Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif psikologis, dan
bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat diberikan sebelum
dimulainya operasi. Obat-obatan tersebut disesuaikan pada setiap pasien. Seorang ahli
anestesi harus menyadari pentingnya mental dan kondisi fisik selama visite preoperatif.
Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan,
dan keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai
permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi.
Tidak ada suatu kesepakatan yang muncul untuk obat-obatan yang digunakan sebelum
operasi,sebagian besar digunakan hanya sebagai tradisi yang telah dimodifikasi akhir-akhir
ini seturut dengan kemajuan tehnik dan obat anestesi. Salah satu alasan mengapa obat-obatan
tersebut hanya berdasar tradisi ialah gabungan beberapa obat anestesi akan mencapai tujuan
yang sama. Namun satu hal yang jelas ialah, seorang penderita yang hendak masuk ke kamar
operasi harus terbebas dari rasa cemas dan beberapa tujuan khusus telah tercapai dengan
pemberian obat-obatan preoperatif.
A. Persiapan fisik
Persiapan fisik pada pasien meliputi kunjungan preoperatif dan wawancara dengan pasien
dan anggota keluarganya. Seorang ahli anestesi harus menjelaskan apa yang akan terjadi dan
tujuan tindakan anestesi sebagai upaya untuk mengurangi rasa cemas. Sebagian besar
penderita beranggapan hari operasi mereka adalah hari terbesar dalam hidup mereka. Pasien
tidak ingin diperlakukan tidak baik selama di ruang operasi. Kunjungan preoperasi harus
dilakukan secara efisien, tetapi harus bersifat memberikan informasi, rasa aman, dan
menjawab segala pertanyaan. Sebagian ahli anestesi berinteraksi dengan pasien dalam
keadaan tidak sadar atau tertidur, oleh sebab itu seorang ahli anestesi hendaknya berinteraksi
dengan pasien sebelum operasi untuk mendapatkan rasa percaya dan meningkatkan rasa
percaya diri pasien.
Sebagian besar pasien datang ke kamar operasi dalam keadaan cemas sebelum
pembedahan, sebuah studi menunjukan dari analisa terhadap 500 pasien bedah dewasa,
didapat pasien wanita lebih merasa cemas dibandingkan padien laki-laki sebelum operasi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pasien dengan berat badan lebih dari 70 kg lebih mudah
merasa cemas.Sebuah studi oleh egbert dan rekan-rekan dengan pemberian 2 mg/kgBB
pentobarbital yang diberikan secara im 1 jam sebelum operasi dan mendapatkan penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan lebih tenang saat masuk ke dalam kamar operasi.
Penelitian Kogh menyatakan bahwa pasien dewasa yang mendapatkan kunjungan sebelum
operasi menunjukan level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan apabila tidak
mendapatkan kunjungan sama sekali. Lebih lanjut dikatakan bahwa kunjungan sebelum
operasi lebih bermakna bagi pasien dibandingkan bila pasien mendapatkan informasi hanya
dari buku saja.Persiapan psikologis tidak menyelesaikan segalanya dan tidak meninggalkan
seluruh kecemasan. Di samping persiapan psikologis ada beberapa tujuan lain dari
pengobatan preoperatif. Pengendalian rasa sakit, dan level yang memuaskan dari sedasi tidak
dicapai dengan kunjungan preoperasi semata.Sebagai tambahan, situasi emergensi mungkin
menyediakan sedikit atau tidak ada sama sekali kunjungan preoperatif.
B. Persiapan farmakologi
Dalam memilih obat-obatan yang sesuai untuk pengobatan preoperatif kondisi psikologis
pasien dengan status fisik tetap menjadi pertimbangan.Seorang ahli anestesi harus
mengetahui berat badan pasien, dan respon terhadap obat-obatan depresan, termasuk efek
samping yang tidak diinginkan, dan alergi. Tujuan yang hendak dicapai pada setiap pasien
dengan pengobatan preopertif disesuaikan pada setiap pasien. Tujuan melepaskan rasa
cemas,dan membentuk sedasi, dapat diterapkan pada setiap pasien.
