Você está na página 1de 31

KOMUNITAS I

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK PADA LANSIA

Oleh:
KELOMPOK 10
B10-A:

1. I KETUT AGUS SUASTAWA (173222780)


2. MADE DWI WIRA ADI ANTARI (173222788)
3. NI MADE CINTIA PRATIWI (173222794)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakies”, dalam bahasa Inggris
“Cataract”, dan dalam bahasa Latin “Cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas,
2005).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat
juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang.
Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan
mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.

B. Etiologi Katarak
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau
akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami
katarak. Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan
penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,

2
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
1. Faktor keturunan.
2. Cacat bawaan sejak lahir.
3. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
4. Gangguan pertumbuhan.
5. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
6. Rokok dan Alkohol.
7. Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
8. Proses degeneratif (Katarak Senilis).
9. Penyakit mata lain (Uveitis).
10. Penyakit sistemik (DM).
11. Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus
prenatal, seperti German Measles).
12. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap
sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.

C. EPIDEMOLOGI / INSIDEN KASUS


Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-
laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.
Penyakit katarak tidak menimbulkan gejala rasa sakit tetapi dapat menggangu
penglihatan dari penglihatan kabur sampai menjadi buta. penyakit katarak di Indonesia
banyak terjadi pada umur di atas 40 tahun padahal sebagai penyakit yang degeneratif buta
katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (SKRT-SURKESNAS, 2001).
Salah satu teori menyatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia.

3
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki
dekade ke tujuh (Brunner & Suddarth, KMB vol 3).
Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan prevalensi buta katarak
0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5% pertahun. Walaupun katarak merupakan penyakit
usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami penduduk indonesia pada usia 40-
50 tahun (Badan Biro Statistik BPS 2004). Sedangkan di daerah maju seperti Amerika
Serikat (AS), Inggris, dan Jepang, kasus katarak terjadi pada orang berusia 60 tahun.
Artinya orang Indonesia lebih awal megidap katarak.

D. Patofisiologi Katarak
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat

4
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2002).

E. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus
pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan
langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari
(Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.

INSIPIENS MATUR IMATUR HIPERMATUR


KEKERUHAN Ringan Sebagian Seluruh Masif
CAIRAN Normal Bertambah Normal Berkurang
LENSA
IRIS Normal Terdorong Normal Tremulans
BILIK MATA Normal Dangkal Normal Dalam
DEPAN

5
SUDUT BILIK Normal Sempit Normal Terbuka
MATA
SHADOW Negative Postitif Negative Pseudopositif
TEST
PENYULIT - Glaucoma - Uveitis,
Glaukoma

F. Klasifikasi Katarak
Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak
katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat
faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-
sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan
obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan

6
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak bilateral
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam
bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik
yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan
palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat
normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan
shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga
pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus
examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.
1. Retinometri adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang
turun itu disebabkan katarak atau tidak.
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit
4. Oftalmoskopis yaitu dengan melihat refleks merah didalam manik mata atau pupil.
Apabila tidak ada katarak maka akan terlihat reflek merah padda pupil yang
merupakan reflek retina yang terlihat melalui pupil. Bila terdapat katarak atau
kekeruhan padat pada pupil maka refleks merah ini tidak akan terlihat.
5. A-Scan ultrasound (Echography)
6. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi.

7
H. Penatalaksanaan
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak
dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dikaitkan
dengan tugas sehari-hari penderita. Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah
katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular
atau ekstrakapsular :
1. Ekstraksi intrakapsular (ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan dan
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya retina).
2. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata,
sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat
dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil
kalau kapsul bagian belakang utuh.
3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi
Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik
untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.
4. Small Incision Catarac Sustruction (SICS)
Teknik operasi katarak dengan menggunakan metode SICS memerlukan dua sayatan
kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa mata keruh dan memasangkan lensa
intraokular buatan.
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian
lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata
dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien
dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah
sakit.
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea
(maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga
pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat katarak pada

8
mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan
refraktif pada kedua mata.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah
sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata
untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intraokular yang
dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.

I. Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi
saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah
satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah
sebagai berikut.
1. Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi,
yang mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari
0,3%). Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam
pengelihatan (biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel
darah putih di bilik anterior.
4. Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme
kornea.

