Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABORTUS INKOMPLIT
OLEH:
Merika Soraya 160070201011062
Annisa Tiara Putri 160070201011012
Fitria Adelita 160070201011037
Pembimbing
dr. Rahajeng, SpOG (K)
Pendamping
dr. Wayan Ayu Sri Wardani (WAY)
LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
i
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
Oleh:
Menyetujui:
Pendamping, Pembimbing,
dr. Wayan Ayu Sri Wardani (WAY) dr. Rahajeng, SpOG (K)
ii
Daftar Isi
Halaman
iii
2.3.6 Monitoring ................................................................................................... 10
BAB 3 PERMASALAHAN ........................................................................................... 12
3.1 Diagnosa ........................................................................................................... 12
3.2 Penatalaksanaan dan prognosis....................................................................... 12
BAB 4 LANDASAN TEORI ......................................................................................... 13
4.1 Definisi ............................................................................................................... 13
4.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 13
4.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................ 14
4.4 Klasifikasi Klinis Abortus Spontan..................................................................... 16
4.4.1 Abortus imminens (threatened abortion) .................................................... 16
4.4.2 Abortus insipiens (inevitable abortus) ........................................................ 16
4.4.3 Abortus inkomplit ........................................................................................ 17
4.4.4 Abortus komplit ........................................................................................... 17
4.4.5 Missed Abortion .......................................................................................... 18
4.4.6 Abortus Habitualis ...................................................................................... 18
4.4.7 Abortus Infeksiosus, Abortus Septik .......................................................... 18
4.5 Diagnosis ........................................................................................................... 19
4.5.1 Anamnesis .................................................................................................. 19
4.5.2 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 20
4.5.3 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 22
4.6 Komplikasi Abortus............................................................................................ 24
4.7 Tatalaksana ....................................................................................................... 25
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................................ 27
5.1 Penegakan Diagnosis Abortus Inkomplit pada Pasien..................................... 27
5.2 Analisis Penatalaksanaan Abortus Inkomplit pada Pasien .............................. 29
5.3 Prognosis ........................................................................................................... 30
BAB 6 PENUTUP ........................................................................................................ 31
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 31
6.2 Saran ................................................................................................................. 31
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 33
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka kejadian abortus di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara (ASEAN) yaitu
sebesar 2 juta dari 4,2 juta orang (WHO, 2006). Tahun 2009 kejadian abortus
sebanyak 2652 orang (Propil Dinkes Sulsel, 2009). Abortus juga merupakan
penyebab ke 4 dari kematian ibu, meninggal akibat abortus 60.000-70.000 orang 1/3
dari kematian maternal (Manuaba, 2008)
Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak
dibicarakan di Indonesia bahkan di dunia. Kejadian abortus yang terjadi dapat
menimbulkan komplikasi dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi abortus yang
dapat menyebabkan kematian ibu antara lain karena pendarahan dan infeksi.
Pendarahan yang terjadi selama abortus dapat mengakibatkan pasien menderita
anemia, sehingga dapat meningkatkan risiko kematian ibu. Salah satu jenis abortus
spontan yang menyebabkan terjadi pendarahan yang banyak adalah abortus
inkomplit. Hal ini terjadi karena sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di placental
1
site. Sisa hasil konsepsi inilah yang harus ditangani agar pendarahan yang terjadi
berhenti. (Leveno, 2009).
Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu dan dapat memberikan
dampak negatif pada berbagai aspek tersebut harus dapat dicegah. Pencegahan
terhadap abortus dapat diawali dengan mengenali faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya abortus. Beberapa faktor yang merupakan penyebab
terjadinya abortus adalah umur ibu, usia kehamilan, jumlah paritas, tingkat
pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, status perkawinan dan riwayat abortus
sebelumnya (Prawirohardjo, 2008).
