Você está na página 1de 12

Myasthenia Gravis sebagai penyakit autoimun yang disebabkan

Prima Nanda Pratama, Devina Aulia Zulva, karena reaksi autoimun pada motor endplate.

Rismatul Khoiroh, Jacinda Na’ilahafitra, Ja’far Mekanisme autoimun pada penyakit ini

Sodiq, Syahdan Nur Prayogo, Ahmad Syah Fajar, dilaporkan oleh Patrick dan Lindstrom yaitu

Fiere Boy Pardana, Nilam Ardiningtyas adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin
(AChR) di daerah post sinaptik dari motor
endplate pada tahun 1973.
Myasthenia Gravis merupakan humoral
Myasthenia Gravis merupakan penyakit
mediated autoimmune disease yang mengenai
yang relatif jarang ditemukan, dengan insidens
neuromuscular junction pada daerah post
10-20 kasus per satu juta penduduk setiap
sinaptik, ditandai dengan kelemahan otot
tahun. Prevalensi Myasthenia Gravis
secara fluktuatif yaitu kelemahan otot
diperkirakan 15-179 juta orang diseluruh dunia
memberat setelah aktivitas dan membaik
(Febriana dkk., 2015). Menurut Adnyana dkk
dengan istirahat. Miastenia artinya “kelemahan
(2013) penyakit ini dapat terjadi di berbagai usia
otot” dan gravis artinya “parah”. Penderita akan
tetapi lebih sering tampak pada umur diatas 50
merasa ototnya sangat lemah pada siang hari
tahun terutama pada wanita. Pada wanita,
dan kelemahan ini akan berkurang apabila
penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda
penderita beristirahat (Chairunnisa dkk., 2016).
yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,
Patogenesisnya melibatkan antibodi
penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.
komplemen yang bertindak melawan reseptor
Beberapa dekade terakhir telah
asetilkolin, tirosin-kinase spesifik otot, atau
dilakukan penelitian tentang gejala miastenia
protein 4 yang berhubungan dengan reseptor
gravis yang diimunisasi dengan acetylcholine
Low Density Lipoprotein (LDL) . Penyakit ini
receptor (AchR) pada kelinci. Sedangkan pada
biasanya mempengaruhi mata, bulbar, dan otot
manusia yang menderita miastenia gravis,
ekstremitas proksimal, tetapi dalam kasus yang
ditemukan kelainan pada neuromuscular
parah juga melibatkan otot-otot pernapasan
junction akibat defisiensi dari acetylcholine
dan dapat mengancam jiwa.
receptor (AchR). Hingga saat ini telah terjadi
Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh
perkembangan pemahaman signifikan
seorang dokter dari Inggris yaitu Willis pada
mengenai penyakit ini dan pengobatannya.
tahun 1672 kemudian pada tahun 1895 Jolly
Dalam kebanyakan kasus, penyakit ini berhasil
pertama kali menyebut penyakit ini dengan
diobati dengan agen gejala dikombinasikan
nama Myasthenia Gravis. John Simpson pada
dengan terapi obat imunomodulator,
tahun 1960 menghubungkan Myasthenia Gravis
pengobatan imunoglobulin intravena, dan Mu-  Fulminan akut : progress
mectomy. yang cepat dengan
Klasifikasi Klinis Miastenia Gravis kelemahan otot-otot rangka
1. Kelompok I Miastenia Okular dan bulbar yang berat
Hanya menyerang otot-otot okular, disertai mulai terserangnya
disertai ptosis dan diplopia. Sangat otot-otot pernafasan.
ringan, tidak ada kasus kematian. Biasanya penyakit
2. Kelompok II Miastenia Umum berkembang maksimal
a. Miastenia umum ringan dalam waktu 6 bulan,
Proses lambat,biasanya pada mata ,  Lanjut :Miastenia gravis
lambat laun menyebar ke otot-otot berat timbul paling sedikit 2
rangka dan bulbar. System tahun sesudah progress
pernafasan tidak terkena. Respon gejala-gejala kelompok I
terhadap terapi obat baik. Angka atau II. Miastenia Gravis
kematian rendah. dapat berkembang secara
b. Miastenia umum sedang berlahan-lahan atau secara
Progress bertahap dan sering tiba-tiba
disertai gejala-gejala okular, lalu
Miastenia Gravis bisa juga diklasifikasikan
berlanjut semakin berat dengan
dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
terserangnya seluruh otot-otot
rangka dan bulbar. Disartria 1. Golongan I = Gejala-gejalanya
(gangguan bicara), disfagia hanya terdapat pada otot-otot
(kesulitan menelan) dan sukar okular.