9
5. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous.
Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan
yang berat.
6. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat
komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan
setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya.
Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8. Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas
dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau
infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.

10
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA NY. “WS” DENGAN KATARAK
DI BR. GUMICIK, DS. KETEWEL, KEC. SUKAWATI, GIANYAR
TANGGAL 5-7 MARET 2018

I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS/DATA BIOGRAFIS KLIEN
1. Nama : Ny. WS
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat Tanggal Lahir : Ketewel, 24 Desember 1943
4. Umur : 75 tahun
5. Agama : Hindu
6. Status Perkawinan : Kawin
7. Pekerjaan : Tidak bekerja
8. Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah
9. Alamat Rumah : Jl. Raya Ketewel, Br. Gumicik, Ds.
Ketewel, Kec. Sukawati, Gianyar
10. Orang yang dekat dihubungi : “Tn. KP”
11. Hubungan dengan klien : Anak

B. KELUHAN UTAMA
Pada saat pengkajian, Ny. WS mengeluh pusing dan penglihatannya kabur.

C. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Ny. WS mengatakan penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang
lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang Ny. WS
merasa silau saat melihat cahaya. Ny. WS juga mengalami kesulitan melihat pada
jarak jauh dan pada malam hari.

D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


Ny. WS memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih
5 tahun yang lalu. Ny. WS hanya minum susu diabetasol untuk mengatasi penyakit
DM yang ia derita. Ny. WS belum pernah mendapat imunisasi karena saat anak-anak
belum terdapat program imunisasi. Ny. WS tidak memiliki alergi terhadap obat-
obatan maupun makanan.

11
E. GENOGRAM

Keterangan :
= meninggal

= laki-laki masih hidup


= perempuan masih hidup
= Ny. WS
= tinggal serumah

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ny. WS merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu Ny. WS memiliki riwayat
DM sama seperti yang dialami oleh Ny. WS. Suami Ny. WS memiliki riwayat
hipertensi. Anak pertama Ny. WS meninggal saat masih berumur 7 tahun karena
demam. Adik Ny. WS yang masih 1 desa dengan Ny. WS memiliki riwayat katarak.

G. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Pekerjaan saat ini : saat ini Ny. WS tidak bekerja
2. Alamat pekerjaan : saat ini Ny. WS tidak bekerja
3. Berapa jarak dari rumah : saat ini Ny. WS tidak bekerja
4. Alat transportasi : saat ini Ny. WS tidak bekerja
5. Pekerjaan sebelumnya : petani garam.

12
6. Berapa jarak dari rumah : < 1 km
7. Alat transportasi : jalan kaki
8. Sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan
Saat ini kebutuhan Ny. WS dipenuhi oleh anak laki-lakinya (Tn. KP) dan
sesekali mendapatkan penghasilan dari membuat banten. Ny. WS mengatakan
bahwa kebutuhannya telah terpenuhi.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


1. Type tempat tinggal
Ny. WS tinggal di rumah permanen dengan luas 800 m2
2. Kamar
Ny. WS memiliki 3 kamar tidur, 1 balai dan 1 kamar untuk barang-barang
3. Kondisi tempat tinggal
Kondisi tempat tinggal Ny. WS bersih dengan ventilasi cukup dan tata ruang
bagus dengan setiap bangunan memiliki tangga
4. Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah adalah 7 orang.
5. Derajat privasi
Ny. WS memiliki 1 kamar tidur untuk beristirahat dengan luas 4x3 m2.
6. Tetangga terdekat
Saat ini tetangga terdekat Ny. WS adalah anak Ny. WS sendiri yang berada di
depan rumah Ny. WS.
7. Alamat dan telepon : -

I. RIWAYAT REKREASI
1. Hobbi/minat
Ny. WS mengatakan suka jalan-jalan ke pantai setiap sore hari.
2. Keanggotaan dalam organisasi
Ny. WS mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan organisasi apapun.
3. Liburan/perjalanan
Ny. WS mengatakan setiap liburan biasa jalan-jalan ke pantai.