Faktor terjadinya abortus yang pertama adalah umur ibu. Wanita yang hamil pada
usia kurang dari 20 tahun rentan mengalami abortus. Hal itu disebabkan karena belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Sedangkan abortus yang terjadi
pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan karena berkurangnya fungsi alat reproduksi,
kelainan kromosom dan penyakit kronis (Manuaba, 1998).
Pada awal kehamilan sebelum 3 bulan, seorang ibu rentan mengalami abortus.
Keadaan ini disebabkan karena pada masa tersebut rentan terjadi kelainan
pertumbuhan janin atau malformasi (Prawirohardjo, 2008). Jumlah paritas yang tinggi
juga mempengaruhi angka kejadian abortus. Risiko terjadinya abortus meningkat
seiring dengan bertambahnya paritas ibu (Leveno, 2009).
Kondisi sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki ibu yang sedang hamil
juga ternyata mempengaruhi kemungkinan terjadinya abortus spontan. Tingkat
pendidikan dan pendapatan berbanding terbalik dengan risiko abortus. Orang yang
memiliki tingkat pendidikan, pendapatan atau jabatan sosial yang rendah ternyata
lebih berisiko mengalami abortus spontan dibandingkan orang yang memiliki tingkat
pendidikan, pendapatan atau jabatan sosial yang tinggi (Norsker, Espenhain & Rogvi,
2012).
Ibu hamil yang pernah mengalami riwayat abortus sebelumnya juga perlu
mewaspadai kemungkinan kembali terjadinya abortus. Beberapa studi menunjukan
bahwa setelah seseorang mengalami 1 kali abortus, maka ia memiliki 15% risiko lebih
2
tinggi untuk mengalami abortus lagi. Sedangkan apabila pernah mengalami abortus 2
kali secara beruntun, maka risikonya meningkat hingga 25% (Prawirohardjo, 2008).
Kasus abortus sangat penting untuk dipelajari, terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari,
prevalensinya masih tinggi serta punya berperan besar dalam tingginyaangka
kematian maternal di Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis ingin
mengetahui cara mendiagnosis, tatalaksana dan juga prognosis dari kasus abortus
yang masih banyak di masyarakat.
1.2 Tujuan
Mengetahui diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis abortus pada kasus yang
diajukan.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
No. Reg. : 11076688
Nama : Ny. WA
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Mayjen Sungkono VI RT 2/2 Malang
Status : Menikah
Kehamilan : G2 P1001 Ab000
HPHT : 1 September 2017 ~ 10-12 minggu
Riwayat KB : Pil kombinasi
4
2.2.3 Riwayat Pernikahan:
Pasien telah dua kali menikah, pernikahan pertama berlangsung selama 24
tahun kemudian pernikahan kedua selama 4 bulan hingga saat ini
2.2.4 Riwayat Obstetri:
G4P3003Ab000, menggunakan KB pil kombinasi selama 2 bulan, penggunaan
KB dihentikan sejak bulan september
2.2.5 Riwayat Haid:
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 1 Juli 2017
Siklus : 28 hari
Lamanya haid : 7 hari
Jumlah haid : biasa (2-3 pembalut/hari)
2.2.6 Riwayat Nyeri Perut : (+) pada perut bawah, mereda saat
jaringan telah keluar
2.2.7 Riwayat Keputihan : tidak ada
2.2.8 Riwayat Keadaan Umum
Nafsu makan : biasa
Berat badan : tetap
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
2.2.9 Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat pijat (-)
Trauma (-)
Instrumentasi (-)
2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
5
2.2.11 Riwayat Pengobatan
Riwayat minum jamu-jamuan dan obat-obatan disangkal
2.2.12 Riwayat Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 3 anak yang berusia 23 tahun, 17
tahun, dan 10 tahun.