mengunyah lebih nyata 2. Golongan II A = Miastenia Gravis
dibandingkan dengan miastenia umum ringan
umum ringan. Otot-otot pernafasan Golongan II B = Miastenia Gravis
tidak terkena. Respon terhadap umum berat
terapi obat kurang memuaskan dan 3. Golongan III = Miastenia Gravis akut
aktivitas pasien terbatas, tetapi yang berat, yang juga mengenai
angka kematian rendah. otot-otot pernafasan.
c. Miastenia umum berat 4. Golongan IV = Miastenia Gravis
kronis yang berat.
Sinapsis antara ujung akson dengan sel otot
FISIOLOGIS NEUROMUSCULAR JUNCTION dikenal dengan motor end plate/
Neuromuscular junction adalah tempat neuromuscular junction. Pada saat impuls
dalam tubuh tempat akson dari saraf motorik diberikan pada sel saraf, impuls akan
bertemu dengan otot dalam upaya transmisi dirambatkan sepanjang akson saraf motor dan
sinyal dari otak yang memerintahkan otot untuk berakhir pada ujung saraf motor. Impuls akan
berkontraksi atau berelaksasi. Neuro Muscular memicu pelepasan asetilkolin yang selanjutnya
Junction (NMJ) memiliki cabang terminal akson menyebar ke celah sinaps. Asetilkolin akan
yang dinamakan juga telodendris akson berikatan dengan reseptor menyebabkan
merupakan tempat penyimpanan transmitter peningkatan permeabilitas membran sel otot
sinapsis yang disekresi oleh saraf, maka ketika (sarkolemma) terhadap ion Na+. Hal ini akan
mendekati ujung saraf akson yang menyarafi menimbulkan depolarisasi pada sarkolemma.
serat otot rangka kehilangan selubung Impuls akan dirambatkan sepanjang
mielinnya dan kemudian bercabang menjadi sarkolemma melalui tubulus T yang akan
sejumlah tonjolan akhir (terminal butons) atau menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca2+)
kaki-kaki ujung (end-feet). dari retikulum sarkoplasma. Kalsium (Ca2+)
Kaki-kaki ujung mengandung banyak akan menyebar dalam sitoplasma dan melekat
vesikel kecil, jernih yang mengandung pada troponin C (TnC). Perlekatan tersebut akan
asetilkolin (Ach), transmitter pada tautan saraf- menggeser tropomiosin sehingga perlekatan
otot ini. Ujung-ujung tersebut masuk ke dalam pada aktin terbuka, sehingga menyebabkan
cekungan di lempengan ujung motorik, suatu jembatan silang miosin akan melekat pada aktin
penebalan membran otot di tautan saraf-otot. (aktomiosin). Kontraksi dapat terjadi akibat
Di bawah ujung saraf, membran otot pada terjadinya siklus pada jembatan miosin 50-100
lempeng ujung (end-plate) membentuk lipatan kali. Proses kontraksi berakhir ketika ion
(functional fold). kalsium (Ca2+) ditarik kembali ke retikulum
Ruang antara saraf dan membran otot sarkoplasma dari ikatannya dengan troponin
yang menebal sebanding dengan celah sinaptik dan menyebabkan tropomiosin menutup
(synoptic cleft) pada sinaps. Seluruh bangun kembali semua tempat perlekatan miosin pada
tersebut dikenal sebagai tautan saraf-otot filamen aktin, kemudian otot akan kembali
(neuromuscular junction). Hanya satu serat relaksasi. Jadi keberadaan ion kalsium (Ca2+)
saraf berakhir di tiap end-plate. Setiap ujung pada CES akan menentukan perambatan impuls
akson saraf motor akan berakhir pada sel otot. dari saraf motor melalui sinapsis dan kontraksi
otot. Apabila tidak terdapat ion kalsium (Ca2+) kepada inervasi serabut otot. Sebuah saraf
pada CES akan mampu menyebabkan otot tidak motorik pada ujung aksonnya bercabang-
berkontraksi akibat tidak adanya pelepasan cabang dan berbentuk khusus. Sebagian
asetilkolin sehingga tidak akan ada ikatan ilmuwan menyebut neuromuscular junction
neurotransmiter tersebut dengan reseptornya sebagai “motor end plate”.
di sarkolemma.
Sebelum memahami tentang Miastenia
gravis, pengetahuan tentang anatomi dan
fungsi normal dari neuromuscular junction
sangatlah penting. Potensial aksi di neuron
motorik merambat cepat dari badan sel di
dalam SSP ke otot rangka di sepanjang akson
bermielin besar (serat eferen) neuron. Sewaktu
mendekati otot, akson membentuk banyak
cabang terminal dan kehilangan selubung
mielinnya. Masing-masing dari terminal akson
ini membentuk persambungan khusus, Gambar 1. Anatomi Neuromuskular

