Você está na página 1de 26

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR Maret 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ACUTE LIMB ISCHEMIA

DISUSUN OLEH :
Hamka Wijaya Sakti (C111 14 056)

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Akhtar Fajar M, Sp.JP, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Hamka Wijaya Sakti


NIM : C111 14 056
Judul Laporan Kasus : Acute Limb Ischemia

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Kardiologi dan


Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 23 Maret 2018

Supervisor Pembimbing,

dr. Akhtar Fajar M, SP.JP, FIHA

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Acute Limb Ischemia”
Sepanjang penyusunan laporan kasus ini, beberapa pihak-pihak yang
memberikan kontribusi baik sumbangan waktu, ide, tenaga, dan dukungan
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada yang
dapat kami sampaikan kecuali rasa terima kasih mendalam kepada semua pihak
yang telah membantu, khususnya kepada pembimbing kami, dr. Akhtar Fajar M,
SpJP, FIHA
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
laporan kasus selanjutnya. Terima kasih.

Makassar, 23 Maret 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman sampul ..................................................................................................... 1

Halaman pengesahan .............................................................................................. 2

Kata Pengantar ....................................................................................................... 3

Daftar Isi................................................................................................................. 4

BAB 1 Laporan Kasus ........................................................................................... 5

BAB 2 Diskusi Kasus……….……………………………………………......….13

Daftar Pustaka ………………………..............................................................26

4
BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Bune
Tanggal Masuk : 21 Maret 2018
No RM : 759405
Unit Kerja : CVCU PJT

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri kaki sebelah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri kaki kanan dirasakan sejak seminggu yang lalu, sakit
dirasakan terus menerus, memberat saat berjalan, dan membaik saat
beristirahat. Nyeri disertai dengan kesemutan hingga mati rasa, kaki
merah keunguan dialami sejak 5 hari yang lalu, awalnya di kaki dan
menjalar ke dorsum pedis dan teraba dingin, pasien juga merasakan kaki
nyeri dan sulit untuk digerakkan, sesak nafas ada, nyeri dada tidak ada,
tidak ada ortopneu
Pasien riwayat merokok sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu,
sebanyak 1 bungkus per hari. Riwayat DM disangkal, dan riwayat
hiperternsi disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat Hipertensi disangkal

5
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada
 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus disangkal
 Riwayat keluarga dengan hipertensi disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
 Riwayat merokok ada sejak ± 40 tahun yang lalu dengan 1
bungkus rokok per hari
 Riwayat minum alkohol tidak ada

III. FAKTOR RISIKO


a. Tidak dapat dimodifikasi:
- Usia 44 tahun
- Jenis kelamin laki laki
b. Dapat dimodifikasi:
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Merokok

IV. PEMERIKSAAN FISIS

 Status generalis
Sakit sedang / gizi kurang/ compos mentis

 Tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 74 x kali per menit
Pernapasan : 18 kali per menit
Suhu : 36.5° C
NPRS : 7/10
 Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)

6
Leher : JVP R+1 cm H2O, limfadenopati dan
pembesaran tiroid tidak ada
 Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 6
kanan
Auskultasi : vesikular, bunyi tambahan ronchi -/-, wheezing -/-
 Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 5 garis parasternalis
kanan, dan batas jantung kiri di ICS 6 linea
axillaris anterior. Batas jantung atas di ICS 2.
Auskultasi : S I/II murni regular, murmur tidak ada
 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+), kesan normal
 Pemeriksaan Ekstremitas
Inferior dextra : Akral dingin, pulsasi tidak teraba setinggi
poplitea, nyeri, paraesthesia setinggi poplitea, tidak bisa
digerakkan, pallor ada
Inferior sinistra : Akral hangat, tidak ada edema, dalam batas
normal.