J. SISTEM PENDUKUNG
1. Perawat/bidan/dokter/fisioterapi

13
Pada saat sakit Ny. WS biasa memeriksakan dirinya ke dokter yang jaraknya
dekat dengan rumah
2. Jarak dari rumah : > 1 km
3. Rumah sakit : RS Premagana, jaraknya > 5 km
4. Klinik :-
5. Pelayanan kesehatan di rumah
Ny. WS mengatakan tidak memiliki pelayanan kesehatan untuk di rumahnya
6. Makanan yang dihantarkan
Ny. WS mengatakan lebih sering mengambil makanan sendiri di dapur. Ny. WS
makan 3 kali sehari dengan porsi 1 piring habis. Pasien makan dengan menu
nasi+sayur+daging.
7. Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga
Ny. WS mengatakan rutin minum susu diabetasol untuk mengatasi riwayat
penyakit DM. Ny. WS
8. Kondisi lingkungan rumah
Kondisi lingkungan rumah Ny. WS cukup tenang dan bersih, dan kamar Ny.
WS memiliki beberapa anak tangga sehingga meningkatkan risiko jatuh pada
lansia. Dilihat dari demografinya, tempat tinggal Ny. WS dekat dengan pantai
yang sebagian besar pekerjaannya sebagai nelayan, petani garam maupun
pengumpul batu. Penyakit yang banyak diderita tetangga Ny. WS adalah
hipertensi dan katarak.
9. Lain-lain : tidak ada

K. SPIRITUAL/KULTURAL
1. Pelaksanaan ibadah
Ny. WS mengatakan biasa beribadah di merajan (menghaturkan canang) 1x
sehari, dan di pura desa jika ada odalan.
2. Keyakinan tentang kesehatan
Ny. WS mengatakan lebih mengutamakan pelayanan kesehatan dari pada
balian. Ny. WS meyakini bahwa penyakit yang ia alami murni karena medis
bukan ilmu gaib.

14
L. PEMERIKSAAN FISIK
Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum : Ny. WS tampak bersih
2. Tingkat kesadaran : Compos mentis
3. Glasgow Coma Scale : E4V5M6
4. Tanda-Tanda Vital
a. Suhu : 36,4oC
b. Nadi : 84 x/menit
c. Tekanan darah : 110/70 mmHg
d. Pernafasan : 20x/menit
5. Tinggi badan : 46 cm (Tinggi lutut)
6. Berat badan : 152 cm
7. IMT : 19,04 kategori berat badan normal
8. Sistem Kardiovaskuler
Jantung : S1 dan S2 tunggal regular, suhu akral hangat
9. Sistem Pernafasan
Paru-paru : Bentuk simetris, vesikuler +/+, wheezing -/-, Ronchi -/-
10. Sistem Integument
Lemak subkutan menyusut, kulit kering dan tipis
11. Sistem Persepsi Sensori
a. Penglihatan
Mata tampak simetris, pertumbuhan alis merata, bentuk bola mata simetris
dan sedikit menonjol, konjungtiva merah muda, pupil isokor, massa tidak
ada, nyeri tekan (-), pupil mata tampak berwarna keputihan, katarak (+)
b. Pendengaran
Bentuk simetris, nyeri tekan (-), lesi (-), serumen (-), pendengaran sedikit
berkurang
c. Hidung, Pembau
Bentuk simetris, sekret (-), nyeri tekan (-), lesi (-), penciuman baik.
12. Sistem Perkemihan
Frekuensi kencing ± 5 kali sehari, warna kuning dan bau khas urine
13. Sistem Musculoskeletal
Ekstremitas atas dan bawah : bentuk simetris, elastisitas menurun, nyeri tekan
(-), lesi (-), pergerakan optimal pada tangan, dan terbatas pada kaki

15
14. Sistem Endokrin
Leher : Bentuk simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba
bendungan vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjar limfa, nyeri tekan
(-), lesi (-)
15. Sistem Gastrointestinal
Absorpsi saluran cerna berkurang, bising usus 18 x/menit, daya pengecap
berkurang, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)
16. Sistem Reproduksi
Payudara mulai mengendur, menopause (+)
17. Sistem Neurosensori
Respon melambat