neuromuscular junction, dengan satu dari Pada neuromuscular junction, sel saraf
banyak sel otot yang membentuk otot secara dan sel otot sebenarnya tidak berkontak satu
keseluruhan. Sel otot, disebut juga serat otot, sama lain. Celah antara kedua struktur ini
berbentuk silindris dan panjang. Di bagian terlalu besar untuk memungkinkan transmisi
terminal dari saraf motorik terdapat sebuah listrik suatu impuls antara keduanya.
pembesaran yang biasa disebut bouton Karenanya, seperti di sinaps saraf, terdapat
terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini suatu pembawa pesan kimiawi yang
memiliki membran yang disebut juga membran mengangkut sinyal antara ujung saraf dan serat
pre-synaptic, struktu ini bersama otot. Neurotransmitter ini disebut sebagai
dengan membran post-synpatic (pada sel asetilkolin (ACh). Membran Pre Synaptic
otot) dan celah synaptic (celah antara 2 mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan
membran) membentuk Neuromuscular dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi
Junction. Otot rangka diaktifkan oleh impuls potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel
saraf yang dipacu dengan rangsangan mekanik akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan
atau elektrik. Pengaktifan otot tergantung mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx
ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses
untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah
akan mengalami docking pada tepi membran. terjadinya potensial aksi terus menerus yang
Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.
terkandung di dalam vesikel tersebut akan
dilepaskan ke dalam celah synaptic. ACh yang Patologi Myasthenia Gravis
dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor Patologi Myasthenia Gravis berada
asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran pada neuromuscular junction. Neuromuscular
post-synaptic. AChR ini terdapat pada junction merupakan koneksi antara saraf
lekukanlekukan pada membran post-synaptic. motorik dan jaringan otot. Struktur dari
AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 neuromuscular junction antara lain adalah
alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, axon, axon terminal, presynaptic membrane,
dan delta. Subunit-subunit ini tersusun synaptic cleft, postsynaptic membrane atau
membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat sarcolemma, dan asetikolin reseptor (AchR)
ACh. Ikatan antara ACh dan AChR akan (Gambar 2).
mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium
pada sel otot, yang segera setelahnya akan
mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan
mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada
membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini
mencapai nilai ambang tertentu (firing level),
maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot
Gambar 2. Struktur Neuromuscular Junction
tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan
Reseptor asetikolin (AChRs) ditemukan
(dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan
di permukaan sel otot, terkonsentrasi pada
karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan
sinaps antara sel-sel saraf dan sel-sel otot. AChR
mengakibatkan kontraksi. ACh yang masih
terdiri dari lima rantai yang disusun membentuk
tertempel pada AChR kemudian akan
tabung panjang, yang berupa channel yang
dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase
melintasi membran sel. Rantai a memiliki
(AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup
tempat pengikatan untuk asetilkolin pada sisi
banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah
eksternal dan mengandung daerah imunogenik
menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian
primer yang dikenali oleh autoantibodi anti-
akan kembali masuk ke dalam membran pre-
AchR. Ketika asetilkolin mengikat dua rantai ini,
bentuk seluruh reseptor sedikit berubah dan
channel terbuka. Perubahan konformasi ini
memungkinkan ion bermuatan positif untuk
menyeberangi membran, menghasilkan
potensial endplate dan memicu kontraksi otot.
Pada pasien MG dengan antibodi anti-AChR,
kepadatan AChR pada neuromuskular junction
berkurang, yang mengakibatkan penurunan
potensial endplate. Keparahan penyakit
