Você está na página 1de 15

Analisis Revisi Undang-Undang No.

32 Tahun 2004 Menjadi


Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Terhadap Persoalan Batas
Daerah

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Batas Laut Wilayah

Adam Irwansyah
NIM. S5112002

TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2015
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Pengangkatan
“Analisis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 Menjadi UU No. 23 Tahun 2014 Dalam Kaitannya
Terhadap Batas Daerah” sebagai judul makalah ini dilatarbelakangi oleh minimnya referensi
atau materi-materi yang mengkaji persoalan revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No. 23
Tahun 2014, khususnyaa mengenai aturan-aturan yang bersinggungan dengan persoalan batas
wilayah daerah.

Pemilihan aturan-aturan pada kedua undang-undang tersebut yang benar-benar


bersinggungan dengan persoalan batas wilayah daerah merupakan sedikit kendala yang dialami
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pedoman pembaca
dalam memahami persoalan undang-undang dan referensi dalam mengkaji persoalan batas
wilayah daerah . Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan berbagai pihak dalam
penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Tuhan, oleh
karena itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang pastinya akan menjadi
pertimbangan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Adam Irwansyah
ABSTRAK

Makalah yang berjudul “Analisis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 Menjadi UU No. 23 Tahun
2014 Dalam Kaitannya Terhadap Batas Daerah” dilatarbelakangi oleh minimnya referensi atau
materi-materi yang mengkaji persoalan revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No. 23 Tahun
2014, khususnyaa mengenai aturan-aturan yang bersinggungan dengan persoalan batas wilayah
daerah. Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini ialah untuk menganalisis
perbedaan mendasar, kelebihan dan kekurangan masing masing UU No. 32 Tahun 2004 dan UU
No. 23 Tahun 2014, serta konsekuensi dari revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No. 23
Tahun 2014 dalam kaitannya dengan penegasan batas daerah.

UU No. 23 Tahun 2014 secara keseluruhan memberikan pengertian yang lebih lengkap dan jelas
serta mengandung tambahan peraturan yang belum diatur pada UU No. 32 Tahun 2004. Namuun
untuk persoalan ketentuan perubahan batas daerah dinilai menurunkan tingkat efisiensi
implementasi dari undang-undang itu sendiri. Penulis menilai bahwa dalam perumusan suatu
undang-undang, alangkah lebih baik apabila mempertimbangkan efisiensi dari implementasi
undang-undang tersebut, terutama bila bersinggungan dengan persoalan batas wilayah karena
persoalan ini merupakan isu yang krusial dan sangat berpotensi menimbulkan konflik
DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ......................................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

1.4 Ruang Lingkup Kajian ................................................................... 2

1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... 3

BAB II TEORI DASAR

2.1 Definisi Undang-Undang ............................................................... 4

2.2 Syarat Undang-Undang ................................................................ 4

2.3 Dasar Pencabutan dan Penggantian Undang-Undang .................. 5

BAB III ANALISIS

3.1 Perbedaan Mendasar ...................................................................... 7

3.2 Kelebihan dan Kekurangan ............................................................ 7

3.3 Konsekuensi Revisi ....................................................................... 8

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan ........................................................................................ 10

4.1 Saran .............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan amanat dari UUD 1945, khususnya pasal 18 pada ayat 1 disebutkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Maka berkenaan hal tersebut
pemerintah Indonesia harus membentuk suatu undang-undang yang mengatur tentang
pemerintah daerah.

Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah merupakan hasil dari amademen UUD 1945 yang
kedua pada tahun 2000. Pasal tersebut ada karena memang dilandasi oleh suatu semangat
utama, yaitu semangat untuk mengubah sistem sentralisasi pada penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia, menjadi sistem desentralisasi serta untuk semakin menguatkan
posisi dari setiap daerah otonom yang ada di Indonesia. Semua semangat perubahan itu
mampu untuk terpenuhi oleh adanya pasal 18 dalam UUD 1945 ini sehingga konsekuensi
logis dari adanya pasal 18 tersebut adalah harus dibuatnya suatu UU tentang Pemerintahan
Daerah yang sesuai dengan sistem desentralisasi. UU tersebut adalah UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. UU ini diharapkan mampu untuk menjadi suatu dasar hukum
bagi berjalannya sistem desentralisasi, yang merupakan suatu sistem penyelenggaraan
pemerintah daerah di Indonesia hasil dari tuntutan/keinginan masyarakat itu sendiri. Sistem
desentralisasi dianggap lebih mampu untuk menampung aspirasi masyarakat daerah serta
menjamin kekhasan adat istiadat daerah tersebut, lebih mampu untuk memberdayakan
masyarakat daerah dan memberikan suatu pelayanan yang prima serta optimal kepada
masyarakat.

