Você está na página 1de 99

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN.

R DENGAN POST
STROKE DI RUANG EDELWAIS RUMAH PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
PUCANG GADING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Gerontik
Pembimbing Akademik : Ns. Rita Hadi Widyastuti, M.Kep., Sp. Kep
Pembimbing Klinik : Anggardewi S.H

Disusun oleh:
Novicka Dety Aritantia (22020114120008)
Siska Elvina Br. Purba (22020114120005)
Dwi Ratnawati (22020114120032)
Anggita Junayah (22020114140091)

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Dengan ini penulis yang beranggotakan:
Novicka Dety Aritantia (22020114120008)
Siska Elvina Br. Purba (22020114120005)
Anggita Junayah (22020114140091)
Dwi Ratnawati (22020114120032)
menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa penulisan makalah yang berjudul “Laporan Asuhan
Keperawatan Gerontik pada Tn. R dengan Post Stroke di Ruang Edelwais Rumah Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pucang Gading” bebas dari plagiarisme, merupakan hasil karya sendiri yang isinya
sesuai dengan kondisi lansia, dan tidak menjiplak karya orang lain.
Apabila di kemudian hari ditemukan sebagian atau seluruh bagian dari makalah terdapat
indikasi plagiarisme, penulis bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Akademik
UNDIP.
Semarang, 26 Oktober 2017
Yang Menyatakan

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti akan
terjadi pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses
berangsur-angsur dan berakibat pada perubahan biologis, psikologis, sosial dan spiritual
(Nugroho, 2015). Upaya pemerintah dalam pembangunan nasional berdampak pada
tingginya angka harapan hidup penduduk. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk lanjut
usia meningkat (Suardiman, 2011). Peningkatan jumlah lansia menimbulkan masalah
dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek kesehatan. Pada lansia terjadi penurunan
struktur dan fungsi organ tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit
baik degeneratif maupun infeksi (Darmojo dan Martono, 2010). Proporsi penyebab
kematian pada lansia paling tinggi adalah stroke (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Penyakit stroke banyak ditemukan pada masyarakat yang berusia 45 tahun ke atas.
Stroke terjadi secara mendadak dan dapat berakhir pada kematian serta kecacatan yang
pemanen pada anggota gerak (Lumbantobing, 2010). Stroke memiliki tingkat mortalitas
yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang menyebabkan kematian di dunia
setelah penyakit jantung dan kanker. Persentase yang meninggal akibat kejadian stroke
pertama kali adalah 18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke berulang. Data
Internasional Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports
Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah
41,4% dari 100.000 penderita.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7
per 1000 penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per
1000 penduduk. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8 per 1000 penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per 1000
penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta (masing-masing 9,7 per 1000 penduduk).
Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9 per 1000 penduduk), DI Yogyakarta (16,9 per 1000 penduduk),
Sulawesi Tengah (16,6 per 1000 penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per 1000
penduduk. Kasus stroke di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per seribu
penduduk.
Dampak yang ditimbulkan akibat stroke antara lain adalah kelemahan atau
kelumpuhan pada ekstremitas anggota gerak. Akibat dari kelemahan anggota gerak akan
menyebabkan munculnya masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik dan resiko jatuh.
Selain itu lansia juga akan mengalami gangguan pada otak bagian thalamus atau sub
kortikal yang dapat mempengaruhi kualitas dan pola tidur akibat terjadinya insomnia post
stroke. Kesepian juga dapat terjadi pada lansia yang tinggal di rumah pelayanan social
karena merasa ditinggalkan oleh keluarganya. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan
penderita stroke dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Mereka menjadi
bergantung kepada orang lain di sekitarnya.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit stroke
sebagai makalah ilmiah, agar penulis lebih memahami bagaimana proses keperawatan yang
dilakukan pada klien dengan penyakit stroke.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien post stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada diagnosa resiko jatuh.
b. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada diagnosa gangguan mobilitas
fisik.
c. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada diagnosa gangguan pola tidur.
d. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada diagnosa resiko kesepian.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price,
2006)
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
straumatik (Arif Mansjoer, 2009). Sedangkan stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
B. PATHWAY STROKE NON HEMORAGIK
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: Faktor yang dapat dimodifikasi:
Umur Hipertensi
Ras Hiperkolesterolemia
Jenis kelamin Diabetes Millitus
Genetik Riwayat penyakit jantung
Gaya hidup (obesitas, diet, stress)

Terbentuknya thrombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplai oksigen ke otak menurun

Iskemik jaringan pada otak syok neurologic metabolism anaerob

Hipoksia Penumpukan asam laktat

Stroke Non Hemoragik Resiko TIK meningkat


ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
Nyeri akut
Iskemik pada arteri serebral arterior Iskemik pada arteri serebral medial Iskemik pada arteri
serebral posterior

Gangguan premotor area Gangguan brocha’s Gangguan gustatory Gangguan visual area
motorspeech area area

Kerusakan neuromuscular Disatria, Afasia, Disfagia Reflek Diplopia Gangguan


Amourasis fulgaks batuk penglihatan
Hemiplagia Hemiparesis Terjadi
Hambatan penumpukan sputum
komunikasi
Resiko kerusakan Hambatan verbal
intergritas kulit mobilitas
Resiko Ketidakefektifan
fisik
ketidakseimbangan pola nafas
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Gangguan persepsi
sensori penglihatan
C. RESIKO JATUH
1. Definisi
Risiko jatuh dapat terjadi pada lansia terutama disebabkan karena proses penurunan
sensori atau gaya berjalan dan ketidakstabilan keseimbangan tubuh (Supriyo, 2015).
Risiko jatuh merupakan kondisi yang rentan terhadap peningkatan risiko jatuh yang
dapat menyebabkan bahyaa fisik dan gangguan kesehatan lainnya (NANDA, 2015).
2. Batasan Karakteristik
a. Penggunaan alat bantu
b. Protesis ekstremitas bawah
c. Tinggal sendiri
d. Riwayat jatuh
e. Usia >65 tahun
f. Gangguan fungsi kognitif
g. Lingkungan yang tidaj terorganisasi
h. Kurang pencahayaan
i. Penggunaan restrain
j. Ruang yang tidak dikenal
(NANDA, 2015)
3. Etiologi
Jatuh pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada yang mengelompokkannya
menjadi mobilitas (Mobility) karena disebabkan oleh usia, kesalahan dalam
bermobilisasi, perilaku pengambilan risiko (Risk taking behavior), serta kondisi
lingkungan (Physical environtment). Selain itu terdapat pula yang
mengelompokkannya menjadi faktor internal, dari diri lansia, dan eksternal, dari luar
diri lansia. Faktor eksternal tersebut erat kaitannya dengan kondisi bahaya pada rumah
(Home hazard) (Sabatin dkk, 2015).
4. Patofisiologi
Berdasarkan patoisiologinya stroke non hemoragik disebabkan oleh gumpalan atau
sumbatan lain pada arteri yang mengalir pada otak. Pada pasien terdapat kelemahan
anggota gerak, dan parese nervus VII dan XII yang mengarah pada stroke hemoragik.
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung
pada berat ringannya gangguan lokasi. Gejala stroke non hemoragik ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat
atau bangun tidur dan kesadaran biasanya tidak menurun (Lumbantobing, 2004).
Sehingga karena adanya kelumpuhan yaitu lengan dan kaki kiri tidak dapat digerakkan
sehingga dapat terjadi resiko jatuh.
5. Instrumen Pengkajian
Instrumen pengkajian yag digunakan untuk mengkaji risiko jatuh dapat
menggunakan Morse Fall Scale. Lihat tabel dibawah ini untuk mengetahui instrumen
Morse Fall Scale dan tes keseimbangan :

6. Intervensi
Intervensi yang dapat diberikan pada untuk mengatasi atau mengurangi risiko jatuh
pada lansia adalah aktivitas fisik. Aktifitas fisik yang dapat dilakukan antara lain
bejalan, senam, renang dan melakukan hobby lainnya. Hal tersebut sesuai dengan
jurnal berjudul “Aktifitas Fisik Keseimbangan Guna Mengurangi Resiko Jatuh pada
Lansia”. Penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan hasil pre dan post
kekuatan otot pada lansia untuk meningkatkan keseimbangan, sehingga insiden resiko
jatuh dapat berkurang dengan dilakukannya aktifitas fisik pada lansia (Supriyono,
2015).