6
Portio multipara licin terbuka 1 jari, tampak sisa
jaringan di OUE
VT : v/v fluxus (+), fluor (-)
portio multipara licin terbuka 1 jari, teraba sisa
jaringan di OUE
CUAF ~ kesan membesar 10-12 minggu
AP : d : massa (-) nyeri (-)
s : massa (-) nyeri (-)
CD ~ tidak menonjol
2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang (28 November 2017)
Hb : 10,3 g/dL (13,4-17,7)
Sel darah merah : 3,43 106/uL (4,0 106-5,5 106)
Sel darah putih : 12,23 103/uL (4.3 103-10.3 103)
Hematokrit : 33,8 % (40-47)
3
Trombosit : 261 10 /Ul (142 103-424 103)
MCV : 83,3 fL (80-93)
MCH : 30,8 pg (27-31)
MCHC : 37,0 g/dL (32-36)
RDW : 13,30 % (11,5-14,5)
PDW : 9,8 fL (9-13)
MPV : 9,2 fL (7,2-11,1)
P-LCR : 17,9 % (15,0-25,0)
PCT : 0,24 % (0,150-0,400)
Hitung Jenis
Eosinofil : 1,8 % (0-4)
Basofil : 0,3 % (0-1)
Neutrofil : 80,9 % (51-67)
Limfosit : 12,3 % (25-33)
Monosit : 4,7 % (2-5)
7
Faal Hemostasis
PPT
Pasien : 10,30 detik 9,4 -11,3
Kontrol : 10,8 detik
INR : 0,99
APTT
Pasien : 26,80 detik 24.6-30,6
Kontrol : 24,5 detik
URINALISIS
Kekeruhan : Keruh
Warna : Merah
pH : 7,0 4,5-8,0
Berat Jenis : 1,015 1,005-1,030
Glukosa : Trace Negatif
Protein : +3 Negatif
Keton : +3 Negatif
Bilirubin : Negatif Negatif
Urobilinogen : Negatif Negatif
Nitrit : Positif Negatif
Lekosit : +3 Negatif
Darah : +3 Negatif
10x
Epitel : 1,2 / LPK ≤3
Silinder : Negatif / LPK
40x
Eritrosit : 500,0 /LPB ≤3
Eumorfik : 66% / LPB
Dismorfik : 36% / LPB
Lekosit : 10,0 / LPB ≤5
8
Kristal : - / LPB
Bakteri : 163,1 x 103 / mL ≤93 x 103 mL
Lain-lain
Tes Kehamilan : Positif
2.4 Assessment
Abortus Inkomplit (10-12 minggu) + Anemia normokrom normositer
2.5 Planning
Planning diagnosis :-
Planning treatment : Diet TKTP
IVFD RL + Drip Oxytocin 20 IU ~ 20 tpm
Pro kuretase di OK IGD
Premedikasi persiapan operasi:
Injeksi Cefazolin 1 g IV
Injeksi ranitidin 1 amp IV
Injeksi metoclopramide 10 mg IV
Puasa
Sedia darah/Informed consent/Daftar OK
2.3.5 Tatalaksana
Laporan Kuretase
Kuretase dilakukan pada tanggal 27 November 2017 pukul 22.45-23.15 dengan
diagnosis pre-op abortus inkomplit dan diagnosis post-op abortus inkomplit.
9
1. Pasien ditidurkan terlentang diatas meja operasi dengan GA-TIVA.
2. Desinfeksi dan demarkasi lapangan operasi.
3. Spekulum dipasang, portio dijepit di arah jam 11 menggunakan tenakulum.
4. Dilakukan sonde uterus, didapatkan uterus antefleksi ukuran 10 cm.
5. Dilakukan kuretase dengan sendok kuret nomor 5 searah jarum jam sampai
bersih dan didapatkan sisa jaringan janin dan plasenta sebanyak kira-kira 10
gram dengan jumlah perdarahan selama kuretase sekitar 10 cc.
6. Evaluasi perdarahan, tidak didapatkan perdarahan aktif.
7. Operasi selesai.
2.3.6 Monitoring
Catatan Perkembangan Pasien
27 November 2017 28 November 2017
S: Keluar darah dari jalan lahir S: Saat ini tidak ada keluhan.