7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (21/03/2018)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hematolgi Rutin
1 WBC 16,69 4,00-10,0 10^3/ul
2 RBC 3,66 4,00-6,00 10^6/ul
3 HGB 10,7 12,0-16,0 gr/dl
4 HCT 31,4 37,0-48,0 %
5 MCV 85,8 80,0-97,0 fL
6 MCH 29,2 26,5-33,5 Pg
7 MCHC 34,1 31,5-35,0 gr/dl
8 PLT 233 150-400 10^3/ul
Koagulasi
1 PT 11 10-14 Detik
2 INR 1,01 --
3 APTT 27,6 22,0-30,0 Detik
KIMIA DARAH
Glukosa
1 GDS 97 140 Mg/dl
2 GDP 125 110 Mg/dl
FUNGSI HATI
1 Albumin 2,9 3.5-5.0 gr/dl
FRAKSI LIPID
1 Kolesterol total 87 200 Mg/dl
2 Kolesterol HDL 19 L > 55 p >56 Mg/dl
3 Kolesterol LDL 53 <130 Mg/dl
4 Trigliserida 51 200 Mg/dl
FUNGSI GINJAL
1 Ureum 54 10-50 Mg/dl
2 Kreatinin 0,71 L (<1,3); P( <1,1) Mg/dl
FUNGSI HATI
1 SGOT 550 <38 U/L
2 SGPT 233 <41 U/L
IMUNOSEROLOGI

8
Imunoserologi lain
1 Prokalsitonin 0,99 <0,05 Ng/ml
Elektrolit
1 Natrium 135 136-145 Mmol/l
2 Kalium 3,9 3,5-5,1 Mmol/l
3 Klorida 105 97-111 Mmol/l

b. EKG (22/03/2018)

Interpretasi
 Ritme : sinus ritme
 Heart Rate : 75 kali per menit
 Regularitas : Reguler
 Axis : Normoaxis
 Gelombang P : Normal, durasi 0,08 detik
 PR interval : Normal, durasi 0.16 detik
 QRS Kompleks : Normal, durasi 0,12 detik
 Segmen ST : Isoelektrik

9
 Gelombang T : normal
Kesimpulan : Normal

c. Foto Thorax (21/03/2018)

Kesan :
 Kardiomegali dengan tanda tanda bendungan paru
 Dilatatio et elongatio aortae

d. MSCTA (21/03/2018)
Kesan :
 Aneurisma aorta abdominalis level intrarenal disertai trombus
didalamnya
 Aneurisma a. Iliaca communis sinistra disertai trombus didalamnya
yang menyebabkan obstruksi total pada level tersebut dengan
collateral pada arteri femoralis communis sinistra yang berasal dari
aorta abdominalislevel intrarebal dibagian medial dan berasaldari
aorta level suprarenal di bagian lateral
 Mild stenosis pada a. Femoralis dextra ec plaque
 Stenosis pada a. Tibialis anterior sinistra

e. Echodoppler (21/03/2018)
Kesan :
 Aliran darah vena di ekstremitas inferior dextra dan sinitra tidak
lancar, compressible tampak SEC dan refluks di sepnajng poplitea
vein hingga common femoral vein, sesuai dengan gambaran
chronic venous insuficiency
 Aliran darah di arteri sepanjang ektremitas inferior sinistra tidak
lancar dari common femoral artery hingga dorsalis pedis sesuai
dengan gambaran severe peripheral artery disease
 Aliran darah arteri di sepnajang ekstremitas inferior dextra tidak
lancar dan tampak thrombus setinggi poplitea artery. Aliran darah

10
tidak tampak sepnajang tibialis anterior artery hingga dorsalis pedis
artery sesuai gambaran acute limb ischemic

VI. DIAGNOSIS

1. Acute Limb Ischemic Stage IIB Rutherford

2. Perifer Artery Disease Extremitas onferior sinitra

3. Elevated Liver Enzyme

4. Chronic Venous Insuficiency

5. Aneurysma Aorta Abdominalis

6. Hematuria

VII. TERAPI
1. Heparin 1000 IU/ jam / SP

2. Cilostazole 100mg/ 12 jam/ oral

3. Fentanyl 25 mg/ jam/SP

4. Actilyse 1 mg/ jam/ SP

5. Ceftriaxone 2 gr/24 jam/ iv

6. Miniaspi 80 mg/24 jam/ oral

7. Atrovastatin 20 mg/ 24 jam/ oral

VIII. RESUME
Seorang laki laki usia 74 tahun masuk rumah sakit dengan
keluahan nyeri kaki bawah dialami sejak 1 minggu yang lalu dan semakin
memberat beberapa hari terakhir. Nyeri dirasakan terus menerus,
memberat saat berjalan, dan membaik saat beristirahat. Nyeri disertai

