Você está na página 1de 13

Imaging & Image Processing Research Group

Institut Teknologi Bandung

PRAKTIKUM
EC4041 PENGOLAHAN CITRA DAN PENGENALAN POLA
EC6041 PENGOLAHAN CITRA DAN PENGENALAN POLA LANJUT
MODUL 3 − ANALISIS TEKSTUR

Tekstur merupakan karakteristik intrinsik dari suatu citra yang terkait dengan tingkat kekasaran
(roughness), granularitas (granulation), dan keteraturan (regularity) susunan struktural piksel. Aspek
tekstural dari sebuah citra dapat dimanfaatkan sebagai dasar dari segmentasi, klasifikasi, maupun
interpretasi citra.
Tekstur dapat didefinisikan sebagai fungsi dari variasi spasial intensitas piksel (nilai keabuan) dalam
citra. Berdasarkan strukturnya, tekstur dapat diklasifikasikan dalam dua golongan :
à Makrostruktur
Tekstur makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodik pada suatu daerah citra,
biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah untuk direpresentasikan
secara matematis.
à Mikrostruktur
Pada tekstur mikrostruktur, pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas, sehingga
tidak mudah untuk memberikan definisi tekstur yang komprehensif.
Contoh gambar berikut ini menunjukkan perbedaan tekstur makrostruktur dan mikrostruktur yang
diambil dari album tekstur Brodatz.

Gambar 1 Contoh tekstur visual dari Album Tekstur Brodatz .


Atas: makrostruktur Bawah: mikrostruktur

Analisis tekstur bekerja dengan mengamati pola ketetanggaan antar piksel dalam domain spasial. Dua
persoalan yang seringkali berkaitan dengan analisis tekstur adalah:
à Ekstraksi ciri
Ekstraksi ciri merupakan langkah awal dalam melakukan klasifikasi dan interpretasi citra.
Proses ini berkaitan dengan kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang
sesuai. Dalam praktikum ini kita akan mengamati metoda ekstraksi ciri statistik orde pertama
dan kedua, serta mengenali performansi masing-masing skema dalam mengenali citra dengan
karakteristik tekstural yang berlainan.
à Segmentasi citra
Segmentasi citra merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan suatu daerah pada citra
dengan daerah lainnya. Berbeda dengan pada citra non-tekstural, segmentasi citra tekstural tidak
dapat didasarkan pada intensitas piksel per piksel, tetapi perlu mempertimbangkan perulangan
pola dalam suatu wilayah ketetanggaan lokal. Dalam praktikum ini kita akan mencoba
menerapkan filter Gabor untuk melakukan segmentasi citra tekstural berdasarkan perulangan
pola lokal pada orientasi dan frekuensi tertentu.

1
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

1. Ekstraksi Ciri Statistik


Analisis tekstur lazim dimanfaatkan sebagai proses antara untuk melakukan klasifikasi dan
interpretasi citra. Suatu proses klasifikasi citra berbasis analisis tekstur pada umumnya membutuhkan
tahapan ekstraksi ciri, yang dapat terbagi dalam tiga macam metode berikut:
à Metode statistik
Metode statistik menggunakan perhitungan statistik distribusi derajat keabuan (histogram)
dengan mengukur tingkat kekontrasan, granularitas, dan kekasaran suatu daerah dari hubungan
ketetanggaan antar piksel di dalam citra.
Paradigma statistik ini penggunaannya tidak terbatas, sehingga sesuai untuk tekstur-tekstur
alami yang tidak terstruktur dari sub pola dan himpunan aturan (mikrostruktur).
à Metode spektral
Metode spektral berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution
pada domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur.
à Metode struktural
Analisis dengan metode ini menggunakan deskripsi primitif tekstur dan aturan sintaktik.
Metode struktural banyak digunakan untuk pola-pola makrostruktur.
Bagian ini akan membahas metode ekstraksi ciri statistik orde pertama dan kedua. Ekstraksi ciri orde
pertama dilakukan melalui histogram citra. Ekstraksi ciri statistik orde kedua dilakukan dengan
matriks kookurensi, yaitu suatu matriks antara yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar
piksel dalam citra pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial.