O: K/U cukup, CM, TD: 110/65 mmHg, O: K/U cukup, CM, TD: 110/70 mmHg,
nadi: 84x/mnt regular, RR: 20x/mnt, nadi: 83x/mnt regular, RR: 20x/mnt,
10
suhu: 36,3o C, dyspnea (-), abd flat, suhu: 36,2o C, dyspnea (-), abd flat,
soefl, pervaginam fluxus (+), fluor soefl, pervaginam fluxus (+) minimal
A: Abortus inkomplit (10-12 minggu) A: Post Curretage dengan GA TIVA H.0
P: - Menerima pasien dan ai abortus inkomplit
menempatkan di bed P:PTx :
- Mengobservasi pasien, keluhan - Mengobservasi pasien, keluhan
subjektif, pervag subjektif, pervaginam
- Mengukur TTV tiap 1 jam - Diet TKTP
- Diet TKTP - Mobilisasi
- IVFD RL+Drip oksitosin 20 IU - PO : Cefadroxil 3x500 mg
hingga 12 jam post kuret Asam mefenamat 3x500 mg
- Premedikasi : Metergin 3x1 tab
Inj Cefazolin 1 gr IV Rob 1x1 tab
Inj Ranitidine 1 amp IV Pro transfusi PRC 2 labu/hari
Inj Metoclopramide 10 mg IV s/d Hb >10 g/dl bila Hb <10
- Post kuretase : g/dl
Cefadroxil 3x500 mg PMo: subjektif, tanda vital, fluxus,
Asam mefenamat 3x500 mg DL 2 jam post OPx
Metergin 3x1 tab
Rob 1x1 tab
11
BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?
12
BAB 4
LANDASAN TEORI
4.1 Definisi
Abortus berasal dari bahasa latin aboriri, yang berarti gagal/ gugur. Secara
medis, abortus didefinisikan sebagai ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk, 2014).
4.2 Epidemiologi
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya
terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun
2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun, dan dari jumlah tersebut
terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Utomo, 2001).
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih
13
jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi
(Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat
20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena
komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya
terjadi di negara berkembang (Dwilaksana, 2010).
Faktor janin (fetal) : separuh penyebab abortus adalah anembryonic atau blighted
ovum dan separuh lainnya merupakan penyebab embryonic, ditandai oleh
abnormalitas perkembangan zigot, embrio, fetus, atau plasenta. 25% dari abortus
akibat penyebab embryonic merupakan anomaly kromosom, sehingga disebut
sebagai abortus aneuploidy (misal: monosomy X (45,X), triploidy, tetraploidy),
sedangkan sisanya adalah abortus euploidy, yakni kelainan dengan jumlah
kromosom normal (46, XX) atau (46,XY). Pada kelainan euploidi fetus dapat
bertahan lebih lama dibandingkan dengan aneuploidy dengan puncak insiden
abortus pada usia gestasi 13 minggu (Prawirohardjo, 2014).
Faktor ibu (maternal) : penyebab abortus euploidi masih belum banyak diketahui,
namun beberapa kelainan medis, kondisi lingkungan, dan abnormalitas
perkembangan mental diduga memiliki pengaruh terhadap kejadian abortus.
- Usia : frekuensi abortus meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.
Pada usia 20-30 tahun kejadian abortus mencapai 9-17%, angka tersebut
meningkat tajam hingga 20% pada usia 35 tahun dan 40% tahun pada usia
40 tahun. Kemudian pada usia 45 tahun angka kejadiannya dapat
mencapai angka 80%. Peningkatan angka tersebut banyak dikaitkan
dengan degradasi apparatus meiosis sehingga meningkatkan angka
14
kejadian non-dysjunction yang berujung pada mosaicism maupun trisomi
pada kromosom tertentu (Allen, 2009; Prager, 2009)
- Paritas Ibu : Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu
semakin tinggi risikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas (Mulyati, 2003). Sejalan dengan pendapat
Cunningham (2005) bahwa risiko abortus spontan semakin meningkat
dengan bertambahnya paritas. Persalinan kedua dan ketiga merupakan
persalinan yang aman, sedangkan risiko terjadinya komplikasi meningkat
pada kehamilan, persalinan, dan nifas setelah yang ketiga dan seterusnya.
