Você está na página 1de 59

TINJAUAN TEORI

1.1 Prasarana Air Bersih


Air merupakan unsur utama bagi hidup kita di planet ini. Kita mampu bertahan hidup tanpa
makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Air
merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputu 70% permukaannnya
yang berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta km. Apabila di tuang merata di seluruh permukaan bumi
akan terbentuk lapisan dengan kedalaman rata-rata 3 km. namun hanya sebagian kecil saja dari
jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan yaitu ± hanya 0,0003 persen. Sebagian besar air ada
dalam samudera atau laut dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari
3% sisanya yang ada, hampr semuanya 87%nyaterpisah dalam lapisan kutub atau sangat dalam
di bawah tanah. Dalam 1 tahun, rata-rata jumlah tersebut tersisa lebih dari 40 ribu air segar yang
dapat diperoleh dari sungai-sungai yang di peroleh di dunia. Ketersediaan ini (sepadan dengan
lebih dari 7000 untuk setiap orang)sepintas sepertinya cukup untuk menjamin persediaan bagi
setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut sering kali tersedia di tempat ± tempat yang
tidak tepat.

1.1.1 Definisi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun 1990, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak.

Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air), dan gas (uap air). Air merupakan satu – satunya zat
yang secara alami terdapat dipermukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H20 : satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen
yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau pada kondisi standar (Allafa, 2008 dalam Putra ).

Air merupakan salah satu kebutuhan esensial manusia yang kedua setelah udara untuk keperluan
hidupnya. Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air. Untuk
menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang bersih dan sehat tanpa persediaan air bersih
yang cukup, mustahil akan tercapai (Daud, 1999 dalam Radjab).

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan tapi masih memungkinkan mangandung mikroorganisme dan bahan kimia yang
dapat membahayakan kesehatan oleh karena itu masih perlu ada pengolahan lebih lanjut sepeti
terlebih dahulu dimasak sebelum diminum (Daud, 2011).

Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari
termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum menurut departemen
kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat
risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat
berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, banyak zat
berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefenisikan air bersih sebagai berikut
:

a. Dipandang dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari mineral, bahan
kimia jasad renik

b. Dipandang dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga dan dapat diminum setelah masak.

1.1.2 Klasifikasi Air Bersih

Sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih karena tanpa sumber air
maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan berfungsi,Air bersih adalah air yang
memenuhi ketentuan baku mutu air besih yang berlaku, memenuhi ketentuan baku mutu air baku
yang dapat diolah menjadi air minum dan ketentuan baku mutu air minum yang berlaku.
Menurut Sutrisno, dkk. ( 2002 ) sumber – sumber air adalah sebagai berikut yaitu :

1. Air Tanah, yang terdiri dari :

a. Mata air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang
berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/kualitasnya sama
dengan keadaan air dalam.

b. Air tanah dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tetahan, demikian
pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat
kimia (garam – garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur –
unsur kimia tertentu untuk masing – masing lapisan tanah. Lapis tanah disini berfungsi sebagai
saringan.

c. Air tanah dalam


Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan
bor dan memasukkan pipa kedalamnyasehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 –
300 m) akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat
menyembur keluar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tak
dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah
dalam ini.

2. Air permukaan

Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan
mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang – batang kayu, daun
– daun, kotoran industri kota dan sebgainya. Air permukaan ada 2 macam, yaitu :

a. Air Sungai

b. Air Rawa/danau

3. Air Laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%.
Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

4. Air atmosfir

Dalam keadaan murni, sangat bersih, Karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan
oleh kotoran – kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan
sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada
saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.

1.1.3 Acuan Normatif

Berdasarkan PP no 16 tahun 2005 tentang SPAM, air minum adalah air minum rumah tangga
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum. SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau
bukan jaringan perpipaan, SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan, sedangkan SPAM bukan jaringan
perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.

Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat pengguna/pelanggan
harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan dan yang tidak memenuhi stamdar kualitas dilarang
didistribusikan kepada masyarakat.
Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum dan pelayanan air limbah yang wajib
dibayar oleh pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang diberikan oleh
Penyelenggara.Perhitungan dan penetapan tarif air minum harus didasarkan pada prinsip-
prinsip:

a. keterjangkauan dan keadilan;

b. mutu pelayanan;

c. pemulihan biaya;

d. efisiensi pemakaian air;

e. transparansi dan akuntabilitas; dan

f. perlindungan air baku.

