimpatis yang diskret teraktivasi secara terpisah-pisah dan sistem
ini bekerja mempengaruhi organ2 tertentu spt lambung dan mata.
Peranan SSP pada fungsi kontrol otonom

- Lengkung Refleks : terdiri dari lengan sensorik (aferen) dan lengan motorik (eferen).
- Emosi dan sistem saraf otonom : rangsangan yang dapat membangkitkan emosi yang
kuat, dapat membangkitkan aktivitas sistem saraf otonom.
Inervasi oleh Sistem Saraf Otonom

- Inervasi ganda : sebagian besar organ di dalam tubuh dipersarafi o/ kedua sistem saraf
otonom. Walaupun terdapat inervasi ganda, satu sistem umumnya mendominasi.
Sebagai contoh pada jantung, nervus vagus (parasimpatis) merupakan faktor
pradominan dalam mengatur irama jantung.
- Inervasi tunggal simpatis : organ efektor yang hanya diinervasi oleh sistem simpatis
saja yaitu, medula adrenal, ginjal, otot pilomotor, kelenjar keringat, dan pengaturan
tekanan darah.
Sistem Saraf Somatis

- Neuron motorik yang bermielin tunggal yang berasal dari SSP, menjalar langsung
menuju otot rangka tanpa perantara ganglion
Penyampaian Sinyal Kimiawi Antarsel

A. Mediator Lokal
- Sel di dalamk tubuh menyekresikan substansi kimiawi yang bereaksi secara lokal,
yang bekerja pada sel di dalam lingkungan sekitarnya.
- Sinyal kimiawi ini kemudian dihancurkan dan dibuang sebelum memasuki aliran
darah dan terdistribusi ke seluruh tubuh.
- Contoh : Histamin dan Prostaglandin
B. Hormon
- Sel- sel endokrin menyekresikan hormon menuju aliran darah dan berefek pada sel-sel
target di dalam tubuh.
C. Neurotransmitter
- Komunikasi antar sel saraf dan antara sel saraf dengan organ efektor terjadi melalui
pelepasan sinyal kimiawi yang spesifik neurotransmitter dari ujung saraf.
- Pelepasannya tergantung potensial aksi pada ujung saraf >> depolarisasi.
- Pengambilan Ca+ akan menginisiasi penggabungan vesikel sinaps dengan membran
prasinaps dan akan mengeluarkan isinya.
- Neurotransmitter menyebar secara cepat pada sepanjang celah atau ruang sinaps
antara neuron dan berikatan dengan reseptor yang spesifik pada sel target.
a. Reseptor membran : mediator lokal, hormon serta neurotransmitter bersifat terlalu
hidrofilik u/ dapat menembus membran lipid plasma sel target. Jadi, sinyal
neurotransmitter ini disampaikan melalui pengikatan dg reseptor yang spesifik
pada permukaan organ target. Reseptor memiliki spesifitas ikatan, dan bila
digabungkan dengan substansi pasangannya, akan menimbulkan suatu respon.
Sebagian besar reseptor adalah protein.
b. Jenis jenis neurotransmitter : asetilkolin dan norepinefrin adalah sinyal kimiawi
utama di dalam SSO, sementara itu terdapat beragam neurotransmiter yang
berfungsi di dalam SSP. Pada saat perangsangan saraf, yang juga dilepaskan pula
kotransmiter (adenosin) yang seringkali menyertai dan memodulasi proses
transmisi.

b.1 Asetilkolin

- Serabut saraf otonom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar berdasarkan
sifat2 kimiawi neurotransmiter yang dilepaskan.
- Jika transmisi diperantarai o/ asetilkolin, persarafan ini disebut kolinergik.
- Asetilkolin memperantarai transmisi impuls saraf melintasi ganglion otonok pada
sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
- Merupakan neurotransmitter pada medula adrenal.
b.2 Norepinefrin dan epinefrin (adrenalin)

- Ketika norepinefrin dan epinefrin merupakan transmiter, serabutnya disebut


adrenergik.
- Pada saraf simpatis, norepinefrin menghantarkan transmisi impuls saraf dari saraf
otonom pascaganglionik ke organ efektor.
Sistem Pembawa Pesan Kedua pada respons Intraseluler

