Você está na página 1de 11

A.

DEFINISI

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara


sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan (betz & Sowden,2002). Kejang demam adalah terbebasnya
sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak,
sensasi atau memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo,1996). Kejang
demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995). Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah
kenaikan suhu tubuh yang menyebabka perubahan fungsi otak akibat perubahan
potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa
kejang.

B. ETIOLOGI

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada


anak. Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang
berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu
38°C bahkan kurang, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi,
serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.

C. FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain


adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Terdapat enam faktor yang
berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu:
1. Demam
2. Usia
3. Riwayat keluaga
4. Faktor prenatal (usia saat ib hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil
primi/multipara, pemakaian bahan toksik)
5. Faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus
lama, cara lahir)
6. Faktor pascanatal yaitu, kejang akibat toksik, trauma kepala (Dewanto et
al, 2009)

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009)


1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin
sering berulang
4. Lamanya demam.

D. KLASIFIKASI

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :


1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain :
a. Berlangsung singkat (<15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik. Kejang tonik
yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu
gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Perbedaan demam kejang sederhana dan kompleks

Kejang demam Sederhana Kejang Demam Komplikata


Usia 6 bulan – 3 tahun (kurang 5 Terutama 0 – 3 tahun
tahun)
Faktor keturunan +++ Tidak jelas
Type: tonik klonik (modifikasi kejang Tonik klonik seperti grondmol atau
grandmol) hemi konvoisi
Berlangsung kurang dari 15 menit Berlangsung > 15 menit
Keadaan : pada saat panas Kebanyakan peradangan SSp,
biasanya klinis karena infeksi (ISPA) intrakronial venous trombose,
menyertai kejang GPGDO atau sesudah vaksinasi
Kelainan patologi Gambaran peradangan dan
perubahan vaskuler
Kelainan neurologis sesudah +++
kejang: baik
Ant kovulsan : tidak perlu Anti konvulsan diperlukan untuk
jangka panjang
Prognose: baik Prognose: perlu diawasi sering
terjadi efek neurologis dan kejang
ECG: cepat menjadi normal ECG: abnormal selama panas

E. EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan hingga 5
tahun. Di Amerika insidensinya 2%-5% anak dengan usia dibawah 5 tahun.
Sedangkan di Asia insidensinya meningkat dua kali lipat, seperti di jepang berkisar
8,3% - 9,9% bahkan di kepulauan Guam sudah mencapai 14%. (Sapiman, 2005)
Pada umumnya kasus kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil
berkembang menjadi epilepsi (2%-7%), dengan angka kematian 0,64%-0,75%.
Maka dari itu prognosis kejang demam biasanya baik (Knudzen, 2010).

F. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
G. MANIFESTASI KLINIK

Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
(Dewanto et al, 2009, dalam Pohan, 2010)
1. Suhu tubuh mencapai 39°C.
2. Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang
3. Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang
tergantung pada jenis kejang.
4. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
5. Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Fisik (from top to bottom) Menurut Capovilla at al. (2009) dan
Jones (2007):
1. Kejang Demam Sederhana
- Anak usia <18 bulan sangat disarankan untuk dilakukan observasi
dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal
- Anak usia >18 bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika
kondisi stabil, keluarga perlu diberitahu jika terjadi kejang berulang
maka harus dibawa ke rumah sakit.
- Pemeriksaan darah rutin, elektroensefalografi, dan neuroimaging
tidak selalu dilakukan.
- Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur ≤18 bulan
dengan meningeal sign serta pasien dengan kecurigaan infeksi
SSP.
2. Kejang Demam Kompleks
- Pemeriksaan difokuskan untuk mencari etiologi demam.
- Membutuhkan observasi lebih lanjut di rumah sakit, seperti pungsi
lumbal serta beberapa tindakan (elektroensefalografi dan CT scan)
mungkin diperlukan
1) Pemeriksaan Laboratorium
berfungsi untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau
keadaan lain, misalnya gastroenteritis, dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan darah perifer
b. Elektrolit
c. Gula darah

2) Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)


Pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal (Wendorff, 2011)

3) Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
kemungkinan terjadi meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
0,6-6,7% pada bayi dan sangat sulit menegakkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan (sangat dianjurkan)
b. Bayi antara 12-18 bulan (dianjurkan)
c. Bayi >18 bulan (tidak rutin)
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
4) Pemeriksaan Radiologi
Menilai adanya kelainan struktural di otak dan mendeteksi
perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang
fokal sekunder dilakukan pemeriksaan radiologi menggunakan Ct Scan
(Computed Temography Scan) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
kepala. Indikasi dilakukan pemeriksaan adalah:
a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema
Pemeriksaan MRI lebih direkomendasikan untuk melihat adanya
lesi kecil diotak, sclerosis hpokampus, disgenesis kortikal, tumor, dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsy refrakter yang sangat mungkin
dilakukan terapi pembedahan. MRI kepala biasanya meliputi T1 dan T2
weighted dengan minimal 2 irisan axial (coronal dan saggital) (Wendorff,
2011).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:

1. Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang
kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan
kepalanya apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus
bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur,
diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital
sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung.
Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian
secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang
demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis
tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18
bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari
penyebab (Soetomenggolo, 2000).
3. Pengobatan Profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi
keluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan
kerusakan otak yang menetap (cacat). Adapun 3 upaya yang dapat
dilakukan:
a. Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
b. Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
c. Mengatasi segera bila terjadi kejang.

a. Profilaksis intermitten
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan
ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat
adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi
dan cepat masuk ke otak. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih
baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari
10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam
dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000).
b. Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah
sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk
mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan
untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau
bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang
menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-
40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus
menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya
epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).
J. KOMPLIKASI

Gangguan – gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
anatara lain:
1. Kejang demam berulang
2. Kerusakan neuron otak
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak
teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak.
3. Retardasi mental
Terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat
4. Epilepsi
Terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai
serta wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita
yang mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula
kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas

K. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya:


1. Pencegahan Premodial
Upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus
kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor
yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:
a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya
untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi
kebutuhan nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan
meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat terhindar dari
berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam.
b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih
dan sehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak
sehingga anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

2. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang


anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok
yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan
keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan
kejang demam.
3. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang
demam.
4. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya
kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam
mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya
sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera
mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan
sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu
mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah
timbulnya kecacatan bahkan kematian. Upaya pencegahan ini dilakukan ketika
anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang
demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat
dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak
ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko
terjadinya kejang demam.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM (FEBRILE CONVULSION)
Disusun untuk memenuhi Tugas Clinical Study II Departemen Emergency di RS
Tentara Tk. II Dr. Soepraoen Malang

Disusun Oleh:

Kelompok 6, Reguler 2

Hesti Sriwahyuni 135070201111022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Daftar Pustaka
Betz, L.C. & Sowden, A.L. (2002). Keperawatan Pediatric: alih bahasa, Yan
Tambayong; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnia Ningsih.
Monica Este, Jakarta: EGC
Capovilla G, Mastrangelo M, Romeo A, Vigevano F. 2009. Recommendations for
the management of ‘‘febrile seizures’’ adhoc task force of LICE
guidelines commission. 50(1): 2-6.
Dewanto, George, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2006). Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Jones T, Jacobsen ST. Review childhood febrile seizures: Overview and
implications. Internat J Med Sci. 2007; 4(2): 110-4.
Knudsen. F.U. 2010. Febril Seizure : Treatment and Prognosis. Eilepsia Journal
2- 9.
Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.
Soetomenggolo, 2000. Kejang Demam. Dalam: Soetomenggolo, Ismael, Buku
Ajar Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252.
Wendorff J, Zeman K. 2011 Immunology of febrile seizures. Pracapoglado/review
paper. 20: 40-6.