11
dengan kesemutan hingga mati rasa, kaki merah keunguan dialami sejak 5
hari yang lalu, awalnya di kaki dan menjalar ke dorsum pedis dan teraba
dingin, pasien juga merasakan kaki nyeri dan sulit untuk digerakkan, sesak
nafas ada, nyeri dada tidak ada, tidak ada ortopneu
Pasien riwayat merokok sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu,
sebanyak 1 bungkus per hari. Riwayat DM disangkal, dan riwayat
hiperternsi disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, frekuensi napas 18x/menit
dan suhu 36,5 oC. Kesan gizi underweight. Hasil pemeriksaan kepala dan
leher dalam batas normal, perkusi toraks didapatkan batas jantung kiri
pada ICS VI linea axillaris anterior. Pemeriksaan abdomen dan
ekstremitas tidak ada kelainan.
Hasil pemeriksaan laboratorium: WBC 16,69 x 10^3, RBC 3,66 x
10^6, Hemoglobin 10,7 g/dL, hematokrit 10,7 MCV 85,8 fL, MCH 29,2
Pg, kolesterol HDL 19 mg/dl, SGOT/SGPT 550/223 U/L, Albumin 2,9
gr/dl dan ureum 54 mg/dl. Pemeriksaan EKG : Dalam batas normal.
Pemerikasaan radiologi : kardiomegali dengan tanda-tanda bendungan
paru, dilatatio, elangatio et atherosclerosis aortae.

12
BAB 2

DISKUSI KASUS
1. DEFINISI
Iskemia tungkai akut didefinisikan sebagai penurunan perfusi tungkai yang
terjadi <14 hari yang mengancam jiwa dan/atau tungkai. Iskemia tungkai akut
adalah kondisi di mana terjadi penurunan mendadak perfusi tungkai yang biasa
melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal dari perkembangan
penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus graft, aneurisma, hiperkoagulabilitas,
iatrogenik, dan lainnya.1,2
Iskemia tungkai akut/Acute Limb Ischemia (ALI) adalah suatu kondisi medis
serius yang ditandai dengan penurunan perfusi tungkai secara cepat. Biasanya
memberikan gejala dan tanda secara mendadak dan memburuk hingga
mengancam viabilitas ekstremitas.1 Ada dua etiologi ALI yang berbeda yaitu
emboli dan trombosis in situ yang disebabkan oleh penyakit dasar seperti
aterosklerosis.1,2 Patofisiologi ALI ditandai dengan kurangnya kolateral dan/atau
ekspansi trombus sepanjang aliran darah arteri yang menyebabkan iskemia dan
hipoksia jaringan yang selanjutnya mengakibatkan perubahan pada otot skeletal
dan saraf perifer.1,2,3

2. EPIDEMIOLOGI
Masih terdapat sedikit informasi tentang insidens ALI pada populasi umum,
diperkirakan sekitar 15/100,000 penduduk. dengan rata-rata usia 76,3±11,9 tahun
dan 52,7% terjadi pada laki-laki. Riwayat penyakit pembuluh darah sebelumnya:
coronary artery disease (29%); gagal jantung (19,4%); stroke/TIA (26,9%);
peripheral arterial disease (41,9%). Faktor risiko terjadinya PAD antara lain
merokok (68,8%); hipertensi (69,2%); diabetes melitus (12,9%); dan
hiperlipidemia (35,5%).2

3. FAKTOR RISIKO
Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi :
a. Dislipidemia (peningkatan LDL, penurunan HDL)