Gambar 2 Ilustrasi ekstraksi ciri statistik


Kiri : Histogram citra sebagai fungsi probabilitas kemunculan nilai intensitas pada citra
Kanan : Hubungan ketetanggaan antar piksel sebagai fungsi orientasi dan jarak spasial

1.1 Ekstraksi ciri orde pertama


Ekstraksi ciri orde pertama merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada karakteristik
histogram citra. Histogram menunjukkan probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan piksel pada
suatu citra. Dari nilai-nilai pada histogram yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri
orde pertama, antara lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy.
a. Mean (μ)
Menunjukkan ukuran dispersi dari suatu citra
μ = ∑ f n p( f n )
n

dimana fn merupakan suatu nilai intensitas keabuan, sementara p(fn) menunjukkan nilai
histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra).

2
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

b. Variance (σ2)
Menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu citra
σ 2 = ∑ ( f n − μ )2 p( f n )
n

c. Skewness (α3)
Menunjukkan tingkat kemencengan relatif kurva histogram dari suatu citra
1
α 3 = 3 ∑ ( f n − μ )3 p ( f n )
σ n

d. Kurtosis (α4)
Menunjukkan tingkat keruncingan relatif kurva histogram dari suatu citra
1
α 4 = 4 ∑ ( f n − μ ) 4 p( f n ) − 3
σ n

e. Entropy (H)
Menunjukkan ukuran ketidakaturan bentuk dari suatu citra
H = −∑ p( f n ) ⋅ 2 log p( f n )
n

Berikut adalah fungsi ciriordesatu yang dipergunakan untuk menghitung ciri orde satu dari citra:

%CIRIORDESATU.M
function CiriOrdeSatu(Citra)

H=imhist(Citra)';
H=H/sum(H);
I=[0:255];

CiriMEAN = I*H';
CiriENT = -H*log2(H+eps)';
CiriVAR = (I-CiriMEAN).^2*H';
CiriSKEW = (I-CiriMEAN).^3*H'/CiriVAR^1.5;
CiriKURT = (I-CiriMEAN).^4*H'/CiriVAR^2-3;

fprintf('\n\tMean :%13.4f\n',CiriMEAN);
fprintf(' \tVariance :%13.4f\n',CiriVAR );
fprintf(' \tSkewness :%13.4f\n',CiriSKEW);
fprintf(' \tKurtosis :%13.4f\n',CiriKURT);
fprintf(' \tEntropy :%13.4f\n',CiriENT );

3
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

1.2 Ekstraksi ciri orde kedua


Pada beberapa kasus, ciri orde pertama tidak lagi dapat digunakan untuk mengenali perbedaan antar
citra. Pada kasus seperti ini, kita membutuhkan pengambilan ciri statistik orde dua.
Salah satu teknik untuk memperoleh ciri statistik orde dua adalah dengan menghitung probabilitas
hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi sudut tertentu. Pendekatan ini
bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra, dilanjutkan dengan
menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks antara tersebut.
Kookurensi berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu level nilai piksel bertetangga dengan
satu level nilai piksel lain dalam jarak (d) dan orientasi sudut (θ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam
piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan
interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan
sebesar 1 piksel.
Matriks kookurensi merupakan matriks bujursangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat jumlah
level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (p,q) pada matriks kookurensi berorientasi θ berisi
peluang kejadian piksel bernilai p bertetangga dengan piksel bernilai q pada jarak d serta orientasi θ
dan (180−θ).