M. PENGKAJIAN FUNGSIONAL
MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS
Item yang
NO Skor Nilai
dinilai
1 Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega,
2
dan lain-lain
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tergantung dengan orang lain
1
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, 1
dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung dengan orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (missal mengancing baju) 2
2 = Mandiri
5 Buang air 0= Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
kecil terkontrol
2
(Bladder) 1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)

16
6 Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
besar (Bowel) 1 = Kadang inkotinensia (sekali seminggu) 1
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
2
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang 3
3= Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10 Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
2 = Mandiri
Jumlah 17
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

N. PENGKAJIAN KOGNITIF
1. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status Questioner
(SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban

17
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10
pertanyaan

Skore No Pertanyaan Jawaban


+ -
 1 Tanggal berapa hari ini? Tanggal 5
 2 Hari apa sekarang? Senin
 3 Apa nama tempat ini? Gumicik
 4 Berapa nomor telepon Anda? Tidak punya
Dimana alamat Anda? Di banjar Gumicik,
(tanyakan bila tidak memiliki telepon) Ds. Ketewel, Kec.
Sukawati, Gianyar
 5 Berapa umur Anda? Tidak ingat
 6 Kapan Anda lahir? Tidak ingat
 7 Siapa Presiden Indonesia sekarang? Tidak tahu
 8 Siapa Presiden sebelumnya? Tidak tahu
 9 Siapa nama Ibu Anda? Gadra
 10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu Tidak bisa
seterusnya sampai bilangan terkecil)
5 5 Jumlah
Kesalahan 5-7: Kerusakan Intelektual Sedang

O. PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL


Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
Ny. WS mengatakan tidak mengalami kesulitan tidur. Ny. WS mengatakan
biasa tidur malam dari pukul 21.00-06.00 WITA, Ny. WS mengatakan
pada siang hari biasa beristirahat selama ± 1 jam.
b.Apakah klien sering merasa gelisah?
Ny. WS mengatakan tidak merasa gelisah.
c. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
Ny. WS mengatakan tidak sering murung dan menangis sendiri
d.Apakah klien sering was-was atau khawatir?

18
Ny. WS mengatakan merasa was-was atau khawatir dengan
penglihatannya yang kabur

Pertanyaan tahap 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
Ya
b. Ada atau banyak pikiran?
Tidak
c. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
Tidak
d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
Tidak
e. Cenderung mengurung diri?
Tidak
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya” MASALAH EMOSIONAL
POSITIF (+)

P. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Ny. WS tidak memiliki masalah dalam sosialisasi. Ny. WS rutin mengikuti posyandu
lansia yang ada di banjar.

Q. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Ny. WS beragama Hindu. Ny. WS biasa sembahyang menghaturkan canang di
merajan rumahnya setiap hari. Ny. WS meyakini setiap orang pada akhirnya akan
meninggal.

R. PENGKAJIAN DEPRESI (menggunakan Geriatric Depression Scale)

19
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan 0
kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau 0
kesenangan akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di dalam 0
hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan? 0
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang baik di 0
masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang 0
mengganggu terus menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik setiap saat? 1
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi 1
pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu? 0
10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa- 1
apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah dan gelisah? 0
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal dirumah daripada 0
keluar dan mengerjakan sesuatu?
13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa depan? 1
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini sering pelupa? 1
15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup Bapak/ Ibu sekarang ini 0
menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih dan putus asa? 0
17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini? 0
18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa lalu? 0
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini mengembirakan? 0
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk memulai kegiatan yang 1
baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh semangat? 1

20
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada 0
harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik 0
keadaanya daripada Bapak/ Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena hal- hal yang sepele? 0
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin menangis? 1
26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi? 1
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi 0
hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka berkumpul di pertemuan sosial? 0
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu membuat suatu keputusan? 1
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap mudah dalam 0
memikirkan sesuatu seperti dulu?
Jumlah 10

Ket: Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1


Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat

S. PENGKAJIAN RISIKO JATUH


1. Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)

NO LANGKAH
1 Posisi Ny. WS duduk di kursi
2 Minta Ny. WS berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali
ke kursi, ukur waktu dalam detik
Hasil: 18 detik (low to moderate risk for falling)

21
T. APGAR keluarga

NO ITEMS PENILAIAN SELALU KADANG - TIDAK


(2) KADANG PERNAH
(1) (0)
1 A: Adaptasi 
Saya puas bisa kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu apabila saya
mengalami kesulitan (adaptasi)