Berdasarkan UU no. 7 tahun 2004 tentang SDA, air adalah semua air yang terdapat di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas, secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga
dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan tersebut menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah. Pengaturan terhadap pengembangan sistem
penyediaan air minum bertujuan untuk:

a. Terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas


dengan harga yang terjangkau

b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan

c. Meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

Berdasarkan Permen No. 22 Tahun 2008 tentang SPM Perumahan, air minum memiliki
ketentuan yakni:

a. 100% penduduk terlayani

b. 60-220 lt/orang/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan

c. 30-50 lt/orang/hari untuk lingkungan perumahan

d. Apabila disediakan melalui kran umum :


- 1 kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 220 jiwa

- Radius pelayanan maksimum 100 meter

- Kapasitas minum 30/lt/hari

e. Memenuhi standar air minum

Berdasarkan Permen PU no.1 PRT M 2014, Sumber daya air adalah Penyediaan air baku untuk
kebutuhan masyarakat dengan indikator persentase tersedianya air irigasi untuk pertanian rakyat
pada sistem irigasi yang sudah ada sesuai dengan kewenangannya, dengan indikator :

1. Persentase tersedinya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-
hari;dan

2. Persentase tersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada
sesuai dengan kewenangannya.

3. Penyediaan air minum dengan indikator persentase penduduk yang mendapatkan akses
air minum yang aman.

4. Penyediaan sanitasi dengan indikator :

a) persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah yang memadai;

b) persentase pengurangan sampah di perkotaan;

c) persentase pengangkutan sampah;

d) persentase pengoperasian Tempat Pembuangan Akhir (TPA);dan

e) persentase penduduk yang telayani sistem jaringan drainase skala kota sehingga tidak
terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun.

5. Penataan Bangunan dan Lingkungan dengan indikator persentase jumlah Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang diterbitkan;

6. Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan dengan indikator persentase berkurangnya


luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan
1.1.4 Standar Pelayanan Minimal

Menurut Permen PU No. 01 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, penyediaan air baku untuk kebutuhan masyarakat ditingkat
kabupaten/kota diutamakan guna memenuhi kebutuhan air baku untuk memenuhi kebutuhan
pokok minimal seharihari serta memenuhi kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat pada
sistem irigasi yang sudah ada sesuai dengan kewenangan pengelolaannya.

a. Pengertian:

1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang
memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.

2. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan melalui
pengembangan sistem penyediaan air minum.

3. Kinerja Sistem Jaringan Penyediaan Air Baku adalah kemampuan system jaringan untuk
membawa sejumlah air dari sumbernya ke Instalasi Pengolah Air sesuai waktu dan tempat
berdasarkan rencana pencapaian akses terhadap air bersih yang ditetapkan dalam target MDGs
bidang Air Minum.

b. Ruang Lingkup

1. Sasaran Penyediaan Air Baku Untuk Kebutuhan Masyarakat adalah meningkatnya


keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Indikator Penyediaan Air Baku Untuk Kebutuhan Masyarakat adalah:

- Persentase tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimaln sehari-hari.

- Persentase ersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada
sesuai dengan kewenangannya. Sistem irigasi yang dimaksud meliputi sistem irigasi primer dan
sekunder pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota dan/atau sistem irigasi primer dan sekunder
pada daerah irigasi sampai dengan 1000 ha dan terletak dalam satu kabupaten/kota.

3. Kebutuhan pokok minimal sehari-hari yang dimaksud adalah kewajiban Pemerintah


berdasarkan target MDGs untuk menyediakan air bersih secara berkelanjutan yang dapat diakses
paling tidak oleh 68,87 % (rata-rata) masyarakat Indonesia. Kebutuhan pokok minimal setiap
orang akan air bersih per hari adalah 60 liter atau 0,06 m3.

4. Sistem Jaringan penyediaan air baku terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan
saluran pembawa/transmisi peserta bangunan pelengkapnya yang membawa air dari sumbernya
ke Instalasi Pengolah Air.
5. Sistem irigasi yang dimaksud meliputi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah
irigasi dalam satu kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1000 ha.

6. Nilai SPM keandalan ketersediaan air baku merupakan rasio ketersediaan air baku secara
nasional yang merupakan kumulatif dari masing-masing Instalasi Pengolah Air terhadap target
MDGs kebutuhan air baku secara nasional yang telah ditetapkan.

7. Nilai SPM keandalan ketersediaan air irigasi merupakan rasio ketersediaan air irigasi di
petak-petak sawah dalam jumlah, waktu dan tempat pada setiap musim tanam terhadap
kebutuhan air irigasi berdasarkan Rencana Tata Tanam yang telah ditetapkan.

c. Target Capaian

1. Target Capaian Tersedianya Air Baku untuk Kebutuhan

Pokok Minimal Sehari-hari Persentase target pencapaian SPM Penyediaan Air Baku Untuk
Kebutuhan Pokok Minimal Sehari-hari ditingkat Kabupaten/Kota adalah 100% dari target MDGs
untuk menyediakan air bersih secara berkelanjutan yang dapat diakses paling tidak oleh 68,87 %
(rata-rata) masyarakat setempat.