Demikian juga dengan paritas 0 dan lebih dari 4 merupakan kehamilan
risiko tinggi (Mulyati, 2003).
- Infeksi : beberapa virus, bakteri, dan agen infeksius lainnya dapat
menginvasi sistem pertahanan tubuh ibu dan menyebabkan abortus. Pada
hewan ternak, beberapa organisme penyebab abortus paling sering
diantaranya adalah Brucella abortus, Campylobacter fetus, dan
Toxoplasma gondii, namun dampak infeksinya pada manusia belum
diketahui secara pasti. Beberapa penelitian lainnya pada manusia
menunjukkan peningkatan insidens abortus pada infeksi Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma, Mycoplasma, HIV, dan bacterial vaginosis.
- Kelainan medis : penyakit kronis seperti tuberkulosis, karsinomatosis.
Kelainan endokrin seperti diabetes mellitus dan kelainan tiroid. Gangguan
makan seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa berhubungan dengan
subfertilitas serta restriksi perkembangan janin. Penyakit lainnya seperti
inflammatory bowel disease, systemic lupus erythematosus, serta
penyakit-penyakit kardiovaskular
- Keganasan : terkait dengan tindakan radioterapi dan kemoterapi yang
memicu malformasi fetus hingga abortus
- Nutrisi : defisiensi nutrisi maupun obesitas morbid meningkatkan resiko
abortus. Namun imbalans asupan nutrisi sangat jarang menjadi faktor
penyebab tunggal abortus. Kualitas juga memerlukan perhatian. Ibu yang
15
mengkonsumsi buah segar serta sayuran setiap hari memiliki resiko
abortus yang lebih rendah.
- Faktor sosial dan kebiasaan : merokok, pemakaian obat terlarang,
konsumsi kafein berlebih (>500 mg/hari)
- Faktor okupasi dan lingkungan : paparan benzene/ arsenic/ ethylene
oksida/ DDT/ formaldehida
- Faktor immunologis : sindrom antibodi antifosfolipid, systemic lupus
erythematosus (SLE)
- Defek uterin : anomaly ductus mulleri, septum uterus, uterus bikornis,
inkompetensia serviks uterus, myoma uteri (Prawirohardjo, 2014)
Faktor ayah (paternal) : kelainan sperma. Sperma yang mengalami translokasi
kromosom apabila berhasil menembus zona pellusida dari ovum akan
menghasilkan zigot yang memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga
dapat menyebabkan keguguran (Prawirohardjo, 2014).
16
insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak,
kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim
kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan
ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian
bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi
harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan
pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
17
4.4.5 Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apapun kecuali pertumbuhan kehamilannya yang tidak sesuai usia
kehamilan. Saat menginjak usia kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dan tanda-tanda sekunder
payudara mulai menghilang. Seringkali missed abortion diawali oleh abortus
imminens yang kemudian merasa sembuh namun pertumbuhan janin terhenti.
Pemeriksaan tes urin penderita negatif setelah satu minggu terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG didapatkan pengecilan uterus dan kantong
gestasi serta tidak ada tanda-tanda kehidupan (Prawirohardjo, 2014)
18
septik. . Bakteri yang banyak menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia
coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan
Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010; Prawirohardjo, 2014).
4.5 Diagnosis
4.5.1 Anamnesis
Dalam menentukan kondisi kasus obstetri yang dihadapi apakah dalam keadaan
gawatdarurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan pemeriksaan secara
sistematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan obstetrik.