2 P: Partnership 
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dan mengungapkan masalah
dengan saya (hubungan)

3 G: Growth 
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas (pertumbuhan)

4 A: Afek 
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan berespons terhadap
emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai

5 R: Resolve 
Saya puas dengan cara teman atau keluarga saya dan
saya menyediakan waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan berespon

JUMLAH 10 (tidak ada disfungsi keluarga)

22
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. ANALISA DATA
DATA INTERPRETASI MASALAH
NO
(SIGN/SYMPTOM) (ETIOLOGI) (PROBLEM)
1. DS: Katarak Gangguan
a. Ny. WS mengeluh pusing dan persepsi-sensori
penglihatannya kabur Pupil seperti mutiara penglihatan
b. Ny. WS mengatakan penglihatan keabuan
kabur dirasakan sejak kurang lebih 1
tahun yang lalu. Lensa menjadi opak
c. Penglihatan kabur/tidak jelas dan
seperti ada kabut serta terkadang Ny. Penurunan ketajaman
WS merasa silau saat melihat cahaya. penglihatan
d. Ny. WS juga mengalami kesulitan
melihat pada jarak jauh dan pada Gangguan persepsi-sensori
malam hari. penglihatan

DO :
a. Pupil mata tampak berwarna keputihan
b. Barthel indeks 17 (Ketergantungan
Ringan)
c. Skor TUG 18 detik (low to moderate
risk for falling)
d. Suhu : 36,4oC
e. Nadi : 84 x/menit
f. TD : 110/70 mmHg
g. Pernafasan : 20x/menit
2. DS: Penurunan ketajaman Ansietas
a. Ny. WS mengatakan merasa was-was penglihatan
atau khawatir dengan penglihatannya
yang kabur. Pandangan
b. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih kabur/redup/berkabut
dari satu kali dalam satu bulan terutama dalam cahaya yang

23
menyilaukan/susah melihat
DO: di malam hari
a. Pupil mata tampak berwarna keputihan
b. SPMSQ kesalahan 5 (kerusakan Ansietas
intelektual sedang)
c. Suhu : 36,4oC
d. Nadi : 84 x/menit
e. TD : 110/70 mmHg
f. Pernafasan : 20x/menit
3. DS: - Penurunan ketajaman Risiko Cedera
penglihatan
DO: -
Sulit mengenali benda-
benda sekitar

Risiko cedera

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi-sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera ditandai dengan Ny. WS mengeluh pusing dan
penglihatannya kabur, Ny. WS mengatakan penglihatan kabur dirasakan sejak
kurang lebih 1 tahun yang lalu, penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut
serta terkadang Ny. WS merasa silau saat melihat cahaya., Ny. WS juga mengalami
kesulitan melihat pada jarak jauh dan pada malam hari, pupil mata tampak berwarna
keputihan, barthel indeks 17 (Ketergantungan Ringan), skor TUG 18 detik (low to
moderate risk for falling), suhu: 36,4oC, nadi: 84 x/menit, TD: 110/70 mmHg,
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan Ny. WS
mengatakan merasa was-was atau khawatir dengan penglihatannya yang kabur,
keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan, pupil mata
tampak berwarna keputihan, SPMSQ kesalahan 5 (kerusakan intelektual sedang),
suhu: 36,4oC, nadi: 84 x/menit, TD: 110/70 mmHg, pernafasan: 20x/menit.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.

