KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 BAB II ISI ........................................................................................................ 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan ................................................................ 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949 .......................................... 2.2.1 Lembaga – lembaga Negara menurut UUD 1945 ............................. 2.2.2 Hubungan antar Lembaga Negara ..................................................... 2.2.3 Efektifitas Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan .......................... 2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan ............................ BAB III PENUTUP ......................................................................................... 3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 3.2 Kritik dan Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak dikumandangkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh wakil-wakil bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan titik awal dari negara Indonesia yang menghendaki dan melaksanakan sebagai suatu negara yang berdaulat, bangsa yang merdeka dan pembentukan masyarakat yang bebas menentukan kemauan negaranya sendiri. Proklamasi sebagai sumber hukum formil adalah konsisten dengan doktrin proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi dasar berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 yang berlaku pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus 1945. Setelah ditetapkan dan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI, pada tanggal 18 Agustus 1945, mulai saat itu berlakulah UUD tersebut sebagai UUD Negara Republik Indonesia. Maka mulai pada saat itu penyelenggaraan negara akan didasarkan kepada ketentuan-ketentuan menurut UUD ini. Pada tanggal yang sama, PPKI mengadakan sidangnya dan menetapkan: a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 b. Undang-Undang Dasar 1945 c. Memilih Ir. Sukarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 22 Agustus 1945 rapat PPKI dilanjutkan dengan tiga putusan persoalan pokok yang sudah dibahas dalam rapat-rapat sebelumnya, yakni pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia dan Badan Keamanan. Sistem pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan adalah sistem Presidensial sesuai dengan pasal IV aturan peralihan sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA yang memegang kekuasaan eksekutif dan tugas MPR, DPR dan DPA adalah Presiden dibantu dengan komite nasional. Dengan itu dapat disimpulkan bahwa presiden memegang kekuasaan tertinggi tunggal. Dasar hukum sistem pemerintahan Indonesia periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 adalah UUD 1945, tetapi belum bisa dijalankan secara murni dan konsekuen, karena bangsa Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya. Walaupun UUD 1945 telah dilakukan, yang dapat dibentuk baru Presiden,Wakil presiden serta menteri, dan para Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Aturan peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa untuk pertama kalinya Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh PPKI. Jadi, tidaklah menyalahi apabila MPR/ DPR RI belum dimanfaatkan karena pemilihan umum belum diselenggarakan. Lembaga-lembaga tinggi negara lain yang disebutkan dalam UUD 1945 belum dapat diwujudkan sehubungan dengan keadaan darurat. Jadi sebelum MPR, DPR, DPA, BPK dan MA terbentuk segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh Komite Nasional. Hanya saja waktu itu aparat pemerintah penuh dengan jiwa pengabdian. BAB II ISI
2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi: a. Presidensial b. Parlementer c. Semi presidensial d. Komunis e. Demokrasi liberal f. Liberal Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat di mana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama- lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi di mana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktekan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d. 1949 2.2.1 Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Lembaga-lembaga negara pada awal kemerdekaan di antaranya: a. Presiden b. Wakil Presiden c. KNIP Setelah PPKI rapat pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan pembahasan masalah rancangan pembukaan dan undang-undang dasar yang telah disiapkan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, berhasil dibahas dalam tempo kurang dari dua jam, disepakati bersama rancangan Pembukaan dan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sidang diskors pada pukul 12.50, dan akan dimulai lagi pukul 13.15. Sebelum meningkat ke acara baru, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden, Soekarno minta agar disahkan Pasal Peralihan III Aturan Peralihan. Kemudian Oto Iskandar Dinata mengusulkan agar pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan dengan aklamasi. Ia mengajukan Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden. Semua hadirin menerima dengan aklamasi sambil menyanyikan Indonesia Raya. Komite Nasional Indonesia akan dibentuk di tingkat pusat dan tingkat daerah. Tujuan komite, seperti dijelaskan Presiden Soekarno, antara lain mempersatukan semua lapisan dan bidang pekerjaan agar tercapai solidaritas dan kesatuan nasional yang erat dan utuh, membantu menentramkan rakyat dan melindungi keamanan serta membantu para pemimpin untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Di tingkat