Akan tetapi pada perkembangannya, permasalahan dalam pemerintahan Indonesia semakin


kompleks dan dinamis, khususnya permasalahan di pemerintahan daerah berkenaan dengan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Permasalahan yang paling mudah untuk kita
lihat berkaitan dengan desentralisasi dan otonomi di daerah otonom adalah munculnya raja-
raja kecil di setiap pemerintah daerah. Persepsi seperti itu menyebabkan setiap pemerintah
daerah menjadi lebih sulit untuk dikoordinasikan sehingga pembangunan di daerah banyak
yang tidak sejalan dengan pembangunan yang ada di pusat ataupun kurangnya loyalitas
pemerintah daerah terhadap setiap tugas atau perintah yang diberikan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Permasalahan lainnya, yang juga sering kita lihat adalah
permasalahan stabilitas politik di daerah dampak dari pemilihan kepala daerah secara
langsung. Hal-hal itu menyebabkan banyaknya masukan serta desakan dari berbagai pihak,
bahkan pemerintah itu sendiri yang dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, sehingga
dilakukan revisi terhadap UU No. 32 tahun 2004 menjadi UU No. 23 Tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, muncul persoalan tentang perbedaan mendasar,
kelebihan dan kekurangan masing-masing masing undang-undang serta konsekuensi dari
revisi UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 23 Tahun 2014 yang bersinggungan dengan
persoalan penegasan batas daerah.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini ialah untuk menganalisis
perbedaan mendasar, kelebihan dan kekurangan masing masing UU No. 32 Tahun 2004 dan
UU No. 23 Tahun 2014, serta konsekuensi dari revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU
No. 23 Tahun 2014 dalam kaitannya dengan persoalan batas wilayah daerah.

1.4 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajian beberapa pokok yaitu :

1. Peraturan yang bersinggungan dengan persoalan penegasan batas dalam UU No. 32


Tahun 2004.
2. Peraturan yang bersinggungan dengan persoalan penegasan batas dalam UU No. 23
Tahun 2014.
1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini terbagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, teori dasar, analisis,
serta simpulan dan saran. Pada bab satu akan dibahas mengenai latar bealakang
pengangkatan topik, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup kajian dan
sistematika penulisan. Pada bab dua akan disajikan penjelasan umum dan aspek-aspek yang
akan dikaji dengan menggunakan berbagai literatur sebagai sumbernya berupa definisi
undang-undang, syarat undang-undang, dan dasar penggantian dan pencabutan suatu
undang-undang. Bab tiga akan menjabarkan dan menganalisis masalah-masalah yang telah
dirumuskan secara lengkap berupa perbedaan mendasar UU No. 32 Tahun 2004 dan UU
No.23 Tahun 2014, kelebihan dan kekurangan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No.23
Tahun 2014, dan konsekuensi revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No.23 Tahun
2014. Bab empat berisi tentang simpulan dan saran dari penulis mengenai permasalahan
yang diangkat terkait revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No.23 Tahun 2014.

BAB II
TEORI DASAR
2.1 Definisi Undang-Undang

Menurut KBBI, Undang-undang merupakan ketentuan dan peraturan negara yg dibuat oleh
pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan
Rakyat, badan legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala
pemerintah, raja), dan mempunyai kekuatan yg mengikat. Menurut UU No. 10 tahun 2004
yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3). Dengan kata lain dapat diartikan
sebagai, peraturan–peraturan tertulis yang dibuat oleh pelengkapan negara yang berwenang
dan mengikat setiap orang selaku wagar negara. UU dapat berlaku apabila telah memenuhi
persayratan tertentu.

2.2 Syarat Undang-Undang

Kekuatan berlakunya undang-undang ini perlu dibedakan dari kekuatan mengikatnya


undang-undang. Telah dikemukakan bahwa undang-undang mempunyai kekuatan mengikat
sejak diundangkannya didalam lembaran Negara. Ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam
lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Kekuatan berlakunya
undang-undang menyangkut berlakunya undang-undang secara operasional. Undang-undang
mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau untuk mempunyai kekuatan berlaku. Ada
tiga syarat kekuatan berlakunya undang-undang yaitu :

• Kekuatan Berlaku Yuridis


Dasar Kekuatan berlaku Yuridis pada prinsipnya harus menunjukan:
a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
dalam arti harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.
b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan
dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat.
c. Keharusan mengikuti tatacara tertentu, seperti pengundaangan atau
penggumuman setiap Undang-undang harus dalam Lembar Negara, atau
peraturan daerah harus mendapatkan persetujuan dari DPRD bersangkutan.
d. Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan perraturan perundang-undangn yang
lebih tinggi tingkatannya.