1 0 3 2 1 0 2
0 1 2 3 2 1 0
2 0 1 2 3 0 2
3 2 0 1 0 3 0
1 3 2 0 1 2 3

(a) (b)

0 0.1333 0.0833 0.0667 0.1667 0 0.0833 0.0417


0.1333 0 0.0833 0.0167 0 0 0.1042 0.125
0.0833 0.0833 0 0.1167 0.0833 0.1042 0.0833 0.0208
0.0667 0.0167 0.1167 0 0.0417 0.125 0.0208 0
(c) (d)

0 0.1429 0.1071 0.0536 0.2083 0 0.0833 0


0.1429 0 0.0536 0.0179 0 0.2083 0.0208 0
0.1071 0.0536 0 0.125 0.0833 0.0208 0.1667 0
0.0536 0.0179 0.125 0 0 0 0 0.2083
(e) (f)

Gambar 3 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi


(a) Citra masukan (b) Nilai intensitas citra masukan
(c) Hasil matriks kookurensi 0° (d) Hasil matriks kookurensi 45°
(e) Hasil matriks kookurensi 90° (f) Hasil matriks kookurensi 135°

4
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, kita dapat menghitung ciri statistik orde dua yang
merepresentasikan citra yang diamati. Haralick et al mengusulkan berbagai jenis ciri tekstural yang
dapat diekstraksi dari matriks kookurensi. Dalam modul ini dicontohkan perhitungan 6 ciri statistik
orde dua, yaitu Angular Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference
Moment, dan Entropy.

a. Angular Second Moment


Menunjukkan ukuran sifat homogenitas citra.
ASM = ∑∑ {p (i, j )}
2

i j

dimana p(i,j) merupakan menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi.

b. Contrast
Menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya
jauh dari diagonal utama, nilai kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah
ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra.
⎡ ⎤
CON = ∑ k 2 ⎢∑∑ p (i, j )⎥
k ⎣ i j ⎦
i − j = k

c. Correlation
Menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan
petunjuk adanya struktur linear dalam citra.
∑∑ (ij ). p(i, j ) − μ
i j
x μy
COR =
σ xσ y

d. Variance
Menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan transisi derajat
keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.
VAR = ∑∑ (i − μ x )( j − μ y ) p(i, j )
i j

e. Inverse Different Moment


Menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis. Citra homogen akan
memiliki harga IDM yang besar.
1
IDM = ∑∑ p(i, j )
i j 1 + (i − j) 2

f. Entropy
Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar untuk citra dengan transisi
derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).
ENT2 = −∑ ∑ p (i, j ) ⋅ 2 log p (i, j )
i j

5
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

Berikut adalah fungsi ciriordedua yang dipergunakan untuk menghitung ciri orde dua dari citra:

%CIRIORDEDUA.M
function CiriOrdeDua(Citra)

mk000=ko000(Citra);
mk045=ko045(Citra);
mk090=ko090(Citra);
mk135=ko135(Citra);
MatKook=(mk000+mk045+mk090+mk135)/4;

I=[1:256];
SumX=sum(MatKook); SumY=sum(MatKook');
MeanX=SumX*I'; MeanY=SumY*I';
StdX=sqrt((I-MeanX).^2*SumX');
StdY=sqrt((I-MeanY).^2*SumY');

CiriASM=sum(sum(MatKook.^2));
CiriCON=0;CiriCOR=0;CiriVAR=0;CiriIDM=0;CiriENT=0;
for i=1:256
for j=1:256
TempCON = (i-j)*(i-j)*MatKook(i,j);
TempCOR = (i)*(j)*MatKook(i,j);
TempVAR = (i-MeanX)*(j-MeanY)*MatKook(i,j);
TempIDM = (MatKook(i,j))/(1+(i-j)*(i-j));
TempENT = -(MatKook(i,j))*(log2(MatKook(i,j)+eps));
CiriCON = CiriCON + TempCON;
CiriCOR = CiriCOR + TempCOR;
CiriVAR = CiriVAR + TempVAR;
CiriIDM = CiriIDM + TempIDM;
CiriENT = CiriENT + TempENT;
end
end
CiriCOR=(CiriCOR-MeanX*MeanY)/(StdX*StdY);

fprintf('\n\tASM :%13.4f\n',CiriASM);
fprintf(' \tCON :%13.4f\n',CiriCON);
fprintf(' \tCOR :%13.4f\n',CiriCOR);
fprintf(' \tVAR :%13.4f\n',CiriVAR);
fprintf(' \tIDM :%13.4f\n',CiriIDM);
fprintf(' \tENT :%13.4f\n',CiriENT);