13
Peningkatan kadar LDL yang bersirkulasi berhubungan dengan
peningkatan kejadian atherosclerosis dan penyakit jantung koroner dan
besar kemungkinan dapat menyebabkan trombus. Ketika kadarnya
berlebih, LDL dapat berakumulasi di daerah subendothelial dan
mengalami modifikasi kimiawi yang dapat lebih jauh merusak lapisan
intima sehingga mencetuskan pembentukan lesi atherosklerotik. Fungsi
dari HDL adalah untuk transport kolesterol dari jaringan perifer kembali
ke liver untuk pembuangan. HDL juga memiliki fungsi antioksidatif dan
anti-inflamasi yang dibutuhkan oleh tubuh.5
b. Merokok
Merokok dapat menjadi predisposisi dari atherosklerosis dan penyakit
jantung iskemik dengan berbagai mekanisme, yaitu meningkatkan
modifikasi oksidatif dari LDL, menurunkan kadar HDL, disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan dan peningkatan stress
oksidatif, peningkatan adhesivitas platelet, dan lain-lain. Berhenti merokok
dapat mengembalikan beberapa dari efek buruk yang telah ditimbulkan,
sehigga dapat mengurangi risiko terjadinya Acute Limb Ischemic.5
c. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merusak endotel dari vascular dan dapat
meningkatkan permeabilitasnya. Angiotensin II yang merupakan mediator
dari hipertensi dapat bekerja sebagai vasokonstriktor dan stimulator dari
stress oksidatif serta sitokin proinflamasi yang dapat menceturkan
terjadinya atherogenesis.5
d. Diabetes Mellitus, Sindroma Metabolik
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolesmia yang
memungkinan timbulnya atherosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi
sel otot polos pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol,
trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar LDL dan kadar HDL yang
rendah.5
Faktor Risiko Tak Dapat Dimodifikasi
a. Peningkatan Usia

14
Kerentanan terhadap atherosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius
sebelum umur 40 tahun, sedangkan mulai usia 40-60 tahun insiden
terjadinya emboli atau trombosis pada pembuluh darah meningkat. Hal ini
terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang makin besar,
terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin
menurun seiring dengan bertambahnya umur.5
4. PATOFISIOLOGI
Ada dua etiologi ALI yang berbeda yatu emboli dan trombosis in situ yang
disebabkan oleh penyakit dasar seperti aterosklerosis. Patofisiologi ALI ditandai
dengan kurangnya kolateral dan/atau ekspansi trombus sepanjang aliran darah
arteri yang menyebabkan iskemia dan hipoksia jaringan yang selanjutnya
mengakibatkan perubahan pada otot skeletal dan saraf perifer.,2,3
Pada dasarnya ALI terjadi karena adanya emboli atau trombosis yang
dimana ketika terjadi hal tersebut dapat menurunkan perfusi di daerah perifer, dan
apabila emboli atau trombus terjadi sampai ke arteri yang kecil dapat terjadi
sumbatan total sehingga perfusi di daerah tersebut kurang atau bahkan tidak ada
sehingga dapat merusak otot dan nervus di daerah tersebut.2,3

5. PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROSIS


Pada saat ini, proses terjadinya plak ateroskle-rotik dipahami bukan
proses sederhana ka-rena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui
bahwa disfungsi endotel dan proses inflamasi juga berperan penting. Proses
pem-bentukan plak dimulai dengan adanya dis-fungsi endotel karena faktor-
faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-
sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen
pembuluh darah.6
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai
akhirnya bermanifestasi. Proses aterosklerosis ini terjasi melalui 4 tahap,
yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein)

15
ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul
fibrosis. 6

Gambar 2. Proses pembentukan aterosklerosis

Gambar 3. Fase awal disfungsi endotel

16
Beberapa faktor risiko koroner akut berperan dalam proses
aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan
merokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan
endotel. Faktor-faktor risiko ini menyebabkan kerusakan endotel dan
selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel
mengaktifkan proses infalmasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan
jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan
plak. Endotel yang mengalami disgungsi ditandai hal-hal sebagai berikut :
1. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi
endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis
vaskuler
2. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin,
molekul adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembu-luh darah,
seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1])
3. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa
substansi aktif lokal.
Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi
endotel :
a. Peningkatan adhesivitas endotel
b. Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan
monosit ke tunika intima pembuluh darah
c. Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag
d. Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin,dan faktor pertumbuhan
e. Nekrosis fokal dinsing pembuluh darah
f. Perbaikan jaringan dengan fibrosis6
2. Perkembangan proses aterosklerosis : peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi
menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul
adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini
mengalami differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna
LDL teroksidasi yang juga ber penetrasi ke dinding arteri, berubah
menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag

17
yang teraktivasi ini melepas-kan zat-zat kemoatraktan dan sitokin
(misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α,
IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan
proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot
polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler)
pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi
dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen,
membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara
membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga
menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna
matriks ek-straseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.6