D. GANGGUAN MOBILITAS FISIK


1. Definisi
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan
terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (NANDA 2015-2017).
2. Batasan Karakteristik
Berdasarkan NANDA 2015-2017 batasan karakteristik dari gangguan mobilitas
fisik antara lain:
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan merubah posisi
c. Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitasn memulai
langkah pendek)
d. Keterbatasan motoric kasar dan halus
e. Keterbatasan ROM
f. Gerakan disertasi nafas pendek atau tremor
g. Ketidakstabilan posisi selama melakukan ADL
h. Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
3. Etiologi
Berdasarkan NANDA 2015-2017 ada beberapa faktor yang berhubungan terkait
masalah gangguan mobilitas fisik, antara lain:
a. Intoleransi aktivitas g. Kehilangan integritas struktur
b. Gangguan metabolism sel tulang
c. Keterlambatan perkembangan h. Terapi pembatasan gerak
d. Pengobatan i. Kurang pengetahuan tentang
e. Kurang support lingkungan kegunaan pergerakan fisik
f. Keterbatasan ketahanan j. IMT di atas 75 tahun
kardiovaskuler percentile sesuai dengan usia
k. Kerusakan persepsi sensori p. Penurunana kekuatan otot,
l. Tidak nyaman atau nyeri kontrol dan atau masa
m. Kerusakan musculoskeletal q. Keengganan untuk memulai
dan neuromuscular gerak
n. Depresi atau cemas r. Gaya hidup yang menetap
o. Kerusakan kognitif s. Malnutrisi selektif atau umum
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan
suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
Padapasien dengan stroke non hemoragik terjadi hipoksia yang bmenyebabkan
iskemik arteri serebral. Iskemik yang terjadi di arteri serebral anterior terutama pada
bagian premotor akan mengakibatkan gangguan neuromuscular dan membuat
terjadinya hemiparesis (lemah salah satu sisi tubuh baik itu sisi kiri maupun kanan).
Hemiparesis akan menyebabkan pasien stroke mengalami masalah gangguan mobilitas
fisik.
5. Intervensi
NIC: Latihan terapi: mobilitas sendi
a. Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan dampak dari fungsinya
b. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk perawatan dan pemulihan perpindahan
sendi
c. Jelaskan kepada pasien tujuan dan rencana dari latihan sendi
d. Mengontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari nyeri selama beraktivitas/berpindah
e. Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
f. Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
g. Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
h. Sediakan pertolongan yang positif untuk aktivitas latihan sendi
E. GANGGUAN POLA TIDUR
1. Definisi
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
2. Batasan Krakteristik
a. Perubahan pola tidur normal
b. Penurunan kemampuan berfungsi
c. Ketidakpuasan tidur
d. Menyatakan sering terjaga
e. Meyatakan tidak mengalami kesulitan tidur
f. Menyatakan tidak merasa cukup istirahat
3. Etiologi
a. Kondisi medis yang dapat menyebabkan gangguan tidur:
 Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan iskemia pada pembuluh
coroner
 Stroke, kondisi degenerative, demensia, gangguan tidur karena gangguan CNS
 Hipotiroid, menopause, siklus menstruasi, kehamilan, dan hipogonadism
 Gangguan paru obstruktif, asma, Pickwikian sindrom (Obstructive sleep apnea
syndrome).
 Penyakit muntahan cairan lambung
 Gangguan pada darah
 Penggunaan obat seperti dekongestan, koritokosteroid, dan bronkodilator
 Kondisi lainnya seperti Demam, nyeri dan infeksi
b. Kondisi psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur:
 Depresi dapat menyebabkan gangguan dalam REM (rapid eye movement)
 Sindrom Post Trauma
 Obat-obatan psikotropika
 Pikiran yang membebani atau stress
 Tegang-cemas
c. Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan tidur :
 Kejadian yang mengancam nyawa atau kejadian yang memiliki stress tinggi
 Gangguan siklus tidur akibat waktu kerja yang tidak tetap (malam dan pagi)
 Lingkungan yang bising, dingin, ataupun terlalu panas.
4. Patofisiologi
Gangguan tidur itu sendiri merupakan masalah yang sering muncul pada pasien
post stroke. Mengalami gangguan tidur dapat menimbulkan rasa frustasi. Gangguan
tidur dapat membuat pasien lelah dah terganggu. Gangguan tidur juga meningkatkan
risiko pasien post stroke untuk menderita stroke lainnya (National Stroke Association,
2009)
Sekitar 2/3 dari pasien post stroke memiliki sleep disordered breathing (SDB).
Tipe gangguan tidur ini disebabkan oleh pola nafas yang abnormal. Dengan SDB, tidur
pasien terinterupsi beberapa kali sepanjang malam. SDB juga menimbulkan risiko yang
berbahaya terhadap kesehatan karena dapat meningkatkan tekanan darah, stress jantung
dan pembekuan darah (Nationla Stroke Association, 2009)
Gangguan tidur lainnya yang terjadi pada pasien post stroke adalah sleep wake
cycle disorders. Yang termasuk ke dalam sleep wake cycle disorders adalah insomnia,
hipersomnia, parasomnia dan gangguan irama circadian.
Sekitar 18% pasien post stroke mengalami insomnia. Ada beberapa area
tertentu pada otak yang apabila terkena stroke mempredisposisi terjadinya insomnia
post stroke, area-area otak tersebut antara lain area subkortikal, thalamus, thalamo-
mesencephalic dan tegmentopontine. Hipersomnia atau excessive daytime sleepiness
dikarakterisasi oleh ketidakmampuan untuk tetap terjaga pada periode bangun/”awake”
saat siang hari. Hipersomnia terjadi pada 20%-40% pasien stroke. Lesi stroke yang
melibatkan ascending reticular activating system (ARAS) cenderung untuk
menimbulkan hipersomnia, misalnya lesi-lesi yang melibatkan thalamus, subthalamic
area, tegmental, midbrain dan pons bagian atas
Pada pasien post stroke yang mengalami gangguan tidur perlu juga
dipertimbangkan adanya gangguan neuro psikiatri. Karena terdapat beberapa gangguan
neuropsikiatri post stroke seperti depresi dan anxietas post stroke yang dapat
menimbulkan gangguan tidur seperti insomnia dan hipersomnia (Chemerinski et
Robinson, 2000).
5. Intervensi
NIC: Peningkatan tidur (1850)
a. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
b. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
c. Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman
e. Kolaborasikan pemberian obat tidur
f. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
g. Instruksikan untuk memonitor tidur pasien
h. Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
i. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
F. RESIKO KESEPIAN
1. Definisi
Resiko kesepian merupakan keadaan rentan mengalami ketidaknyamanan yang
berkaitan dengan keinginan atau kebutuhan untuk melakukan lebih banyak kontak
dengan orang lain.
Lansia sering beresiko kesepian karena dari gangguan serta hubungan sosial
mereka dari waktu ke waktu. Misalnya, anak-anak mungkin pindah ke kota lain atau
negara lain, dan cucu menjadi lebih mandiri. Pensiun mengurangi hubungan sosial yang
terkait pada pekerjaan. Kecacatan atau penyakit dapat mencegah mereka dari
berpartisipasi dalam kegiatan yang biasa mereka lakukan dengan orang lain, atau
mungkin berarti hilangnya kebebasan yang mengharuskan bergerak menjauh dari
orang-orang asing dan masyarakat. Kemudian juga bisa saja teman-teman dan
pasangan yang ada disekeliling lansia menjadi sakit atau mati.
Kesepian tampaknya merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia, orang-
orang yang merasa kesepian cenderung menghabiskan waktu senggang mereka pada
aktivitas yang sendiri, dan hanya memiliki teman biasa atau kenalan. Individu yang
kesepian merasa disingkirkan dan percaya bahwa mereka hanya memiliki sedikit
kesamaan dengan orang-orang yang mereka temui. Kesepian disertai dengan efek
negatif, termasuk perasaan depresi, kecemasan, ketidak bahagiaan, dan ketidakpuasan
yang diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu (Baron dan Byrne,
2005).
2. Faktor kesepian
Menurut Sears et al. (2009) orang yang kesepian cenderung lebih tertutup dan
pemalu, lebih sadar diri dan kurang asertif. Orang yang kesepian sering memiliki
keterampilan sosial yang buruk. Kesepian juga berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ada dua faktor yang mendorong kesepian (Cheryl & Parello 2008) yaitu:
a. Faktor situasional
Faktor ini mengenai situasi kehidupan yang dialami ketika perasaan seseorang akan
menjadi kesepian. Situasi kehidupan, seperti perceraian, perpisahan, sosial situasi
individu dirawat di rumah sakit atau sakit kronis anak-anak atau anggota keluarga,
dan mereka yang baru saja pindah ke lingkungan baru atau sistem sekolah.
b. Faktor characterological
Characterological faktor yang mendorong kesepian adalah ciri-ciri kepribadian
seperti introversi, rasa malu, dan rendah diri. Individu dengan ciri-ciri kepribadian
dapat dilihat di lingkungannya.
3. Etiologi
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang merasakan kesepian, yaitu
(Brehm, 2002):
a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki.
Ada beberapa alasan mengapa kita merasa tidak puas atas hubungan yang kita
miliki. Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002) menyimpulkan beberapa
alasan yang banyak dikemukakan oleh orang-orang yang merasakan kesepian,
yaitu:
1) Tidak terikat: tidak memiliki pasangan (suami atau istri); tidak memiliki partner
seksual; berpisah dengan pasangan (suami atau istri) atau kekasih.
2) Terasing: merasa berbeda; tidak dimengerti; tidak dibutuhkan; tidak memiliki
teman dekat.
3) Sendirian: pulang ke rumah tanpa ada orang di rumah; selalu sendirian
4) Isolasi yang dipaksakan: dikurung di rumah; dirawat inap di rumah sakit; tidak
adanya transportasi.
5) Dislocation: jauh dari rumah; memulai pekerjaan atau sekolah baru; terlalu
sering pindah; sering bepergian.
b. Terjadi perubahan dalam apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan.
Brehm (2002) menyimpulkan berdasarkan model Perlman dan Peplau tentang
kesepian, kesepian dapat muncul karena perubahan dalam pemikiran kita tentang
apa yang kita inginkan dari suatu hubungan. Pada suatu waktu dalam kehidupan
kita, hubungan sosial kita mungkin sangat memuaskan sehingga kita tidak
merasakan kesepian. Hubungan ini mungkin terus bertahan tetapi terjadi perubahan
kepuasan karena apa yang kita inginkan juga mengalami perubahan.
4. Faktor resiko
a. Deprivasi afek
b. Deprivasi emosional
c. Isolasi fisik
d. Isolasi sosial
5. Patofisiologis
Lansia yang mengalami pasca stroke dapat beresiko mengalami kesepian. Hal
ini dikarenakan lansia yang mengalami keterbatasan (disability) sebagian besar
cenderung mengekspresikan ketidakpuasan pada kehidupan mereka. Lansia yang
mengalami penyakit yang menimbulkan keterbatasan, seperti stroke, mengalami
perubahan dalam banyak hal yang terkait dengan kepuasan hidup atas dirinya sendiri.
Clarke (2002) menyatakan bahwa keterbatasan fungsional (functional
disabilities) dalam aktivitas instrumental sehari-hari (daily living) penderita stroke
berkaitan dengan berkurangnya kepekaan dan kendali, mengurangi kesempatan bagi
pertumbuhan pribadi dan mengurangi kemampuan untuk terlibat menjalin hubungan
sosial yang positif.
Menurut Alpass & Neville (2010) menemukan keterbatasan fisik, kurangnya
perawatan kesehatan, sikap, dan lainnya yang signifikan berkontribusi terhadap
kesepian pada lansia. Kesepian dapat mengancam perasaan nilai pribadi dan merusak
kepercayaan pada kemampuan untuk mengembangkan dan memelihara hubungan
interpersonal. Hal ini menunjukkan bahwa lansia pasca stroke yang mengalami
keterbatasan fisik lebih beresiko mengalami kesepian.
6. Intervensi
NIC: Complex relationship building:
- Identifiikasi dan sesuaikan sikap diri terhadap kondisi dan situasi pasien.
- Identifikasi perasaan pribadi yang ditimbulkan oleh pasien yang dapat mengganggu
efektivitas interaksi terapeutik.
- Berikan kenyamanan fisik sebelum interaksi.
- Diskusikan kerahasiaan informasi bersama.
- Ciptakan ikliim yang hangat dan penerimaan dalam berkomuunikasi.
- Yakinkan pasien bahwa anda tertarik dengan pasien secara pribadi.
- Gunakan komunikasi terbuka yang dapat mengungkapkan diri.
- Kunjungi kembali pasien pada waktu yang telah ditentukan untuk menumbuhkan
kepercayaan dan minta pada pasien.
- Gunakan bahasa tubuh yang menunjukkan keterbukaan.
- Atur jarak fisik antara perawat dan pasien sesuai kebutuhan.
- Monitor pesan nonverbal yang ditunjukkan pasien.
- Lakukan klarifikasi pada pesan nonverbal yang ditunjuukkan pasien.
- Berikan respon terhadap pesan nonverbal yang ditunjuukkan pasien.
- Berikan gagasan utama/topic pembicaraan kembali ke pasien dalam kata-kata anda
sendiri.
- Gunakan special way dalam berkomunikasi misalnya dengan menggunakan
gambar atau kata-kata lainnya sesuai kebutuhan.
- Beritahukan klien waktu pertemuan berikutnya sebelum pertemuan saat ini
berakhir.
- Simpulkan percakapan atau topic pembicaraan hari ini diakhir sesi.
- Gunakan summary pembicaraan sebelumnya sebagai permulaan awal pada
pertemuan berikutnya.
- Identifikasi kesiapan pasien dalam mengungkapkan permasalahan yang dialami
- Bantu pasien untuk mengenali perasaan yang menghambat kemampuan untuk
berinteraksi dengan lainnya (marah, cemas, sedih atau permusuhan).
- Berikan support kepada pasien untuk mau berinteraksi dengan orang lain dengan
cara yang positif.
- Fasilitasi upaya pasien untuk mereview pengalaman hubungan terapeutik.
- Berikan pengakuan prestasi selama interaksi.
Socialization enhancement:
- Dorong peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah baik.
- Dorong pasien dalam mengembangkan hubungan.
- Tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan
bersama.
- Dorong pasien terlibat adalam aktivitas social dan komunitas.
- Fasilitasi pasien menggunakan alat keterbatasan sensory misalnyan kacamata dan
alat bantu pendengaran.
- Fasilitasi pasien berpartisipasi dalam kegiatan storytelling.
- Bantu meningkatkan kesadaran pasien mengenai kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
- Berikan positive feedback ketika pasien mampu nerkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang lain.
- Dorong klien untuk mengubah suasana lingkungan misalnya dengan pergi keluar
untuk berjalan-jalan atau menonton film.
- Fasilitasi pasien untuk menyusun rencana aktivitas untuk hari-hari selanjutnya.
- Kaji kelebihan dan kekurangan pasien dalam berinteraksi.
Coping Enhancement:
- Identifikasi apa yang dirasakan oleh klien.
- Apresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh klien.
- Sediakan waktu untuk mendengar keluhan klien.
- Bantu klien dalam menentukan hal apa yang disukai dan ingin dilakukan.
- Fasilitasi klien dalam peningkatan kualitas hidup dengan memberikan terapi
okupasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
A. Data Umum
1. Nama lansia : Tn. R
2. Usia : 72 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku : Jawa
5. Jenis kelamin : laki-laki
6. Nama wisma : Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading
7. Riwayat Pendidikan : SD
8. Riwayat pekerjaan : Pengangguran
9. Status perkawinan : Belum menikah
10. Pengasuh wisma : Ny. Y
B. Alasan Berada di Panti :
Mbah R berkata mengatakan “ saya dibawa kesini gara-gara saya sakit stroke mbak,
keluarga saya tidak mampu buat ngobatin saya, tetangga kasian melihat saya sakit dan
terlantar terus saya dibawa kesini mbak”.
C. Dimensi Biofisik
1. Riwayat Penyakit (dalam 6 bulan terakhir)
Mbah R berkata “ kadang-kadang saya merasa pusing, batuk, pilek dan kadang juga
merasa panas dingin mbak , ya sama itu mbak tensinya tinggi terus, kemarin ditensi
150/110 mmHg“.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Mbah R berkata “ tidak ada keluarga saya yang sakit seperti saya mbak, semuanya
sehat mbak”.
3. Riwayat Pencegahan Penyakit
a. Riwayat Monitoring Tekanan Darah
Mbah R berkata “itu tadi mbak tensi saya naik terus dan kemaren waktu ditensi
150/110 mmHg”.
b. Riwayat Vaksinasi
Mbah R berkata “saya tidak ingat mbak”
c. Skrining Kesehatan yang Dilakukan
Mbah R berkata “itu saya juga tidak tahu mbak tentang itu”
4. Status Gizi (diukur dengan grafik indeks massa tubuh)
IMT = BB (kg) : TB (m2)
= 55 kg : 160 cm
= 55 kg : 2.56 m2
= 21.4
IMT Mbah R termasuk dalam kategori normal yaitu 21.4
5. Masalah Kesehatan Terkait Status Gizi
a. Masalah pada Mulut
Mbah R berkata “giginya masi banyak mbak, masih bisa mengunyah makanan,
gigi depan udah lepas satu didepan dan 3 yang dibelakang mbak”. Mbah R
terlihat giginya menguning kehitam-hitaman tidak ada stomatitis pada mulut
klien, saat dilakukan pengkajian tidak tercium bau muulut.
b. Perubahan Berat Badan
Mbah R berkata “saya tidak tahu mbak, soalnya saya jarang timbang berat
badan, terakhir nimbang itu berat badannya 55 kg mbak, tapi lupa itu kapan”.
c. Masalah Nutrisi
Mbah R berkata “tiap makan, nasi saya selalu habis mbak, tidak ada sisa,
ditambah biasanya buah pisang mbak, saya makan sehari 3x, minumnya air putih
biasanya habis banyak mbak”.
6. Masalah Kesehatan yang Dialami Saat Ini
Mbah R berkata “karena stroke ini mbak, tangan kanan dan kaki kiri saya tidak bisa
digerakan, dulu saya itu tidak bisa apa-apa cuma bisa tiduran, kalau sekarang sudah
lumayan”
7. Obat-obatan yang Dikonsumsi Saat Ini
Mbah R berkata “ saya setiap hari minum obat yang buat menurunkan darah tinggi,
itu loh mbak obatnya didekat tv”. Saat pengkajian terlihat obat yang diminum Mbah
R adalah obat amlodipine.
8. Status Fungsional (AKS) (dinilai dengan indeks KATZ)
No Aktivitas Mandiri Tergantung
1 Mandi √
2 Berpakaian √
3 Ke kamar kecil √
4 Berpindah √
5 Kontinensia √
6 Makan √
Hasil:
Nilai D yang berarti kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan
satu fungsi tambahan
9. Status Mobilisasi
a. Tes Keseimbangan
No. Instruksi Reaksi Pasien Skor
1 Keseimbangan Bersandar 0
duduk Tenang dan Aman 1
2 Duduk ke berdiri Tidak mampu tanpa bantuan 0
Mampu dengan bantuan tangan 1
Mampu 2
3 Upaya untuk bangkit Tidak mampu tanpa bantuan 0
(duduk ke berdiri) Mampu dengan lebih dari 1 kali upaya 1

