Você está na página 1de 4

PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN ULKUS KORNEA


DI RUANG MELATI RSUD.Dr.SOETOMO SURABAYA

Setelah melakukan asuhan keperawatan pasa Tn. Sdengan ulcus kornea di


ruang merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Maka pada Bab ini penulis akan
membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus. Adapun pembahasan
ini meliputi pengkajian, diagnosa, pelaksanaan dan evaluasi.
I. PENGKAJIAN
Hasil pengkajian berupa data dasar, data khusus, data penunjang,
pemeriksaan fisik, cacatan medik dan catatan keperawatan. Pada tahap
pengkajian ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
Menurut teori dijelaskan bahwa peningkatan angka infeksi jamur
pada kornea sejalan dengan penggunakan kortikosterois topikal,
penggunaan obat linunasupresif dan lensa kontak. Pada keadaan di
lapangan menunjukkan bahwa klien tidak sedang menggunakan
kortikosteroid topikal, tidak menggunakan obat linunasupresif dan lensa
kontak, ulcus kornea terjadi karena trauma benda asing yang masuk
kedalam mata. Benda tersebut menyebabkan robeknya lapisan kornea
sehingga memidahkan bakteri atau virus dll. Dalam kasus klien terkena
serpihan keramik saat bekerja.
Menurut teori menurut teori pada pemeriksaan penunjang dilakukan
tes kultur dan sensitivity test, cobal blue light 3, namun dilapangan hanya
dilakukan fluoresin test dan snellen telebinokular.
Pada penatalaksanaan menurut teori dilakukan banyak pilihan
tindakan. Diantaranya tissue asthesive atau graft amnion multilayer, fiap
konjungtiva, patch graft dengan flap konjungtiva, keratoplasti tembus,
foscia lata graft, debredement mekanik, amnion membran transplantasi dan
kauterisasi. Pada keadaan di lapangan hanya dilakukan AMT + BCL.
Pada penatalaksanaan medis tidak semua pengobatan diberikan pada
klien. Sesuai dengan kebutuhan klinis. Pada kasus ini, ulcus cornea terjadi
bukan karena infeksi virus, namun karena adanya benda asing yang
merobek lapisan kornea sehingga menimbulkan peradangan.
Faktor pendukung tersedianya buku referensi yang mendukung
dalam pembuatan asuhan keperawatan dan faktor penghambat yaitu klien
sulit berkomunikasi karena cemas dengan keadaannya. Dengan terjadinya
masalah tersebut dapat diangkat menjadi masalah keperawatan bagi
penulis. Pada masalah keperawatan atau diagnosa akan dijelaskan di
pembahasan tentang diagnosa, alternatif yang dilakukan penulis adalah
melakukan pendekatan kepada klien dan keluarganya.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Pada teori terdapat 5 diagnosa keperawatan yaitu: 1) Resiko cidera
berhubungan dengan kerusakan penglihatan, 2) Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kornea, 3) Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan integritas kornea, 4) Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang informasi terhadap perawatan diri dan
prognosis penyakit, 5) ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori,
kurang pemahaman mengenai pemberian obat serta prognosis penyakit.
Sedangkan pada kasus ditemukan diagnosa keperawatan, yaitu 1)
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas
kornea, 2) ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori, kurang
pemahaman mengenai pemberian obat serta prognosis penyakit, 3) Resiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kornea.
Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika di teori terdapat
lima diagnosa, sedangkan pada kasus hanya terdapat tiga diagnosa. Pada
diagnosa 1 dan 2 tidak ada kesenjangan antara diagnosa teori dan diagnosa
kasus, namun pada diagnosa 3 kasus tidak ada dalam diagnosa teori.
Diagnosa ketiga pada kasus adalah resiko infeksi berhubungan
dengan kerusakan integritas kornea, rasionalnya dalam pada saat
pengkajian ditemukan adanya luka di mata sebelah kiri, ditunjang dengan
mata kemerahan dan klien post Amnietic Membran Transplantation
(AMT) + Bandage Contact Lens (BCL), sehingga penulis mengangkat
diagnosa Resiko infeksi berdasarkan pengkajian pada klien dilapangan.
Menurut Nic-Noc
NOC:
Immune status
Knowledge: infection control
Risk control
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalksanaannya
c. Menunjukkkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas

NIC:
Infection control (konttrol infeksi)
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien
b. Pertahankan tehnik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjungan dan setelah berkunjung meninggalkan klien
e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
f. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
g. Tingkatkan intake nutrisi
h. Berikan terapi antibiotik bila perlu

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Dalam tahap pelaksanaan keperawatan penulis dapat melaksanakan
semua rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Mahasiswa dan perawat mampu bekerjasama dengan baik dalam
melakukan tindakan keperawatan.

V. EVALUASI KEPERAWATAN
Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari alat ukur untuk
memulai keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apakah tujuan
keperawatan berhasil, evaluasi dilakukan sesuai konsep.
Pada diagnosa pertama gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan
dengan kerusakan integritas kornea, tujuan tercapai sehingga masalah
nyeri teratasi. Pada diagosa kedua ansietas berhubungan dengan kurang
pemahaman mengenai pemberian obat serta prognosis penyakit, tujuan
tercapai sehingga masalah ansietas teratasi. Pada diagnosa ketiga resiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kornea, tujuan tercapai
sehingga masalah resiko infeksi teratasi.

Você também pode gostar