Você está na página 1de 12

Kegiatan Praktikum VI

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Hari : Kamis
Tanggal : 11 September 2018

Nama : Dwi Nofyan Sansa Putra


NIM : B1A017114
Rombongan :V
Kelompok :2
Asisten : Muhammad Khoerol Anam

LABORATORIUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Tujuan

Tujuan praktikum pewarnaan alizarin red yaitu:


1. Mengerjakan prosedur pewarnaan Alizarin.

2. Menerangkan proses kalsifikasi tulang pada embrio.

B. Manfaat
Memahami bagaimana proses kalsifikasi tulang pada preparat yang disediakan
dan mengerti cara kerja Alizarin Red.
II. MATERI DAN PROSEDUR KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah gelas arloji, spuit injeksi
tanpa jarum, dan tempat ikan.
Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah ikan nilem
(Osteochilus vitatus), larutan alkohol 96 %, larutan pewarna Alizarin Red, larutan
penjernih A, larutan penjernih B, larutan penjernih C, larutan KOH 1%, larutan KOH
2%, dan akuades.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:


Ikan diamati bekukan

Akuades 10 menit

Alkohol 12 jam

Akuades 10 menit

KOH 1% 7 jam

alizarin red 10 jam

larutan A 30 menit

larutan B 30 menit

larutan C Jangan dibuang


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a) Tabel 3. 1. Data Pengamatan Pemindahan Larutan Alizarin Red

Kondisi
No Jam Larutan Gambar
Preparat
1. 07.55 Akuades Belum terjadi
perubahan.

2. 08.05 Alkohol Mata putih,


96% warna tubuh
lebih pucat.

3. 20.20 Akuades Mata putih,


warna tubuh
lebih pucat.
4. 20.30 KOH 1% Mata hitam,
bagian ventral
terbuka, dekat
sirip dorsal
transparan,
tubuh mulai
melunak.

5. 03.40 Alizarin red Tulang bagian


tengkorak mulai
terwarnai,
sisiknya mulai
mengelupas,
otot transparan,
rangka lebih
terlihat jelas.

6. 03.40 KOH 2% Otot terlihat


lebih transparan,
tubuhnya lebih
lunak.
7. 14.18 Larutan A Keadaan ikan
masih sama,
belum ada
perubahan yang
signifikan.

8. 14.53 Larutan B Keadaan masih


sama.