2. Target Capaian Tersedianya Air Irigasi untuk Pertanian Rakyat

Persentase target pencapaian SPM Penyediaan Air Baku Untuk Kebutuhan Masyarakat ditingkat
Provinsi adalah 70% (kinerja baik) pada tahun 2019. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2019,
jumlah air yang tersedia untuk melayani petakpetak sawah minimal pada satu musim tanam
adalah 70% dari kebutuhannya. Penentuan persentase tersebut didasarkan pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 32 tahun 2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan

Irigasi yang menetapkan Indeks Kinerja Sistem Irigasi sebagai berikut:

• 80-100 : kinerja sangat baik

• 70-79 : kinerja baik

• 55-69 : kinerja kurang dan perlu perhatian

• <55 : kinerja jelek dan perlu perhatian

d. Cara Mengukur

Pencapaian target SPM untuk Tersedianya Air Baku untuk Kebutuhan Pokok Minimal Sehari-
hari diukur dengan melakukan:

• Memperkirakan jumlah penduduk yang akan dilayani dan memperkirakan kebutuhan


akan air baku untuk kebutuhan pokok minimal sehari-hari selama 1 (satu) tahun.
• Menetapkan kebutuhan air baku yang akan dipenuhi, sesuai target MDGs (68,87%).

• Menghitung realisasi layanan instalasi pengolah air selama 1 (satu) tahun.

• Menghitung pencapaian target SPM dan menilai kinerja layanan penyediaan air baku
dengan membandingkan realisasi layanan instalasi pengolah air dengan kebutuhan air baku yang
sesuai target MDGs. Pencapaian target SPM untuk Tersedianya Air Irigasi Pertanian Rakyat
diukur dengan melakukan:

• Menyusun Rencana Tata Tanam.

• Survei lapangan untuk mengidentifikasi realisasi layanan irigasi terhadap luas tanam.

• Menghitung pencapaian target SPM dan menilai kinerja jaringan irigasi dengan
membandingkan antara realisasi luas tanam dengan rencana tata tanam.

e. Upaya Pencapaian

• Target SPM untuk Tersedianya Air Baku untuk Kebutuhan Pokok Minimal Seharihari
dicapai melalui pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan (O&P) sarana dan
prasarana penyediaan air baku. Termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan penunjang,
seperti: perencanaan; pengawasan; dan pemberdayaan.

• Target SPM dicapai melalui pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan
(O&P) jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk didalamnya adalah
kegiatan-kegiatan penunjang, seperti: perencanaan; pengawasan; dan pemberdayaan.

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Air Bersih

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14 Tahun 2010


Standar Pelayanan
Jenis Pelayanan Batas Waktu Keterangan
NO Minimal
Dasar Pencapaian
Indikator Nilai
Tersedianya air Berdasarkan atas
baku untuk target minimal
Sumber Daya Air
memenuhi kebutuhan air bersih
Prioritas utama 100 % 2019
kebutuhan pokok di tiap
1 penyediaan air
minimal sehari – kabupaten/kota
untuk kebutuhan
hari.
masyarakat
Tersedianya air Dinas yang
70% 2019
irigasi untuk membidangi
Jenis Pelayanan Standar Pelayanan Batas Waktu Keterangan
NO
Dasar Minimal Pencapaian
pertanian pada Pekerjaan Umum
system irigasi
yang sudah ada.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum N0.14 Tahun 2010

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:


22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat
Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota. Air minum memiliki ketentuan-
ketentuan tertentu, yaitu sebagai berikut :
o 100% penduduk terlayani
o 60-220 lt/orang/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan
o 30-50 lt/orang/hari untuk lingkungan perumahan

o Apabila disediakan melalui kran umum :


- 1 kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 220 jiwa
- Radius pelayanan maksimum 100 meter
- Kapasitas minum 30/lt/hari
o Memenuhi standar air minum

Tabel 2.2 Tabel Standar Pelayanan Air Bersih Berdasarkan

Keputusan Menteri Permukiman & Prasarana Wilayaha No. 534/KPTS/M/2001


Indikator Standar Pelayanan
Bidang Keterangan
NO Kulaitas
Pelayanan
Cakupan Tingkat pelayanan
 Penduduk  55-75%  60-220 lt/org/hari,  Sesuai SK
1 Air Bersih terlayani penduduk untuk pemukiman MENKES No.
 Tingkat debit terlayani di perkotaan 416/MENKES/PE
Bidang Indikator Standar Pelayanan Keterangan
NO
Pelayanan Kulaitas
pelayanan/ orang  30-50 lt/org/hari, R/IX/1990
 Tingkat kualitas untuk lingkungan  Standar WHO
Air Minum di perkotaan
 Memenuhi standar
air bersih
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman & Prasarana Wilayaha No. 534/KPTS/M/2001, 2001

1.2 Prasarana Limbah

1.2.1 Definisi

Perkembangan industri yang pesat dewasa ini tidak lain karena penerapan kemajuan
teknologi oleh manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, namun di sisi
lain perkembangan tersebut juga dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan
kelangsungan hidup manusia. Dampak tersebut harus dicegah karena keseimbangan
lingkungan dapat terganggu oleh kegiatan industri dan teknologi tersebut. Jika
keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Padahal
kenyamanan hidup banyak ditentukan oleh daya dukung alam atau kualitas lingkungan
yang mendukung kelangsungan hidup manusia (Wardhana, 1999).