Mampu dengan 1 kali upaya 2


4 Keseimbangan Goyah 0
berdiri awal (5 detik Stabil dengan bantuan 1
pertama) Stabil tanpa bantuan 2
5 Keseimbangan Goyah 0
berdiri awal (5 detik Stabil dengan base luas / bantuan 1
pertama) Stabil dengan base luas/ tanpa bantuan 2
6 Berdiri kaki rapat, Bereaksi akan jatuh 0
terapis memberikan Terhuyung, goyah 1
Stabil 2
dorongan 3 kali di
dada
7 Berdiri dengan kaki Goyah 0
rapat dan menutup Stabil 1
mata
8 Berputar 360 derajat Langkah tidak kontinyu 0
Langkah kontinyu 1
Goyah 0
Stabil 1
9 Berdiri ke duduk Tidak aman (salah penempatan, duduk 0
dengan menjatuhkan diri ke kursi)

Menggunakan tangan dengan duduk 1


perlahan
Aman dan duduk perlahan 2
SKOR KESEIMBANGAN : 5

b. Tes Berjalan
Instruksi Reaksi pasien Skor
1 Inisiasi berjalan Memulai dengan ragu-ragu 0
dengan Instruksi Tanpa ragu 1
2 Panjang dan tinggi
langkah
 Ayunan kaki kanan Tidak melewati kaki kiri yang menumpu 0
Melewati kaki kiri yang menumpu 1
Kaki kanan menyentuh lantai 0
Kaki kanan tidak menyentuh lantai 1
Panjang dan tinggi
langkah
 Ayunan kaki kiri Tidak melewati kaki kanan yang 0
menumpu
Melewati kaki kanan yang menumpu 1
Kaki kiri menyentuh lantai 0
Kaki kiri tidak menyentuh lantai 1
3 Kesimetrisan langkah Jarak langkah kanan dan kiri tidak sama 0
Jarak langkah kanan dan kiri sama 1
4 Kontinyuitas langkah Stop atau tidak kontinyu pada setiap 0
langkah
Kontinyu pada setiap langkah 1
5 Berjalan lurus pada Terdapat deviasi 0
jalur ( estimasi jarak Deviasi moderat/ berjalan dengan alat 1
antar kaki seukuran bantu
tubuh ) Berjalan lurus tanpa alat bantu 2
6 Trunk Badan Badan Instabil dan berjalan dengan 0
alat bantu
Badan tidak mengayun, tetapi lutut 1
menekuk/tanan melebar
Berjalan tanpa instabil, tanpa alat bantu, 2
tanpa kompensasi tangan
7 Posisi Berjalan Tumit terangkat sepanjang berjalan 0
Tumit menyentuh lantai 1
SKOR BERJALAN/GAIT : 5
TOTAL NILAI : SKOR KESEIMBANGAN + SKOR BERJALAN :
5+5 = 10
Interpretasi:
Pada keseimbangan total score ada 5 dan pada score berjalan total 5. Sehingga
total nilai adalah 10 yang menunjukkan resiko jatuh tinggi
k. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Mobilisasi
Mbah R bisa berpindah dengan mandiri tanpa bantuan dengan berjalan pelan-
pelan dan tertatih.
b. Berpakaian
Mbah R kesusahan jika harus berpakaian sendiri karena tangan kirinya belum bisa
digerakkan.
c. Makan dan Minum
Mbah R bisa makan dan minum dengan mandiri tanpa bantuan walaupun agak
berantakan.
d. Toileting
Mbah R dapat melakukan toileting secara mandiri walau agak kesusahan.
e. Personal Hygiene
Mbah R dapat menggosok gigi secara mandiri, namun ketika kramas
membutuhkan bantuan.
f. Mandi
Mbah R masih membutuhkan bantuan ketika mandi, terutama saat memakai
sabun.
D. Dimensi Psikologi
1. Status Kognitif (short portable mental state quesonnare)
No. Pertanyaan Jawaban
1. Tanggal berapa hari ini? X
2. Hari apa sekarang? 
3. Apa nama tempat ini? 
4. Berapa nomor telepon anda? X
4a. Dimana alamat anda? 
5. Berapa umur anda? 
6. Apan anda dilahirkan? 
7. Siapa presiden Indonesia sekarang? 
8. Siapa presiden sebelumnya? 
9. Siapa nama kecil ibu anda? 
10. Kurangi anka 20 dengan angka 3 berturut-turut 3 
kebawah atau menurun
TOTAL 8
Baik
2. Perubahan yang Timbul Akibat Status Kognitif
Tidak terdapat perubahan pada fungsi inteektual Mbah R. Klien memiliki fungsi
intelektual utuh ditandai dengan kesalahan jawaban yang hanya 2.
3. Dampak yang Timbul Terkait Status Kognitif
Ingatan Mbah R. masih bagus, beliau berkata “Masih ingat saya, kalau ingatan
masih bagus. Akper yang dulu-dulu saya juga masih ingat namanya”.
4. Status Depresi
The Geriatric Dpresion Scale
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan Ya
anda?
2. Sudahkah anda meninggalkan aktivitas dan minat Tidak
anda?
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong? Tidak
4. Apakah anda sering bosan? Tidak
5. Apakah anda mempunyai semangat setiap waktu? Tidak
6. Apakah anda takut sesuatu akan terjadi pada anda? Tidak
7. Apakah anda merasa bahagia disetiap waktu Ya
8. Apakah anda merasa jenuh? Tidak
9. Apakah anda lebih suka tinggal dirumah pada Ya
malam hari, daripada pergi melakukan sesuatu?
10. Apakah anda merasa bahwa anda lebih banyak Tidak
mengalami masalah dengan ingatan anda daripada
yang lainnya?
11. Apakah anda berfikir sangat menynangkan hidup Ya
sekarang ini?
12. Apakah anda merasa tidak berguna saat ini? Tidak
13. Apakah anda merasa penuh berenergi saat ini? Ya
14. Apakah anda saat ini sudah tidak ada harapan lagi? Tidak
15. Apakah anda berfikir banyak orang yang lebih baik Tidak
dari anda?
Intrepretasi : jumlah skor GDS pendek pada klien didapatkan hasil yaitu 4 pertanyaan
yang sesuai, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa klien tidak mengalami depresi
5. Perubahan yang Timbul Terkait Status Depresi
Klien terlihat sering tersenyum dan ramah ketika diajak berbicara.
6. Dampak yang Timbul Terkait Status Depresi
Mbah R. berkata “Rasanya ya biasa aja, seneng-seneng aja di sini. Apalagi kalau
ada akper-akper gini tambah seneng soale ndak sepi.”
7. Status Kesepian
UCLA Loneliness Scale
No Pertanyaan Tidak Jarang Kadang- Selalu
pernah kadang
1 Apakah anda pernah merasa cocok 2
dengan orang-orang disekitar anda?
2 Apakah anda pernah merasa tidak/ 2
kurang memiliki teman?
3 Apakah anda pernah merasa tidak ada 3
seorang pun yang dapat
diandalkan/anda mintai tolong?
4 Apakah anda pernah merasa sendiri? 2
5 Apakah anda pernah merasa menjadi 1
bagian dari kelompok teman-teman
anda?
6 Apakah anda merasa bahwa anda 3
memiliki banyak persamaan dengan
orang-orang disekitar anda?
7 Apakah anda pernah merasakan bahwa 4
anda tidak dekat dengan siapapun?
8 Apakah anda pernah merasa bahwa 3
minat dan ide anda dibagikan dengan
orang-orang di sekitar anda?
9 Apakah anda pernah merasa ramah/ 1
mudah bergaul dan bersahabat?
10 Apakah anda pernah merasa dekat 3
dengan orang lain?
11 Apakah anda pernah merasa 1
ditinggalkan?
12 Apakah anda pernah merasa hubungan 4
anda dengan orang lain tidak berarti?
13 Apakah anda pernah merasa tak satu 3
pun orang mengerti anda dengan baik?
14 Apakah anda pernah merasa terasing 2
dari orang lain?
15 Apakah anda dapat menemukan teman/ 2
sahabat ketika anda menginginkannya?
16 Apakah anda merasa bahwa ada 3
seorang yang benar-benar dapat
mengerti anda?
17 Apakah anda pernah merasa malu? 3
18 Apakah anda pernah merasa bahwa 3
orang-orang banyak di sekitar anda,
tetapi tidak bersama anda?
19 Apakah anda merasa bahwa ada orang 2
yang dapat anda ajak bicara (ngobrol)?
20 Apakah anda merasa bahwa ada orang 2
yang dapat anda diandalkan/dimintai
tolong?
Total score 47
Interpretasi : Jumlah skor UCLA pada klien didapatkan hasil yaitu 47, hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa klien mengalami kesepian rendah.

8. Keadaan Emosi
a. Anxietas
Mbah R. berkata “saya selalu memikirkan keadaan diri saya yang seperti ini,
saya takut jika sewaktu-waktu kondisi saya semakin parah”.
b. Perubahan perilaku
Mbah R. berkata “Saya dari dulu ya gini-gini aja, ndak ada yang berubah mbak.”
c. Mood
Mbah R berkata “Kalau lagi rame gini ya seneng, tapi kalau sepi dan gak ngapa-
ngapain ya sedih juga. Rasanya bosen.”
E. Dimensi Fisik
1. Luas Wisma
Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Semarang terletak diatas
tanah yang luasnya ± 4.400 m2 dengan luas bangunan fisik ± 1800 m2. Sarana yang
dimiliki adalah aula, asrama/ bangsal, poliklinik, dapur, ruang makan dan Musholla
serta pemulasaran Jenazah.
2. Keadaan lingkungan didalam wisma
a. Penerangan
Penerangan diwisma cukup baik. Ada beberapa lampu didalam masing-masing
bangsal dan cahaya dari luarpun bisa masuk ruangan melalu jendela.
b. Kebersihan dan Kerapian
Lingkungan sekitar panti bersih dan rapi. Setiap pagi hari masing-masing bansal
dibersihkan seperti di sapu dan di pel. Tempat tidur para lansia juga dibersihkan,
diberi karpet dan diganti sarung bantal jika sudah kotor.
c. Pemisahan Ruangan antara Pria dan Wanita
Ruang atau bangsal antara pria dan wanita dipisah. Mereka berada di ruangan yang
berbeda berdasarkan kemampuan lansia yaitu potensial dan tidak potensial.
d. Sirkulasi Udara
Setiap bangsal dilengkapi dengan jendela, pintu, dan ventilasi atau lubang angin.
Dalam satu ruang ada 16 jendela besar dan 16 jendela kecil seperti ventilasi. Jendela
dibuka pada waktu pagi hari dan ditutup pada waktu malam hari. Pintu ada 2 yaitu
pintu utama dan pintu penyekat dengan ruangan lain. Pintu dibuka dan ditutup
sesuai kebutuhan.
e. Keamanan
Lantai ruangan rata, disapu dan dipel setiap pagi. Kadang lantai licin akibat ada air
bercereran atau air kencing lansia yang suka BAK sembarangan. Di dalam ruangan
tidak ada pegangan tetapi di kamar mandi terdapat pegangan. Lansia dengan risiko
jatuh memakai alat bantu.
f. Sumber Air Minum
Air minum yang digunakan adalah air galon isi ulang. Galon yang sudah habis akan
diganti dengan air isi ulang yang baru.
g. Ruang Berkumpul Bersama
Terdapat ruang berkumpul bersama untuk menonton TV dalam satu bangsal berupa
kursi panjang dan TV. Ruangan sedikit berisik karena suara TV yang lumayan
keras.
3. Keadaan Lingkungan di Luar Wisma
a. Pemanfaatan Halaman
Halaman panti yang berada di depan digunakan untuk kegiatan apel dan senam
bersama setiap pagi. Sedangkan halaman tengah panti dibuat taman untuk duduk
bersantai dan halaman lainnya ditanami tanaman dan pohon kecil.
b. Pembuangan Air Limbah
Air limbah di panti dibuang ke saluran pembuangan air berupa selokan yang
terbuka. Saluran pembuangan limbah di sekitar panti cukup lancar sehingga tidak
berbau
c. Pembuangan Sampah
Sampah dibuang di tempat sampah atau tong sampah yang sudah disediakan
didepan masing-masing bangsal atau tempat tertentu. Sistem pembuangan sampah
menggunakan sistem pengangkutan oleh lembaga penganggung jawab pengelolaan
sampah. Pengumpulan sampah dilakuakan dengan menyatukan sampah dari
ruangan ke bak sampah utama di belakang panti.
d. Sanitasi
Kondisi sanitasi panti cukup baik. Terdapat tempat pembuangan sampah dan
limbah yang telah disediakan oleh pengurus panti.
e. Sumber Pencemaran
Pencemaran ruangan di panti kebanyakan berupa bau tidak sedap dari air kencing
lansia.
F. Dimensi Sosial
1. Hubungan lansia dengan lansia didalam wisma
Mbah R berkata “saya kenal dengan orang-orang satu kamar saya mbak, saya biasanya
cerita dan ngobrol dengan orang-orang disekitar tempat tidur saya”.
2. Hubungan antar lansia diluar wisma
Mbah R berkata “saya tidak kenal dengan lansia lain selain yang diruangan saya mbak,
hanya sekedar tau saja tidak tau namanya, saya jarang keluar kamar, saya lebih banyak
hanya didalam kamar saja”.
3. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Mbah R berkata “hubungan dengan keluarga saya masih baik mbak, keluarga nengokin
kesini setiap hari raya”.
4. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Mbah R berkata “saya kenal dan lumayan dekat dengan Bu Y sebagai pengasuh saya
mbak”.
5. Kegiatan organisasi social
Mbah R berkata “saya tidak pernah mengikuti organisasi apapun mbak, saya tidak
mengerti tentang semua itu”.
6. Dimensi Tingkahlaku
1. Pola Makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di dalam panti dan
setiap kali makan klien selalu menghabiskan porsi makanannya, tidak mengalami
kesulitan saat menguyah makanan karena kondisi gigi yang masih utuh. Klien selalu
suka dengan menu makanan yang disediakan.
2. Pola Tidur
Mbah R berkata “saya sering terbangun saat malam hari mbak, saya merasa tidak
tenang dan merasa was-was, tidurnya tidak nyenyak, tiba-tiba kalau malam sering
terbangun terus tidak bisa tidur lagi, kadang bisa tidur lagi mbak dan saya sering
mengantuk dipagi hari”.
Mbah R berkata “saya tidur malam kira-kira ya mulai jam 20.00-04.00 tidur nyenyak
paling sejam sampai dua jamanan saja mbak, setelah itu susah tidur kalau tidur siang
biasanya jam 13.00-14.00”.
Sleep Quality Assessment (PSQI)

During thebpast month

1. When have you usually gone to bed ?


Mbah R berkata “saya tidur malam kira-kira ya mulai jam 20.00”.
2. How long (inminutes ) has it taken you to fall asleep each night ?
Mbah R berkata “ya kira-kira 30 menitan mbak”.
3. What time have you usually gotten up in the morning ?
Mbah R berkata “saya bangun pagi jam 04.00
4. A. how many hours of actual sleep did you get at night ?
Mbah R berkata “kurang lebih 4 jam mbak”.
B. how many hours were you in bed ?
Mbah R berkata “15 jam mbak”.