%ko000.m - MATRIKS KOOKURENSI ARAH 0 DERAJAT


function MatriksHasil=ko000(GambarAsli)
GambarAsli=double(GambarAsli);
Temp=zeros(256);
[tinggi,lebar]=size(GambarAsli);
for i=1:tinggi
for j=1:lebar-1
p=GambarAsli(i,j)+1;
q=GambarAsli(i,j+1)+1;
Temp(p,q) = Temp(p,q)+1 ;
Temp(q,p) = Temp(q,p)+1 ;
end
end
JumlahPixel=sum(sum(Temp));
MatriksHasil=Temp/JumlahPixel;

6
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

%ko045.m - MATRIKS KOOKURENSI ARAH 45 DERAJAT


function MatriksHasil=ko045(GambarAsli)
GambarAsli=double(GambarAsli);
Temp=zeros(256);
[tinggi,lebar]=size(GambarAsli);
for i=2:tinggi
for j=1:lebar-1
p=GambarAsli(i,j)+1;
q=GambarAsli(i-1,j+1)+1;
Temp(p,q) = Temp(p,q)+1 ;
Temp(q,p) = Temp(q,p)+1 ;
end
end
JumlahPixel=sum(sum(Temp));
MatriksHasil=Temp/JumlahPixel;

%ko090.m - MATRIKS KOOKURENSI ARAH 90 DERAJAT


function MatriksHasil=ko090(GambarAsli)
GambarAsli=double(GambarAsli);
Temp=zeros(256);
[tinggi,lebar]=size(GambarAsli);
for i=2:tinggi
for j=1:lebar
p=GambarAsli(i,j)+1;
q=GambarAsli(i-1,j)+1;
Temp(p,q) = Temp(p,q)+1 ;
Temp(q,p) = Temp(q,p)+1 ;
end
end
JumlahPixel=sum(sum(Temp));
MatriksHasil=Temp/JumlahPixel;

%ko135.m - MATRIKS KOOKURENSI ARAH 135 DERAJAT


function MatriksHasil=ko135(GambarAsli)
GambarAsli=double(GambarAsli);
Temp=zeros(256);
[tinggi,lebar]=size(GambarAsli);
for i=2:tinggi
for j=2:lebar
p=GambarAsli(i,j)+1;
q=GambarAsli(i-1,j-1)+1;
Temp(p,q) = Temp(p,q)+1 ;
Temp(q,p) = Temp(q,p)+1 ;
end
end
JumlahPixel=sum(sum(Temp));
MatriksHasil=Temp/JumlahPixel;

7
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

2. Filter Gabor
Kemampuan sistem visual manusia dalam membedakan berbagai tekstur didasarkan atas kapabilitas
dalam mengidentifikasikan berbagai frekuensi dan orientasi spasial dari tekstur yang diamati. Filter
Gabor merupakan salah satu filter yang mampu mensimulasikan karakteristik sistem visual manusia
dalam mengisolasi frekuensi dan orientasi tertentu dari citra. Karakteristik ini membuat filter Gabor
sesuai untuk aplikasi pengenalan tekstur dalam computer vision.
Secara spasial, sebuah fungsi Gabor merupakan sinusoida yang dimodulasi oleh fungsi Gauss. Respon
impuls sebuah filter Gabor kompleks dua dimensi adalah :

1 ⎧⎪ 1 ⎡ x 2 y 2 ⎤ ⎫⎪
h( x, y ) = exp⎨− ⎢ 2 + 2 ⎥ ⎬ exp( j 2πFx )
2πσ xσ y ⎪⎩ 2 ⎢⎣σ x σ y ⎥⎦ ⎪⎭

dan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4 Respon impuls filter Gabor dua dimensi.