Gambar 4. Pembentukan fatty streaks


3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami rupture
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel
otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas
plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang
termodifikasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons
infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak
migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami
modifikasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan
memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di
sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk

18
kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis meni-
pis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah
terhadap zat-zat trom-bogenik pada plak. Hal ini menyebabkan ter-
bentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan
pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses
antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung
stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi
proses infl amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang
seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser
ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak
semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan
mengalami rupture.6

Gambar 5. Pembentukan aterosklerosis yang lebih kompleks


4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan
seiring berjalannya wak-tu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala mun-cul
bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Plak yang ruptur ini kebanyakan
hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak
yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul
fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk
terjadinya rupture.6

19
Gambar 6. Ruptur plak
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks
subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini
menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi
trombosit, selanjutnya terbentuk thrombus. Trombosit berperan dalam
proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga
melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan
jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan
dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk :
1. Trombus putih merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya
menyebabkan oklusi sebagian
2. Trombus merah merupakan bekuan yang kaya fibrin. Terbentuk karena
aktifasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini
bersuperimposisi dengan trobus putih, menyebabkan terjadinya oklusi
total. 6
5. DIAGNOSIS
Gambaran klinis iskemia tungkai dikatakan akut bila terjadi dalam 2 minggu.
Gejala berkembang dalam hitungan jam sampai hari dan bervariasi dari episode
klaudikasio intermiten hingga rasa nyeri di telapak kaki atau tungkai ketika pasien
sedang beristirahat, parestesia, kelemahan otot, dan kelumpuhanpada ekstremitas
yang terkena.
a. Anamnese

20
Keluhan terjadi pada <50% pasien yaitu klaudikasio intermitten (rasa nyeri,
ache, keram, baal, atau kelelahan pada otot selama aktivitas dan menghilang
dengan istirahat) yang dirasakan di distal dari lokasi oklusi, misalnya di bokong,
pinggul, dan otot paha jika oklusi di aortoiliaka. Sedangkan sakit di betis
dirasakan jika oklusi di arteri femoral poplitea. Keluhan lainnya yaitu pasien
merasakan dingin atau baal pada kaki dan ibu jari kaki yang sering kali dirasakan
pada malam hari ketika posisi tungkai horizontal dan meningkat ketika tungkai
pada posisi menggantung. Paka kasus iskemia berat, nyeri dapat tetap ada pada
saat istirahat3
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada ALI dilakukan sesuai dengan pemeriksaan fisik
lainnya dan mengevaluasi tanda-tanda vital, khusus untuk ekstremitas,
dilakukan pemeriksaan yang meliputi 6P yaitu :
 Nyeri hebat (pain)
 Kesemutan (paresthesia)
 Nadi tidak teraba (pulse lessness)
 Lumpuh (paralysis)
 Pucat (pallor)
 Rasa dingin (poikilothermia)
Adapun klasifikasi menurut rutherford berdasarkan temuan klinisnya
adalah4

21
c. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
Untuk melihat apakah ada faktor resiko dari penyakit jantung, dan
memastikan ada tidaknya kelainan aritmia jantung.4
 Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam
kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari
angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang
dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan
percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi
memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena
menggunakan zat kontras.4

 Computed Tomography Angiography

Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui


pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan
angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar
yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan
berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3
dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang
pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan
angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis
yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan
kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam
kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama
dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien
dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.

 Magnetic Resonance Angiography

Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan


CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat
diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial,
misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA

22
dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis
metal.

6. PENATALAKSANAAN

Tindakan Umum Dan Langkah Awal


1. Oksigen
2. Obat
- Oral : Bic Nat 3 x 500mg, Alupurinol 3 x 500mg, Asam mifenamat 3 x 500mg
- Intravena: Pentoksifilin 1200 mg/24jam, NaCl 0.9% 500 ml/24jam, Pethidine
12-25 mg bolus atau morphine 2 mg bolus (dapat diulang) bila nyeri hebat dapat
diberikan Heparinisasi pada semua stadium 3. Stadium I, IIA/B: Revaskularisasi -
fibrinolitik, mekanikal trombektomi, embolectomy surgical
4. Stadium III : amputasi
5. Paska revaskularisasi diberikan warfarin 3-6 bulan atau lebih
6. Bila penggunaan antikoagulan jangka panjang menimbulkan perdarahan
dipertimbangkan anti platelet4