5. During the past month, how often have you had Not Less Once or Three or
trouble sleeping because you during than twice a more
the past once a week (2) times a
month week (1) week (3)
(0)
A. Cannot get to sleep within 30 minutes √
B. Wake up in the middle of the night or early √
morning
C. Have to get up to use the bathroom √
D. Cannot breathe comfortably √

E. Cough or snore loudly √


F. Feel to cold √
G. Feel to hot √
H. Have bad dreams √
I. Have pain √
J. Other reason (s), please describe, including √
how often you have had troublesleeping
because of this reason (s):
6. during the past month, how often have you had √
taken medicine (prescribed or över the counter”) to
help you sleep?
7. during the past month, how often have you had √
trouble staying awake while driving, eating meals,
or engagingin social activity ?
8. during the past month, how much of a problem √
has it been for you to keep up enthusiasm to get
things done ?
9. during the past month, how would you rate your Very Fairly Fairly Very
sleep quality overall? good good (1) bad (2) bad (3)
(0) √
Scoring :
C1 : 2
C2 : 1
C3 : 3
C4 : 3
C5 : 2
C6 : 0
C7: 2
Total : 13
Interpretasi : Kualitas tidur buruk

3. Pola Eliminasi
Klien BAK ±5-6x/hari dan BAB 1x/hari
4. Kebiasaan Buruk Lansia
Jika malam hari klien merasa gerah, klien akan mandi.
5. Pelaksanaan Pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, di panti tersebut terdapat adanya poliklinik untuk lansia
yang mempunyai masalah kesehatannya, maka diberi obat yang sudah disediakan di
panti.
6. Kegiatan Olahraga
Setiap hari klien mengikuti kegiatan olahraga di bangsal yang diadakan oleh pihak
panti
7. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang lain dan menonton
televisi
8. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti.
7. Dimensi system kesehatan
1. Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan
Jika klien kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat saja. Namun, jika dirasa
sudah tidak kuat klien melaporkan kondisinya pada petugas panti. Mbah R berkata
“Ya kalau sakitnya sedikit saya diem-diem aja, tapi nek gak betah pergi ke poliklinik
minta obat.”
2. System Pelayanan Kesehatan
a. Fasilitas Kesehatan Yang Tersedia
Mbah R berkata “Di sini ada poliklinik, biasane nek sakit teng mriku minta
obat.”
b. Jumlah Tenaga Kesehatan
Mbah R berkata “Wah ndak tau kalau itu, banyak di sini mbak.”
c. Tindakan Pencegahan Terhadap Penyakit
Mbah R berkata “Yo sering jalan-jalan aja biar gak kaku.”
d. Jenis Pelayanan Kesehatan Yang Tersedia
Mbah R berkata “Ya poliklinik itu yang biasanya saya minta obat kesitu dan
setiap minggu diukur tensi”
e. Frekuensi Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Mbah R berkata “yah rutin, yaa kayak seminggu sekali, kadang juga gak ada”
8. Pemeriksaan Fisik
No Bagian/region Hasil pemeriksaan Masalah
keperawatan yang
muncul
1 Kepala Inspeksi: Tidak ada
Bentuk kepala klien mesochepal,
warna rambut hitam bercampur
putih, penyebaran rambut merata,
kulit rambut bersih, tidak ada lesi
pada kulit kepala.
Palplasi: Tidak ada nyeri tekan
atau benjolan pada kepala klien.
2 Wajah/muka Inspeksi: Tidak ada
Bentuk muka klien normal, tidak
ada benjolan, kulit wajah bersih
dan lembab, tidak ada luka atau
lesi.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
pada wajah klien.
3 Mata Inspeksi: Tidak ada
Mata kanan dan kiri simetris, bulu
mata sedikit dan pendek, tidak ada
cairan abnormal yang keluar dari
mata, sklera jernih, konjungtiva
non anemis, tidak memakai kaca
mata, terlihat kantung mata.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
4 Telinga Inspeksi: Tidak ada
Telinga klien bersih, bentuk
simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada luaran serum, tidak ada
lesi atau luka, klien masih mampu
mendengar dengan baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
pada telinga, tidak teraba
benjolan.
5 Mulut dan gigi Inspeksi: Tidak ada
Mulut klien bersih, bibir lembab,
simetris antara atas dan bawah,
gigi beberapa sudah tanggal,
warna gigi menguning kehitaman,
tidak terdapat stomatitis, lidah
bersih.
6 Leher Inspeksi: Tidak ada
Leher klien bersih, warna kulit
merata, reflek telan baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan,
tidak ada pembesaran kelenjar
limfe atau tiroid.
7 Dada Inspeksi: Tidak ada
Perkembangan antara dada kanan
dan kiri simetris
Palpasi: Taktil fremitus teraba
sama antara dada kanan dan kiri
Perkusi: Bunyi resonan
Auskultasi: Suara paru vesikuler
8 Jantung Inspeksi: Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada
permukaan jantung
Palpasi: Tidak ada nyeri pada area
jantung, teraba ictus cordis pada
SIC 5 midklavikula sinistra
Perkusi: Terdengar suara pekak
Auskultasi: terdengar bunyi lup
dup secara teratur tanpa adanya
bunyi tambahan
9 Abdomen Inspeksi: Tidak ada
Warna kulit merata, tidak ada lesi
atau luka
Auskultasi: bising usus 10x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
pada area abdomen
Perkusi: bunyi timpani
10 Ekstremitas atas Inspeksi: Warna cokelat, kering, Gangguan mobilitas
tidak terdapat lesi, kuku kotor dan fisik
pecah-pecah.
Kekuatan otot:
5 1

3 2

Palpasi: Tidak terdapat edema


maupun nyeri tekan.
11 Ekstremitas bawah Inspeksi: Warna cokelat, kulit Gangguan mobilitas
kering, tidak terdapat lesi, kuku fisik
kotor dan pecah-pecah.
Kekuatan otot:
5 1

3 2

Palpasi: Tidak terdapat edema


maupun nyeri tekan.
ANALISA DATA
Hari,
No Data Fokus Diagnosa Keperawatan
Tanggal
1. Senin, 23 DS : Resiko Jatuh (01155)
Oktober Mbah R berkata “karena stroke ini mbak, tangan kanan dan kaki kiri
2017 saya tidak bisa digerakan, dulu saya itu tidak bisa apa-apa cuma bisa
tiduran, kalau sekarang sudah lumayan”
DO:
- Usia Mbah R 72 tahun
- Mbah R mengalami kesulitan berjalan
- Mbah R mengalami kesulitan menggerakan tangan kiri
- Tangan dan kaki kiri Mbah R mengalami hemiplegia
- Total score keseimbangan adalah 10 yang menunjukkan resiko
jatuh tinggi
2. Senin, 23 DS: Gangguan mobilitas fisik berhubungan
Oktober - Mbah R berkata, Mbah R berkata “karena stroke ini mbak, dengan gangguan neuromuscular
2017 tangan kanan dan kaki kiri saya tidak bisa digerakan, dulu saya (00085)
itu tidak bisa apa-apa cuma bisa tiduran, kalau sekarang sudah
lumayan”
- Mbah R berkata “Ya kalau buat jalan bisa, tapi harus pelan-
pelan dan jalannya kaki kiri agak diseret mbak. Tapi kalau
yang tangan ini ndak belum bisa digerakkan.”
DO:
- Klien post stroke 5 tahun yang lalu
- Ektremitas kiri mengalami hemiplegia
- Kekuatan otot ekstremitas kiri mengalami penurunan
5 1
5 2
- Klien mengalami kesulitan berjalan dan tidak dapat
menggerakkan tangan kiri
- Pada pengkajian POMA didapatkan hasil nilai keseimbangan= 5
dan nilai berjalan/gait= 5 yang menunjukka kemampuan
mobilisasi lansia memiliki resiko jatuh tinggi.
3. Senin, 23 DS : Gangguan pola tidur berhubungan
Oktober - Mbah R berkata “saya sering terbangun saat malam hari mbak, dengan faktor psikologis (ansietas)
2017 saya merasa tidak tenang dan merasa was-was, tidurnya tidak (00198)
nyenyak, tiba-tiba kalau malam sering terbangun terus tidak bisa
tidur lagi, kadang bisa tidur lagi mbak dan saya sering
mengantuk dipagi hari”.
- Mbah R berkata “saya tidur malam kira-kira ya mulai jam 20.00-
04.00 tidur nyrnyak paling sejam sampai dua jamanan saja mbak,
setelah itu susah tidur kalau tidur siang biasanya jam 13.00-
14.00”.
- Mbah R. berkata “saya selalu memikirkan keadaan diri saya
yang seperti ini, saya takut jika sewaktu-waktu kondisi saya
semakin parah”.
DO :
- Klien tampak lelah
- Saat dilakukan pengkajian klien terlihat menguap dan
mengantuk
- Terlihat kantung mata
4. Senin, 23 DS: Resiko kesepian (00054)
Oktober - Mbah R berkata “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget keluarga
2017 di rumah, paling ngobrol dengan teman sebelah mbak kalo merasa
sepi”
- Mbah R berkata “Ya kadang bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
- Mbah R berkata “Pengene ya di rumah, tapi kan kasian keluarga”
- Mbah R berkata “Keluarga ya kesini paling kalo pas hari raya
mbak”
DO :
- Berdasarkan hasil pengkajian skor UCLA Loneliness Scale
didapatkan skor 47 sehingga dapat dikatakan bahwa Mbah R
mengalami kesepian ringan.
- Mbah R terkadang terlihat murung
- Mbah R terlihat sering melamun
PRIORITAS MASALAH
Dx. Keperawatan Prioritas masalah Pembenaran
Resiko Jatuh (00155) High Priority Urgensi:
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita oleh
pasien itu sendiri salah satunya adalah stroke. Lansia mempunyai
konsekuensi untuk jatuh salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada lansia adalah instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil atau
mudah jatuh.
Dampak:
Dengan adanya kesulitan gerak pada kaki jika tidak ditangani dapat
menimbulkan dampak yang buruk seperti cedera pada kepala
Keefektifan intervensi:
Pemberian terapi latihan: keseimbangan dinilai efektif untuk membantu
mencegah resiko jatuh. Sehingga tidak terjadi dampak buruk pada klien
Gangguan Mobilitas Fisik Medium Priority Urgensi:
b.d gangguan Pada lansia terjadi penurunan struktur dan fungsi organ tubuh sehingga
neuromuscular (00085) lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik degeneratif maupun
infeksi. Proporsi penyebab kematian pada lansia paling tinggi adalah
stroke. Lansia yang mengalami stroke dapat berdampak pada berbagai
fungsi tubuh diantaranya adalah deficit motoric berupa hemiparese. Lansia
akan mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh yang nantinya akan
menghambat gangguan mobilitas fisiknya.
Dampak:
Jika lansia memiliki masalah pada mobilitasnya maka lansia akan
mengalami gangguan pula pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lansia
akan mengalami ketergantungan total jika masalah ini tidak segera
ditangani.
Keefektifan intervensi:
Pemberian terapi ROM dinilai efektif dalam meningkatkan fleksibilitas dan
luas gerak sendi. Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan sehingga
meningkatkan aktivitas dari ki,iawi neuromuskuler dan muskuler yang
akan meningkatkan kontraksi dan tonus otot.
Gangguan pola tidur b.d Urgensi :
faktor psikologis (ansietas) Pada lansia istirahat dan tidur merupkan bagian terpenting untuk memulihkan
dan menjaga kesehatan baik secara mental maupun fisik.
Dampak :
Jika lansia mengalami gangguan pola tidur dapat mempengaruhi kesehatan
fisik maupun psikologisnya. Bagi lansia yang kurang tidur akan berpotensi
menderita berbagai masalah kesehatan seperti mengalami penurunan terhadap
fokus, sering kebingungan,mudah kehilangan memori (ingatan), mudah merasa
cemas dan gelisah.
Kefektifan intervensi:
Dengan menciptakan lingkungan yang nyaman dinilai efektif untuk
meningkatkan kuliatas dan kuantitas tidur klien. Sehingga klien merasa
nyaman, tenang dan aman untuk tidur.