Diantara dampak kegiatan yang sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan adalah
dihasilkannya limbah pada berbagai kegiatan diatas. Beberapa pengertian air limbah
menurut beberapa pendapat antara lain:

a. Menurut Tchobanoglous (2003), air limbah adalah kombinasi dari cairan atau
limbah yang dibawa oleh air yang berasal dari kegiatan rumah tangga, institusi,
komersial, dan industrial, bersamaan dengan air tanah, air permukaan,dan air hujan yang
mungkin terjadi.

b. Menurut Azwar (1989), air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung
berbagai zat yang membahayakan kehidupan manusia atau hewan serta tumbuhan,
merupakan kegiatan manusia seperti, limbah industri dan limbah rumah tangga.

c. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), air limbah atau air buangan adalah sisa
air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
d. Menurut Sugiharto (2005), air limbah (wastewater) adalah kotoran dari manusia
dan rumah tangga serta berasal dari industri, atau air permukaan serta buangan lainnya.
Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.

Menurut Cahyononugroho (2002), berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat dibagi


menjadi empat, yaitu:

a. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen


pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik,
dan bahan buangan anorganik.

b. Limbah padat

c. Limbah gas dan partikel

d. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah limbah yang apabila setelah
melalui pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi, dan bersifat korosif.

Adapun karakteristik limbah secara umum menurut (Nugroho, 2006) adalah sebagai
berikut:

a. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil yang


dapat kita lihat.

b. Penyebarannya berdampak banyak, maksudnya bukan hanya berdampak pada


lingkungan yang terkena limbah saja melainkan berdampak pada sector-sektor kehidupan
lainnya, seperti sektor ekonomi, sektor kesehatan dll.

c. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah tidak


dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan ada pada generasi
yang akan datang.

d. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste =


mudah terurai), yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur,
seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.

e. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste = tidak mudah terurai), misanya plastic, kaca, kaleng, dan sampah
sejenisnya.

1.2.2 Klasifikasi Limbah

Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya, mempunyai komposisi yang sangat bervariasi
pada setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar zat – zat yang terdapat
didalam air limbah secara detail (kandungan dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat yang
dibedakan menjadi tiga bagian besar antara lain sifat fisik, kimia, dan bologis. Cara
pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui sifat tersebut dilaksanakan secara berbeda
– beda sesuai dengan keadaannya. Analisa jumlah dan satuan biasanya diterapkan untuk
penelaahan bahan kimia, sedangkan analisa dengan menggunakan penggolongan banyak
diterapkan apabila menganalisa kandungan biologisnya (Sugiharto, 1987).

1. Sifat Fisik

Sifat fisik yang terpenting dari air limbah adalah kandungan total padatan, yang terdiri
dari material terapung, material terendapkan, material koloidal, dan material terlarut.
Sifat-sifat fisika yang penting lainnya dari air limbah termasuk diantaranya distribusi
ukuran partikel, turbiditas (kekeruhan), warna, temperatur (suhu), daya hantar listrik,
kerapatan, dan berat jenis. Bau terkadang dipertimbangkan sebagai faktor fisik terutama
bila bau tersebut telah mengganggu.

a. Kandungan Zat Padat

Umumnya air limbah mengandung bahan terendap yang cukup tinggi apabila diukur dari
padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Air dikatakan keruh jika air tersebut
mengandung bagitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna
atau rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini
antara lain yaitu : tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik dan partikel-partikel kecil yang
tersuspensi lainnya. Kekeruhan biasanya disebabkan karena butiran halus yang melayang.

b. Bau

Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal ini disebabkan
karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna dalam air limbah. Selain itu juga
bau timbul karena adanya aktifitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau
reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu. Bau biasanya timbul pada
limbah yang sudah lama, tetapi juga ada yang muncul pada limbah baru. Hal ini
dikarenakan sumber pencemar yang berbeda. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau
antara lain : NH3 dan Hidrogen Sulfida (H2S).

