Você está na página 1de 9

MAKALAH PPH 25

KELOMPOK 4:

 ALIFYAH AYUNANI (2016021058)


 EZA TRI ATMAJA (2018091038)
 M. AKMAL PUTRA WARDHANA (2018091032)
 OCTAVIA NOLAN (2018091029)
 MUHAMAD RINALDI (2018091019)
 FRESLY VERLIANDO MONTANA (2018091047)
 MUHAMMAD RAUF FADHIL HARYATAMA (2018091044)
 ABYAN PITUTUR SAE (2018091028)
 ANITA KUSUMA N.A. (2018041008)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistemself assesment. Dengan sistem


tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan
oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Pajak Penghasilan Pasal 25 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 25 adalah Pajak
yang dibayar sendiri oleh WP selama tahun berjalan, yang merupakan angsuran dari pajak
yang akan terutang untuk satu tahun pajak bagian tahun pajak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 25?


2. Bagaimana kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 25?
3. Bagaimana penentuan besarnya PPh pasal 25?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh pasal 25.


2. Menjelaskan kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 25.
3. Menjelaskan Cara perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 25.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 UU No.7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri
dimaksud untuk meringankan brban wajib pajak dalam membayar pajak terutang.

Angsuran PPh pasla 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).

2.2 Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 25

Kebijakan Mengenai Tarif PPh Pasal 25

Secara garis besar, penentuan tarif PPh Pasal 25 dibagi menjadi tiga kriteria.

1. Wajib Pajak kategori Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)

Wajib Pajak OPPT adalah siapa saja yang menjalankan usaha penjualan barang
(grosir ataupun eceran) dan usaha jasa dengan satu tempat usaha atau lebih. Bagi OPPT,
akan dikenakan PPh Pasal 25 sebesar 0,75% x omzet bulanan pada tiap-tiap tempat usaha.

2. Wajib Pajak kategori Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT)

Wajib Pajak OPSPT adalah karyawan atau pekerja bebas yang tidak memiliki usaha
sendiri. Bagi yang masuk dalam kategori OPSPT, akan dikenakan Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x Tarif PPh pada UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut.

 >Rp50 juta = 5%
 Rp50 juta – Rp250 juta = 15%
 Rp250 juta – Rp500 juta = 25%
 >Rp500 juta = 30%
3. Wajib Pajak Badan
Untuk WP Badan, tarif yang dikenakan adalah PKP x 25% Tarif Pasal 17 ayat (1) UU
PPh seperti yang dijelaskan di atas dan Pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.

Kebijakan Lain yang Mengatur Wajib Pajak Badan

Selain dari ketentuan tersebut di atas, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang
berbentuk perseroan terbuka yang memiliki saham >40% yang diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan memenuhi persyaratan lainnya berhak mendapatkan potongan 5% dari
tarif yang telah ditetapkan. Hal ini selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar
mendapatkan fasilitas potongan sebesar 50% dari tarif 25% yang dikenakan atas PKP yang
menjadi bagian dari peredaran bruto.

Tarif pajak badan yang dijelaskan pada pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dan UU
Pasal 31 E yang dijelaskan di atas tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang
telah dikenakan Pasal 4 ayat 2 UU PPh. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013. Khusus untuk PP No. 46 Tahun 2013 ini, diatur tarif pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan atas peredaran usaha bruto bulan Januari–Desember 2015 dengan PPh
sebesar 1%.

2.3 Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT Tahunan yang diperoleh dari tahun
sebelumnya. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan tahun
lalu. Tentu saja akan ada selisih dan perbedaan dengan kondisi sebenarnya pada tahun pajak
terakhir. Jika nanti ditemukan selisih kekurangan, selisih tersebut dibayarkan sebagai
kekurangan pajak akhir tahun, yang dinamakan dengan PPh Pasal 29. Namun sebaliknya,
jika ada kelebihan bayar, kondisi ini dinamakan sebagai restitusi. Sehingga Wajib Pajak dapat
meminta kelebihan pembayaran atas pajak yang telah dibayarkan tersebut. Besarnya
angsuran PPh 25 dalam tahun berjalan dihitung berdasarkan PPh Terutang sesuai dengan
SPT

Tahunan tahun sebelumnya dan dikurangi dengan kredit pajak. Adapun yang dimaksud
dengan kredit pajak adalah:
1. PPh Pasal 21 (bagi yang memiliki NPWP, pembayaran kredit pajak sesuai dengan tarif
(Pasal 17 Ayat 1) dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP).
2. PPh Pasal 22 (pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP).
3. Selain itu, PPh Pasal 23 (potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti,
dan hadiah, dan potongan 2% berdasarkan sewa, imbalan jasa, serta penghasilan
lain).
4. Dan PPh Pasal 24 (PPh yang dibayarkan di luar negeri dan boleh dikreditkan sesuai
ketentuan dalam Pasal 24).