Dalam domain frekuensi spasial, filter Gabor dapat direpresentasikan sebagai berikut:
[ ]
H (u, v) = exp{− 2π 2 (u − F ) 2 σ x2 + v 2σ y2 }

Dalam domain frekuensi spasial, parameter-parameter filter Gabor dapat digambarkan sebagai:

Gambar 5 Parameter filter Gabor dalam domain frekuensi spasial

8
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

Tabel 1 Enam parameter filter Gabor

Parameter Simbol Nilai


2 2 2 2 2 2 2
Frekuensi tengah (ternormalisasi) F , , , , , ,
2 0 21 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6
Lebar pita frekuensi BF 1 oktaf
Lebar pita angular Bθ 30o atau 45o
Spacing frekuensi SF 1 oktaf
Spacing angular Sθ 30o atau 45o
Sθ = 30o : 0o, 30o, 60o, 90o, 120o, 150o
Orientasi θ
Sθ = 45o : 0o, 45o, 90o, 135o, 180o, 225o

Ada enam parameter yang harus ditetapkan dalam implementasi filter Gabor. Keenam parameter
tersebut adalah: F, θ, σx, σy, BF, and Bθ .
B B

à Frekuensi (F) dan orientasi (θ) mendefinisikan lokasi pusat filter.


à BF dan Bθ menyatakan konstanta lebar pita frekuensi dan jangkauan angular filter.
B B

à Variabel σx berkaitan dengan respon sebesar -6 dB untuk komponen frekuensi spasial.


ln 2 (2 BF + 1)
σx =
2πF (2 BF − 1)
à Variabel σy berkaitan dengan respon sebesar -6dB untuk komponen angular.
ln 2
σy =
2πF tan( Bθ / 2)

à Posisi (F, θ) dan lebar pita (σx, σy) dari filter Gabor dalam domain frekuensi harus ditetapkan
dengan cermat agar dapat menangkap informasi tekstural dengan benar. Frekuensi tengah dari
filter kanal harus terletak dekat dengan frekuensi karakteristik tekstur.
à Setelah mendapatkan ciri Gabor maka dapat dilakukan ekstraksi ciri. Salah satu ciri yang dapat
dipilih adalah ciri energi, yang didefinisikan sebagai:
M N
1
∑∑ x(m, n)
2
e( x ) =
MN i =1 j =1

à Dalam modul ini digunakan lebar pita frekuensi (BF) dan jarak frekuensi tengah (SF) sebesar
B

satu oktaf, serta lebar pita angular (Bθ) dan jarak angular (Sθ) sebesar 30° dan 45°. Pemilihan
B

lebar pita angular sebesar 30° dan 45° adalah karena nilai ini dianggap mendekati karakteristik
sistem visual manusia.

9
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

Berikut adalah fungsi gb dan en yang dipergunakan dalam percobaan filter Gabor ini:

%GB.M
%Program untuk menghitung matriks ciri menggunakan filter Gabor.
%Masukan untuk program ini adalah matriks citra (im), pangkat dari
% frekuensi ternormalisasi (power), dan jumlah orientasi (n).
%Keluaran dari program ini adalah matriks ciri yang merupakan nilai
% magnituda dari bagian riil dan imajiner.
%Untuk Bθ = Sθ = 30°, nilai orientasi pada variabel z adalah sebesar
% (0.1667*pi), sedangkan untuk Bθ = Sθ = 45° adalah (0.25*pi).
B

function [mag]=gb(im,power,n);
teta=(0.1667*pi)*n;
F=sqrt(2)/2^power;
fx=F;
z=(0.1667*pi)/2;
num=sqrt(log(2));
denum=sqrt(2)*pi*F*tan(z);
sigmay=num/denum;
Bf=1;
alfa=sqrt(0.5*log(2));
nom=sqrt(log(2))*(2^Bf+1);
denom=sqrt(2)*pi*F*(2^Bf-1);
sigmax=nom/denom;
[x,y]=meshgrid(-3:1:3, -3:1:3);
x=round(x);
y=round(y);
xx=x.*cos(teta)+y.*sin(teta);
yy=-x.*sin(teta)+y.*cos(teta);
hx=(1/(2*pi*sigmax*sigmay))*exp(-0.5*((xx.^2/sigmax^2)+(yy.^2/sigmay^2)));
jx=cos(2*pi*fx*xx);
hc=hx.*jx;
kx=sin(2*pi*fx*xx);
hs=hx.*kx;
im_real=conv2(im,hc,'same');
im_imag=conv2(im,hs,'same');
mag=sqrt((im_real.^2)+(im_imag.^2));
mag=abs(mag)/(max(max(mag)));