c. Warna

Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna tertentu pada air limbah.
Berdasarkan sifat-sifat penyebabnya, warna dalam air dibagi menjadi dua jenis, yaitu
warna sejati dan warna semu. Warna sejati disebabkan oleh koloida-koloida organik atau
zat-zat terlarut. Sedang warna semu disebabkan oleh suspensi partikel-partikel penyebab
kekeruhan. Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji kondisi umum air
limbah. Jika coklat, umur air kurang dari 6 jam. Warna abu-abu muda sampai abu-abu
setengah tua tandanya air sedang mengalami pembusukan oleh bakteri. Jika abu-abu tua
hingga hitam berarti sudah busuk akibat bakteri. Air yang berwarna dalam batas tertentu
akan mengurangi segi estetika dan tidak dapat diterima oleh masyarakat.

d. Temperatur
Proses kegiatan sumber limbah dapat menyebabkan air buangan menjadi hangat,
sehingga air limbah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding dengan suhu air
bersih. Suhu dari air limbah sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dan tata
kehidupan dalam air. Proses pembusukan terjadi pada suhu tinggi serta tingkat oksidasi
yang juga lebih besar. Pengukuran suhu penting karena pada umumnya instalasi pengolah
air limbah meliputi proses biologis yang bergantung suhu.

2. Sifat Kimia

Secara garis besar sifat kimia air limbah terbagi menjadi dua berdasarkan senyawa yang
terkandung pada air limbah tersebut yaitu senyawa organik dan anorganik.

a. Senyawa Organik

Air limbah pada umumnya mengandung senyawa organic yang tersusun dari unsure-
unsur seperti : C, H, O, N, P dan S yang bentuknya berupa senyawa protein, karbohidrat,
lemak, minyak, dan lain-lain. Sifat kimia yang perlu diperhatikan dari air limbah dapat
diklasifikasikan sebagai unsur secara agregat maupun individu. Unsur organik agregat
adalah sejumlah senyawa yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya (Tchobanoglous,
2003). Contoh unsur agregat dalam air limbah adalah BOD, COD, TOC, dan lain-lain.
Sedangkan contoh unsur individu yang perlu diperhatikan pada air limbah antara lain
senyawa fenol, pestisida, dan deterjen.

Keberadaan komponen-komponen anorganik dalam air limbah perlu mendapat perhatian


dalam menempatkan kualitas air limbah sebagai bahan buangan, karena keberadaan
bahan-bahan organik ini tidak menutup kemungkinan terkandung racun yang menambah
beban dan potensi bahaya air limbah. Air yang mengandung bahan kimia yang berbahaya
dapat merugikan kehidupan manusia, hewan dan binatang. Bahan organik terlarut dapat
menghasilkan oksigen dalam air serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap
pada air. Selain itu akan lebih berbahaya apabila bahan terlarut merupakan bahan yang
beracun. Bahan kimia yang penting dan berada dalam air pada umumnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Sugiharto, 23).

b. Senyawa Anorganik

Sumber dari unsur anorganik logam maupun non-logam pada air limbah berasal dari latar
belakang pasokan air tersebut dan penambahan dari penggunaan rumah tangga,
penambahan air bermineral tinggi dari sumur pribadi dan air tanah, serta dari penggunaan
industri. Penghilang kesadahan pada air rumah tangga maupun industri juga berkontribusi
secara signifikan terhadap peningkatan kandungan mineral, pada beberapa area hal ini
dapat mewakili sumber utama. Terkadang air yang ditambahkan dari sumur pribadi dan
infiltrasi air tanah akan berfungsi sebagai pengencer konsentrasi mineral dalam air
limbah.

Dikarenakan konsentrasi dari berbagai unsur anorganik dapat sangat mempengaruhi


fungsi utama dari air, maka setiap unsur anorganik perlu diperhatikan masing-masing
secara terpisah. Unsur anorganik non-logam yang perlu diperhatikan antara lain pH,
nitrogen, posfor, sulfur, alkalinitas, klorida, gas-gas, dan lain-lain. Sedangkan untuk
unsur anorganik logam yang perlu diperhatikan antara lain logam makro nutrient, logam
mikro nutrient, dan logam berat.

3. Sifat Biologis

Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses pengolahan


sendiri (self purification). Namun bila mikroorganisme dalam air limbah tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada, justru akan menimbulkan gangguan bagi lingkungan.
Berdasarkan kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan, maka mikroorganisme dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:

1) Mikroorganisme pathogen, seperti: bakteri coli, virus hepatitis, salmonella dan


lain-lainnya.

2) Mikroorganisme non pathogen, seperti: protista dan algae.

Berdasarkan beberapa karakteristik air buangan tersebut, maka pengolahan air limbah
dibagi atas:

1) Pengolahan air buangan secara fisik.

2) Pengolahan air buangan secara kimiawi.

3) Pengolahan air buangan secara biologis.

Untuk suatu jenis air buangan tertentu ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara terpisah atau secara kombinasi.