A. Penentuan Besarnya PPh Pasal 25:


1. Pajak terutang menurut SPT Tahunan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang
dipotong/dipungut pihak lain/di LN (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24 yang dapat
dikreditkan) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
I. Pajak terutang tahun 2009 besarnya Rp.150.000.000, apabila tidak ada pajak yang
dipotong atau dipungut pihak lain, maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 setiap
bulan adalah : 150.000.000 : 12 = 12.500.000
a. Pajak terutang tahun 2009 besarnya Rp.150.000.000, pemotongan dan
pemungutan pajak oleh pihak lain serta Pajak yang dibayar di luar ngeri tahun
2009 adalah sebesar Rp. 60.000.000, yang teridiri PPh Psl 21  Rp.
15.000.000; PPh Psl 22  22.000.000; PPh Psl 23  16.000.000 dan PPh
Psl 24  7.000.000.
Perhitungannya : Pajak yg dibayar sendiri :150.000.000 – 60.000.000 =
90.000.000
Maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 setiap bulan adalah : 90.000.000 :
12 = 7.500.000
Catatan : apabila WP telah membayar PPh Pasal 25 di Bank persepsi atau Kantor Pos
(paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya), maka tidak wajib melaporkan SSP-nya ke KPP,
karena bukti pembayaran tersebut telah dianggap sebagai bukti pelaporan. Tetapi bagi WP
yang PPh Pasal 25-nya NIHIL (tidak ada pembayaran/Nol) maka wajib lapor ke KPP dengan
menggunakan SSP paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
A. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan PPh, adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
dari tahun pajak yang lalu.
Contoh : PPh Pasal 25 bulan Desember 2008 sebesar Rp. 100.000,- . maka PPh Pasal 25
untuk bulan Januari dan Pebruari 2009 (bagi WP OP), besarnya sama dengan PPh Pasal
25 bulan Desember 2008 (Rp. 100.000,-).
1. Apabila telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk 2 tahun pajak
sebelum tahun pajak SPT Tahunan PPh menghasilkan angsuran pajak yang lebih
besar dari angsuran pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh tersebut, maka
besarnya angsuran pajak dihitung berdasarkan SKP tahun pajak terakhir.
2. Jika dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk 2 tahun pajak sebelumnya
yang menghasilkan angsuran pajak lebih besar daripada angsuran pajak bulan
yang lalu, yng dihitung berdasarkan ketentuan tersebut pada point 1, 2, dan 3
diatas, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembaliberdasarkan SKP tahun
pajak terakhir dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
3. Apabila PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu lebih
kecil dari jumlah PPh yang telah dibayar, dipotong dan/atau dipungut selama
tahun pajak, maka angsuran pajak untuk setiap bulan sama dengan angsuran
pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak sebagaimana pada point 2, 3, dan 4
tersebut diatas, sampai dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan
untuk bulan-bulan berikutnya angsuran pajak dihitung berdasarkan jumlah pajak
yang terutang menurut keputusan tersebut.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angusran
pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu :
a. WP berhak atas kompensasi kerugian
b. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
c. SPT PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
d. WP diberikan perpnajangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
e. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran
bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
F. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP

