Você está na página 1de 2

Apa itu Malu ?

Terbunuhnya Logika

Semenjak pertemuan kita saat itu, aku pikir segalanya akan kembali seperti keadaan
semula lagi. Kau akan kembali ke Surga, tempat semestinya malaikat berada, dan aku kembali ke
klise lama, yang slalu kuputar tiap harinya itu. Sebenarnya, hidupku selama ini sudah cukup
menyenangkan, aku tak ingin pertemuan sederhana kita kemarin, menjadi siklus "rasa" yang
berkelanjutan dan merusak banyak rencanaku di masa depan. Percayalah, aku sudah pernah
berkawan dekat dengan asmara. Awalnya memang amat indah, namun semua akan berakhir saat
patah hati datang. Ayolah, tidak ada satupun hal baik yang dihasilkan dari patah hati. Jadi, aku
sedang tidak ingin bermain dalam drama sejenis saat ini.

Namun yang terjadi adalah sebaliknya, pertemuan itu malah meninggalkan wangi yang
amat pekat, menyebar ke seluruh atmosfer semestaku, mewarnai seluruh udara sekitar. Tanpa
kau sadari, kau tinggalkan aku termabuk sendirian. Aku mabuk parah, inginkan dirimu teramat
sangat. Kau bagaikan candu. Dan aku bagaikan pecandu yang rela membunuh logika ku, demi
dapat menatapmu kembali.

Padahal sudah aku peringatkan berkali- kali diriku ini, bahwa perasaan untukmu itu
hanyalah sesuatu yang sesat dan sesaat saja, yang akan hilang dengan sendirinya, tergilas oleh
sang waktu yang terus merangkak maju, terbang jauh bersama angin kemarau.

Namun, parah, tanpa merasa berdosa dan bersalah, kau bawa paras indahmu itu berjalan
di depanku lagi. Sialnya, lagi- lagi kau berhasil membuyarkan seluruh semestaku. Semudah itu
kau memporak porandakan jagad rayaku lagi, semudah itu pula kau kembali mendorongku jatuh
ke dalam jurang imajimu.

Aku yang terjatuh semakin dalam, disaksikan seluruh prinsip- prinsip hidup yang
kubanggakan dulu. Dan mereka tertawa puas, menertawakan diriku yang dengan mudah jatuh
kembali kepadamu.
Cinta memang membingungkan, belum ada kajian ahli yang dapat mengupas segala
sesuatu tentangnya. Ia selalu muncul di tempat, waktu dan situasi yang tak terduga. Laksana
hujan yang turun sore ini, kita tak pernah berniat membencinya, namun waktu dan kondisi yang
datang bersamanya lah yang membuat kita membenci kedatangannya. Cinta sebenarnya tak
pernah datang secara tiba- tiba, ia mengendap- endap pelan, menyusup halus melewati jalan yang
tak tahu dari mana, untuk bermukim di hatimu secara diam- diam.

Lalu, penuh dengan kesombongan aku berjalan gagah menghampirimu. Bagaikan diri
yang tak diselimuti rasa malu sedikitpun. Pasalnya, aku sudi jika harus mati konyol dikarenakan
dirimu yang masih belum jelas adanya. Aku tak bisa membiarkan orang asing, berlarian bebas di
semestaku, bebas mengobrak- abriknya, lalu muncul di depanku dengan wajah tak berdosa itu.

Untungnya semua berjalan baik- baik saja, walau lidah ini masih saja kelu saat di
depanmu. Tapi itu bukan masalah yang amat berarti bagiku. Asal kau tahu, itu kali pertamanya
aku membunuh rasa malu hanya demi barisan angka dan sepenggal nama. Tapi kau berhasil
membuatku melakukannya. Hebat.

Você também pode gostar