Resiko kesepian (00054) Low Priority Urgensi:


Usia lansia adalah usia dimana seseorang mulai memasuki masa akhir
dalam hidupnya. Perlunya dukungan dari orang-orang terdekat meliputi
support, perhatian dan perawatan sangatlah penting. Dukungan secara
psikologi ini akan mempengaruhi kondisi kejiwaan lansia, terutama saat
mendekati masa akhir hidupnya.
Dampak:
Jika lansia tidak memiliki dukungan secara psikologi dari orang-orang
terdekat, mereka cenderung akan menarik diri, depresi dan memasuki akhir
hidupnya dengan kondisi yang tidak diinginkan.
Keefektifan intervensi:
Pemberian terapi pendekatan spiritual dinilai efektif membantu klien dalam
mengurangi rasa kesepian. Sehingga klien tidak akan terjebak dalam situasi
yang cenderung membuatnya kesepian.
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan

1. Resiko jatuh Setelah dilakukan Setelah dilakukan 6490 Pencegahan Jatuh: Setelah d
(00155) tindakan keperawatan tindakan keperawatan 1. Kaji adanya faktor- keperaw
selama 3x24 jam selama 3x24 jam faktor resiko jatuh menit x 1
diharapkan klien diharapkan klien mampu: 2. Ajarkan tentang 3 hari m
mampu: 1. Mengidentifikasi dan upaya pencegahan upaya m
1. Memperlihatkan mengetahui bahaya jatuh atau tida
upaya menghindari lingkungan yang 0222 Latihan Terapi: dapat me
jatuh atau tidak dapat meningkatkan Keseimbangan: Keseimb
terjadi dengan kemungkinan jatuh 1. Jelaskan kepada
2. Klien melakukan 2. Mampu melaporkan pasien tujuan dan
latihan cara yang tepat dalam rencana dari latihan
keseimbangan melindungi diri dari keseimbangan
secara aktif risiko jatuh 2. Ajarkan latihan
3. Melakukan latihan terapi:
keseimbangan secara keseimbangan
mandiri 3. Beri apresiasi setiap
apa yang dilakukan
oleh klien
4. Anjurkan
melakukan gerakan
keseimbangan
secara mandiri
5. Jadwalkan kembali
untuk latihan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular (00085) Setelah dilakukan tindakan kep
hasil:
1. Klien bersedia melakuk
2. Klien berpartisipasi akt
3. Klien mau melakukan t
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan factor psikologis (anxietas) (00198) Setelah dilakukan tindakan ke
hasil :
1. Klien mengatakan tidur
2. Klien mengatakan tidur
3. Tidak terlihat kantung m
4. Resiko kesepian (00054) Setelah dilakukan tindakan ke
dicegah dengan kriteria hasil:
Loneliness Severity (1203)
- Klien tidak mengutarak
- Klien tidak menunjukk
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan
Waktu Implementasi Evaluasi Formatif
Keperawatan Umum Khusus
24 Resiko Jatuh Mengkaji adanya faktor-faktor S: Mbah R berkata
Setelah dilakukan
Oktober (00155) resiko jatuh “karena stroke ini mbak,
tindakan keperawatan
2017 Setelah dilakukan tangan kanan dan kaki
selama 3x24 jam
tindakan keperawatan kiri saya tidak bisa
diharapkan klien
selama 3x24 jam digerakan, dulu saya itu
mampu:
diharapkan klien tidak bisa apa-apa cuma
- Mengidentifikas
mampu: bisa tiduran, kalau
i dan
- Memperlihatkan sekarang sudah
mengetahui
upaya lumayan”
bahaya
menghindari O : Tangan dan kaki kiri
lingkungan
jatuh atau tidak Mbah R mengalami
yang dapat
terjadi dengan hemiplegia
meningkatkan
- Klien Menjelaskan kepada pasien S : Mbah R berkata “iya
kemungkinan
melakukan tujuan dan rencana dari latihan mbak saya bersedia”
jatuh
latihan keseimbangan O : klien terlihat
- Mampu
keseimbangan kooperatif dan tersenyum
melaporkan
secara aktif
cara yang tepat
Mengajarkan tentang upaya S : Mbah R berkata
dalam
pencegahan jatuh ”hmmm, iya mbak selama
melindungi diri ini saya juga melakukan
dari risiko jatuh seperti yg mbak bilang,
- Melakukan saya kalau berjalan
latihan sering memegang dinding
keseimbangan dan jalan dengan pelan-
secara mandiri pelang.”
O : klien tampak antusias
dan menganggukkan
kepala ketika diberi
penjelasan

S : Mbah R berkata
Menjelaskan kepada pasien “waaah, saya senang
tujuan dan rencana dari latihan sekali kalau soal yang
keseimbangan begini mbak, iya mbak
saya bersedia kok”
O : klien terlihat
bersemangat dan
langsung mengatur posisi
senyaman mungkin
S : Mbah R berkata “kaki
Mengajarkan latihan terapi: kiri saya susah untuk
keseimbangan menahan badan saya
mbak, rasanya sakit.”
O : klien tampak tidak
menjaga keseimbangan
ketika kaki kanan
diangkat

S : Mbah R berkata “nanti


Memberikan apresiasi setiap apa kalau saya mulai jatuh
yang dilakukan oleh klien gitu, pegang saya ya
mbak, nanti saya jatuh”
O : klien terlihat berusaha
senyum

S : Mbah R berkata “iya


mbak, nanti saya coba
Menganjurkan melakukan untuk melakukannya
gerakan keseimbangan secara O : klien terlihat
mandiri menganggukkan kepala
S : Mbah R berkata “saya
bersedia mbak, besok
Menjadwalkan kembali untuk mbak datang aja jam
latihan keseimbangan Sembilan”
O : klien terlihat senang

S : Mbah R berkata
“yaaa, masih sama kayak
25 Mengkaji adanya faktor-faktor yang kemarin mbak”
Oktober resiko jatuh O : klien terlihat
2017 kooperatif

S : Mbah R berkata “ohh


iya mbak saya masih
Menjelaskan kepada pasien ingat kok mbak”
tujuan dan rencana dari latihan O : klien terlihat duduk di
keseimbangan tempat tidur
S : Mbah R berkata “baik
mbak saya mengerti, itu
Menjelaskan kepada pasien janji kita yg kemaren
tujuan dan rencana dari latihan kan?.”
keseimbangan O : klien terlihat
tersenyum

S:-
O : klien tampak tampak
Mengajarkan latihan terapi: kooperatif dan berusaha
keseimbangan untuk menjaga
keseimbangan

S : Mbah R berkata “ini


mbak, saya mulai bisa
Memberikan apresiasi setiap apa melakukannya.”
yang dilakukan oleh klien O : klien terlihat senang
dan berusaha menjaga
keseimbangan tubuh
Menganjurkan melakukan S : Mbah R berkata “iya
gerakan keseimbangan secara mbak, saya akan
mandiri melakukannya.”
O : klien terlihat
menganggukkan kepala

Menjadwalkan kembali untuk S : Mbah R berkata


latihan keseimbangan “boleh mbak, datang aja
jam 11 kesini yaa.”
O : klien terlihat
mengatur posisi untul
berbaring
Menjelaskan kepada pasien S : Mbah R berkata “iya
26 tujuan dan rencana dari latihan mbak, saya masih ingat
Oktober keseimbangan kok”
2017 O : klien terlihat duduk
ditempat tidur
Mengajarkan latihan terapi: S : Mbah R berkata ”saya
keseimbangan ingat mbak sama gerakan
yg kemaren”
O : klien terlihat
mempraktekkan gerakan
Memberikan apresiasi setiap apa yang telah diajarkan
yang dilakukan oleh klien
S : Mbah R berkata “ini
kan saya sudah bisa
mbak,”
O : klien tampak berusaha
menjaga keseimbangan
Menganjurkan melakukan
gerakan keseimbangan secara S : Mbah R berkata “iya
mandiri mbak, saya
melakukannya ketika
saya merasa bosan”
O : klien terlihat tertawa
24 Gangguan Setelah dilakukan Menentukan batasan dari S : Mbah R
Setelah dilakukan
Oktober Mobilitas Fisik tindakan keperawatan perpindahan sendi dan dampak berkata.”Lima tahun
tindakan keperawatan
2017 b.d gangguan selama 3x24 jam dari fungsinya yang lalu saya kena
selama 3x24 jam
neuromuscular diharapkan terdapat stroke mbak, terus
diharapkan tidak terjadi
(00085) peningkatan derajat yang kiri ini ndak bisa
stroke berulang dengan
Range of Motion digerakkan. Tapi
kriteria hasil:
dengan kriteria hasil: suwe-suwe luamyan
1. Klien bersedia 1. TTV dalam rentang bisa kakine, kalau
melakukan terapi normal tangane gak iso sama
ROM 2. Klien patuh sekali.”
2. Klien berpartisipasi mengkonsumsi O : Ekstremitas kanan
aktif dalam terapi dapat digerakkan
melakukan terapi secara maksimal
ROM sedangkan kaki kiri
3. Klien mau bisa sedikit
melakukan terapi digerakkan, tapi
ROM secara tangan kiri sama sekali
terjadwal tidak bisa digerakkan.

S : Mbah R berkata,”Oh
Menjelaskan kepada pasien iya mbak, si mbah
tujuan dan rencana dari latihan malah seneng kalau
sendi dilatih-latih ngono”
O : Ny. I tampak
kooperatif dan antusias
dijelaskan.

S : Mbah R.
berkata,”Enggak, gak
Mengontrol lokasi dan sakit kalau
ketidaknyamanan dari nyeri digerakin.”
selama beraktivitas/berpindah O : Mbah R terlihat tidak
menahan nyeri selama
mobilisasi.

S : Mbah R setuju
melakukan latihan
Melakukan latihan ROM aktif ROM dengan berkata
atau pasif “Iya mbak, boleh.”
O : Mbah R
melaksanakan latihan
ROM dengan baik, beliau
kooperatif dan antusias
saat latihan berlangsung.

S : Mbah R setuju
melakukan latihan
Menjadwalkan latihan ROM aktif ROM setiap hari
atau pasif dengan berkata “Iya
mbak, sesuk lagi
nggeh, jam 9.”
O : Mbah R terlihat
senang dan bersemangat
ketika diajak ROM setiap
hari.

S : Mbah R berkata “Ya


Memberikan semangat ambulasi Alhamdulillah bisa
jika diperlukan jalan gini, dulu saya
ndak bisa apa-apa,
seharian tidur di
kasur.”
O:-

S:-
Menyediakan pertolongan yang O : Pada ekstremitas kiri
positif untuk aktivitas latihan klien masih harus dibantu
sendi saat melakukan ROM.
25 S : Mbah R
Oktober Menetukan batasan dari berkata,”nggeh ngoten
2017 perpindahan sendi dan dampak niki, masih sama
dari fungsinya kayak kemarin-
kemarin.”
O : Kaki kiri mbah R
masih sulit digerakkan
dan tangan belum bisa
digerakkan sama sekali

S : Mbah R.
Mengontrol lokasi dan berkata,”Enggak, gak
ketidaknyamanan dari nyeri sakit kalau
selama beraktivitas/berpindah digerakin.”
O : Mbah R terlihat tidak
menahan nyeri selama
mobilisasi ataupun
latihan ROM.

S : Mbah R setuju
melakukan latihan
Melakukan latihan ROM aktif ROM dengan berkata
atau pasif “Iya mbak, mangga-
mangga.”
O : Mbah R
melaksanakan latihan
ROM dengan baik, beliau
kooperatif dan antusias
saat latihan berlangsung.
Mbah R mulai hafal
gerakan-gerakan ROM

S : Mbah R setuju
melakukan latihan
Menjadwalkan latihan ROM aktif ROM dengan rutin
atau pasif dengan berkata
“Besuk latihan meneh
ya, jam 11 yaa”.
O : Mbah R terlihat
senang dan bersemangat
ketika diajak ROM setiap
hari.
S:-
O : Mbah R mulai
Menyediakan pertolongan yang berusaha memakai
positif untuk aktivitas latihan pakaiannya sendiri
sendi walaupun masih
memerlukan bantuan.

S : Ny. I berkata,”kakine
26 niki sampun lumayan,
Oktober Menentukan batasan dari tapi tangane dereng
2017 perpindahan sendi dan dampak saget.”
dari fungsinya O : Kaki kiri masih kaku
dan tangan kiri belum
bisa digerakkan

S : Mbah R.
berkata,”Enggak, gak
Mengontrol lokasi dan sakit kalau
ketidaknyamanan dari nyeri digerakin.”
selama beraktivitas/berpindah
O : Mbah R terlihat tidak
menahan nyeri selama
mobilisasi ataupun
latihan ROM.