Você também pode gostar

  • Asuhan Keperawatan Baru
    Asuhan Keperawatan Baru
    Documento31 páginas
    Asuhan Keperawatan Baru
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Askep Tn. Lasirin
    Askep Tn. Lasirin
    Documento24 páginas
    Askep Tn. Lasirin
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Cases Report
    Cases Report
    Documento13 páginas
    Cases Report
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Presus
    Presus
    Documento16 páginas
    Presus
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Bagian Awal
    Bagian Awal
    Documento16 páginas
    Bagian Awal
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Format Pengkajian Lansia
    Format Pengkajian Lansia
    Documento11 páginas
    Format Pengkajian Lansia
    Galih Kertiyasa
    Ainda não há avaliações
  • Instrumen
    Instrumen
    Documento3 páginas
    Instrumen
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Askep Cystoma Abdomen
    Askep Cystoma Abdomen
    Documento7 páginas
    Askep Cystoma Abdomen
    NAJWA_LAILY
    Ainda não há avaliações
  • Askep Edit 5B
    Askep Edit 5B
    Documento38 páginas
    Askep Edit 5B
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Format Pengkajian Lansia
    Format Pengkajian Lansia
    Documento11 páginas
    Format Pengkajian Lansia
    Galih Kertiyasa
    Ainda não há avaliações
  • Implementasi Hari 5 DPD Berdandan
    Implementasi Hari 5 DPD Berdandan
    Documento1 página
    Implementasi Hari 5 DPD Berdandan
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento46 páginas
    Bab Ii
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Sap Penyuluhan
    Sap Penyuluhan
    Documento18 páginas
    Sap Penyuluhan
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Resume Translet
    Resume Translet
    Documento3 páginas
    Resume Translet
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Sap Penyuluhan Phbs
    Sap Penyuluhan Phbs
    Documento28 páginas
    Sap Penyuluhan Phbs
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Implementasi Keperawatan Sehat Jiwa
    Implementasi Keperawatan Sehat Jiwa
    Documento9 páginas
    Implementasi Keperawatan Sehat Jiwa
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • PPOM
    PPOM
    Documento21 páginas
    PPOM
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Tesis Bahasa Indonesia
    BAB I Tesis Bahasa Indonesia
    Documento7 páginas
    BAB I Tesis Bahasa Indonesia
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • 002 A02rta
    002 A02rta
    Documento12 páginas
    002 A02rta
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Daftar PNs PAI
    Daftar PNs PAI
    Documento100 páginas
    Daftar PNs PAI
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • LP DM Selulitis
    LP DM Selulitis
    Documento24 páginas
    LP DM Selulitis
    Laily Rahmawaty El-husny
    100% (1)
  • Repository
    Repository
    Documento10 páginas
    Repository
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • ASMA PENYAKIT PARU-PARU
    ASMA PENYAKIT PARU-PARU
    Documento2 páginas
    ASMA PENYAKIT PARU-PARU
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Pemeriksaan Spesimen
    Makalah Pemeriksaan Spesimen
    Documento15 páginas
    Makalah Pemeriksaan Spesimen
    Chyntia Love Jelek Selamana
    100% (1)
  • Fundamental of Patofosiology Cardiovasculer
    Fundamental of Patofosiology Cardiovasculer
    Documento27 páginas
    Fundamental of Patofosiology Cardiovasculer
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Moist Wound Healing Trend
    Moist Wound Healing Trend
    Documento24 páginas
    Moist Wound Healing Trend
    dani indra gunawan
    Ainda não há avaliações
  • Nadi Pada Daerah Kaki Laili
    Nadi Pada Daerah Kaki Laili
    Documento5 páginas
    Nadi Pada Daerah Kaki Laili
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Efek Samping Dan Kontraindikasi Sildenafil
    Efek Samping Dan Kontraindikasi Sildenafil
    Documento2 páginas
    Efek Samping Dan Kontraindikasi Sildenafil
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações
  • Aplikasi Di Indonesia Laili Jurnal Urine
    Aplikasi Di Indonesia Laili Jurnal Urine
    Documento2 páginas
    Aplikasi Di Indonesia Laili Jurnal Urine
    Laily Rahmawaty El-husny
    Ainda não há avaliações