9. 15.23 Larutan C Otot benar-


benar transparan
sehingga tulang
rangka terlihat
sangat jelas dan
bagian yang
terwarnai adalah
tulang bagian
tengkorak atas,
sebagian rongga
insang, dan
rongga mata.
b) Tabel 3. 2. Data Pengamatan Tulang yang Terkalsifikasi
No Kelompok Tulang yang Terwarnai
1. Kelompok 1 Rongga mata, tengkorak, rongga insang, sirip dada,
sirip perut, sirip belakang, sedikit sirip punggung.
2. Kelompok 2 Tengkorak bagian atas, sebagian rongga insang, dan
rongga insang, dan rongga mata.
3. Kelompok 3 Tengkorak bagian atas.
4. Kelompok 4 Tengkorak.
5. Kelompok 5 Rongga mata, rongga insang, sirip dada, sirip perut.
B. Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari praktikum pewarnaan Alizarin Red pada kelompok 2
bagian tulang yang terwarnai adalah tengkorak bagian atas, sebagian rongga insang,
dan rongga mata. Selain tulang yang disebutkan tidak terwarnai oleh alizarin red. Hal
ini alizarin red dapat terlihat warna merah dan dapat diamati proses kalsifikasinya.
Menurut Huffmanet et al., (2014) dan Linton et al., (2014), disebabkan karena pada
tengkorak merupakan tulang pipih hasil dari osifikasi intra membran sehingga
pewaranaan tulang dasar cranial dan seluruh tulang cranial menunjukan warna jika
dilakukan pawarnaan Alizarin Red, dan warnanya berbeda–beda dari merah sampai
merah tua tergantung pada pertumbuhannya. Warna merah tua terbentuk karena zat
warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Menurut (Susanto &
Fransisca, 2016) menyatakan bahwa pewarna Alizarin red’s-Alcian blue dapat
dibedakan antara tulang dan kartilago. Komposisi larutan pewarna yaitu, 1 volume
03% larutan alcian blue dalam alkohol 70%, 1 volume 0,1% larutan alizarin red dalam
alkohol 95%, 1 volume asam asetat glasial dan 2 volume alkohol 70%. Hasil
pewarnaan akan menunjukkan bahwa skeleton yang berwarna merah adalah tulang
sejati dan berwarna biru adalah kartilago sedangkan otot yang mengelilingi skeleton
akan terlihat transparan. Preparat skeleton disimpan dalam gliserol murni. Penamaan
skeleton dan otot berdasarkan pada Fujita & Lauder (1989).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa belum semua tulang dapat
terwarnai oleh larutan Alizarin Red, hal ini dikarenakan proses kalsifikasi tulang
terjadi pada waktunya masing-masing sehingga tidak terkalsifikasi secara bersamaan.
Begitu pula dengan tulang dasar cranial dan seluruh tulang cranial menunjukan
perubahan warna jika dilakukan pewarnaan Alizarin Red. Perubahan kenampakan
warnanya berbeda–beda dari merah sampai merah tua tergantung pada
pertumbuhannya (Anat, 1969). Perbedaan-perbedaan dalam perkembangan terjadi
karena beberapa dari tulang-tulang embrio diendapkan dalam mesenkim yang belum
terdiferensiasi. Sedangkan, pada bagian-bagian lain dari tubuh terjadi pembentukan
tulang yang didahului oleh sistem tulang rawan penumpu yang sementara. Proses
osifikasi kedua hal ini pada dasarnya sama (Djuhanda, 1983). Pewarnaan alizarin red
ini digunakan untuk mendeteksi proses klasifikasi pada tulang embrio. Tulang yang
diwarnai menggunakan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang tersebut
telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikan terikat
oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin, 1989). Penelitian lain menunjukkan peran
alizarin red untuk mengembangkan teknik yang cepat dan efisien untuk menghasilkan
adanya neon pada juvenil pejerrey dengan induksi osmotik (Campanella et al., 2014).
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini adalah kondisi otot menjadi
transparan. Hal ini terjadi setelah pemberian KOH 1% pada ikan. KOH akan
mendegradasikan lipid, maka akan terjadi LDL (low–density lipoprotein) dalam otot.
Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan dan akhirnya
menyebabkan pertumbuhan plak. Proses disfungsi endotel pada otot berkaitan dengan
Nitric Oxide (NO). NO tidak hanya berperan pada relaksasi sel otot polos tetapi juga
menghambat aktifasi, adhesi, agregasi platelet serta pencegahan proliferasi sel otot
polos vaskuler dan adhesi leukosit pada lapisan endotelium. Pada disfungsi endotel,
jejas vaskuler mengakibatkan serangkaian fenomena maladaptif yang mengakibatkan
terjadinya respons vaskuler yang tidak menguntungkan. Akibatnya kandungan lipid
pun terganggu. Otot akan terlihat transparan dengan adanya proses gangguan ini
(Geneser, 1993). Oleh karena itu, sebelum ditambahkan Alizarin red substrat
ditambahkan larutan KOH 1% untuk mempermudah kondisi suasana basa pada ikan,
larutan KOH juga berfungsi untuk maserasi atau pelunakkan yang di dalamnya
terkandung kristal KOH dan keadaan basa mampu membuat otot transparan.
Perendaman larutan penjernih A, B, dan C dilakukan terutama untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak
jernih dan transparan (Somasundaran, 1986).
Berdasarkan hasil percobaan tubuh ikan setelah dilakukan serangkaian
prosedur tidak hancur. Faktor yang mungkin mempengaruhi tubuh keutuhan tubuh
ikan yaitu keadaan tubuh ikan itu sendiri, adanya guncangan yang kuat, dan lamanya
perendaman larutan (Besimon, 2016). Kelompok 2 melakukan kesalahan setelah
selesai tahap pewarnaan alizarin red dengan pemberian langsung larutan KOH 2%
sebanyak 3 tetes, akan tetapi tubuh ikan tidak mengalami kerusakan. Hal ini terjadi
mungkin karena kondisi tubuh ikan yang kuat. Akan tetapi, ikan nilem pada beberapa
kelompok di rombongan V tubuhnya hancur, kemungkinan ini disebabkan adanya
guncangan mekanik yang terjadi pada spesimen, serta lamanya waktu penggantian
larutan yang tidak tepat (Hermanson et.al., 2014).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa


kesimpulan bahwa :
1. Prosedur pewarnaan Alizarin red dapat dilakukan dengan merendam ikan ke
dalam larutan akuades selama 10 menit, alkohol 96% selama 12 jam, kemudian
larutan diganti secara bergantian dengan akuades selama 10 menit, larutan KOH
1% selama 7 jam, larutan Alizarin red selama 10 jam, apabila warna belum terlihat
diberi larutan KOH 2% dengan batasan 3 tetes dan dilakukan selama 30 menit
pertetesnya, kemudia ganti dengan larutan penjernih A selama 30 menit, larutan
penjernih B selama 30 menit, dan larutan penjernih C jangan dibuang untuk
pengawetan.
2. Proses kalsifikasi atau terbentuknya tulang terjadi dengan dua cara, yaitu melalui
osifikasi intra membran dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran
merupakan proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan
tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Osifikasi endokondral
yaitu proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel–sel mesenkim
berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi
jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang,
dan pelvis.

B. Saran

Untuk praktikan diharapkan mengikuti prosedur pewarnaan dengan tepat dan


sesuai apa yang sudah diperintahkan, agar tidak berpengaruh pada hasilnya.
DAFTAR REFERENSI

Anat, J. 1969. The in Vivo Staining of Bone with Alizarin Red. Jakarta : Erlangga.

Bensimon B. A , J. Cardeira, G. Dionísio1,4, A. Huysseune2, M. L. Cancela &


P.E.Witten., 2016. Revisiting in vivo staining with alizarin red S - a valuable
approach to analyse zebrafish skeletal mineralization during development and
regeneration.BMC Developmental Biology, 16(2), pp. 1-10

Campanella, Daniela., Ángela Gárriz, Darío C. Colautti, Gustavo M. Somoza &


Leandro A. Miranda., 2014. Osmotic Induction Marking with Alizarin Red S on
Juveniles of Pejerrey,Odontesthes bonariensis (Atherinopsidae). Neotropical
Ichthyology,11(1), pp. 95-100.
Djuhanda, T., 1983. Embriologi Perbandingan. Bandung: Armico.
Fujita, K., & Lauder, R., 1989. Ontogeny of The Caudal Skeleton in the Clariid Catfish
Clarias batrachus. Japan. J. Ichthyol, 38(4), pp. 430-432.
Geneser, Finn., 1993. Textbook of Histology. Copenhagen: Munksgaard.

Hermanson, J. W. , Ryan, J. M., Cobb, M. A., Bentley, J. & Schutt, Jr., W. A., 2014.
Histochemical and Electrophoretic Analysis of the Primary Flight Muscle of
Several Phyllostomid bats. Can. J. Zool, 76(11), pp. 82-92.

Huffman, T. Nichole, Alex, B, & Courel, P., 2014. Association of Specific Proteolytic
Processing of Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with
Mineralization within Biomineralization Foc. The Journal Of Biological
Chemistry, 36(282), pp. 20602-20613.

Linton, K. M., Lesley D. H., Roger C. S., Jean E. Aeron., 2014. Bone Mineral
“Quality”: Differing Characteristics of Calcified Microsphere Populations at the
Osteoporotic and Osteoarthritic Femoral Articulation Front. Journal Biomedical
Science and Engineerin, 7, pp. 739-755.
Fujita, K., & Lauder, R., 1989. Ontogeny of The Caudal Skeleton in the Clariid Catfish
Clarias batrachus. Japan. J. Ichthyol, 38(4), pp. 430-432.

Patten, B.M., 1971. Foundations of Embriology. New Delhi: Mc Graw-Hill Inc.


Rubiyati., 2016. Pengaruh Pemberian Hidrokuinon Terhadap Perkembangan Fetus
Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster. Jurnal Penelitian Sains, 18(1), pp.
34-40.
Somasundaran, P., Fu, E. 1986. Alizarin Red S as a Flotation of Modyfing Agent in
Calcitat-Apatite System. International Journal of Mineral Precessing. 18, pp.
287-296.
Susanto, G. Nugroho, & Fransisca R. U., 2016. Struktur Skeleton Sirip Kaudal
Kompleks Periophthalmus gracilis. Biogenesis, 4(1), pp. 29-33.

Você também pode gostar