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri
yang dicurigai dalam keadaan gawatdarurat dan membutuhkan pertolongan segera
dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi. Anamnesa pada kasus
obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang sama dengan anamnesa pada
umumnya, yaitu meliputi identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial.
Pada kondisi abortus, anamnesis serta pemeriksaan fisik merupakan hal yang
wajib dilakukan. Terkadang bukti yang terkumpul dari pemeriksaan tersebut telah
cukup untuk menguatkan penegakan diagnosis abortus, selain itu anamnesis juga
diperlukan untuk mengidentifikasi faktor resiko serta memperkirakan usia gestasional
sehingga poin-poin yang perlu diperhatikan saat anamnesis adalah riwayat
perkawinan, kehamilan, siklus menstruasi, HPHT (hari pertama haid terakhir), durasi
dan regularitas menstruasi, penyakit yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri
dan ginekologi, serta pengobatan, riwayat KB, serta keluhan-keluhan seperti
perdarahan dari jalan lahir, keputihan (fluor albus), nyeri, maupun benjolan.
19
uterus sebagai upaya pengeluaran jaringan janin yang dianggap sebagai benda asing.
Setelah didapatkan riwayat tersebut, maka sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang apabila diperlukan.
Inspeksi :
- Menilai kesadaran penderita : pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah,
tampak kesakitan
- Menilai wajah penderita: pucat, kemerahan, banyak berkeringat
- Menilai pernapasan: cepat, sesak napas
- Menilai perdarahan dari kemaluan
Palpasi :
- Kulit: dingin, demam
- Nadi: lemah/kuat, cepat/normal
- Kaki/tungkai bawah: bengkak
Penilaian tanda vital :
- Tekanan darah, nadi suhu, dan pernapasan
Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup
ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada peraban adneksa, kavum douglasi
tidak menonjol dan tidak nyeri.
20
Abortus Sedikit Sedang Sesuai usia Tertutup Tidak ada
Iminens gestasi ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai usia Terbuka Tidak ada
Insipiens banyak hebat kehamilan ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai dengan Terbuka Ekspulsi
Inkomplit banyak hebat usia kehamilan sebagian
jaringan
konsepsi
Abortus Sedikit Tanpa/ Lebih kecil dari Terbuka/ Ekspulsi
Komplit sedikit usia gestasi Tertutup seluruh
jaringan
konsepsi
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil dari Tertutup Janin telah
Abortion usia kehamilan mati tapi
tidak ada
ekspulsi
jaringan
konsepsi
21
Gambar 1. Ilustrasi Abortus (WHO, 2013)
22
Pencitraan :
- USG pelvis sebaiknya dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan
kehamilan ektopik, adanya sisa jaringan, dll
- Kriteria diagnostik janin non-viabel berdasarkan guideline Society of
Radiologists (2013) adalah :
Crown-rump length (CRL) ≥7 mm tanpa denyut jantung
Mean sac diameter ≥25 mm tanpa embrio
Tidak adanya denyut jantung pada embrio selama ≥2 minggu setelah
dilakukan scan yang menunjukkan adanya gestational sac tanpa
adanya yolk sac
Tidak adanya denyut jantung pada embrio selama ≥11 hari setelah
dilakukan scan yang menunjukkan adanya gestational sac dengan
adanya yolk sac
- Kriteria ultrasonografi yang menunjukkan kecurigaan terhadap kegagalan
kehamilan berdasarkan guideline Society of Radiologists (2013) adalah :
CRL < 7 mm tanpa denyut jantung
Mean sac diameter 16-24 mm tanpa embrio
Tidak adanya denyut jantung pada embrio 7-13 hari setelah dilakukan
scan yang menunjukkan adanya gestational sac tanpa adanya yolk sac
Tidak adanya denyut jantung pada embrio selama 7-10 hari setelah
dilakukan scan yang menunjukkan adanya gestational sac dengan
adanya yolk sac
Amnion kosong
Pembesaran yolk sac (>7 mm)
Gestational sac kecil relatif terhadap ukuran embrio (perbedaan mean
sac diameter dan CRL <5 mm)
23
Gambar 2. Hasil gambaran sonogram transvaginal menunjukkan sac anechoic serta
anembrionik (Cunningham, 2014)
24
gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis.
Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik)
4.7 Tatalaksana
Menurut WHO tahun 2013, penatalaksaan dan perawatan pertama kali pada
kasus abortus adalah sebagai berikut:
Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu)
- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <
90 mmHg).
- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
- Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 gram diberikan setiap 6 jam
- Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
- Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.
- Abortus iminens: kehamilan dipertahankan dan pasien diberi edukasi untuk
tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan dan hubungan seks. Jika
25
perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu dan janin melalui pemeriksaan
antenatal termasuk kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu.
- Abortus insipiens dan inkomplet: Lakukan konseling, bila usia < 16 minggu:
evakuasi isi uterus, bila evakuasi tidak dapat dilakukan segera berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu). Untuk
usia diatas 16 minggu, tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan
dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus. Bila perlu, berikan infus
40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau ringer laktat dengan kecepatan
40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran konsepsi dan antibiotika.
- Abortus kompletus: terapi yang diberikan hanya uterotonika dan konseling.
- Abortus tertunda: obat uterotonika diberi dengan maksud agar terjadi his
sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi
dan kuretase dilakukan.
- Abortus habitualis: Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus
habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi
daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi
atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operasi
(Mochtar, 2007).
Kemudian dilakukan KIE bahwa abortus spontan merupakan hal yang
biasa terjadi sekitar 1 dari 7 kehamilan. Ibu bisa hamil lagi jika kondisi sudah
benar-benar pulih (Saifuddin, 2010).
26
BAB 5
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
27
Pemeriksaan penunjang
28
menggambarkan dampak dari acute blood loss akibat perdarahan aktif yang berasal
dari sebagian placental site yang masih terbuka. Pada pemeriksaan urinalisis
didapatkan tes Plano (+).
Kemudian dilakukan KIE bahwa abortus spontan merupakan hal yang biasa
terjadi pada kehamilan muda dengan persentase sekitar 15-20% dari seluruh
kehamilan. Ditambah dengan faktor resiko seperti usia tua. Saat ibu menginjak usia
45 tahun maka resiko abortus dapat terjadi sebesar 80%. Selain itu kehamilan pada
ibu usia tua juga meningkatkan resiko kelainan genetik pada janin sehingga
disarankan penggunaan alat kontrasepsi seperti IUD, implant, suntik, pil, atau
29
kontrasepsi mantap. Kemudian perlu pula diperhatikan dukungan secara emosional
dan psikologis terhadap ibu.
5.3 Prognosis
Pasien ini memiliki prognosis baik (dubia ad bonam) dikarenakan telah
dilakukan kuretase dan berhasil dikeluarkan seluruh sisa-sisa jaringan dan plasenta
yang menekan resiko berlanjutnya perdarahan aktif seminimal mungkin. Selain itu 2
jam pasca tindakan kuretase tidak didapatkan keluhan serta kondisi umum pasien
stabil. Penyulit maupun komplikasi seperti perdarahan, perforasi, infeksi, hingga syok
juga tidak ditemukan pada pasien.
30
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan.
2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor janin, faktor maternal seperti
usia, jumlah paritas tinggi, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai
kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat
kimia, defisisensi nutrisi, kebiasaan merokok, defek uterin, dan faktor paternal
yaitu kelainan sperma.
3. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20
minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau kram
perut di daerah atas simfisis.
4. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan
Doppler atau USG..
5. Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas
abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit,
missed abortion, dan abortus septik.
6. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi,
infeksi dan syok,.