24
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
NO NOC NIC
Keperawatan
1. Gangguan persepsi- Setelah dilakukan Eye Care:
sensori penglihatan tindakan keperawatan a. Kaji fungsi penglihatan klien
berhubungan dengan selama 3 x 45 menit, b. Jaga kebersihan mata
gangguan penerimaan diharapakan gangguan c. Monitor penglihatan mata
sensori/status organ persepsi sensori teratasi d. Monitor tanda dan gejala
indera dengan kriteria hasil: kelainan penglihatan
1. Menunjukan tanda e. Monitor fungsi lapang pandang,
dan gejala persepsi penglihatan, visus klien
dan sensori baik: f. Observasi vital sign
penglihatan baik.
2. Mampu
mengungkapkan
fungsi persepsi dan
sensori dengan tepat
2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Anxiety Reduction
dengan perubahan tindakan keperawatan a. Gunakan pendekatan yang
status kesehatan selama 3 x 45 menit, menenangkan
diharapakan ansietas b. Nyatakan dengan jelas harapan
teratasi dengan kriteria terhadap pelaku pasien
hasil: c. Berikan informasi faktual
1. Klien mampu mengenai diagnosis, tindakan
mengidentifikasi prognosis
dan d. Libatkan keluarga untuk
mengungkapkan mendampingi klien
gejala cemas. e. Instruksikan pada pasien untuk
2. Mengidentifikasi, menggunakan tehnik relaksasi
mengungkapkan seperti nafas dalam
dan menunjukkan f. Identifikasi tingkat kecemasan
tehnik untuk
mengontol cemas.

25
3. Vital sign dalam g. Dorong pasien untuk
batas normal (TD: mengungkapkan perasaan,
120/70 mmHg, N : ketakutan, persepsi
60-100 x/mnt, S: h. Observasi vital sign
36,50C, R: 20
x/mnt)
4. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivfitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
3. Risiko cedera Setelah dilakukan Environment Management
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Sediakan lingkungan yang aman
penurunan ketajaman selama 3 x 45 menit, untuk pasien
penglihatan diharapakan risiko b. Identifikasi kebutuhan
cedera tidak terjadi keamanan pasien, sesuai dengan
dengan kriteria hasil: kondisi fisik dan fungsi kognitif
1. Klien terbebas dari pasien dan riwayat penyakit
cedera terdahulu pasien
2. Klien mampu c. Menghindarkan lingkungan
menjelaskan yang berbahaya (misalnya
cara/metode untuk memindahkan perabotan)
mencegah d. Memasang side rail tempat tidur
injury/cedera e. Menyediakan tempat tidur yang
3. Klien mampu nyaman dan bersih
menjelaskan faktor f. Menempatkan saklar lampu
resiko dari ditempat yang mudah dijangkau
lingkungan/perilaku pasien.
personal g. Menganjurkan keluarga untuk
4. Mampu menemani pasien.
memodifikasi gaya

26
hidup untuk h. Mengontrol lingkungan dari
mencegah injury kebisingan
5. Menggunakan i. Memindahkan barang-barang
fasilitas kesehatan yang dapat membahayakan
yang ada j. Berikan penjelasan pada pasien
6. Mampu mengenali dan keluarga atau pengunjung
perubahan status adanya perubahan status
kesehatan kesehatan dan penyebab
penyakit.

IV. IMPLEMENTASI
Hari/tanggal/jam No. Tindakan Evaluasi Paraf
Dx Keperawatan
Senin, 5 Maret 1,2,3 Membina hubungan Ny. WS tampak senang dan
2018 saling percaya menerima kehadiran
Pukul 08.00 wita perawat di rumahnya
Pukul 08.05 wita 1 Mengkaji fungsi Ny. WS mengeluh pusing
penglihatan klien dan penglihatannya kabur.
Dari hasil pemeriksaan
pupil mata pasien tampak
berwarna keputihan (katarak
(+))
Pukul 08.20 wita 2 Menggunakan Ny. WS tampak tenang dan
pendekatan yang terbuka menceritakan
menenangkan masalah kesehatannya
Pukul 08.27 wita 2 Mendorong pasien untuk Ny. WS merasa khawatir
mengungkapkan terhadap penglihatannya
perasaan, ketakutan, yang mulai kabur
persepsi
Pukul 08.30 wita 2 Menyatakan dengan Ny. WS berharap
jelas harapan terhadap penyakitnya dapat
pelaku pasien disembuhkan