pusat, pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat ( KNIP) diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1945. Anggotanya berjumlah 137 orang, dan Mr. Kasman Singodimedjo diangkat sebagai ketua dibantu oleh tiga wakil ketua, yakni Sutardjo Kartohadikusumo (Wakil Ketua I), Mr. Johannes Latuharhary (Wakil Ketua II), dan Adam Malik (Wakil Ketua III). Dengan terbentuknya KNIP, tugas PPKI pun berakhir. Pembentukan KNIP dengan cepat diikuti oleh pembentukan KNI Daerah (KNID). Sejak awal September 1945 sudah terbentuk di berbagai daerah dari tingkat keresidenan sampai tingkat desa. Dalam Pasal IV Aturan Peralihan UUD’45 disebutkan bahwa Komite Nasional adalah sebuah badan yang bertugas membantu presiden menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA sebelum lembaga-lembaga tersebut terbentuk. Berarti KNIP hanya merupakan lembaga pembantu eksekutif. Pada tanggal 7 Oktober 1945 kelompok pemuda dalam KNIP mengajukan petisi yang ditandatangani oleh lima puluh orang kepada Presiden Soekarno agar KNIP diberi wewenang legislatif. Berdasarkan petisi itu, pada tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden Hatta mengeluarkan Maklumat No. X (baca:eks, bukan sepuluh) yang menyatakan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diberi kekuasaan legislatif dan ikut serta menentukan garis-garis besar haluan negara. Dinyatakan pula bahwa tugas sehari-hari KNIP dijalankan oleh Badan Pekerja KNIP (BP KNIP). 2.2.2 Hubungan Antar Lembaga Negara Hubungan antara lembaga-lembaga negara yang meliputi presiden, wakil presiden dan KNIP adalah presiden sebagai kepala negara dan penyelenggara pemerintahan atau lembaga eksekutif dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintah dibantu oleh KNIP, jadi KNIP bertindak sebagai pembantu lembaga eksekutif. Namun pada tanggal 7 Oktober 1945 kelompok pemuda dalam KNIP mengajukan petisi yang ditandatangani oleh lima puluh orang kepada Presiden Soekarno agar KNIP diberi wewenang legislatif. Peran wakil presiden tidak hanya konco wingking untuk presiden, tetapi juga diberi wewenang untuk mengeluarkan suatu kebijakan , terbukti wakil presiden pada tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden Hatta mengeluarkan Maklumat No. X. 2.2.3 Efektivitas Pelaksanaan Sistem Pemerintah Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan awal kemerdekaan periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 terjadi pergantian dari sistem presidensial menjadi parlementer. Hal ini tidak menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945 karena nyatanya tidak ada pasal ataupun ayat yang menyatakan bahwa penyelenggara pemerintahan harus presiden. Maka hal ini dimanfaatkan pemerintah pada waktu itu untuk mengatasi situasi genting seperti pertempuran di berbagai daerah yang dilakukan oleh Sekutu. Perdana menteri dipimpin oleh Sutan Syahrir karena beliau pandai diplomatik, intelektual dan sosialis, sehingga memungkinkan untuk berdiplomasi dengan Belanda mengenai pengakuan kedaulatan. Pada awal kemerdekaan lembaga negara yang ada belum selengkap dengan apa yang tertuang dalam UUD 1945, maka dapat dikatakan penyelenggaraan pemerintahan belum efektif karena belum ada yang pembagian kekuasaan secara formal dan belum ada check and balance. 2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Kelebihan: - Indonesia menganut konsep distributif of power atau adanya pembagian kekuasaan Negara. - Muncul kehidupan demokrasi multi partai. Partai politik sebagai sarana untuk penyaluran aspirasi dan paham yang berkembang di masyarakat - Berhasil meletakan dan membangun dasar kehidupan negara secara konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Kekurangan: - Karena menggunakan sistem parlementer, Sistem pemerintahan tidak dapat bekerja sama dengan baik akibat adanya persaingan kedudukan Antara kabinet dan parlemen (KNIP) sehingga sering terjadi pergantian kabinet. - Belum terbentuk alat-alat perlengkapan negara. Negara Indonesia yang baru merdeka belum sepenuhnya dapat memenuhi keperluan Negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. - Adanya praktek ketatanegaraan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: a. Berubahnya fungsi komite nasional dari pembantu presiden menjadi badan yang di serahi kekuasaan legislative (seharusnya DPR), ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (sesungguhnya kewenangan MPR). Keputusan ini berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. b. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi parlementer berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden.
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Berbagai Daerah
Pertempuran Surabaya (10 November 1945)
Pertempuran di surabya melawan pasukan sekutu tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945. Para pemuda Indonesia berhasil memiliki senjata dengan cara merampas dari tentara Jepang yang dinyatakan kalah perang. Namun pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jendral A.W.S Mallaby mendarat di Surabaya. Dengan tujuan melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran sekutu. Kemudian di adakan pertemuan antara Brigadir Jendral A.W.S Mallaby dengan wakil-wakil pemeerintah RI dan berhasil mencapai suatu kesepakatan yaitu : Inggris berjanji bahwa diantara mereka tidak terdapat angkatan perag belanda. Disetujuinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentrama. Akan segera dibentuk kontak biro sehingga kerja sama dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Inggris akan hanya melucuti senjata jepang saja.