5. Penentuan angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru


Yang dimaksud WP Baru adalah WP yang belum pernah menyampaikan SPT Tahunan, WP
yang baru berdiri dalam tahun berjalan dan WP yang diberikan NPWP dalam tahun
pajak/berjalan.
a. WP Baru yang wajib pembukuan  angsurn PPh Pasal 25 didasarkan pada
penghasilan netto menurut pembukuan setiap bulan yang disetahunkan
(dikalikan 12), dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU PPh, hasilnya dibagi 12.
Contoh : CV Amanda (WP Badan) baru berdiri 2 Maret 2009, Penghasilan
Netto bulan Maret tersebut berdasarkan catatan pembukuan, misalnya Rp.
480.000.000.
Perhitungannya  Penghasilan netto setahun : 12 x 480.000.000 =
5.760.000.000
PPh terutang berdasarkan tarif pasal 17 UU PPh adalah : 50% x 28% x
5.760.000.000 = 806.400.000
Dengan demikian angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Maret tsb adalah :
806.400.000 : 12 = 67.200.000
Untuk bulan-bulan berikutnya dihitung kembali didasarkan penghasilan neto
bulan yang bersangkutan, sesuai contoh diatas.
b. WP baru yang menggunakan norma penghitungan/tidak wajib pembukuan
(hanya untuk WP OP DN).
Rumusnya : penghasilan bruto dikalikan prosentase norma disetahunkan
(dikalikan 12) dikurangi PTKP, selanjutnya dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU
PPH. Hasilnya kembali dibagi 12.
Tata cara ini diterapkan tiap bulan s.d. akhir tahun pajak.
Contoh : Amir (WP OP) memulai usaha bengkel motor bulan April 2009.
Penghasilan bruto bulan April 2009 misalnya Rp. 160.000.000. Prosentase
norma perhitungan untuk usaha bengkel motor misalnya 22,5%. Amir Kawin
dan punya anak 2 (K/2).

Perhitungannya :
Pengh. netto bln April 2009 menurut norma perhitungan : 22,5% x
160.000.000 =
36.000.000
Pengh. Netto setahun : 12 x 36.000.000 = 432.000.000
PTKP (K/2) =
19.800.000
Penghasilan Kena Pajak =
412.200.000
PPh terutang :
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 200.000.000 = 30.000.000
25% x 162.200.000 = 40.550.000
Jumlah = 73.050.000
Maka angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan April tersebut adalah  73.050.000
: 12 = 6.087.500.
Untuk bulan-bulan berikutnya dihitung kembali menurut tata cara diatas,
sesuai dengan besarnya penghasilan bruto bulan ybs.
6. Penentuan angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Bank
Bagi Bank didasarkan pada laporan triwulanan yang disetahunkan (dikalikan 4), kemudian
dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh, hasilnya dibagi 12, dan angka tersebut digunakan
untuk penyetoran triwulanan.
a. Bank baru
Contoh : PT Bank “Royal Kredit” berdiri 1 April 2009, dalam Laporan
keuangan April, Mei dan Juni 2009 menunjukkan penghasilan netto Rp.
966.600.000. (penghasilan bruto setahun misalnya 55 milyar)
Penghasilan Netto setahun  4 x 966.600.000 = 3.866.400.000
PPh terutang  28% x 3.866.400.000 = 1.082.592.000
Maka angsuran PPh Pasal 25 bln April, Mei dan Juni  1.082.592.000 : 12 =
90.216.000 sebulan.
Untuk triwulan berikutnya (Juli, Agustus dan September) dihitung dengan tata
cara tsb diatas.

b. Bank Lama
Contoh : PT Bank “Dana Talangan” dalam laporan keuangan Triwulan Juli,
Agustus dan September 2009, melaporkan penghasilan netto Rp.
1.920.600.000 (penghasilan brutosetahun misalnya 60 milyar).
Pengh. Netto setahun  4 x 1.920.0000.000 = 7.682.400.000
PPh terutang  28% x 7.862.400.000 = 2.151.072.000
PPh Pasal 25 setiap bulan untuk bulan Oktober, Nopember dan Desember
adalah : 2.151.072.000 : 12 = 179.256.000/bulan. Untuk penyetoran bulan
Januari, Pebruari dan Maret (Triwulan berikutnya) dipakai laporan keuangan
triwulan Oktober, Nopember dan Desember. Begitu seterusnya.
Catatan :
1. Bagi Bank baru digunakan laporan keuangan triwulan yang bersangkutan, untuk
penyetoran PPh Pasal 25 bulan-bulan triwulan yang bersangkutan.
2. Bagi bank yang lama digunakan laporan keuangan triwulan yang lalu, yang angka-
angkanya digunakan untuk penyetoran PPh Pasal 25 bulan-bulan triwulan yang didepannya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/13062698/Makalah_Kewarganegaraan_PPH_Pasal_25

https://www.academia.edu/35191295/PAJAK_PENGHASILAN_PASAL_25_DAN_26_Kelompok_7_Aku
ntansi_3E

https://klikpajak.id/para-pengusaha-wajib-mengetahui-kebijakan-mengenai-tarif-pph-25/

https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-25-hal-hal-yang-mesti-anda-ketahui

Você também pode gostar