S : Mbah R setuju
Melakukan latihan ROM aktif melakukan latihan
atau pasif ROM dengan berkata
“Iya mbak, mangga-
mangga.”
O : Mbah R
melaksanakan latihan
ROM dengan baik, beliau
kooperatif dan antusias
saat latihan berlangsung.
Mbah R sudah hafal
urutan dan gerakan-
gerakan ROM

S : Mbah R setuju
Menjadwalkan latihan ROM aktif melakukan latihan
atau pasif ROM dengan rutin
dengan berkata “Iya,
nanti setiap hari saya
latihan”.
O : Mbah R terlihat
senang dan bersemangat
ketika melakukan ROM

S:-
Menyediakan pertolongan yang O : Mbah R sudha bisa
positif untuk aktivitas latihan melakukan mandi dan
sendi memakai baju secara
mandiri walaupun agak
kesusahan
24 Gangguan pola Setelah dilakukan - Mengkaji untuk tanda S : Mbah R. berkata
Setelah dilakukan
Oktober tidur berhubungan tindakan keperawatan verbal dan non verbal “saya selalu memikirkan
tindakan keperawatan
2017 dengan faktor selama 3x24 jam kecemasan keadaan diri saya yang
selama 3x45 menit
psikologis diharapkan kualitas dan seperti ini, saya takut jika
diharapkan kegelisahan
(ansietas) (00198) kuantitas tidur klien sewaktu-waktu kondisi
dan sering terbangun
meningkat dengan saya semakin parah”
dimalam hari dapat
kriteria hasil :
teratasi dengan kriteria O : klien terlihat sedih
1. Klien hasil: dan gelisah
mengatakan
tidur klien 1. Klien merasa
cukup 6-7 jam nyaman, aman
- Menjelaskan pentingnya S : Mbah R berkata “saya
2. Klien dan tenang
tidur yang adekuat merasa saya lebih banyak
mengatakan 2. Klien tidak
ditempat tidur mbak tapi
tidurnya merasa gelisah
susah tidur”.
nyenyak dan was-was
3. Tidak terlihat O : klien terlihat
kantung mata mendengarkan dan
menanggapi

S : mbah R berkata “saya


- Mendiskusikan dengan
biasanya sebelum tidur
pasien dan tentang teknik
nonton tv terlebih dahulu
tidur pasien
mbak”.

O : klien terlihat antusias

S : mbah R berkata
- Menciptakan lingkungan “sebelum tidur saya
yang nyaman biasanya memakai
sarung biar tidak
kedinginan dan di
kerubuti lalat mbak”.

O : klien terlihat nyaman


setelah lingkungannya
dibersihkan

S : Mbah R berkata
- Memberikan terapi “baunya harum sekali
aromaterapi mbak, saya merasa lebih
enakan”.

O : klien terlihat lebih


rileks dan nyaman

- memfasilitas untuk S : mbah R berkata “saya


mempertahankan suka nonton tv dahalu
aktivitas sebelum tidur mbak biar ngantuk”.

O : klien terlihat antusias


S : mbah R berkata “saya
tidur malam jam 20.00-
- Memonitor/catat
04.00, sering terbangun
kebutuhan tidur pasien
mbak dan susah tidur
setiap hari
lagi”.

O : klien terlihat antusias


dan tersenyum

S : mbah R berkata “saya


- Memonitor tanda verbal sudah mencoba tidak
25-10- dan non verbal meratapi keadaan saya
2017 kecemasan lagi mbak, saya sudah
pasrah dan berserah
diri”.

O : klien terlihat lebih


semangat saat diajak
komunikasi
S : mbah R berkata “saya
lebih nyaman saat tidur
- Menciptakan lingkungan
sekarang mbak, sudah
yang nyaman
tidak banyak lalat”.

O : klien terlihat
tersenyum

S : mbah R berkata “sejak


mbaknya ngasih wangi-
- Memberikan terapi
wangi ini tidur saya
aromaterapi
sudah mulai bisa lama
mbak saat malamh hari,
rasanya enak”.

O : klien terlihat tidak


mengantuk saat diajak
komunikasi
- memfasilitas untuk S : mbah R berkata “saya
mempertahankan lebih cepat ngantuk kalau
aktivitas sebelum tidur nonton tv mbak”.

O : klien terlihat
tersenyum

S : mbah R berkata “saya


- Memonitor/catat
tidur malam bisa lebih
kebutuhan tidur pasien
awal mbak sebelum jam 8
setiap hari
dan bangun jam 5 an, saya
masih terbangun saat
tengah malam. Namun
tidurnya lebih enak saat
siang hari saya bisa tidur
dari jam 1 sampai jam 3
sore mbak”.

O : klien tidak terlihat


mata sayu dan kantung
mata
- Memonitor tanda verbal S : mbah R berkata “saya
26-10-
dan non verbal sudah dapat menerima
2017
kecemasan kondisi saya saat ini
mbak”

O : klien terlihat lebih


aktif dan terlihat
tersenyum

- Menciptakan lingkungan S : mbah R berkata “saya


yang nyaman merasa nyaman mbak
dengan tempat duduk
yang bersih dan wangi”.

O : klien terlihat lebih


nyaman
- Memberikan terapi S : mbah R berkata “saya
aromaterapi suka dan merasa enak
mbak diberikan wangi-
wangi”.

O : klien terlihat rileks

- Memonitor/catat
S : Mbah R berkata “saya
kebutuhan tidur pasien
tidurnya lebih nyenak
setiap hari
mbak, dan lebih cepat
tertidur dari biasanya,
saya sekarang sudah
jarang terbangun di
malam hari”.

O : klien terlihat lebih


segar
24 Resiko kesepian Setelah dilakukan Setelah dilakukan - Menggunakan komunikasi S : klien mengatakan
Oktober (00054) tindakan keperawatan tindakan keperawatan terapeutik untuk bersedia menerima
2017 selama 45 menit x 1 selama 1 x 45 menit, membangun hubungan semua intervensi yang
pertemuan dalam 3 hari diharapkan klien saling percaya dan empati akan diberikan
diharapkan resiko mampu:
kesepian pada klien - Ikut aktif dalam O : terjadi hubungan
dapat dicegah dengan melakukan saling percaya
kriteria hasil: terapi - Mengidentifikasi apa yang
Loneliness Severity pendekatan dirasakan oleh klien S : Mbah R berkata “Ya
(1203) spiritual yang kadang ngerasa sepi,
- Klien tidak telah diajarkan sedih kalo inget
mengutarakan - Melakukan keluarga di rumah
respon kesepian kembali secara mbak”
- Klien tidak mandiri O : klien terlihat sedih
menunjukkan mengenai terapi - Membantu klien untuk
respon kesepian pendekatan mengingat pengalaman S : klien mengatakan
spiritual yang spiritual pada masa lalu beragama islam dan
diajarkan jarang sholat da dzikir
- Mengisi selama di panti
kekosongan O : klien terlihat antusias
waktu dengan dalam bercerita
melakukan - Mengapresiasi setiap apa
terapi yang diungkapkan oleh S : Klien mengatakan
pendekatan klien senang
spiritual O : klien terlihat
- Mengusir rasa tersenyum
kesepian yang
terkadang - Menyediakan waktu untuk S : Klien mengatakan
muncul dengan mendengar keluhan klien senang apabila ada
melakukan hal mahasiswa praktek
yang disukai karena panti jadi ramai
O : klien terlihat
tersenyum

25 S: klien mengatakan akan


Oktober - Mendorong klien untuk selalu mengingat
2017 berdoa dan selalu Allah
mengingat Allah SWT O: klien terlihat tenang

S : klien mengatakan akan


- Memfasilitasi klien dalam melakukan terapi ini
peningkatan kualitas hidup ketika kesepian
dengan memberikan terapi dengan baca dzikir
pendekatan spiritual yang klien bisa
O : klien terlihat
mengucapkan istigfar
dan takbir
26 S: klien mengatakan
Oktober - Mengidentifikasi apa yang nyaman dan senang
2017 dirasakan oleh klien O: klien terlihat tenang

S: klien mengatakan
- Mendorong klien untuk sudah sering
berdoa dan selalu mengucapkan istigfar dan
mengingat Allah SWT takbir
O: klien terlihat
mengucapkan istigfar dan
takbir

S: klien mengatakan
- Mengevaluasi selalu mengingat
keberhasilan klien dalam Allah dan berbincang-
melakukan setiap bincang dengan lansia
intervensi yang telah lain saat kesepian
dianjurkan
O: klien terlihat
mengucapkan istigfar
dan takbir
EVALUASI SUMATIF
Senin, 24 Oktober 2017
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif
1. Resiko Jatuh (00155) S: Mbah R berkata “karena stroke ini mbak, tangan
kanan dan kaki kiri saya tidak bisa digerakan, dulu
saya itu tidak bisa apa-apa cuma bisa tiduran, kalau
sekarang sudah lumayan”
O:
- Usia Mbah R 72 tahun
- Mbah R mengalami kesulitan berjalan
- Mbah R mengalami kesulitan menggerakan
tangan kiri
- Tangan dan kaki kiri Mbah R mengalami
hemiplegia
- Total score keseimbangan adalah 10 yang
menunjukkan resiko jatuh tinggi
- Klien kooperatif dan mengikuti instruksi ajaran
yang dijelaskan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
- Kaji adanya faktor-faktor resiko jatuh
- Ajarkan tentang upaya pencegahan jatuh
- Jelaskan kepada pasien tujuan dan rencana
dari latihan keseimbangan
- Ajarkan latihan terapi: keseimbangan
- Beri apresiasi setiap apa yang dilakukan oleh
klien
- Anjurkan melakukan gerakan keseimbangan
secara mandiri
- Jadwalkan kembali untuk latihan
2. Gangguan mobilitas fisik S : Mbah R berkata “ Tangan yang kiri belum bisa
berhubungan dengan gangguan digerakkan mbak, kakine udah lumayan, sitik-
neuromuscular (00085) sitik isa digerakin, bisa buat jalan pelan-pelan.”
O : - Ekstremitas kiri mengalami hemiplegia
- Belum terlihat adanya peningkatan derajat
range of motion
- Kekuatan otot
5 1
5 2
- Klien mengikuti terapi ROM dengan aktif
dan antusias
- Klien mengkonsumsi terapi tepat waktu
- TTV: TD: 140/100 mmHg HR: 98 x/menit
RR: 23 x/menit Suhu: 37,50C
A : Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan
dampak dari fungsinya
- Kontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari
nyeri selama beraktivitas/berpindah
- Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
- Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
- Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
- Sediakan pertolongan yang positif untuk
aktivitas latihan sendi

3. Gangguan pola tidur S:


berhubungan - Mbah R. berkata “saya selalu memikirkan
dengan faktor psikologis keadaan diri saya yang seperti ini, saya takut
(ansietas) (00198) jika sewaktu-waktu kondisi saya semakin
parah”
- Mbah R berkata “saya merasa saya lebih
banyak ditempat tidur tapi mbak”.
- mbah R berkata “saya biasanya sebelum
tidur nonton tv terlebih dahulu mbak”.
- mbah R berkata “saya suka nonton tv dahalu
mbak biar ngantuk”.
- mbah R berkata “saya tidur malam jam
20.00-04.00, sering terbangun mbak dan
susah tidur lagi”.
O:
- klien terlihat sedih dan gelisah
- klien terlihat lebih rileks dan nyaman
A : masalah keperawaan gangguan pola tidur belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor tanda verbal dan non verbal
kecemasan
- Menciptakan lingkungan yang nyaman
- Memberikan terapi aromaterapi
- memfasilitas untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
- Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien
setiap hari

4. Resiko Kesepian (00054) S : klien mengatakan merasa sepi dan jarang


melaksanakan sholat dan dzikir selama di panti
O : klien terlihat antusias dalam bercerita
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi intervensi

Selasa, 25 Oktober 2017


No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif
1. Resiko Jatuh (00155) S : Mbah R berkata “masih seperti ini mba, gak jauh
beda sama yg kemaren.”
O:
- Usia Mbah R 72 tahun
- Mbah R mengalami kesulitan berjalan
- Mbah R mengalami kesulitan menggerakan
tangan kiri
- Tangan dan kaki kiri Mbah R mengalami
hemiplegia
- Total score keseimbangan adalah 10 yang
menunjukkan resiko jatuh tinggi
- Klien terlihat sangat antusias dan berusaha
untuk menjaga keseimbangan badan
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
2. Gangguan mobilitas fisik S : Mbah R berkata “ Ya sehat, masih sama kayak
berhubungan dengan gangguan kemarin ndak ada yang berubah. Kaki sama
neuromuscular (00085) tangane juga belum bisa digerakin..”
O : - Ekstremitas kiri mengalami hemiplegia
- Terlihat adanya peningkatan derajat range of
motion sebesar 50
- Kekuatan otot
5 1
5 2
- Klien mengikuti terapi ROM dengan aktif
dan antusias
- Klien mengkonsumsi terapi tepat waktu
- TTV: TD: 130/100 mmHg HR: 95 x/menit
RR: 20 x/menit Suhu: 36,50C
A : Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan
dampak dari fungsinya
- Kontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari
nyeri selama beraktivitas/berpindah
- Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
- Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
- Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
- Sediakan pertolongan yang positif untuk
aktivitas latihan sendi

3. Gangguan pola tidur S :


berhubungan - mbah R berkata “saya sudah mencoba tidak
dengan faktor psikologis meratapi keadaan saya lagi mbak, saya sudah
(ansietas) (00198) pasrah dan berserah diri”.
- mbah R berkata “saya lebih nyaman saat tidur
sekarang mbak, sudah tidak banyak lalat”.
- mbah R berkata “sejak mbaknya ngasih
wangi-wangi ini tidur saya sudah mulai bisa
lama mbak saat malamh hari, rasanya enak”.
- mbah R berkata “saya lebih cepat ngantuk
kalau nonton tv mbak”.
- mbah R berkata “saya tidur malam bisa lebih
awal mbak sebelum jam 8 dan bangun jam 5
an, saya masih terbangun saat tengah malam.
Namun tidurnya lebih enak saat siang hari
saya bisa tidur dari jam 1 sampai jam 3 sore
mbak”.
O:
- klien terlihat tidak mengantuk saat diajak
komunikasi
- klien tidak terlihat mata sayu dan kantung
mata
A : masalah gangguan pola tidur teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor tanda verbal dan non verbal
kecemasan
- Menciptakan lingkungan yang nyaman
- Memberikan terapi aromaterapi
- memfasilitas untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
- Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien
setiap hari
4. Resiko Kesepian (00054) S : klien mengatakan akan mengingat Allah dan
melakukan terapi spiritual ketika merasa sepi
O : klien terlihat mengucapkan istigfar dan takbir
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi

Rabu, 26 Oktober 2017


No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif
1. Resiko Jatuh (00155) S : klien berkata “saya sudah bisa mbak, tapi belum
bisa lama-lama berdiri dengan satu kaki dan
bungkuk ke depan juga belum tahan lama-lama.”
O:
- Usia Mbah R 72 tahun
- Mbah R mengalami kesulitan berjalan
- Mbah R mengalami kesulitan menggerakan
tangan kiri
- Tangan dan kaki kiri Mbah R mengalami
hemiplegia
- Total score keseimbangan adalah 13 yang
menunjukkan resiko jatuh tinggi
- Klien terlihat sangat antusias dan berusaha
untuk menjaga keseimbangan badan
- Klien memperlihatkan kemajuan untuk
menjaga keseimbangan
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
2. Gangguan mobilitas fisik S : Mbah R berkata “Kakine niki sampun lumayan,
berhubungan dengan gangguan tapi tangane dereng saget nopo-nopo..”
neuromuscular (00085) O : - Ekstremitas kiri mengalami hemiplegia
- Terlihat adanya peningkatan derajat range of
motion sebesar 100
- Kekuatan otot
5 1
5 2
- Klien mengikuti terapi ROM dengan aktif
dan antusias
- Klien mengkonsumsi terapi tepat waktu
- TTV: TD: 125/90 mmHg HR: 96 x/menit
RR: 20 x/menit Suhu: 36,80C
A : Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan
dampak dari fungsinya
- Kontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari
nyeri selama beraktivitas/berpindah
- Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
- Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
- Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
- Sediakan pertolongan yang positif untuk
aktivitas latihan sendi

3. Gangguan pola tidur S :


berhubungan - mbah R berkata “saya sudah dapat menerima
kondisi saya saat ini mbak”
dengan faktor psikologis - mbah R berkata “saya merasa nyaman mbak
(ansietas) (00198) dengan tempat duduk yang bersih dan wangi”.
- mbah R berkata “saya suka dan merasa enak
mbak diberikan wangi-wangi”.
- S : Mbah R berkata “saya tidurnya lebih
nyenak mbak, dan lebih cepat tertidur dari
biasanya, saya sekarang sudah jarang
terbangun di malam hari”.
O:
- klien terlihat lebih nyaman
- klien terlihat rileks
A : klien terlihat lebih segar masalah gangguan pola
tidur teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor tanda verbal dan non verbal
kecemasan
- Menciptakan lingkungan yang nyaman
- Memberikan terapi aromaterapi
- memfasilitas untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
- Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien
setiap hari
4. Resiko Kesepian (00054) S : klien mengatakan selalu mengingat Allah dan
berbincang-bincang dengan lansia lain ketika
merasa kesepian
O : klien terlihat mengucapkan istigfar dan takbir
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
RENCANA TINDAK LANJUT
Nama lansia/wisma : Mbah R / Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading
Alamat :-
Anggota Masalah Intervensi yang telah RTL Paraf
wisma Kesehatan dilakukan
Mbah R Resiko Jatuh Pencegahan Jatuh: 1. Menganjurkan klien
(00155) 1. Kaji adanya faktor- untuk tetap
faktor resiko jatuh melakukan latihan
2. Ajarkan tentang terapi keseimbangan
upaya pencegahan tubuh sesuai dengan
jatuh yang telah diajarkan
Latihan Terapi: minimal 2xseminggu
Keseimbangan: 2. Menganjurkan klien
1. Jelaskan kepada untuk tetap
pasien tujuan dan melakukan upaya
rencana dari latihan pencegahan jatuh
keseimbangan sesuai dengan yang
2. Ajarkan latihan telah diajarkan
terapi:
keseimbangan
3. Beri apresiasi setiap
apa yang dilakukan
oleh klien
4. Anjurkan melakukan
gerakan
keseimbangan
secara mandiri
5. Jadwalkan kembali
untuk latihan
Mbah R Gangguan NIC: Exercise 1.Melaksanakan latihan
mobilitas fisik Therapy: Joint ROM secara rutin
Mobility tiap pagi
berhubungan Tentukan batasan dari 2.Melakukan
dengan perpindahan sendi dan pemantauan terhadap
gangguan dampak dari pengkonsumsian
neuromuscular fungsinya terapi
(00085) Jelaskan kepada 3.Memonitor tanda-
pasien tujuan dan tanda vital
rencana dari latihan
sendi
Mengontrol lokasi dan
ketidaknyamanan dari
nyeri selama
beraktivitas/berpindah
Lakukan latihan ROM
aktif atau pasif
Jadwalkan latihan
ROM aktif atau pasif
Berikan semangat
ambulasi jika
diperlukan
Sediakan pertolongan
yang positif untuk
aktivitas latihan sendi
Mbah R Gangguan pola NIC: Sleep 1. Lanjutkan intervensi
tidur berhubungan Enchancement (1850) ciptakan lingkungan
dengan factor 1. Jelaskan pentingnya yang nyaman
psikologis tidur yang adekuat 2. Lanjutkan intervensi
(anxietas) (00198) 2. Fasilitas untuk berikan terapi
mempertahankan aromaterapi
aktivitas sebelum 3. Lanjutkan intervensi
tidur (membaca) fasilitasi untuk
3. Ciptakan lingkungan mempertahankan
yang nyama aktivitas sebelum
4. Berikan terapi tidur (anjurkan klien
aromaterapi untuk menonton TV
5. Diskusikan dengan sebelum tidur)
pasien dan tentang
teknik tidur pasien
6. Monitor/catat
kebutuhan tidur
pasien setiap hari
NIC :Pengurangan
Kecemasan (5820)
1. Kaji untuk tanda
verbal dan non
verbal kecemasan
2. Bina hubungan
saling percaya
dengan klien
3. Dorong verbalisasi
perasaan, persepsi
dan ketakutan
4. Dengarkan klien
dengan baik
5. Berikan pujian
dengan tepat
Mbah R Resiko Kesepian Spiritual Support 1. Menyarankan
(00054) 1. Gunakan kepada klien untuk
komunikasi lebih mendekatkan
terapeutik untuk diri kepada Allah
membangun SWT dengan terapi
hubungan saling pendekatan spiritual
percaya dan empati yang telah diajarkan.
2. Bantu klien untuk 2. Menyarankan
mengingat kepada klien untuk
pengalaman spiritual berinteraksi dan
pada masa lalu berbincang dengan
3. Dorong klien untuk teman di panti untuk
berdoa dan selalu menghilangkan rasa
mengingat Allah kesepian
SWT

Coping Enhancement
4. Identifikasi apa
yang dirasakan oleh
klien.
5. Apresiasi setiap apa
yang diungkapkan
oleh klien.
6. Sediakan waktu
untuk mendengar
keluhan klien.
7. Fasilitasi klien
dalam peningkatan
kualitas hidup
dengan
memberikan terapi
pendekatan
spiritual.
8. Evaluasi
keberhasilan klien
dalam melakukan
setiap intervensi
yang telah
dianjurkan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan Resiko Jatuh
1. Penegakan Diagnosa
Hasil pengkajian pada Mbah R didapatkan hasil bahwa Mbah R mengalami resiko
jatuh yang ditandai dengan klien mengungkapkan tangan dan kaki kri klien tidak bisa
digerakkan. Dan dari hasil pengkajian didapatkan juga total score keseimbangan
adalah 10 berdasarkan pengkajian score POMA. Keadaan ini menimbulkan bahwa
klien mengalami resiko jatuh tinggi.
2. Intervensi yang dilakukan
Intervensi yang dilakukan pada Mbah R dengan diagnosa resiko jatuh adalah:
a. Kaji adanya faktor-faktor resiko jatuh
b. Ajarkan tentang upaya pencegahan jatuh
c. Jelaskan kepada pasien tujuan dan rencana dari latihan keseimbangan
d. Ajarkan latihan terapi: keseimbangan
e. Beri apresiasi setiap apa yang dilakukan oleh klien
f. Anjurkan melakukan gerakan keseimbangan secara mandiri
g. Jadwalkan kembali untuk latihan
3. Konsep dan teori dengan intervensi
Judul jurnal: Aktifitas Fisik Keseimbangan Guna Mengurangi Resiko Jatuh Pada
Lansia
Oleh: Eko Supriyono
4. Pembahasan
Menua (menjadi tua) adalah perubahan fungsi fisiologi yang terjadi pada system
neurologis, sensori, dan muskuletal yang dapat menghilangkan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak mampu
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Supriyono, 2015).
Umumnya pada usia lanjut rentan mengalami resiko jatuh karena ketidakmampuan
untuk menjaga keseimbangan tubuh. Keseimbangan adalah kemampuan dalam
mempertahankan/reaksi yang dilakukan dengan cepat untuk menjaga kestabilitas pusat
tubuh pada saat duduk, berdiri, atau berpindah dari tempat ke tempat yang lainnya.
Selain itu, berdasarkan hasil pengkajian POMA yang dilakukan pada klien
didapatkan total skor 10, sehingga dapat dikatakan bahwa klien mengalami resiko jatuh
tinggi. Ketika lansia mengalami resiko jatuh tinggi akibat tidak mampu untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh maka kita harus memberikan intervensi
keperawatan yang sesuai untuk menghindari kemungkinan buruk yang dapat terjadi
akibat ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh yang berlanjut pada
lansia. Untuk menghindari jatuh pada klien maka diberikan sebuah intervensi yaitu
latihan terapi keseimbangan tubuh. Latihan keseimbangan berpengaruh terhadap
mengurangi resiko jatuh pada lansia. Latihan keseimbangan dapat dilakukan jika telah
mengetahui total score keseimbangan tubuh pada klien. Latihan keseimbangan dapat
mengurangi insiden jatuh sebesar 17 persen, oleh karena itu latihan keseimbangan
adalah dengan berdiri dengan satu kaki dan membungkukkan badan kedepan dapat
dilakukan lansia untuk memperbaiki perubahan yang terjadi pada lansia terutama pada
keseimbangan tubuh lansia. Setelah dilakukan tindakan keperawatan latihan terapi
keseimbangan tubuh selama 3 hari klien mengalami perubahan pada hari ketiga dengan
total skor 12.
5. Grafik

Performance Oriented Mobility Assesment (POMA)


12.5

12

11.5

11

10.5

10

9.5

9
Pengkajian Hari I Hari II Hari III

Performance Oriented Mobility Assesment (POMA)

B. Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik


1. Penegakan diagnosa
Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti
akan terjadi pada semua makhluk hidup. Pada lansia terjadi penurunan struktur dan
fungsi organ tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik
degeneratif maupun infeksi (Darmojo dan Martono, 2010). Salah satunya adalah
hipertensi yang dapat menyebabkan stroke. Proporsi penyebab kematian pada
lansia paling tinggi adalah stroke (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Pada pasien stroke akan mengalami gangguan neuromuscular yang
menyebabkan terjadinya hemiplegia ataupun hemiparesis. Hemiplegia adalah salah
satu sisi ekstremitas bahkan satu sisi wajah menjadi lumpuh dan tak dapat bergerak.
Sedangkan hemiparesis adalah adalah melemahnya salah satu sisi ekstremitas
bahkan satu sisi wajah namun tidak sampai lumpuh.
Hasil pengkajian pada Mbah R juga menunjukkan adanya hemiparesis yaitu
pada ekstremitas kiri. Kaki kiri mbah R mengalami kelemahan, saat dilakukan
pengkajian kekuatan otot hanya 2, sedangkan pada tangan kiri mengalami keluhan
dan kekuatan otot hanya 1. Pada pengkajian POMA didapatkan hasil nilai
keseimbangan= 5 dan nilai berjalan/gait= 5 yang menunjukka kemampuan
mobilisasi lansia memiliki resiko jatuh tinggi. Berdasarkan alas an tersebut maka
timbullah diagnosa Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
2. Intervensi yang Dilakukan
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik
anara lain:
a. Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan dampak dari fungsinya
b. Jelaskan kepada pasien tujuan dan rencana dari latihan sendi
c. Mengontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari nyeri selama
beraktivitas/berpindah
d. Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
e. Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
f. Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
g. Sediakan pertolongan yang positif untuk aktivitas latihan sendi
Diantar intervensi yang dilakukan, intervensi utama yang akan dibahas adalah
pemberian terapi ROM aktif atau pasif.
3. Konsep dan Teori dengan Intervensi
Judul Jurnal : Pengaruh Pemberian Terapi Range of Motion (ROM)
terhadap Kemampuan Motorik pada Pasien Post Stroke di
RSUD Gambiran
Pengarang : Kun Ika Nur Rahayu
Volume dan Nomer : 6 (2)
Halaman : 102-107
Tahun terbit : 2015
4. Pembahasan
Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti
akan terjadi pada semua makhluk hidup. Pada lansia terjadi penurunan struktur dan
fungsi organ tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik
degeneratif maupun infeksi (Darmojo dan Martono, 2010). Salah satunya adalah
hipertensi yang dapat menyebabkan stroke. Proporsi penyebab kematian pada
lansia paling tinggi adalah stroke (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Pada pasien stroke akan mengalami gangguan neuromuscular yang
menyebabkan terjadinya hemiplegia ataupun hemiparesis. Hemiplegia adalah salah
satu sisi ekstremitas bahkan satu sisi wajah menjadi lumpuh dan tak dapat bergerak.
Sedangkan hemiparesis adalah adalah melemahnya salah satu sisi ekstremitas
bahkan satu sisi wajah namun tidak sampai lumpuh.
Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam
proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya
kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu bentuk
intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen
terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat
permanen pada pasien paska perawatan di rumah sakit sehingga dapat menurunkan
tingkat ketergantungan pasien pada keluarga. Lewis (2007) mengemukakan bahwa
sebaiknya latihan pada pasien stroke dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk
mencegah komplikasi. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan
pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (National Stroke
Association, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kun Ika Nur Rahayu dengan
judul “Pengaruh Pemberian Terapi Range of Motion (ROM) terhadap Kemampuan
Motorik pada Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran” menunjukkan hasil bahwa
ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kemampuan
motorik pada pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri tahun 2014.
Latihan ROM dikatakan dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas
sendi dan kekakuan sendi (Adamovich et al, 2005; Lewis, 2007). Pernyataan ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tseng et al (2007) yang
mengungkapkan bahwa latihan Range of Motion (ROM) dapat meningkatkan
fleksibilitas dan luas gerak sendi pada pasien stroke. Latihan ROM dapat
menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari kimiawi
neuromuskuler dan muskuler. Rangsangan melalui neuromuskuler akan
meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot ekstremitas terutama saraf
paasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilcholin, sehingga
mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos
ekstremitas akan meningkatkan metabolism pada metakonderia untuk
menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot ekstremitas sebagai energi untuk
kontraksi dan meningkatan tonus otot polos ekstremitas (Sanchez, et al, 2006;
Battie et al, 2008).
Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan di atas terdapat kesesuaian antara
praktik dan teori. Setela dilakukan terapi ROM selama 3 hari berturut-turut terdapat
peningkatan derajat ROM yang dialami klien. Pada evaluasi hari kedua terdapat
peningkatan derajat ROM sebesar 50 , dan pada hari ketiga meningkat lagi menjadi
100. Dengan demikian dapat disimpulkan jika terapi ROM dapat digunakan sebagai
intervensi yang efektif untuk masalah gangguan mobilitas fisik pada pasien post
stroke.
5. Grafik Evaluasi
14 Derajat Range of Motion
12