Gambar 3. Skematik Transimisi Asetikolin
berkorelasi dengan hilangnya AChRs, yang
Diyakini bahwa langkah awal yang
diukur dalam biopsi otot , tetapi tidak dengan
memicu imunitas humoral pada MG terjadi di
tingkat autoantibodi yang bersirkulasi.
dalam jaringan thymus dan thymoma. Sel epitel
Ketika impuls melewati axon dan
thymus mampu mengekspresikan epitop cross-
ditransmisikan sepanjang terminal axon, dan
reactive dengan protein otot rangka, seperti
membuka Ca2+ channel yang mengaktifasi
reseptor asetikolin (AChR), titin, dan reseptor
protein penjerat yang memicu eksositosis dari
ryanodine (RyR). Epitop seperti otot disajikan ke
synaptic vesicle menghasilkan pelepasan
T-sel bersama dengan molekul ko-stimulasi
neurotransmitter ACh di membran presinaptik
(Romi dkk., 2017). Sel-sel epitel thymoma
(Gambar 3). ACH berdifusi melintasi celah 50-
menyajikan peptida AChR ke sel T pada
nm sinaptik, di mana ia berinteraksi dengan
penderita thymoma MG, memfasilitasi
AChR, yang memiliki kepadatan terbesar di
imunisasi intrathymic (Gambar 4).
puncak lipatan junctional dari membran otot
postsynaptic atau endplate. Interaksi ini
mengarah pada depolarisasi lokal atau potensial
endplate yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran terhadap natrium dan
kalium dan memicu kontraksi otot. Kontraksi
diakhiri oleh asetikolinesterase mendegradasi
kelebihan dari asetikolin. Asetikolinesterase
hadir dalam konsentrasi tertinggi di celah
sinaptik di sekitar lipatan junctional.
disebut Muscle Spesific Receptor Tyrosine
Kinase Antibodi. Autoantibodi ini menyerang
protein pada sel otot termasuk reseptor
asetikolin pada permukaan sel otot. Ikatan
antara anti-MuSK dan MuSK menyebabkan
berkurangnya clustering AChR, kerusakan
struktur neuromuscular junction dan disfungsi
pada membran presinaptik sehingga
Gambar 4. Sel T CD4+ mengaktifasi sel
menghasilkan anti-asetikolin reseptor mengakibatkan berkurangnya asetilkolin serta
antibodi
secara tidak langsung mempengaruhi recycling
Ketika MG terjadi bersama dengan
asetilkolin. Antibodi MuSK menghambat ikatan
thymoma, MG menjadi paraneoplastik
MuSK dengan asetilkolinesterase sehingga
syndrome yang disebabkan oleh kehadiran
asetilkolinesterase berkurang (Gambar 5).
thymoma. Paraneoplasik syndrome merupakan
Mekanisme-mekanisme ini akan menyebabkan
kasus yang sangat langka pada penderita
gangguan depolarisasi end plate dan kontraksi
Myasthenia Gravis. Syndrome ini mendasari
otot.
pertumbuhan sel kanker seperti bronchogenic
carcinoma atau tymic neoplasm (tymoma).
Autoantibodi yang dihasilkan sel B pada
penderita Myasthenia Gravis akan berikatan
reseptor Asetikolin. Ketika autoantibodi
berikatan dengan reseptor, maka reseptor tidak
dapat mengikat asetikolin. Hal ini memicu
terganggunya sinyal dari dan menyebabkan
kelemahan otot. Anti asetikolin reseptor
antibodi juga dapat mengaktifkan jalur klasik
dari komplemen. Aktifasi dari komplemen
menyebabkan inflamasi dan penghancuran sel
otot dimana sel-sel otot akan terdegradasi dan Gambar 5. Mekanisme gangguan transmisi oleh anti
MuSK
mengurangi jumlah reseptor asetikolin pada
permukaan sel otot.
Beberapa penderita Myasthenia Gravis
juga memiliki tipe lain dari autoantibodi yang
Pasien Myasthenia Gravis yang tidak Pasien Myasthenia Gravis mengalami
memiliki antibodi terhadap AChR dan MuSK, 2- berbagai gangguan pada motor end plate yaitu
50% diantaranya memiliki antibodi terhadap membran post sinaptik mengalami perubahan
low-density lipoprotein receptor-related protein dan kehilangan junctional fold¸ strukturnya
4 (Lrp4). Low-density lipoprotein menjadi lebih rata dan jumlah AChR berkurang.
receptorrelated protein 4 merupakan reseptor Jumlah ACh yang dikeluarkan dari membran
untuk agrin, molekul ini diperlukan untuk presinaptik normal, tetapi efeknya berkurang
aktivasi MuSK yang diinduksi oleh agrin, karena gangguan pada membran post sinaptik.
clustering AChR dan pembentukan Kegagalan transmisi di neuromuscular junction
neuromuscular junction. 12 Low-density pada Myasthenia Gravis menyebabkan
lipoprotein receptor-related protein 4 juga berkurangnya end plate potential sehingga
diduga menginduksi clustering vesikel sinaptik tidak dapat menghasilkan aksi potensial untuk
asetilkolin dan zona aktif di neuromuscular mencetuskan kontraksi otot. Kegagalan