%EN.M - Program untuk menghitung energi suatu citra


function energi=en(X)
[m,n]=size(X);
z=m*n;
s=sum(sum(X.^2));
energi=s/z;

10
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

2.1 Percobaan Mencari Frekuensi dan Orientasi Dominan pada Suatu Tekstur
Berdasarkan program filter Gabor di atas, lakukan urutan kerja sebagai berikut :
a. Baca file citra straw.tif

x = imread(‘straw.tif’);

b. Lakukan proses filtering terhadap citra tersebut menggunakan filter Gabor. Parameter frekuensi
dan orientasi ditentukan sebagai:

G1 = gb(x, 3, 1);

variabel citra 2
frekuensi F = orientasi θ = 1 x 30° = 30°
yang akan difilter 23

c. Tampilan hasil citra yang telah difilter


figure, imshow(G1);

d. Hitung nilai energi citra yang telah difilter


E1 = en(G1);

e. Ulangi proses filtering pada beberapa frekuensi dan orientasi yang berbeda.
Ambil kesimpulan berdasarkan besarnya energi dari masing-masing citra keluaran.

θ = 0° θ = 30° θ = 60° θ = 90°


Energi = 0.0742 Energi = 0.0930 Energi = 0.0928 Energi = 0.0655

Kesimpulan: Tekstur straw mempunyai orientasi dominan di antara 30° dan 60°
2
Tekstur straw mempunyai frekuensi dominan pada F =
23

11
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

2.2 Percobaan Segmentasi Citra Tekstural


Berdasarkan program filter Gabor di atas, lakukan urutan kerja sebagai berikut :
a. Baca file citra tex2.tif

x = imread(‘tex2.tif’);

b. Analisis tekstur mengunakan filter Gabor


G = gb(x, 3, 0);
figure, imshow(G);

c. Lakukan thresholding dengan nilai threshold = 0.25.


BW = im2bw(G,0.25);
figure, imshow(BW);

d. Lakukan median filtering sebanyak dua kali


M1 = medfilt2(BW);
M2 = medfilt2(M1);
figure, imshow(M1);
figure, imshow(M2);

12
Imaging & Image Processing Research Group
Institut Teknologi Bandung

3. Tugas
3.1 Ciri Orde Satu
a. Tampilkan histogram citra Taz1.bmp, Taz2.bmp, dan Taz3.bmp. Selanjutnya jalankan
fungsi ciriordesatu terhadap masing-masing citra.

b. Lakukan hal yang sama terhadap masing-masing citra Tekstur1.bmp, Tekstur2.bmp, dan
Tekstur3.bmp.

c. Berikan analisis mengenai proses yang telah dilakukan.

3.2 Ciri Orde Dua


a. Jalankan fungsi ciriordedua terhadap masukan citra Tekstur1.bmp, Tekstur2.bmp, dan
Tekstur3.bmp.

b. Berikan analisis mengenai proses yang telah dilakukan.

3.3 Filter Gabor


a. Jalankan program mikimos.m berikut. Berikan analisis mengenai proses yang dijalankan.

%MIKIMOS.M
X=imread('mikimos1.bmp');
figure,imagesc(X),colorbar('vert'),colormap('hot')
Y=gb(X,2,3);
figure,imagesc(Y),colorbar('vert'),colormap('hot')
Z=medfilt2(Y,[5,5]);
figure,imagesc(Z),colorbar('vert'),colormap('hot');

b. Gantilah baris perintah:


X=imread('mikimos1.bmp');
dengan:
X=imread('mikimos2.bmp');
Bandingkan hasilnya dengan (a), berikan analisis mengenai hasil yang diperoleh.

c. Gantilah baris perintah:


Y=gb(X,2,3);
dengan:
Y=gb(X,2,6);
Bandingkan hasilnya dengan (a), berikan analisis mengenai hasil yang diperoleh.

13

Você também pode gostar