- Molekul pembawa pesan kedua, dihasilkan sebagai respon ikatan neurotransmiter


dengan reseptor, akan menerjemahkan sinyal ekstraseluler mjd respon yang lebih
lanjut akan disebarkan dan diperkuat di dalam sel.
- Neurotransmiter dianggap sebagai penghantar sinyal, dan reseptor sebagai detektor
sinyal
a. Reseptor membran mempengaruhi permeabilitas ion
- Beberapa reseptor, seperti reseptor saraf pascasinapsis atau otot, secara langsung
terikat kuat pada membran kanal ion sehingga ikatan neurotransmiter akan terjadi
dengan cepat dan secara langsung akan mempengaruhi permeabilitas ion.
b. Pengaturan yang melibatkan molekul pembawa pesan kedua
- Banyak reseptor tidak secara langsung bergabung dengan gerbang ion.
- Reseptor mengeluarkan sinyal keberadaan ikatan neurotransmiter dengan cara
memulai suatu rangkaian reaksi, yang menyebabkan suatu respon intraseluler spesifik.
- Pembawa pesan kedua : sistem adenil siklase dan sistem kalsium/fosfatidilinositol.
- Dibantu oleh intervensi protein G (menerjemahkan ikatan neurotransmiter ke dalam
respon seluler)

2. Mahasiswa mampu memahami obat Agonis Kolinergik


- Sebagian besar obat yang tersedia untuk mengobati penyakit ini adalah inhibitor
asetilkolinesterase.
- Neurotransmisi pada neuron kolinergik ada 6 tahap :
(1) sintesis asetilkolin, yaitu suatu bentuk ester didalam sitosol dari reaksi kolin
dengan aseti koa.
(2) Penyimpanan asetilkolin dalam vesikel, asetil kolin dikemas mjd vesikel vesikel
prasinaps yang tampak seperti struktur manik manik (varicosities). Dalam vesikel
mengandung asetilokolin dan kotransmiter berupa ATP.
(3) Pelepasan asetilkolin, jika potensial aksi dicetuskan oleh voltage sensitive
natrium channel >> kanal kalsium peka voltage terbuka >> peningkatan
konsentrasi Ca intraseluler >> memicu fusi vesikel dg membran sel >>
melepaskan isi vesikel menuju celah sinaps.
(4) Pengikatan pada reseptor, asetilkolin berdifusi melewati celah sinaps serta
mengikat reseptor pascasinaps pada sel sasaran dan reseptor prasinaps pada
membran neuron yang melepaskan asetilkolin. Reseptor kolinergik pada
pascasinaps dibagi menjadi reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik.
(5) Degradasi asetilkolin, sinyal pada lokasi efektor pasca tautan akan diterminasi
cepat karena asetilkolinesterase akan memecah asetilkolin menjadi kolin dan
asetat pada celah sinaps.
(6) Daur ulang kolin
- Reseptor Kolinergik
Dapat dibedakan berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat yang menyerupai
kerja asetilkolin.
a. Reseptor Muskarinik : selain berikatan dengan asetilkolin, juga mengikat
muskarin (suatu alkaloid yang terdapat di jamur beracun tertentu) tetapi
menunjukan afinitas yang lemah terhadap nikotin. Dijumpai pada ganglia sistem
saraf perifer dan organ efektor otonom seperti otot jantung, otot polos, otak, dan
kelenjar eksokrin.
b. Reseptor Nikotinik : selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenali nicotine
tetapi memiliki afinitas rendah terhadap muskarin. Reseptor nikotinik terdapat
pada SSP, medula adrenal, ganglia otonom, dan taut neuromuskular.
- Efek samping secara umum obat agonis kolinergik : diare, diaforesis, miosis, mual
dan urgensi kemih.
Agonis Kolinergik yang Bekerja Langsung