Baik tidaknya kualitas air secara biologis ditentukan oleh jumlah mikroorganisme
pathogen dan non-patogen. Mikroorganisme patogen bisa berwujud bakteri, virus atau
spora pembawa bibit penyakit. Sebaliknya yang nonpatogen, meskipun relatif tidak
berbahaya bagi kesehatan, kehadirannya akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
enak. Pemeriksaan biologis di dalam air bertujuan untuk mengetahui apakah ada
mikroorganisme patogen berada di dalam air.

Kelompok mikroorganisme terpenting dalam air buangan ada tiga macam, yaitu
kelompok protista, tumbuh-tumbuhan, dan kelompok hewan. Kelompok protista terdiri
dari protozoa, sedangkan kelompok tumbuh-tumbuhan terdiri dari paku-pakuan dan
lumut. Bakteri berperan penting dalam air buangan, terutama pada proses biologis.
Sedangkan protozoa dalam air buangan berfungsi untuk mengontrol semua bakteri
sehingga terjadi keseimbangan. Alga sebagai penghasil oksigen pada proses fotositesis
juga dapat mengurangi nitrogen yang terdapat dalam air. Namun alga juga dapat
menimbulkan gangguan pada permukaai air karena kondisinya yang menguntungkan
(sampai kedalaman 1 meter di bawah permukaan air) sehingga dapat tumbuh dengan
cepat dan menutupi permukaan air, sehingga sinar matahari tidak mampu menembus
permukaan air.

1.2.3 Acuan Normatif

Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2005 Tentang Prasarana Dan Sarana Air Limbah
 Pasal 15 ayat (1)
PS Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan melalui sistem pembuangan air
limbah setempat dan/atau terpusat.
 Pasal 15 ayat (2)
Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara individual
melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat.
 Pasal 15 ayat (3)
Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.
 Pasal 15 ayat (4)
Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia, setiap orang perseorangan
atau kelompok masyarakat dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber
air baku.
 Pasal 15 ayat (5)
Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, setiap orang perseorangan
atau kelompok masyarakat dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber
air baku yang ditetapkan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
 Pasal 16 ayat (1)
Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja
dilakukan dengan mengguna-kan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah
tangkapan air/resapan air baku.
 Pasal 16 ayat (2)
Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi orang
perseorangan/rumah tangga.
 Pasal 16 ayat (3)
Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kawasan
padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
 Pasal 17 ayat (1)
Hasil pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi bentuk
cairan dan padatan
 Pasal 17 ayat (2)
Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan standar baku mutu air buangan dan baku mutu sumber air baku yang mencakup syarat
fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 Pasal 17 ayat (3)
Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sudah
tidak dapat dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
 Pasal 17 ayat (4)
Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan secara rutin dan berkala
sesuai dengan standar yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup.
 Pasal 18 ayat (1)
Pemilihan lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial
budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga.
 Pasal 18 ayat (2)
Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan, wajib memperhatikan
faktor keamanan, pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003


 Pasal 4
Baku mutu air limbah domestik dalam keputusan ini berlaku bagi :
a. semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan
apartemen;
b. rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi; dan
c. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Baku Mutu Air Limbah
 Pasal 3 ayat (1) point tt
1. Ayat 1 point tt
Usaha dan/atau kegiatan yang baku mutu air limbahnya diatur dalam Peraturan Menteri ini terdiri dari
domestik yang meliputi : Ayat 1 point tt
a. Kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan apartemen;
b. Rumah makan dengan luas bangunan lebih dari 1000 m2 (seribu meter persegi); dan
c. Asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.
2. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan:
a. Kemampuan teknologi pengolahan air limbah yang umum digunakan; dan/atau
b. Daya tampung lingkungan di wilayah usaha dan/atau kegiatan, untuk memperoleh konsentrasi
dan/atau beban pencemaran paling tinggi.
 Pasal 4 ayat (5)
Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini
menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban pencemaran belum terlampaui sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a, gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan nilai baku mutu
air limbah yang sama dengan Peraturan Menteri ini.
 Pasal 4 ayat (6)
Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini
menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban pencemaran telah terlampaui sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b, gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan nilai baku
mutu air limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat dari baku mutu air limbah dalam Peraturan
Menteri ini.

1.2.4 Standar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) atau
sanitasi mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/Prt/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Mnimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal. Pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan dasar bidang
pkerjaan umum dan penataan ruang harus mengacu pada ketentuan SPM tersebut di atas.

Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM berupa masukan,
proses keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar. Batas waktu pencapaian adalah batas
waktu untuk mencapai target jenis pelayanan dasar tersebut secara bertahap sesuai dengan
indikator dan nilai yang ditetapkan.

SPM Air Limbah Permukiman

SPM:

1. Tersedianya fasilitas sistem air limbah setempat yang memadai sebesar 60% pada
tahun 2014.

2. Tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota sebesar 5% pada


tahun 2014.