Gambar 2. Skema terapi Acute Limb Ischemic berdasarkan derajat klinis

23
Target awal terapi ALI adalah mencegah perluasan trombus dan
perburukan iskemia. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian segera antikoagulan
unfractionated heparin atau low molecular weight heparin (LMWH).1,4 Pasien
ALI dengan kategori I dan IIA setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
pencitraan, dapat dilakukan revaskularisasi sedangkan pasien dengan kategori IIB
dapat langsung dilakukan revaskularisasi tanpa melalui pemeriksaan pencitraan
dan pasien dengan kategori III harus dilakukan amputasi. Revaskularisasi dapat
dilakukan dengan cara trombolisis, prosedur endovaskular dan pembedahan.
Terapi trombolisis menggunakan obat trombolisis (seperti streptokinase,
urokinase, tissue plasminogen activator) untuk melarutkan trombus di dalam
sistem vaskuler. Infus obat trombolisis meningkatkan konversi plasminogen
endogen menjadi plasmin yang menyebabkan pemecahan fibrinogen. Terapi
trombolisis dapat diberikan melalui infus sistemik dan catheter-directed infusion
(CDT) atau dengan teknik farmakomekanik. Infus sistemik trombolisis dapat
diberikan melalui intravena. Catheter-directed infusion adalah suatu terapi invasif
minimal untuk menghilangkan trombus dengan pemberian obat trombolisis
melalui kateter yang secara langsung ditujukan ke trombus dengan panduan
pencitraan. Trombolisis dengan teknik farmakomekanik adalah menghancurkan
dan melarutkan trombus dengan injeksi periodik obat trombolisis melalui kateter
yang ditanamkan ke dalam trombus (pulse-spray mechanical thrombolysis) atau
menggunakan alat seperti microporous balloons, ultrasonic equipment bersama
dengan pemberian obat trombolisis intratrombotik.1
Pemilihan terapi lisis tergantung pada beberapa faktor yaitu lokasi dan
anatomi lesi, lamanya gejala, faktor resiko pasien (komorbiditas) dan resiko
prosedur. Perlu juga mempertimbangkan kontraindikasi pemberian trombolisis
yang terdiri dari kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut
meliputi penyakit cerebrovaskuler 6 bulan terakhir, kecenderungan perdarahan
aktif, perdarahan gastrointestinal 10 hari terakhir, pembedahan intrakranial atau
spinal 3 bulan terakhir, trauma kepala 3 bulan teakhir. Kontraindikasi relatif
termasuk pembedahan mayor atau trauma 10 hari terakhir, hipertensi (sistolik >
180 mmHg atau diastolik > 110 mmHg), resusistasi kardiopulmoner 10 hari
terakhir, kebocoran pembuluh darah yang kaku, tumor intrakranial, baru

24
menjalani operasi mata. Penelitian Rochester, Surgery versus Thrombolysis for
Ischemia of the Lower Extremity (STILE) dan Thrombolysis and Peripheral
Arterial Surgery-II (TOPAS-II) menyatakan bahwa terapi trombolisis lebih
menguntungkan daripada pembedahan karena menurunkan angka kematian dan
mengurangi angka terapi pembedahan serta resiko amputasi1

7. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia adbonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam4
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dpaat terjadi apabila tidak ditangani dengan segera, dapat
terjadi jaringan yang nekrosis dan harus diamputasi1

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, Heri et al. 2017. Iskemia Tungkai Akut. Sumatera Utara :
Indonesian Journal Chest & Critical Care Medicine. Vol.4 No.2 April_Juni
2. Raymond et al. 2012. Medicinus Hipertensi. Jakarta : Dexamedica. Vol 25
No. 1 ed. April
3. Jaffery et al. 2011. Acute limb Ischemic. Amerika : American Journal of
Medical Science. Vol 342 No.3
4. PDSKI. 2016. Panduan Klinis Dan Cllinical Pathway Jantung Dan
Pembuluh Darah. Jakarta : PERKI
5. Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease. 6th Ed. China: Wolters Kluwer
Health; 2016. p.161-89
6. Myrtha R. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Jawa Tengah : CDK. 2012.
Vol. 39 (4) : 261-264

26

Você também pode gostar