Pengobatan profilaksis terhadap alergik merupakan beberapa penyesuaian. Pencegahan reflek
otonom yang dimediasi oleh saraf vagus dan efek antiemetik lebih diutamakan pada saat
pengobatan preoperatif. Sebagian besar pengobatan preoperatif tidak mengurangi
keseluruhan anestesi, tetapi pengobatan preoperatif mencegah peningkatan konsentrasi
plasma dari β-endorphin, yang secara normal mengikuti respon terhadap stress.Pada beberapa
pasien sebaiknya tidak menerima antidepresan sebelum pembedahan. Pasien dengan usia
lanjut, atau trauma kepala atau hipovolemia akan lebih merasakan sakit dibandingkan dengan
yang telahmenerimaterapi premedikasi. Pada pembedahan yang bersifat elektif, seorang ahlin
anestesi akan menginingkan pasiennya masuk ke kamar operasi terbebas dari rasa cemas dan
tersedasi.
1. Relief of anxiety.
2. Sedation
3. Amnesia
4. Analgesia
5. Drying of airway secretions
6. Prevention of autonomic reflex responses
7. Reduction of gastric fluid volume and increased ph
8. Antiemetic effects
9. Reduction of anesthetic requirements
10. Facilitation of smooth induction of anesthesia
11. Prophylaxsis againts allergic reactions
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premedikasi
Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan
dan hiporefleksi, (c) untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), (d)
untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi
yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, dan (e) untuk mengurangi
Obat-obat yang bersifat sedatif dan anxiolitik berperan besar dalam meningkatkan
kualitas anestesi dan pemulihan, serta meminimalisir efek samping dari obat-obat
anestesi yang tidak diinginkan (Lee, 2006a). Obat-obat premedikasi yang umum
diberikan untuk anjing adalah (a) tranquilliser seperti acepromazin, diazepam,
midazolam, xilazin dan medetomidin, (b) narkotik seperti morfin, oksimorfon,
meperidin dan (c) antikolinergik seperti atropin dan glikopirolat.
A. SEDASI
1.Sedasi minimal
Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien
berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi
terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.
Sedasi sedang adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat
di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah
diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga
jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler
biasanya dijaga.
3.Sedasi dalam
Sedasi dalam Adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran
setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap
rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan
fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk
menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. Dapat terjadi
progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam dimana kontak verbal dan refleks
protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan
anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat
keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk
menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang
atau sedasi sadar, tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks
protektif masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil
untuk menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek
anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.
Indikasi Penggunaan Obat-Obat Sedatif
1. Premedikasi
2. Sedo-analgesia
3. Prosedur radiologik
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu mentoleransi
prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan
penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan
sedasi dalam bidang radiologi.
4. Endoskopi
Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek
dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol,
opioid, dan agoni α2-adrenergik.
Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi
intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah dapat
menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan
dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya efek samping.
TUJUAN
3. Me-recall memori, terutama pada hal-hal kecil yang gampang terabaikan pada
keadaanpasien yang komplek
.
Obat-Obatan Sedatif
A. BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan
hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar sediaan
parenteral tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan perawatan
intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang sama, efek
terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan. Benzodiazepin
diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu sebagai lama kerja panjang
(diazepam), lama kerja sedang(temazepam), lama kerja pendek (midazolam).
FARMAKOLOGI
Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor benzodiazepin,
yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam gaminobutirik
(GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf
pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik. Reseptor
Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA Berikatan dengan
reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat
neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini
memfasilitasi efek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan
di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral,
serebelum dan hipokampus dan densit rendah pada medula spinalis. Tidak adanya
reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat
penggunaan obat ini. Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan
dengan kemampuan reseptor.
Dosis midazolam Efek Kemampuan Dosis flumazenil
reseptor (%) untuk
membalikan
Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari efek
farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan hemodinamik
dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak
diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi
yang lemah. Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif
terhadap efek dari benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur
.