10

0
Pengkajian Hari I Hari II Hari III

Derajat Range of Motion

C. Diagnosa Keperawatan Gangguan Pola Tidur


Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2017 pada Tn. R dengan diagnose
medis post stroke. Berdasarkan data yang didapat selama pengkajian secara holistic
meliputi biologi, psikologi, social, spiritual. Didapatkan diagnose keperawatan gangguan
pola tidur berhubungan dengan faktor psikologis (ansietas). Didalam pengkajian
didapatkan data Mbah R berkata “saya sering terbangun saat malam hari mbak, saya
merasa tidak tenang dan merasa was-was, tidurnya tidak nyenyak, tiba-tiba kalau malam
sering terbangun terus tidak bisa tidur lagi, kadang bisa tidur lagi mbak dan saya sering
mengantuk dipagi hari”. Mbah R berkata “saya tidur malam kira-kira ya mulai jam 20.00-
04.00 tidur nernyak paling sejam sampai dua jamanan saja mbak, setelah itu susah tidur
kalau tidur siang biasanya jam 13.00-14.00”. Mbah R. berkata “saya selalu memikirkan
keadaan diri saya yang seperti ini, saya takut jika sewaktu-waktu kondisi saya semakin
parah”. Klien tampak lelah Saat dilakukan pengkajian klien terlihat menguap dan
mengantuk, terlihat kantung mata.
Pada lansia istirahat dan tidur merupakan bagian terpenting untuk memulihkan dan
menjaga kesehatan baik secara mental maupun fisik. Jika lansia mengalami gangguan pola
tidur dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikologisnya. Bagi lansia yang kurang
tidur akan berpotensi menderita berbagai masalah kesehatan seperti mengalami penurunan
terhadap fokus, sering kebingungan,mudah kehilangan memori (ingatan), mudah merasa
cemas dan gelisah. Lansia beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh
banyak faktor misalnya pensiunan dan perubahan pola sosial, kematian pasangan hidup
atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang dialami, dan
perubahan irama sirkadian. Gangguan mood, ansietas, kepercayaan terhadap tidur, dan
perasaan negatif merupakan indikator terjadinya insomnia. Aromaterapi merupakan salah
satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia. Dengan
ditemukannya masalah keperawatan gangguan pola tidur maka perawat memberikan
intervensi aterapi aromaterapi untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur
Tn. R.
Menurut jurnal kebidanan, Vol. II, No. 02, 2010 tentang pengaruh aromaterapi
terhadap insomnia pada lansia di pstw unit budi luhur kasongan Bantul Yogyakarta, Hasil
penelitian menunjukkan terjadi penurunan derajat insomnia. Aromaterapi memiliki efek
menenangkan atau rileks untuk beberapa gangguan misalnya mengurangi kecemasan,
ketegangan dan insomnia. Terapi komplementer dan Alternatif mempunyai hubungan
dengan nilai praktek keperawatan, hal tersebut dimasukkan dalam kepercayaan holistik
manusia yaitu keperawatan secara menyeluruh bio, psiko, sosial, spiritual, dan kultural
yang tidak dipandang pada keadaan fisik saja tetapi juga memperhatikan aspek lainnya
yang bertujuan untuk penekanan dalam penyembuhan, pengakuan bahwa penyedian
hubungan klien sebagai partner, dan berfokus terhadap promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.
Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan terhadap Tn. R dengan memberikan
terapi aromaterapi selama 3x24 jam didadapatkan hasil klien terlihat lebih nyaman dan
rileks, mbah R berkata “saya merasa nyaman mbak dengan tempat duduk yang bersih dan
wangi”. Mbah R berkata “saya suka dan merasa enak mbak diberikan wangi-wangi”. Mbah
R berkata “saya tidurnya lebih nyenak mbak, dan lebih cepat tertidur dari biasanya, saya
sekarang sudah jarang terbangun di malam hari”. klien terlihat tidak mengantuk saat diajak
komunikasi, klien tidak terlihat mata sayu dan kantung mata. Dari hasil evaluasi diatas
terapi aromaterapi efektif dilakukan untuk menangani gangguan pola tidur pada lansia.
Grafik hasil pengukuran Sleep Quality
Assessment (PSQI)
14

12

10

0
hari pengkajian hari ke 1 implementasi hari ke 2 hari ke 3

hasil

D. Diagnosa Keperawatan Resiko Kesepian


1. Penegakkan diagnosa
Hasil pengkajian pada Mbah R didapatkan hasil bahwa Mbah R mengalami
resiko kesepian yang ditandai dengan klien mengungkapkan dirinya merasa
kesepian di panti karena kegiatan yang sama terus-menerus dan rindu dengan
keluarganya. Klien mengatakan merasa lebih nyaman berada di rumah bersama
keluarganya. Sehingga klien mengalami keterpisahan dengan anggota keluarganya
terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu untuk merawat klien karena mengalami
stroke. Keadaan ini menimbulkan perasaan hampa pada diri klien dan semakin
menambah perasaan kesepian yang klien alami. Data yang mendukung untuk
menegakkan diagnosa ini adalah klien mengungkapkan rasa kesepian berada di
panti dan berdasarkan hasil pengkajian skor UCLA Loneliness Scale didapatkan
skor 47 sehingga dapat dikatakan bahwa klien mengalami kesepian ringan.
2. Intervensi yang dilakukan
Intervensi yang dilakukan pada Mbah R dengan diganosa resiko kesepian adalah:
a. Gunakan komunikasi terapeutik untuk membangun hubungan saling
percaya dan empati.
b. Bantu klien untuk mengingat pengalaman spiritual pada masa lalu.
c. Dorong klien untuk berdoa dan selalu mengingat Allah SWT.
d. Identifikasi apa yang dirasakan oleh klien.
e. Apresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh klien.
f. Sediakan waktu untuk mendengar keluhan klien.
g. Fasilitasi klien dalam peningkatan kualitas hidup dengan memberikan terapi
pendekatan spiritual.
h. Evaluasi keberhasilan klien dalam melakukan setiap intervensi yang telah
dianjurkan.
3. Konsep dan teori dengan intervensi
Judul jurnal: Pengaruh Pendekatan Spiritual Terhadap Tingkat Kesepian Pada
Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Kelurahan Timbangan
Kecamatan Indralaya Utara
Oleh: Herliawati, Sri Maryatun, Desti Herawati
4. Pembahasan
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada usia lanjut (Kuntjoro, 2002).
Umumnya masalah psikologis yang dapat terjadi pada lansia adalah
kesepian dan biasanya lebih banyak dialami oleh lansia yang berada di panti wreda.
Kesepian merupakan hasil interaksi dengan individu lain yang tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan sebelumnya. Sedangkan tingkat kesepian adalah suatu rentang
tinggi atau rendahnya perasaan subyektif individu yang berupa perasaan-perasaan
negatif seperti terasing, tidak adanya kedekatan dengan orang lain. Dan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya kesepian pada lansia adalah faktor spiritual
yaitu akibat kekosongan spiritual. Menurut penelitian Larson mengungkapkan
bahwa penghayatan keagamaan ternyata besar pengaruhnya terhadap taraf
kesehatan fisik dan mental lansia. Karena kesehatan secara holistik meliputi sehat
biopsikososial dan spiritual.
Selain itu, berdasarkan hasil pengkajian UCLA yang dilakukan pada klien
didapatkan skor 47, sehingga dapat dikatakan bahwa klien mengalami kesepian
ringan. Ketika lansia mulai mengalami rasa kesepian maka kita harus memberikan
intervensi keperawatan yang sesuai untuk menghindari kemungkinan buruk yang
dapat terjadi akibat rasa kesepian yang berlanjut pada lansia. Untuk mengatasi
masalah kesepian pada klien maka diberikan sebuah intervensi yaitu pendekatan
spiritual. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha Warga Tama Kelurahan Timbangan Kecamatan Indralaya Utara pada
tahun 2014, sebagian besar lansia mengalami penurunan tingkat kesepian setelah
dilakukan pendekatan spiritual. Pendekatan spiritual berpengaruh terhadap tingkat
kesepian (Herliawati; Sri Maryatun dan Desti Herawati, 2014). Pendekatan
spiritual dapat dilakukan jika telah terjadi hubungan saling percaya antar klien
dengan perawat, sehingga dalam melakukan pendekatan spiritual diperlukan
kemampuan komunikasi terapeutik yang baik agar intervensi pendekatan spiritual
yang diberikan kepada klien dapat efektif.
Spiritual sebagai energi yang menghubungkan masa lanjut usia untuk
mengenal dirinya lebih dalam dan merasa terhubung dengan Tuhan dan alam
semesta sehingga memunculkan perasaan damai dan bahagia pada diri lansia
(Yulianti, 2011). Dengan tetap terjaga hubungan baik antara makhluk dan
penciptaNya, diharapkan adanya keseimbangan sikap realistis terhadap dunia dan
kebutuhan spiritual, sehingga perasaan negatif yang sering muncul pada lansia
seperti kesepian dapat dihindari.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pemberian terapi pendekatan
spiritual dengan mengucapkan dzikir/istigfar, klien mengatakan rasa kesepian
berkurang dikarenakan terdapat aktivitas yang dilakukan oleh klien yaitu berdzikir.
Klien mengatakan mempraktekkan apa yang telah diberikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia merupakan hal yang tidak mudah.
Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif. Sehingga setiap detail
kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Mbah R, kami mendapatkan empat masalah yang
harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah keperawatan itu diantaranya adalah
resiko jatuh, gangguan mobilitas fisik, gangguan pola tidur dan resiko kesepian. Dari
keempat masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa ROM, terapi keseimbangan,
terapi aromaterapi, dan terapi pendekatan spiritual.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini cukup efektif dalam mengatasi
masalah yang ada pada klien. Ada beberapa perubahan yang menunjukkan keefektifan
intervensi kita. Diantaranya klien merasa tenang saat diberikan terapi pendekatan spiritual.
B. Saran
1. Perawatan lansia sebaiknya di lakukan secara holistic meliputi: biologi, psikologi,
social, spiritual.
2. Perawat dipanti diharapkan selalu memberikan perhatian yang penuh kepada lansia
sehingga lansia tidak merasa terkucilkan dan kesepian di panti
3. Dalam perawatan lansia sebaiknya berupaya untuk memandirikan lansia sesuai dengan
kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA

Herliawati; Maryatun, Sri dan Herawati, Desti. (2014). Pengaruh Pendekatan Spiritual Terhadap
Tingkat Kesepian Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Kelurahan
Timbangan Kecamatan Indralaya Utara. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 1 (1)
Yulianti. (2011) Pendekatan Cultural Spiritual dalam Konseling bagi Lansia. Universitas Sunan
Gunung Jati. Bandung.
Supriyono, Eko. (2015). Aktivitas Fisik Keseimbangan Guna Mengurangi Risiko Jatuh Pada
Lansia. Jurnal olahraga Prestasi. 11 (2) : 91-101.
Sabatin, S N., Kusuma, H E., Tambunan, Lily. (2015). Faktor Eksternal Risiko Jatuh Lansia: Studi
Empiris. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. Hlm 1-6.
Adiyati Sri. 2010. Pengaruh aromaterapi terhadap insomnia pada lansia di pstw unit budi luhur
kasongan bantul Yogyakarta. Jurnal kebidanan, Vol. II, No. 02. Hal : 21-28.
Stanley, M & Bare, P.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: BPS
Depkes. 2016. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI: Situasi Lanjut Usia (Lansia)
di Indonesia. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC
Adamovich, SV, Merians, AS, Boian, R, Lewis, JA, Tremaine, M, Burden, GS, Recce, M, &
Poizner, H. (2005). A Virtual Reality—Based Exercise System for Hand Rehabilitation
PostStroke. Presence. 14 (2), 161-174.
Sanchez, RJ, Liu, J, Rao, S, Shah, P, Smith, R, Rahman, T, Cramer, SC, Bobrow, JE, &
Reinkensmeyer, DJ. (2006). Automating Arm Movement Training Following Severe Stroke:
Functional Exercises With Quantitative Feedback in a Gravity-Reduced Environment.
Neural Systems and Rehabilitation Engineering. 14 (3), 378-389.
Kun Ika Nur Rahayu. 2015. Pengaruh Pemberian Terapi Range of Motion (ROM) terhadap
Kemampuan Motorik pada Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran. 6 (2): 102-107.

Você também pode gostar