Pihak Republik Indonesia akhirnya memperkenankan tentara inggris memasuki
kota dengan suatu syarat bahwa hanya objek yang sesuai dengan tugasnya saja yang dapat diduduki, seperti kamp-kamp tawanan perang. Pada tanggal 27 Oktober 1945 puku l 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamphlet- pamflet yang beisi perintah agar agar rakyat jawa tmur menyerahkan senjata yang di rampas dari jepang, dan sikap itu menghilangkan kepercayaan pemerintah republic Indonesia terhadap pihak Inggris. Pada tanggal 27 Oktober 1945, terjad kontak senjata yang pertama antara pasukan Indonesia dengan pasukan inggris. Kontak senjata itu meluas, sehingga terjadi pertempuan pada tanggal 28,29, dan 30 Oktober 1945. Dalam pertempuran itu, pasuan sekutu deapat di pukul mundur dan bahkan hampir dapat di hancurkan oleh pasukan Indonesia. Pimpinan pasuka Sekutu Brigadir Jendral A.S.W Mallaby berhasil ditawan oleh para pemuda Indonesia. Pada tanggal 30 Oktober 1945, Bug Karno, Bung Hatta dan Amir Syarifuddin dating ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan itu. Perdamaian berhasil dicapai dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Akan tetapi setelah Bug Karno, Bung Hatta dan Amir Syarifuddin kembali ke Jakarta, pertempuran tidak dapat dielakan lagi dan menyebabkan terbunuhnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby. Pasukan inggris kemudian mendatagkan bala bantua dari Divisi V dipimpin Mayor Jendrl Mansergh dengan 24.000 anak buahnya mendarat di Surabaya. Tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan Ultimatum yang berisi ancaman, namun Ultimatum itu ternyata tidak ditaati. Pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran yang sangat dahsyat.
Pertempuran Ambarawa – Magelang
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November 1945 dan berkhir tanggal 15 Desember 1945. Pertempuran itu terjadi antara pasukan TKR bersama rakyat Indonesia melawan pasukan sekutu-Inggris. Peristiwa ini berlatar belakang insiden di Magelang sesudah mendarat Brigade Artileri dari Devisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di kota Magelang yang berkembang menjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Skutu- Inggris dan NICA (Nederland Insidische Civil Administation). Insiden itu berhenti setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jendral Bethell dating ke Magelang tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang di tuangkan dalam 12 pasal. Naskah persetujuan itu diantaranya berisi : Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan mengurus APWI (Allied Prisoners War and Internees atau Tawanan Perang dan Interniran Sekutu). Jumlah pasukan Sekutu dibatasi dengan keperluan itu. Jalan Ambarawa-Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia-Sekutu. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawahnya. Pihak sekutu ternyata mengingkari janjinya. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah piminan Mayor Sumarto dan terntara Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan sekutu yang berad di Magelang ditarik ke Ambarawa. Namun pada tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar di sekitar Ambarawa. Pertempuran di Ambrwa ini mempunyai arti penting karena karena letaknya sangat strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka dapat mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah yaitu Surakarta, Magelangang, dan teruama Yogyakarta yang menjadi pusat kedudukan Markas Tertinggi TKR.
Pertemuan Medan Area
Pada tanggal 9 November 1945, pasukan sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara yang di ikuti oleh pasukan NICA. Pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dengan pimpina Achad Tahir. Selanjutnya diadaka pemanggilan bekas Giyugun dan Heiho ke Sumatera timur. Disamping TKR, dibentuk juga badan-badan perjuangan yang sejak tanggal 15 Oktober 1945 menjadi pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur kemudian berganti nema menjadi Pesindo. Pada tanggal 10 Agustus 1946, diselanggarak pertemuan di Tebing Tinngi antara para komando pasukan yang berjuang di Medan yang memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Medan Area. Komando resimen itu terdiri atas empat sector, dan setiap sektor dibagi atas empat subsektor. Tiap sektor berkekuatan satu batalyon. Markas Komando Resimen berkedudukan di sudi Mengerti, Trepes. Dibawah komando itulah mereka meneruskan perjuangannya.