Efek pada SSP
Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas
antiepileptik.
Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan
apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut
maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan
chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut. Anxiolysis
lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang salah.
Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi
aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang
rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor terisi.
Midazolam terbukti benar aman sebagai obat sedatif intravena.
Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara
intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau
penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia mempengaruhi
ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada penggunaan
benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi pada penggunaan
obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada kasus ini.
Relaksasi Otot
Efek Kardiovaskuler
C. MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol yang
mencapai kelarutan air pada pH 2.9 – 3.7
Dosis
-Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 μg/kg
-Sedasi : 2-7 mg IV
-Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/jam
D. TEMAZEPAM
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan lebih
luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya. Pemberian secara
oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam untuk
mencapai konsentrasi puncak di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar lewat
konjugasi dengan glukoronidase dan tidak ada produksi metabolit yang penting.
Memiliki eliminasi waktu paru relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-
2 jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan
ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari temazepam, ditujukan
secara luas sebagai suatu hipnotik.
E. LORAZEPAM
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak digunakan
secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset yang pelan.
Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15 jam dan durasi
yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan untuk premedikasi,
dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada permulaan hari pembedahan.
Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai pemberian obat ini.
Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status
epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi
dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan serangan akut panik
yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 μg/kg (dosis biasa 1,5-2.5 mg).
Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain yang tersedia.
F. FLUMAZENIL
Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua ligand
reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek benzodiazepin
di CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul melawan efek fisiologis
termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan obstruksi jalan napas.
Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan
ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal.Flumazenil secara cepat
dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati. Flumazenil memiliki waktu
paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari 1jam. Lama kerja tergantung
pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis agonis. Berkisar antara 20 menit
sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis memiliki waktu paruh yang lebih
panjang, yang mengharuskan suatu periode observasi tertutup.
Dosis dan pemberian
Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100 μg/ml.
Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam bentuk 0,1-
0,2 mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak
boleh lebih dari 2 mg.
2.1.1 Atropin
atau stimulan kolinergik lain. Dengan dosis yang tinggi atropin dapat memblokir
reseptor nikotin.
saliva, menghambat sekresi bronkus serta keringat. Pada dosis medium atropin
sedangkan untuk dosis yang sangat tinggi atropin akan menghambat sekresi lambung
Atropin dapat diabsorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral, injeksi
dan inhalasi. Jika atropin diberikan secara injeksi intravena, efek terhadap denyut
jantung akan tampak dalam 3 – 4 menit setelah pemberian, lalu akan diikuti
dengan blokade kolinergik. Atropin terdistribusi dengan baik di dalam tubuh dan
melalui sistem saraf pusat, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin
(Plumb, 2008).
2.1.2 Xilazin
Xilazin sering digunakan pada anjing untuk tujuan sedasi dengan periode
analgesia yang lebih singkat, juga digunakan sebagai obat premedikasi sebelum
anestesi lokal atau anestesi umum. Xilazin memberikan relaksasi otot, dan pada
anjing obat ini dapat menyebabkan muntah. Xilazin juga menekan mekanisme
sistem kardiovaskuler yang meliputi tekanan darah, ritme jantung dan frekuensi
denyut jantung. Pada anjing xilazin dapat memberikan efek samping seperti
tremor otot, bradikardia dengan blokade A-V dan mengurangi frekuensi respirasi
analgesik xilazin bisa bertahan selama 15 – 30 menit, namun efek sedasinya bisa
bertahan hingga 1 – 2 jam tergantung pada dosis yang diberikan, sedangkan waktu
7
2.2 Anestesi
hilangnya rasa sakit dan hilangnya rasa terhadap rangsangan, tanpa atau disertai
untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit saat dilakukan tindakan
transportasi bagi hewan liar dan eksotik, dan prosedur pengobatan. Di samping itu
al., 2007).