(1) Asetilkolin
- Suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu menembus membran.
- Asetilkolin secara terapeutik tidak terlalu penting karena mekanisme kerjkanya
beragam dan sangat cepat dinonaktifkan oleh asetilkolinesterase.
- Aktivitasnya bersifat muskarinik dan nikotinik.
- Kerja :
a. Menurunkan denyut jantung dan curah jantung
b. Menurunkan tekanan darah
c. Pada saluran cerna, asetilkolin meningkatkan sekresi saliva dan merangsang
sekresi dan motilitas.
d. Memacu bronkus
e. Tonus otot detrusor saluran kemih juga ditngkatkan dan menyebabkan
pengeluaran urin
f. Kontraksi otot siliaris
g. Kontraksi otot sfingter pupil sehingga menyebabkan miosis.
(2) Bethanechol
- Mempunyai struktur yang berikatan dengan asetilkolin, yaitu gugus asetat yang
diganti dengan karbamat fan kolin yang dimetilasi. Sehingga senyawa ini tidak
dihidrolisis oleh asetilkolinesterase..
- Kerja nikotinik kecil tetapi kerja muskariniknya sangat kuat.
- Kerja utamanya pada otot polos, kandung kemih, dan saluran cerna.
- Masa kerja 1 jam
- Kerja :
a. Merangsang secara langsung reseptor muskarinik sehingga meningkatkan tonus
dan motilitas usus.
b. Merangsang otot detrusor saluran kemih, sementara trigonum dan sfingter kemih
berelaksasi sehingga urin terpancar keluar.
- Kegunaan terapeutik :
a. Merangsang kandung kemih yang mengalami atoni,
b. Penatalaksanaan atonia neurogenik dan megakolon.
- Efek samping : Dapat menimbulkan rangsangan kolinergik secara umum (berkeringat,
salivasi, kemerahan, nyeri abdomen, diare, dan bronkospasme)
(3) Carbachol
- Mempunyai mekanisme kerja muskarinik dan nikotinik tetapi tidak memiliki gugus
metil seberti bethanechol.
- Carbachol merupakan suatu ester carbamic acid yang tidak sesuai untuk
asetilkolinesterase.
- Kerja :
a. Berefek terhadap sistem kardiovaskular dan pencernaan karena aktivitas
perangsangan ganglionnya.
b. Mampu menyebabkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal melalui kerja
nikotiniknya.
- Kegunaan terapeutik :
a. Obat ini jarang digunakan untuk terapi karena bersifat poten, reseptornya relativ
bersifat non selektif, dan memiliki masa kerja yang relatif lama.
b. Pada mata sebagai obat miotik dengan mengkontraksikan pupil sehingga terjadi
penurunan tekanan bola mata pada penderita glukoma.
- Efek samping : efek samping kecilatau tidak sama sekali karena memenetrasi sistemis
(amina quartener)
(4) Pilocarpine
- Alkaloid pilocarpine adalah suatu amina tersier dan bersifat stabil terhadap hidrolisis
oleh asetilkolinesterase.
- Kerja :
a. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis secara cepat.
b. Policarpine merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar paling poten pada kel.
Keringat, ait mata, dan saliva. Tetapi kurang selektif.
c. Merangsang produksi saliva pada pasien xerostomia dan sindrom sjorgen.
- Kegunaan terapeutik pada glukoma :
a. Merupakan obat pilihan dalam kegawatdaruratan u/ menurunkan tekanan
intraokular, baik pada glukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar.
- Efek samping : dapat mencapai otak dan menyebabkan gangguan SSP. Obat ini
merangsang keringat dan salivasi berlebihan.
Agonis Kolinergik yang Bekerja Tidak Langsung : Antikolinesterasi (Reversibel)