Target:

1. Kriteria tingkat pelayanan adalah bahwa sebuah kabupaten/kota dengan jumlah


masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telahmemiliki tangki septik (sesuai dengan standar
teknis berlaku) diharapkan memiliki sebuah IPLT (Instlasi pengolahan lumpur tinja) yang
memiliki kualitas efluen air limbah domestik tidak melampaui baku mutu air limbah
domestik yang ditetapkan.
2. Nilai SPM tingkat pelayanan adalah jumlah masyarakat yang dilayani dinyatakan
dalam presentase jumlah masyarakat yang memiliki tangki septik yang dilayani pada tahun
akhir SPM terhadap jumlah total masyarakat yang memiliki tank septik di seluruh
kabupaten/kota

1.3 Prasarana Drainase

1.3.1 Definisi

Menurut Haryono (1999), drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah. Drainase
(drainage) berasal dari kata To Drain artinya mengosongkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan
air, baik yang berasal dari hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi kawasan/ lahan
sehingga fungsi dari kawasan/ lahan tidak terganggu.

Kelebihan air pada suatu kawasan perkotaan akibat hujan dan limbah rumah tangga dialirkan
melalui suatu saluran ke jaringan drainase perkotaan menuju pembuangan utama yaitu sungai
ataupun laut. Untuk dapat menjalankan fungsinya, drainase terdiri dari beberapa elemen
bangunan yang direncanakan secara sistematis sesuai dengan fungsinya masing – masing
sehingga membentuk suatu sistem jaringan drainase. Sehingga sistem drainase dapat
didefinisikan sebagai rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal dan
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat (Supirin, 2004).

Menurut PERMEN PU Nomor 12 Tahun 2014, penyelenggaraan drainase perkotaan adalah


upaya merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengoperasikan, memelihara, memantau, dan
mengevaluasi sistem fisik dan non fisik drainase perkotaan. Sistem drainase perkotaan adalah
satu kesatuan sistem teknis dan non teknis dari prasarana dan sarana drainase perkotaan.
Prasarana drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik
yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang berfungsi menyalurkan
kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air penerima.

Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan
yang meliputi :

a) Permukiman.

b) Kawasan industri dan perdagangan.

c) Kampus dan sekolah.

d) Rumah sakit dan fasilitas umum.

e) Lapangan olahraga.

f) Lapangan parkir.
g) Instalasi militer, listrik, telekomunikasi.

h) Pelabuhan udara.

(H.A. Halim Hasmar.2002:1)

1.3.2 Klasifikasi Drainase

 Berdasarkan Jenis Senyawanya, Dibedakan Atas:


1. Limbah Organik
a. Berasal dari makhluk hidup
b. Mengandung unsur karbon alami berupa karbohidrat
c. Rantai kimianya sederhana
d. Mudah diurai oleh mikroorganisme
e. Mudah busuk
f. Menghasilkan gas metan (CH4)

2. Limbah Anorganik

a. Berasal dari proses industri

b. SDA yang tidak terbarui

c. Tidak mengandung karbon alami

d. Ikatan kimianya kompleks/panjang/polimer

e. Rulit terurai.

 Klasifikasi Berdasarkan Materinya, Dapat Dibedakan:


1. Unsur kimia (dalam limbah hanya ada 1 unsur kimia)
yaitu limbah/polutan yang berupa unsur-unsur kimia
contoh: air raksa/hidragium (Hg), arsenik (As), sianida (Sn), timbal (Pb), zeng (Zn), cadmium (Cd),
baron (Br), dll.
2. Senyawa kimia
yaitu limbah/polutan yang berupa senyawa kimia. Senyawa kimia, dalam limbah ada 2 atau lebih unsur
kimia.
Contoh: CO2, H2S, H2SO4, CH4, NH4, NH3, SO3, SO2, NO2, N2O, CO.