junction. Antibodi Lrp4 menghambat interaksi trasnmisi di neuromuscular junction dan
agrin-Lrp4 serta dapat mengaktivasi presynaptic rundown menyebabkan aktivasi
komplemen sehingga menyebabkan serabut otot semakin sedikit pada
berkurangnya AChR (Gambar 6) serta kerusakan perangsangan berulang, hal inilah yang
membran post sinaptik. menyebabkan terjadinya kelemahan otot
setelah beraktivitas (myasthenic fatigue).
Kelemahan otot dapat dicetuskan oleh berbagai
sebab antara lain emosional, suhu tinggi,
infeksi, menstruasi, aktivitas fisik, kehamilan,
post operasi, penyakit tiroid dan obat-obatan.
Gambar 6. Mekanisme kerja anti Lrp4 (A. Interaksi normal
MuSK-Lrp4-Agrin, B. Myasthenia Gravis)
ETIOPATOGENESIS
Autoantibodi AChR didominasi IgG1 dan
Myasthenia Gravis merupakan penyakit
IgG3, mampu mengaktifkan komplemen dan
autoimun yang diperantarai oleh sistem imun
karena itu menyebabkan kerusakan membran
humoral. Pasien Myasthenia Gravis memiliki
postsynaptic dan memblokir jalur signaling.
autoantibodi yang menyerang daerah
Antibodi terhadap ACHR alfa subunit lebih
neuromuscular junction. Autoantibodi yang
bersifat patogen daripada subunit lainnya. Pola
ditemukan pada pasien Myasthenia Gravis yaitu
epitop ACHR mempengaruhi keparahan
antibodi terhadap AChR, MuSK dan Low-density
penyakit.
lipoprotein receptor-related protein 4 (Lrp4). kelopak mata dan gerakan bola mata terserang
Myasthenia Gravis sering dihubungkan dengan lebih dahulu. Akibat dari kelumpuhan otot-otot
kelainan pada kelenjar timus. Timus merupakan tersebut, muncul gejala berupa penglihatan
tempat utama terjadinya autosensitasi pada ganda (melihat benda menjadi ada dua atau
pasien Myasthenia Gravis dengan AChR positif. disebut diplopia) dan turunnya kelopak mata
Pasien AChR positif 80% diantaranya mengalami secara abnormal (ptosis). Serangan dapat
abnormalitas kelenjar timus (hiperplasia atau terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling
timoma). Hiperplasia timus sering mengenai sering pada wanita antara 15-35 tahun dan
daerah folikuler dan dikarakteristikkan oleh pada pria usia 40 tahun.
adanya infiltrasi sel-sel B germinal senter. 2 Miastenia gravis dapat menyerang otot-
Abnormalitas neuromuskuler pada Myasthenia otot wajah, dan menyebabkan penderita
Gravis disebabkan karena respon autoimun menggeram saat berusaha tersenyum serta
yang dimediasi oleh antibodi anti-AChR spesifik. penampilan yang seperti tanpa ekspresi.
Antibodi terhadap AChR berasal dari germinal Penderita juga akan merasakan kelemahan
senter timus yang diekspresikan oleh kelompok dalam mengunyah dan menelan. Selain itu,
sel-sel myeloid. Pasien dengan antibodi AChR terjadi gejala gangguan dalam berbicara, yang
60% diantaranya mengalami pembesaran timus disebabkan kelemahan dari langit-langit mulut
dan 10% lainnya mengalami timoma. Antibodi dan lidah. Sebagian besar penderita miastenia
AChR ada tiga jenis yaitu binding, modulating gravis akan mengalami kelemahan otot di
dan blocking yang dapat menyebabkan defisit seluruh tubuh, termasuk tangan dan kaki.
transmisi neuromuskuler Kelemahan pada anggota gerak ini akan
dirasakan asimetris (tidak sama dikedua sisi).
GEJALA KLINIS Bila seorang penderita miastenia hanya
Penyakit miastenia gravis ditandai mengalami kelemahan di daerah mata selama 3
dengan adanya kelemahan dan kelelahan. tahun, maka kemungkinan kecil penyakit
Kelemahan otot terjadi seiring dengan tersebut akan menyerang seluruh tubuh.
penggunaan otot secara berulang, dan semakin Penderita dengan hanya kelemahan disekitar
berat dirasakan di akhir hari. Gejala ini akan mata disebut miastenia gravis ocular. Penyakit
menghilang dan membaik dengan istirahat. miastenia gravis dapat menjadi berat dan
Kelompok otot-otot yang melemah pada membahayakan jiwa. Miastenia gravis yang
penyakit miastenis gravis memiliki pola yang berat menyerang otot-otot pernafasan sehingga
khas. Pada awal terjadi miastenis gravis, otot menimbulkan gejala sesak nafas. Bila sampai
diperlukan bantuan alat pernafasan, maka kemudian diukur aktivitas pada sel otot yang
penyakit miastenia gravis tersebut dikenal terjadi. Pada miastenia gravis, terdapat
sebagai krisis miastenia gravis atau krisis penurunan aktivitas hingga 10-15%
miastenik. Umumnya krisis miastenik dibandingkan dengan orang normal.