7. Penatalaksanaan pasca abortus adalah curetase, uterotonika dan antibiotik.
6.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan,
merokok, konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.
31
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.
3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
monitoring berkala pada kasus abortus untuk perencanaan tatalaksana dan
tindakan selanjutnya.
32
Daftar Pustaka
Cunningham, et al. 2014. William Obstetrics 24th edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Hadijanto, Bantuk. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam : Sarwono
Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal 459-474.
Kurjak, A., Chervenak, FA. 2017. Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics
& Gynaecology. 4th Ed: New York. JP Medical Ltd
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC, 1998.
Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri.
Edisi kedua. Editor : Lutan D. Jakarta: EGC.
Norsker, FN et al. Socioeconomic position and the risk of spontaneous abortion: a
study within the Danish national birth cohort. BMJ Open. 2012;2:2044-55
Prawirohardjo,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prager, S., Dalton, VS., Allen, RH. Early Pregnancy Loss. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. 2015:150.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaeman. 2008. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1.
Jakarta, Indonesia.
33
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 3
1.3 Manfaat ................................................................................................................ 3
BAB 2 LAPORAN KASUS ............................................................................................ 4
2.1 Identitas Pasien ................................................................................................... 4
2.2 Subjektif ............................................................................................................... 4
2.2.1 Keluhan utama.............................................................................................. 4
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang ......................................................................... 4
2.2.3 Riwayat Pernikahan...................................................................................... 5
2.2.4 Riwayat Obstetri ........................................................................................... 5
2.2.5 Riwayat Haid ................................................................................................. 5
2.2.6 Riwayat Nyeri Perut ..................................................................................... 5
2.2.7 Riwayat Keputihan ....................................................................................... 5
2.2.8 Riwayat Keadaan Umum ............................................................................. 5
2.2.9 Riwayat Penyakit Dahulu ............................................................................. 5
2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga ........................................................................ 5
2.2.11 Riwayat Pengobatan .................................................................................. 6
2.2.12 Riwayat Sosial ............................................................................................ 6
2.3 Objektif................................................................................................................. 6
2.3.1 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 6
2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 7
2.4 Assessment ......................................................................................................... 9
2.5 Planning ............................................................................................................... 9
2.3.5 Tatalaksana .................................................................................................. 9
2.3.6 Monitoring ................................................................................................... 10
BAB 3 PERMASALAHAN ........................................................................................... 12
3.1 Diagnosa ........................................................................................................... 12
3.2 Penatalaksanaan dan prognosis....................................................................... 12
34
BAB 4 LANDASAN TEORI ......................................................................................... 13
4.1 Definisi ............................................................................................................... 13
4.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 13
4.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................ 14
4.4 Klasifikasi Klinis Abortus Spontan..................................................................... 16
4.4.1 Abortus imminens (threatened abortion) .................................................... 16
4.4.2 Abortus insipiens (inevitable abortus) ........................................................ 16
4.4.3 Abortus inkomplit ........................................................................................ 17
4.4.4 Abortus komplit ........................................................................................... 17
4.4.5 Missed Abortion .......................................................................................... 18
4.4.6 Abortus Habitualis ...................................................................................... 18
4.4.7 Abortus Infeksiosus, Abortus Septik .......................................................... 18
4.5 Diagnosis ........................................................................................................... 19
4.5.1 Anamnesis .................................................................................................. 19
4.5.2 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 20
4.5.3 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 22
4.6 Komplikasi Abortus............................................................................................ 24
4.7 Tatalaksana ....................................................................................................... 25
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................................ 27
5.1 Penegakan Diagnosis Abortus Inkomplit pada Pasien..................................... 27
5.2 Analisis Penatalaksanaan Abortus Inkomplit pada Pasien .............................. 29
5.3 Prognosis ........................................................................................................... 30
BAB 6 PENUTUP ........................................................................................................ 31
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 31
6.2 Saran ................................................................................................................. 31
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 33
35