Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Hari : Kamis
Tanggal : 11 September 2018
A. Tujuan
B. Manfaat
Memahami bagaimana proses kalsifikasi tulang pada preparat yang disediakan
dan mengerti cara kerja Alizarin Red.
II. MATERI DAN PROSEDUR KERJA
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah gelas arloji, spuit injeksi
tanpa jarum, dan tempat ikan.
Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah ikan nilem
(Osteochilus vitatus), larutan alkohol 96 %, larutan pewarna Alizarin Red, larutan
penjernih A, larutan penjernih B, larutan penjernih C, larutan KOH 1%, larutan KOH
2%, dan akuades.
B. Prosedur Kerja
Akuades 10 menit
Alkohol 12 jam
Akuades 10 menit
KOH 1% 7 jam
larutan A 30 menit
larutan B 30 menit
A. Hasil
Kondisi
No Jam Larutan Gambar
Preparat
1. 07.55 Akuades Belum terjadi
perubahan.
Hasil yang diperoleh dari praktikum pewarnaan Alizarin Red pada kelompok 2
bagian tulang yang terwarnai adalah tengkorak bagian atas, sebagian rongga insang,
dan rongga mata. Selain tulang yang disebutkan tidak terwarnai oleh alizarin red. Hal
ini alizarin red dapat terlihat warna merah dan dapat diamati proses kalsifikasinya.
Menurut Huffmanet et al., (2014) dan Linton et al., (2014), disebabkan karena pada
tengkorak merupakan tulang pipih hasil dari osifikasi intra membran sehingga
pewaranaan tulang dasar cranial dan seluruh tulang cranial menunjukan warna jika
dilakukan pawarnaan Alizarin Red, dan warnanya berbeda–beda dari merah sampai
merah tua tergantung pada pertumbuhannya. Warna merah tua terbentuk karena zat
warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Menurut (Susanto &
Fransisca, 2016) menyatakan bahwa pewarna Alizarin red’s-Alcian blue dapat
dibedakan antara tulang dan kartilago. Komposisi larutan pewarna yaitu, 1 volume
03% larutan alcian blue dalam alkohol 70%, 1 volume 0,1% larutan alizarin red dalam
alkohol 95%, 1 volume asam asetat glasial dan 2 volume alkohol 70%. Hasil
pewarnaan akan menunjukkan bahwa skeleton yang berwarna merah adalah tulang
sejati dan berwarna biru adalah kartilago sedangkan otot yang mengelilingi skeleton
akan terlihat transparan. Preparat skeleton disimpan dalam gliserol murni. Penamaan
skeleton dan otot berdasarkan pada Fujita & Lauder (1989).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa belum semua tulang dapat
terwarnai oleh larutan Alizarin Red, hal ini dikarenakan proses kalsifikasi tulang
terjadi pada waktunya masing-masing sehingga tidak terkalsifikasi secara bersamaan.
Begitu pula dengan tulang dasar cranial dan seluruh tulang cranial menunjukan
perubahan warna jika dilakukan pewarnaan Alizarin Red. Perubahan kenampakan
warnanya berbeda–beda dari merah sampai merah tua tergantung pada
pertumbuhannya (Anat, 1969). Perbedaan-perbedaan dalam perkembangan terjadi
karena beberapa dari tulang-tulang embrio diendapkan dalam mesenkim yang belum
terdiferensiasi. Sedangkan, pada bagian-bagian lain dari tubuh terjadi pembentukan
tulang yang didahului oleh sistem tulang rawan penumpu yang sementara. Proses
osifikasi kedua hal ini pada dasarnya sama (Djuhanda, 1983). Pewarnaan alizarin red
ini digunakan untuk mendeteksi proses klasifikasi pada tulang embrio. Tulang yang
diwarnai menggunakan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang tersebut
telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikan terikat
oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin, 1989). Penelitian lain menunjukkan peran
alizarin red untuk mengembangkan teknik yang cepat dan efisien untuk menghasilkan
adanya neon pada juvenil pejerrey dengan induksi osmotik (Campanella et al., 2014).
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini adalah kondisi otot menjadi
transparan. Hal ini terjadi setelah pemberian KOH 1% pada ikan. KOH akan
mendegradasikan lipid, maka akan terjadi LDL (low–density lipoprotein) dalam otot.
Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan dan akhirnya
menyebabkan pertumbuhan plak. Proses disfungsi endotel pada otot berkaitan dengan
Nitric Oxide (NO). NO tidak hanya berperan pada relaksasi sel otot polos tetapi juga
menghambat aktifasi, adhesi, agregasi platelet serta pencegahan proliferasi sel otot
polos vaskuler dan adhesi leukosit pada lapisan endotelium. Pada disfungsi endotel,
jejas vaskuler mengakibatkan serangkaian fenomena maladaptif yang mengakibatkan
terjadinya respons vaskuler yang tidak menguntungkan. Akibatnya kandungan lipid
pun terganggu. Otot akan terlihat transparan dengan adanya proses gangguan ini
(Geneser, 1993). Oleh karena itu, sebelum ditambahkan Alizarin red substrat
ditambahkan larutan KOH 1% untuk mempermudah kondisi suasana basa pada ikan,
larutan KOH juga berfungsi untuk maserasi atau pelunakkan yang di dalamnya
terkandung kristal KOH dan keadaan basa mampu membuat otot transparan.
Perendaman larutan penjernih A, B, dan C dilakukan terutama untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak
jernih dan transparan (Somasundaran, 1986).
Berdasarkan hasil percobaan tubuh ikan setelah dilakukan serangkaian
prosedur tidak hancur. Faktor yang mungkin mempengaruhi tubuh keutuhan tubuh
ikan yaitu keadaan tubuh ikan itu sendiri, adanya guncangan yang kuat, dan lamanya
perendaman larutan (Besimon, 2016). Kelompok 2 melakukan kesalahan setelah
selesai tahap pewarnaan alizarin red dengan pemberian langsung larutan KOH 2%
sebanyak 3 tetes, akan tetapi tubuh ikan tidak mengalami kerusakan. Hal ini terjadi
mungkin karena kondisi tubuh ikan yang kuat. Akan tetapi, ikan nilem pada beberapa
kelompok di rombongan V tubuhnya hancur, kemungkinan ini disebabkan adanya
guncangan mekanik yang terjadi pada spesimen, serta lamanya waktu penggantian
larutan yang tidak tepat (Hermanson et.al., 2014).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Anat, J. 1969. The in Vivo Staining of Bone with Alizarin Red. Jakarta : Erlangga.
Hermanson, J. W. , Ryan, J. M., Cobb, M. A., Bentley, J. & Schutt, Jr., W. A., 2014.
Histochemical and Electrophoretic Analysis of the Primary Flight Muscle of
Several Phyllostomid bats. Can. J. Zool, 76(11), pp. 82-92.
Huffman, T. Nichole, Alex, B, & Courel, P., 2014. Association of Specific Proteolytic
Processing of Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with
Mineralization within Biomineralization Foc. The Journal Of Biological
Chemistry, 36(282), pp. 20602-20613.
Linton, K. M., Lesley D. H., Roger C. S., Jean E. Aeron., 2014. Bone Mineral
“Quality”: Differing Characteristics of Calcified Microsphere Populations at the
Osteoporotic and Osteoarthritic Femoral Articulation Front. Journal Biomedical
Science and Engineerin, 7, pp. 739-755.
Fujita, K., & Lauder, R., 1989. Ontogeny of The Caudal Skeleton in the Clariid Catfish
Clarias batrachus. Japan. J. Ichthyol, 38(4), pp. 430-432.