disebabkan karena adanya infeksi pada Salah satu pemeriksaan yang dapat
penderita miastenia gravis. dilakukan adalah memberikan obat
Pada bayi yang lahir dari ibu dengan Edrophonium, suatu obat yang
miastenia gravis, sebagian dapat mengalami mempertahankan zat neuurontransmiter
gejala miastenia. Namun, gejala yang timbul sehingga meningkatkan kemungkinan
hanya bersifat sementara. Gejala yang timbul tertempel pada sel otot. Obat ini bekerja dalam
antara lain menangis lemah, menghisap lemah, waktu cepat dan memiliki efek yang singkat.
dan anggota gerak yang terkulai. Umumnya Pada penderita dengan miastenia gravis,
gejala ini muncul saat 24-28 jam pertama, dan dengan pemberian obat edrophonium akan
bertahan hingga beberapa hari sampai memberikan perbaikan dari gejala-gejala
beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena kelemahan otot. Edrophonium dapat
adanya transfer antibodi dari ibu ke janin. menimbulkan efek samping berupa mual, diare,
Miastenia pada anak-anak jarang terjadi. air liur yang berlebihan, dan gejala yang lebih
Wanita dengan miastenia gravis dapat berat seperti pingsan. Namun, hal ini jarang
hamil dan melahirkan dengan sukses. Miastenia terjadi dan dapat diatasi segera dengan
gravis tidak mempengaruhi perkembangan atau pemberian obat penawar.
pertumbuhan janin di dalam kandungan. Bila
terdapat gejala miastenia gravis pada TERAPI
seseorang, terdapat beberapa pemeriksaan Manajemen terapi pada pasien
yang dapat dilakukan untuk memastikan Myasthenia Gravis harus disesuaikan dengan
penyakit miastenia gravis. Pemeriksaan darah karakteristik dan berat ringannya penyakit yang
untuk mengukur jumlah antibodi, bila positif dialami oleh pasien. Pendekatan managemen
ditemukan antibodi tersebut, maka dapat Myasthenia Gravis berdasarkan patofisiologinya
dipastikan adanya penyakit miastenia gravis. yaitu dengan meningkatkan jumlah asetilkolin
Namun, bila tidak ditemukan, belum tentu agar dapat berikatan dengan reseptor di daerah
bukan miastenia gravis. Pemeriksaan lain yang post sinaptik dengan menggunakan inhibitor
dapat dilakukan adalah perangsangan sel saraf. asetilkolinesterase dan dengan menggunakan
Sel saraf akan diberikan rangsangan dan obat-obat immunosupresif sehingga
menurunkan jumlah autoantibodi yang pengenalan antigen oleh sel T.
berikatan dengan reseptor asetilkolin. Immunoglobulin diberikan selama
Empat prinsip dasar terapi Myasthenia lima hari dengan dosis 0,4g/kg/hari.
Gravis yaitu: 3. Pemberian immunomodulating
jangka panjang dengan
1. Pengobatan simptomatik dengan
glukokortikoid dan obat-obat
menggunakan inhibitor
immunosupresif lainnya. Prednison
asetilkolinesterase. Obat lini
merupakan obat yang paling sering
pertama untuk pengobatan
digunakan dengan dosis 0,75-1
simptomatik adalah dengan
mg/kg/hari atau dapat diberikan
menggunakan piridostigmin dengan
60-100 mg setiap selang sehari
dosis 15-30 mg setiap 4-6 jam,
(alternate days). Dosis prednison
apabila tidak berespon dosis dapat
pada Myasthenia Gravis okuler
ditingkatkan hingga 90 mg.
lebih rendah yaitu 20-40 mg per
2. Pemberian immunomodulating
hari. Obat immunosupresif lain
jangka pendek dengan
yang dapat digunakan antara lain
plasmapheresis dan
azathioprine, ciclosporin,
immunoglobulin intravena. Terapi
cyclophosphamide, methrotrexate,
ini diberikan pada keadaan khusus
mycophenolate mofetil, rituximab
yaitu pada krisis miastenik dan pada
dan tacrolimus.
preoperatif timektomi atau operasi-
4. Terapi pembedahan (timektomi),
operasi lain. Prinsip terapi dengan
penatalaksanaan ini dianjurkan
plasmapheresis adalah
pada pasien dengan timoma.
menghilangkan autoantibodi yang
bersirkulasi, kompleks imun dan Penatalaksanaan nonfarmakologik pada
mediator-mediator inflamasi pasien Myasthenia Gravis juga penting
lainnya. Plasmapheresis dilakukan dilakukan yaitu dengan menghindari keadaan
empat sampai enam kali setiap dan obat-obatan yang dapat mencetuskan
selang sehari. Immunoglobulin Myasthenia Gravis. Rehabilitasi juga dapat
intravena bekerja dengan dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
menginterferensi ikatan Fc reseptor pasien.
dengan makrofag, reseptor
immunoglobulin dengan sel B dan
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, dkk. 2013. Diagnosis dan tata laksana