dan berdasarkan luas pengaruh obat. Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi
dibagi menjadi (a) anestesi inhalasi yaitu obat anestesi berupa gas/uap
yaitu obat anestesi diberikan dengan cara injeksi/suntikan, bisa melalui IV, IM
dan SC; (c) anestesi oral atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui saluran
diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal
Anestesi lokal
area yang diberikan obat yang mampu menghambat konduksi saraf perifer
bekerja dengan cara blokade saluran ion natrium saraf perifer sehingga
konduksi saraf terhambat dan respon terhadap stimulasi hilang secara lokal.
tubuh, subkutan dan infiltrasi. Anestesi ini tidak disertai dengan hilangnya
kesadaran;
Anestesi regional
tertentu dengan cara pemberian obat anestesi pada lokasi saraf yang
Anestesi umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit dan refleks
sementara. Anestesi ini diberikan dengan cara inhalasi, injeksi, atau gabungan
injeksi dan inhalasi. Tujuan utama dilakukannya anestesi umum adalah untuk
9
2.2.2 Ketamin
yang kuat. Ketamin umumnya tidak menghilangkan refleks pinnal (telinga) dan
pedal (kaki), juga refleks terhadap cahaya, refleks kornea, laryng atau pharyng.
jantung, denyut jantung, tekanan aorta dan arteri pulmoner. Menurut Stawicki
(2007), ketamin memiliki efek klinik yang bervariasi yakni analgesik, anestesi,
didistribusikan ke semua jaringan tubuh dan mengikat protein plasma sekitar 53%
pada anjing (Plumb, 2008). Obat ini kemudian dimetabolisme di hati dan
seperti ada atau tidaknya refleks/respon terhadap stimulasi, tonus otot, refleks
mencakup pemeriksaan terhadap denyut dan ritme jantung, pulsus, CRT, warna
membran mukosa, darah, respirasi dan temperatur tubuh, oksigenasi, EKG dan
tekanan darah.
2.4 Leukosit
Leukosit atau sel darah putih adalah salah satu jenis sel yang membentuk
komponen darah dan berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh yang akan membantu
tubuh melawan berbagai agen asing yang dapat menginfeksi tubuh. Sel darah
putih berperan sebagai penanda ada atau tidaknya infeksi dan menggambarkan
tingkat stres pada hewan. Kondisi hewan yang mengalami infeksi atau stres akan
Sel darah putih tidak berwarna dan memiliki inti. Di dalam tubuh leukosit
bekerja secara independen, bergerak bebas dan akan mengeliminasi agen asing
yang dapat menginfeksi. Sel darah putih merupakan produk dari sel pluripoten
pada sumsum tulang dimana granulosit mengalami fase proliferasi mitosis yang
disusul dengan fase pematangan (Marsika, 2002). Secara umum, sel darah putih
dibedakan menjadi dua jenis yaitu sel darah putih yang bergranula yang disebut
granulosit atau polimorfonuklear dan sel darah putih yang tidak bergranula yang
sedangkan agranulosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit dan monosit.
Basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi
kecenderungan khusus untuk melekat pada basophil dan sel mast (Guyton, 2008).
11
maka itu berarti terjadi infeksi parasit dalam tubuh. Neutrofil dikenal sebagai garis
pertahanan pertama (Junqueira dan Caneiro, 2005), merupakan sel darah putih
yang paling banyak jumlahnya dalam darah perifer dan berhubungan dengan
organisme patogen dan sel debris (Lee et al., 2003). Limfosit berperan dalam
limfosit juga berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri
intraseluler. Sel monosit memiliki peran yang serupa dengan sel neutrofil yaitu
sebagai sel fagosit, dikenal juga sebagai makrofag saat meninggalkan aliran darah
(Jain, 1986; Rizzi et al., 2010). Namun nilai tersebut dapat berubah, bisa menjadi
lebih tinggi dari 17.000/µL atau lebih rendah dari 6.000/µL, hal tersebut bisa
dikarenakan adanya gangguan pada fisiologis tubuh. Gangguan total leukosit yang
ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah disebut dengan