Você está na página 1de 12

LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL FIBRILASI (AF)

A. DEFINISI
Fibrilasi atrium atau AF, merupakan aritmia yang paling umum.
aritmia adalah sebuah masalah dengan kecepatan atau irama denyut
jantung. Sebuah gangguan pada sistem listrik jantung menyebabkan AF
dan jenis lain aritmia.
AF terjadi ketika cepat, sinyal-sinyal listrik tidak terorganisir dalam
dua jantung bilik yang di atas, disebut atrium, menyebabkan mereka
kontrak sangat cepat dan tidak teratur (ini disebut fibrilasi). Akibatnya,
darah kolam di atrium dan tidak dipompa sepenuhnya menjadi dua bilik
jantung lebih rendah, yang disebut ventrikel. Ketika ini terjadi, ruang jantung
atas dan bawah tidak bekerja sama sebagaimana mestinya.

B. ETIOLOGI
Atrial fibrilasi (AF) terjadi ketika sinyal-sinyal listrik bepergian melalui
jantung dilakukan normal dan menjadi tidak teratur dan sangat cepat.
Ini adalah akibat dari kerusakan sistem kelistrikan jantung.
Kerusakan ini paling sering hasil dari kondisi lain, seperti penyakit arteri
koroner atau tekanan darah tinggi, yang mempengaruhi kesehatan jantung.
Kadang-kadang, penyebab AF tidak diketahui.
Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi
lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup
waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-
paru dan tubuh.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
"berdebar" dalam dada)
2. Sesak napas
3. Kelemahan atau kesulitan berolahraga
4. Nyeri dada

1
5. Pusing atau pingsan
6. Kelelahan (kelelahan)
7. Kebingungan

D. PATOFISIOLOGI
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis
timbulnya gelombang yang menetap dariàMultiple wavelet reentry
depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial
premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel
kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di
massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium
adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium
mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat
kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam
atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang
tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi
lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.
Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium.
Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena
itu atrium tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 –
30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-
tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari
seluruh daya pompa jantung.
Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF:
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi
penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri
dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus
pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke

2
emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke
iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke
emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan
hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.
Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand (faktor
VII), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan
AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini
dipengaruhi oleh lamanya AF.

3
PATHWAY KEPERAWATAN

4
E. KOMPLIKASI
AF memiliki dua komplikasi utama - stroke dan gagal jantung.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah
mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan
pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan AF perlu
diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke
irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada
pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera
dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali
kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif
pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus
dipertimbangkan.

G. PROGNOSIS
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan
irama sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan
atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan
pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia
lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang
ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan
keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan
antikoagulan.
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih
baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan
takikardi cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF
dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada
komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung
termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.

5
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah
b. Tekanan vena jugularis
c. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
2. Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim
jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
3. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi AF),
hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia.
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow dan TEE (Trans Esophago Echocardiography) untuk
melihat trombus di atrium kiri.
6. Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama
bila laju irama ventrikel sulit dikontrol.
7. Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung.
8. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring
studi elektrofisiolagi.

6
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, Perubahan structural.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar
suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital,
adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres
pernapasan, bunyi jantung abnormal.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
perubahan menbran kapiler-alveolus.

C. RENCANA TINDAKAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan
gambaran pola EKG.
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4).
d. Penurunan keluaran urine.
e. Nadi perifer tidak teraba.
f. Kulit dingin kusam.
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan:
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung ,

7
Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam
aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi:
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder
terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

8
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar
suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital,
adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria evaluasi :


Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.

9
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres
pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi:


Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan
tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.

Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama
24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler
selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
e. Pantau TD dan CVP (bila ada)

10
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti
paru, gagal jantung.
f. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen
dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :


perubahan menbran kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi:


Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ontoseno, Teddy. 2006. Gangguan Jantung Pada Anak Dengan Penyakit Kritis.
Surabaya: Divisi Kardiologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo Surabaya.
Rilantono, Lili Ismudiati dkk. 2002. Buku Ajar Kardiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru
Sanjoyo, Raden. 2006. Biomedik Farmakologi Sistem Kardiovaskuler.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sjaifoellah, Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

12

Você também pode gostar