miastenia gravis. Denpasar : Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Chairunnisa, N. H., Z. Zanariah, O. Saputra, F.


Kedokteran, U. Lampung, B. Syaraf, R.
Sakit, dan A. Moeloek. 2016. Myasthenia
gravis pada pasien laki-laki 39 tahun
dengan sesak napas myasthenia gravis in
39-years old male patient with breathing
difficulty

Febriana, S., T. Esa, dan U. Bahrun. 2015.


Myasthenia gravis. 1–18.

Romi, F., Y. Hong, dan N. E. Gilhus. 2017.


ScienceDirect pathophysiology and
immunological profile of myasthenia
gravis and its subgroups. Current Opinion
in Immunology. 49:9–13.

Levinson, A. I. 2018. Clinical immunology (fifth


edition). Clinical Immunology. 879–890.e1.

Panse, R. dan S. Berrih-Aknin. 2014. Myasthenia


gravis: a comprehensive review of immune
dysregulation and etiological mechanisms.
Journal of Autoimmunity. 52:90–100.

Romi, F., Y. Hong, dan N. E. Gilhus. 2017.


Pathophysiology and immunological
profile of myasthenia gravis and its
subgroups. Current Opinion in
Immunology. 49:9–13.

Pascuzzi RM. Medications and myasthenia


gravis. Myasthenia Gravis Foundation of
America. 2007.

Você também pode gostar