• Kekuatan Berlaku Sosiologis


Dasar kekuatan berlaku sosiologis harus mencerminkan kenyataan penerimaan
dalam masyarakat. Menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, bahwa
landasan teorotis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum
diddasarkan pada teori yaitu:

a. Teori kekuasaan bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan
penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.
b. Teori pengakuan bahwa kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari
masyarakat tempat hukum itu berlaku.

• Kekuatan Berlaku Filosofis


Dasar kekuatan berlaku filosofis menyangkut pandangn mengenai inti atau hakikat
dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum yaitu apa yang mereka
harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan
dan sebagainya.

2.3 Dasar Pencabutan dan Penggantian Suatu Undang-Undang

Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan Proses dan
Teknik Pembentukannya (hal. 174) mengatakan bahwa pengertian pencabutan peraturan
perundang-undangan berbeda dengan pengertian penggantian peraturan perundang-
undangan sehingga pencabutan peraturan perundang-undangan tidak merupakan bagian
dari penggantian peraturan perundang-undangan. Teori pencabutan undang-undang
dibagi menjadi dua:

1. Pencabutan dengan Penggantian


Suatu pencabutan dengan penggantian terjadi apabila suatu undang-undang yang ada
digantikan dengan suatu undang-undang yang baru. Dalam pencabutan dengan
penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam
Pembukaan) ataupun diletakkan di belakang (dalam Ketentuan Penutup). Apabila
ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di depan (dalam Pembukaan), maka
ketentuan pencabutan ini berakibat bahwa undang-undang yang dinyatakan dicabut
itu akan tercabut beserta akar-akarnya, dalam arti undang-undang tersebut tercabut
beserta seluruh peraturan pelaksanaannya.

2. Pencabutan tanpa Penggantian


Dalam pencabutan suatu undang-undang yang dilakukan tanpa penggantian, kerangka
(kenvorm) dari undang-undang tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan
undang-undang, yaitu dalam batang tubuhnya akan terdiri atas dua pasal yang berisi:
a. Pasal 1: berisi tentang ketentuan pencabutan.
b. Pasal 2: berisi tentang ketentuan mulai berlakunya undang-undang tersebut.

BAB III
ANALISIS
3.1 Perbedaan Mendasar Terkait Persoalan Batas Daerah Antara UU No. 32 Tahun 2004
dan UU No. 23 Tahun 2014

Terdapat perbedaan mendasar antara UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014,
yaitu mengenai penetapan perubahan batas suatu daerah, dimana pada BAB II Pembentukan
Daerah dan Kawasan Khusus, Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
dikatakan bahwa “Perubahan batas suatu daerah,perubahan nama daerah, pemberian nama
bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan
penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”. Sedangkan Pada BAB
VI Penataan Daerah, Bagian Ketiga Penyesuain Daerah, Pasal 48 ayat 2 dan 3 berturut-turut
dikatakan bahwa “ Perubahan batas wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan undang-undang.” Dan “Perubahan nama Daerah, pemberian nama dan
perubahan nama bagian rupa bumi, pemindahan ibu kota, serta perubahan nama ibu kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.”

3.2 Kelebihan dan Kekurangan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014 Terkait
Penegasan Batas Daerah

Baik UU No. 32 Tahun 2004 maupun UU No. 23 Tahun 2014, masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Bila dicermati pada persoalan batas daerah kelebihan dan
kekurangan tersebut diantaranya :