Bandung Lautan Api
Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak pertengahan Oktober 1945. Menjelang November 1945, Pasukan NICA melakukan aksi terror di Bandung. Masuknya tentara sekutu, (Inggris dan Gurkha) dimanfaatkan NICA untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Namun semangat juang rakyat dan para pemuda Bandung tetap berkobar. Pertempuran besar dan kecil berlangsung terus di kota Bandung untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang baru didirikan. Untuk meredakan ketegangan diadakan perundingan antara pihak RI dengan sekutu/NICA. Akhirnya, Bandung dibagi menjadi dua bagian. Pasukan sekutu menduduki wilayah Bandung bagian utara, sedangkan Indonesia memperoleh bagian selatan. Dalam situasi yang sedang memanas tersebut, bendungan Sungai Cikapundung jebol dan menyebabkan banjir besardalam kota. Meskipun pihak Indonesia telah mengosongkan Bandung Utara, tapi sekutu menuntut pengosongan sejauh 11 km. Hal itu menyebabkan rakyat membumihanguskan segenap penjuru Bandung selatan. Bandung terbakar hebat dari batas timur Cicadas sampai batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduknya mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946. Meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api. Sementara itu benteng NICA di Dayeuh Kolot, Bandung Selatan di kepung oleh para pejuang Bandung. Kemudian muncuk pemuda bernama Muhamad Toha yang berjibaku untuk menghancurkan gudang mesiu dengan membawa alat peledak. Gudang Mesiu milik NICA itu hancur dan Toha gugur dalam menunaikan tugasnya. Peristiwa itu difilmkan dengan judul “Toha Pahlawan Bandung Selatan” .
Peristiwa Merah Putih di Manado
Peristiwa merah putih terjadi pada tanggal 14 Februari 1946 di Manado. Para pemuda tergabung dalam pasukan KNIL Komprni VII bersama lascar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan di Menado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Februari 1946 mereka mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Menado telah berada di tangan bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan RI, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama “Pasukan Pemuda Indonesia” yang dipimpin oleh Mayor Waisan. Bendera merah putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi. Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuanagan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari RI. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946, Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua).
Pertempuran Margarana (20 November 1946)
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946, lebih kurang 2000 tentara Belanda mendarat di Pulau Bali. Diikuti oleh tokoh-tokoh Bali yang pro terhadap Belanda. Ketika Belanda mendarat di Pulau Bali, pimpinan Laskar Bali, Letnan Kolonel I Dusti Ngurah Rai, sedang meghadap ke Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta. Ketika kembali dari Yogyakarta I gusti Ngurah Rai menemukan pasukannya porak- poranda akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda. I Gusti Ngurah Rai terus berusaha untuk mempersatukan kembali bekerja sama denga pihak Belanda . Namun, ajakannya itu ditolaknya. Penolakan itu terlihat dari isi surat balasannya kepada Belana. Ngurah RAi menyatakan bahwa “Bali bukan tempat untuk perundingan dab perundingan merupakan hak dari pemimpin kami di pusat”. Disamping itu Ngurah Rai juga menyatakan bahwa “Pulau Bali bergolak karena kedatangan pasukan Belanda. Apabila menginginkan pulau Bali aman dan damai, Belanda harus angkat kaki dari pulau Bali”. Setelah berhasil menghimpun dan mempersatukan kembali pasukannya, pada tanggal 18 November 1946, Ngurah Rai bersama pasukannya melakukan serangan terhadap Markas Belanda yang ada di kota Tabanan dan ia menang. Setelah kemenangannya itu, pasukan Ngurah Rai mundur k arah utara dan memusatkan markasnya do desa Margarana. Oleh karena mengalami kekalahan pada tanggal 20 November 1946 Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya yang ada di pulau Bali dan Lombok untuk mengepung Bali. Daerah Margarana diserang dengan tiba-tiba sehingga terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu, Ngurah Rai menyerukan perang puputan (perang habis-habisan) dan Ngurah Rai beserta pasukannya gugur. Perang itu dikenal Perang Puputan Margarana. Dan setiap tanggal 20 November, diperingati sebagai Hari Pahlawan Margarana. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sejak PPKI memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden maka Indonesia sempurna menjadi Negara Republik Indonesia. Menurut penjelasan UUD 1945 salah satunya menerangkan bahwa Presiden sebagai penyelenggara pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka dapat diketahui bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Setelah keluar maklumat wakil presiden tanggal 14 November 1945, sistem pemerintahan beralih menjadi sistem parlementer dan Sutan Syahrir sebagai perdana menterinya. Sistem pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan adalah sistem presidensial sesuai dengan pasal IV aturan peralihan sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA yang memegang kekuasaan eksekutif dan tugas MPR, DPR dan DPA adalah Presiden dibantu oleh Komite Nasional. Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara masih terdiri dari presiden, wakil presiden dan komite nasional. Presiden sebagai kepala negara dan penyelenggara pemerintahan dibantu oleh KNIP. Wakil presiden tidak hanya konco wingking bagi presiden tetapi juga diberi wewenang untuk membuat kebijakan. Pada awal kemerdekaan lembaga negara yang ada belum selengkap dengan apa yang tertuang dalam UUD 1945, maka dapat dikatakan penyelenggaraan pemerintahan belum efektif karena belum ada yang pembagian kekuasaan secara formal dan belum ada check and balance. DAFTAR PUSTAKA Busroh, Abu Daud. 1989. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia. Jakarta : Bina Aksara.
Kansil, CST. 1985. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press.