(1) Physostigmine
- Suatu ester carbamic acid nitrogenous yang secara alamiah terdapat di dalam
tumbuhan dan merupakan amina tersier.
- Obat ini merupakan substrat untuk asetilkolinesterase dan membentuk senyawa
perantara terkarbomilasi dengan enzim, yang relatif stabil, yang kemudian menjadi
inaktif secara reversibel.
- Terjadi potensiasi aktivitas kolinergik seluruh tubuh.
- Kerja :
a. Mempunyai efek yang luas karena mampu memacu, tidak saja likasi muskarinik
dan nikotinik pada SSO, tetapi juga reseptor nikotinik pada taut neuromuskular.
b. Mempunyai kerja berkisar 2-4 jam dan dianggap sbg obat dengan masa kerja
menengah.
- Kegunaan terapeutik :
a. Meningkatkan motilitas usus dan kandung kemih shg berkhasiat u/ mengobati
atonia kedua organ tersebut.
b. Jika diteteskan pada mata timbul miosis
c. Digunakan u/ mengobati overdosis obat obat antikolinergik
- Efek samping : dapat menyebabkan kejang apabila diberikan dalam dosis besar. Dapat
terjadi pula penurunan curah jantung.
(2) Neostigmine
- Merupakan ester carbamic acid dan dapat menghambat asetilkolinesterase secara
reversibel dengan mekanisme yang serupa dengan physostigmine.
- Tidak seperti pyysostigmine, obat ini mempunyai nitrogen kuartener sehingga dia
lebih polar dan tidak dapat memasuki SSP.
- Efek terhadap otot rangka lebih kuat.
- Masa kerja obat ini jangka menengah 30 menit- 2 jam.
- Obat ini digunakan u/ merangsang kandung kemih dan saluran cerna.
- Juga bermanfaat u/ terapi simptomatis pada miastenia gravis.
- Efek samping :
a. Stimulasi kolinergik generalisata (salivasi, flushing, penurunan tekanan darah,
mual, nyeri perut, diare, dan bronkospasme)
b. Tidak menyebabkan efek samping pada SSP
(3) Pyridostigmine dan ambenomium
- Penghambat kolinesterase lain yang digunakan u/ pengobatan jangka panjang
miastenia gravis.
- Masa kerjanya menengah (3-6 jam dan 4-8 jam) lebih lama dibanding neostigmine.
- Efek samping serupa neostigmine.
(4) Demecarium
- Digunakan u/ mengobati glukoma sudut terbuka dan pengobatan glukoma sudut
tertutup setelakh iridektomi.
- Juga digunakan u/ pengobatan dan diagnosis esotropia akomodatif.
- Mekanisme dan efek samping serupa neostigmine.
(5) Edrophonium
- Obat ini lebih mudah diserap dan memiliki masa kerja lebih singkat sekitar 20-30
menit.
- Digunakan u/ mendiagnosis miastenia gravis.
- Injeksi intravena edrophonium menyebabkan peningkatan kekuatan otot secara cepat.
- Dapat menimbulkan krisis kolinergik aoabila kelebihan.
(6) Tacrine,donepenzil, rivastigmine, dan galantamin
- Pasien penderita alzheimer mengalami defisiensi kolinergik pada SSP. Menyebabkan
pengembangan antikolinesterase sebagai obat pemulih fungsi kognitif yang
menghilang.
- Memiliki kemampuan untuk memperlambat perkembangan penyakit namun tidak
mampu menghentikan perkembangan penyakit.
Agonis Kolinergik yang Bekerja Secara Tidak Langsung : Antikolinesterase
(Ireversibel)

(1) Echothiophate
- Mekanisme kerja : organofosfat yang terikat secara kovalen melalui gugus fosfatnya
dengan gugus serine OH yang ada pada sisi aktif asetilkolinesterase.

3. Mahasiswa mampu memahami obat Antagonis Kolinergik


- Efek samping umum : penglihatan kabur, bingung, midriasis, konstipasi, dan urgensi
berkemih
Obat Antimuskarinik

(1) Atropine
(2) Scopolamine
(3) Ipatropium
(4) Tropicamide dan cyclopentolate

Penghambat Ganglionik

(1) Nicotine
(2) Mecamylamine

Obat Pelemas Neuromuskular

(1) Pelemas non depolarisasi (kompetitif)


(2) Obat depolarisasi

4. Mahasiswa mampu memahami obat Agonis Adrenergik


5. Mahasiswa mampu memahami obat Antagonis Adrenergik

Você também pode gostar