• Pada UU No. 32 Tahun 2004 tidak diatur mengenai batas wilayah untuk
penghitungan bagi hasil kelautan daerah. Sedangkan pada BAB IV Urusan
Pemerintahan, Bagian Ketiga Urusan Pemerintahan Kongruen Pasal 14 ayat 6 dan
ayat 7 dijelaskan aturan tentang ketentuan batas wilayah dan prinsip penentuannya
untuk penghitungan bagi hasil keutan daerah.
• Pada UU No. 32 Tahun 2004 tidak diatur mengenai persyaratan pemekaran daerah.
Sedangkan pada UU No. 23 Tahun 2014 diatur mengenai persyaratan dasar
kewilayahan pemekaran suatu daerah dimana salah satunya ialah batas wilayah yang
dibuktikan dengan titik koordinat pada peta dasar.
• Pada UU No. 32 Tahun 2004 tidak diatur mengenai ketentuan sumberdaya alam yang
terdapat pada wilayah yang berbatasan. Sedangkan pada BAB XI Keuangan Daerah,
Bagian Keliama Pendapatan, Belanja , dan Pembiayaan Paragraf 1 Pendapatan, Pasal
289 Ayat 6 UU No. 23 Tahun 2014 dikatakan bahwa “Dalam hal sumber daya alam
berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu Daerah,
menteri teknis menetapkan Daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan
pertimbangan Menteri paling lambat 60 (enam puluh) Hari setelah usulan
pertimbangan dariMenteri diterima.”
• Pada UU No. 32 Tahun 2004 tidak dituliskan mengenai ketentuan penegasan batas
daerah. Sedangkan pada BAB XXVI Ketentuan Peralihan, Pasal 401 ayat 1 dan 2
dituliskan mengenai aturan dan mekanisme penegasan batas daerah termasuk cakupan
wilayah dan penentual luas.
• Pada BAB XIV Ketentuan Lain-Lain, Pasal 229 Ayat 1 menyebtukan bahwa “Batas
daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain,
diatur berdasarkan peraturan perundang undangan dengan memperhatikan hukum
internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.”. Sedangkan pada
UU No. 23 Tahun 2014 tidak disebutkan mengenai hal tersebut.

3.3 Konsekuensi Revisi UU No. 32 Tahun 2004 Menjadi UU No. 23 Tahun 2014 Terkait
Dengan Persoalan Batas Wilayah

Konsekuensi dari revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi UU No. 23 Tahun 2014 terkait
dengan persoalan batas wilayah ialah dalam penentuan perubahan batas suatu daerah. Pada
UU No. 23 Tahun 2004 disebutkan bahwa perubahan batas suatu daerah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan pada UU No. 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa batas suatu
daerah ditetapkan dengan undang-undang sehingga konsekuensi dari revisi tersebut ialah
harus terdapat suatu undang-undang tentang perubahan batas wilayah daerah. Persoalan
perubahan batas wilayah suatu daerah yang sebelumnya dapat ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah yang hanya dibentuk oleh Presiden, kini hal itu harus ditetapkan oleh suatu
undang-undang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan disetujui bersama dengan
Presiden, dimana prosesnya dinilai memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan
pembentukan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan

Dari analisis pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa UU No. 23 Tahun 2014
secara keseluruhan memberikan pengertian yang lebih lengkap dan jelas serta mengandung
tambahan peraturan yang belum diatur pada UU No. 32 Tahun 2004. Namuun untuk
persoalan ketentuan perubahan batas daerah dinilai menurunkan tingkat efisiensi
implementasi dari undang-undang itu sendiri.

4.2 Saran

Terdapat beberapa saran yang ingin penulis sampaikan kepada lembaga yang berwenang
membentuk suatu undang-undang diantaranya :

• Dalam perumusan suatu undang-undang, alangkah lebih baik apabila


mempertimbangkan efisiensi dari implementasi undang-undang tersebut, terutama
bila bersinggungan dengan persoalan batas wilayah karena persoalan ini merupakan
isu yang krusial dan sangat berpotensi menimbulkan konflik.
• Aspek teknis pada suatu undang-undang memang dinilai perlu, namun sebaiknya
tidak harus mendetail. karena pelaksanaan undang-undang tersebut secara rinci akan
diatur melalui Peraturan Pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
(2004, Oktober 15). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH . Jakarta: Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.

(2014, Oktober 15). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH . Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.

Adima Insan Akbar Noors. (2012, Maret 3). Retrieved Maret 27, 2014, from
http://noorzandhislife.blogspot.com/2012/03/revisi-uu-no-32-tahun-2004-segera.html

DIALEKTIKA MAHASANTRI. (2014, Februari 6). Retrieved Maret 27, 2015, from
https://matakedip1315.wordpress.com/2014/02/06/pengertian-undang-undang/

Ilman Hadi, S. (2012, November 5). Retrieved Maret 28, 2015, from
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5094bd4fc0c40/perbedaan-undang-undang-dengan-
peraturan-perundang-undangan

Rumah Bangsa Foundation. (2014, November 28). Retrieved Maret 28, 2015, from
http://www.rumahbangsa.net/2014/11/pengertian-perpu-dan-pp-serta-fungsinya.html

Staf Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. (2012). Metode Penulisan Ilteks. Bandung: CV.SURYAMANDIRI.

Tri Jata Ayu Pramesti, S. (2014, Oktober 7). Retrieved Maret 27, 2015, from
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt542f9da05dba4/seluk-beluk-dan-proses-pencabutan-
undang-undang

Você também pode gostar