27
Pukul 08.33 wita 2 Mengidentifikasi tingkat Ny. WS tidak menunjukkan
kecemasan masalah depresi hanya saja
masalah emosional Ny. WS
positif
Pukul 08.35 wita 3 Menyediakan Tampak di rumah Ny. WS
lingkungan yang aman terdapat beberapa anak
untuk pasien tangga yang dapat
meningkatkan risiko jatuh
pada lansia
Pukul 08.40 wita 3 Mengidentifikasi Pasien mengatakan
kebutuhan keamanan memiliki riwayat DM
pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
Selasa, 6 Maret 1 Memonitor penglihatan Ny. WS mengatakan
2018 mata pasien penglihatannya kabur
Pukul 08.00 wita
1 Memonitor tanda dan Tidak terdapat tanda dan
gejala kelainan gejala kelainan penglihatan
penglihatan selain katarak
1 Memonitor fungsi Ny. WS tidak mampu
lapang pandang, melihat objek dalam jarak
penglihatan, visus klien jauh
Pukul 08.15 wita 2 Menginstruksikan pada Ny. WS tampak kooperatif
pasien untuk dan mampu melakukannya
menggunakan tehnik
relaksasi seperti nafas
dalam
Pukul 08.25 wita 3 Menghindarkan Lingkunga Ny. WS aman,
lingkungan yang tidak ada perabotan yang
berbahaya (misalnya berserakan

28
memindahkan
perabotan)
3 Menyediakan tempat Tampak ruang kamar Ny.
tidur yang nyaman dan WS luas dan bersih
bersih
3 Menempatkan saklar Saklar lampu mudah
lampu ditempat yang dijangkau Ny. WS
mudah dijangkau pasien.
3 Mengontrol lingkungan Jarak rumah Ny. WS
dari kebisingan dengan jalan raya jauh,
suasana rumah tampak
tenang
Pukul 08.40 wita 3 Memindahkan barang- Barang-barang di letakkan
barang yang dapat di tempat yang aman
membahayakan
Rabu, 7 Maret 1 Menjaga kebersihan Mata Ny. WS tampak bersih
2018 mata dan tidak ada kotoran mata
Pukul 08.00 wita
Pukul 08.04 wita 1 Memonitor penglihatan Ny. WS mengatakan
mata pasien penglihatannya lebih baik
tetapi masih sedikit kabur
apalagi di tempat gelap
Pukul 08.08 wita 2 Menginstruksikan pada Ny. WS mengatakan merasa
pasien untuk lebih rileks setelah
menggunakan tehnik melakukan tehnik relaksasi
relaksasi seperti nafas nafas dalam
dalam
Pukul 08.15 wita 1,2 Mengobservasi vital TD: 120/80 mmHg,
sign N: 78 x/mnt,
S: 36,50C,
R: 20 x/mnt
Pukul 08.20 wita 2,3 Memberikan informasi Ny. WS dan keluarga
factual mengenai mengatakan memahami

29
diagnosis, tindakan tentang kondisi dan
prognosis pengobatan penyakit
Katarak dan mampu
melakukan feedback
Pukul 08.40 wita 2,3 Melibatkan keluarga Tampak keluarga selalu
untuk mendampingi mendamping Ny. WS dalam
pasien setiap aktivitas

V. EVALUASI
Hari/tanggal/jam No. Evaluasi Paraf
Dx
Rabu, 7 Maret 1 S: Ny. WS mengatakan penglihatannya lebih baik
2018 tetapi masih sedikit kabur apalagi di tempat gelap
Pukul 08.45 wita O: Mata Ny. WS tampak bersih dan tidak ada kotoran
mata, TD: 120/80 mmHg, N: 78 x/mnt, S: 36,50C,
R: 20 x/mnt
A: Tujuan teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan (kaji fungsi
penglihatan klien, jaga kebersihan mata, monitor
penglihatan mata)
Rabu, 7 Maret 2 S: Ny. WS mengatakan merasa lebih rileks setelah
2018 melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
Pukul 08.45 wita O: Tampak Ny. WS lebih rileks dan segar, TD: 120/80
mmHg, N: 78 x/mnt, S: 36,50C, R: 20 x/mnt
A: Tujuan tercapai, masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien
Rabu, 7 Maret 3 S: Ny. WS dan keluarga mengatakan memahami
2018 tentang kondisi dan pengobatan penyakit Katarak
Pukul 08.45 wita dan mampu melakukan feedback
O: Tampak keluarga selalu mendamping Ny. WS
dalam setiap aktivitas
A: Tujuan tercapai
P: Pertahankan kondisi pasien

30
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapis FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarthi.
Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya
Medika.

31

Você também pode gostar