3. Materi/Gabungan bahan
yaitu polutan kompleks yang berupa gabungan dari berbagai senyawa dan materi.
Contoh: sampah rumah tangga (sisa makanan, botol, daun, plastik, deterjen), limbah pabrik (kardus,
mesin industri, sisa bahan produksi).
 Klasifikasi limbah berdasarkan bentuknya dibedakan atas :
1. Limbah Cair
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan pengertian dari limbah yaitu
sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Pengertian limbah cair
lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas domestik yang berupa
cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur
(tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok diantaranya yaitu:
 Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan
(rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen
sisa cucian, dan air tinja.
 Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contohnya
yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa
cucian daging, buah, atau sayur.
 Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai
sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau
melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan melalui
pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka
atau yang terhubung kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin
ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan.
 Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan
tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan membawa partikel-partikel buangan
padat atau cair sehingga dapat disebut limbah cair.
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam
sistem prosesnya. Selain itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga dalam proses
pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang
misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut. Air
ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis
perlakuan ini mengakibatkan buangan air.
Limbah cair yang tidak ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan
dampak yang besar bagi pencemaran lingkungan serta dapat menjadi sumber penyakit
bagi masyarakat. Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu
penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar,
seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya
mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Selain
itu, limbah cair domestik biasanya tidak terlalu diperhatikan dengan baik padahal kalau
dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menjadi masalah bagi
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, limbah air deterjen sisa cucian
apabila dibiarkan dalam jangka panjang akan menjadi sumber pencemaran lingkungan
dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Mengingat penting dan besarnya dampak
yang ditimbulkan oleh limbah cair bagi lingkungan, sehingga penting bagi sektor industri
maupun domestik untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri
yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi
masyarakat yang bersangkutan. Pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu: pengolahan secara biologi, pengolahan secara fisika, dan pengolahan secara
kimia.
2. Limbah Padat
Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik yang
berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik, serbuk besi,
serbuk kayu, kain, dll. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok
sebagai berikut:
- Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa bahan-bahan
organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme. Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa
dapur, sampah sayuran, kulit buah-buahan.
- Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat anorganik atau
organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk.
Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca, logam.
- Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil pembakaran. Sampah ini
mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah membusuk.
- Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa bangkai binatang,
seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati.
- Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang berisi berbagai
sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan plastik.
- Sampah industri (industrial waste), yaitu semua limbah padat yang bersal daribuangan industri.
Komposisi sampah ini tergantung dari jenis industrinya.
Penanganan limbah padat bisa dibedakan dari kegunaan atau fungsi limbah padat
itu sendiri. Limbah padat ada yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan lagi serta
mempunyai nilai ekonomis seperti plastik, tekstil, potongan logam, namun ada juga yang
tidak bisa dimanfaatkan lagi. Limbah padat yang tidak dapat dimanfaatkan lagi biasanya
dibuang, dibakar, atau ditimbun begitu saja. Beberapa industri tertentu limbah padat yang
dihasilkan terkadang menimbulkan masalah baru yang berhubungan dengan tempat atau
areal luas yang dibutuhkan untuk menampung limbah tersebut.
3. Limbah Gas (Udara)
Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Secara alami
udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dll. Penambahan gas
ke udara yang melampaui kandungan udara alami akan menurunkan kualitas udara.
Limbah gas yang dihasilkan berlebihan dapat mencemari udara serta dapat mengganggu
kesehatan masyarakat. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan
mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran
berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun
akibat langsung.
Limbah gas yang dibuang ke udara biasanya mengandung partikel-partikel bahan
padatan atau cairan yang berukuran sangat kecil dan ringan sehingga tersuspensi dengan
gas-gas tersebut. Bahan padatan dan cairan tersebut disebut sebagai materi partikulat.
Seperti limbah gas yang dihasilkan oleh suatu pabrik dapat mengeluarkan gas yang
berupa asap, partikel serta debu. Apabila ini tidak ditangkap dengan menggunakan alat,
maka dengan dibantu oleh angin akan memberikan jangkauan pencemaran yang lebih
luas. Jenis dan karakteristik setiap jenis limbah akan tergantung dari sumber limbah.
Tabel 2.3 Macam Limbah Gas yang Umum Ada di Udara
NO JENIS KETERANGAN

1 Karbon monoksida (CO) Gas tidak berwarna, tidak berbau


NO JENIS KETERANGAN

2 Karbon dioksida (CO2) Gas tidak berwarna, tidak berbau

3 Nitrogen oksida (NOx) Gas berwarna dan berbau

4 Sulfur oksida (SOx) Gas tidak berwarna dan berbau tajam

5 Asam klorida (HCl) Berupa uap

6 Amonia (NH3) Gas tidak berwarna, berbau

7 Metan (CH4) Gas berbau

8 Hidrogen fluorida (HF) Gas tidak berwarna

9 Nitrogen Sulfida (NS) Gas berbau

10 Klorin (Cl2) Gas berbau

Sumber :Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

4. Limbah Suara
Limbah suara yaitu limbah yang berupa gelombang bunyi yang merambat di udara. Limbah suara
dapat dihasilkan dari mesin kendaraan, mesin-mesin pabrik, peralatan elektronik dan sumber-sumber yang
lainnya.

1.3.3 Acuan Normatif

Tinjauan teori tersebut diperkuat oleh aturan perundang-undangan yang berlaku


seperti yang tertuang di Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No.
12/PRT/M/2014 Pasal 5 Ayat 2; “Sistem teknis drainase perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan jaringan drainase perkotaan yang terdiri dari
saluran induk/primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran lokal, bangunan
peresapan, bangunan tampungan beserta sarana pelengkapnya yang berhubungan secara
sistemik satu dengan lainnya”.

Terdapat Sistem Pelayanan Minimum (SPM) mengenai sistem jaringan drainase


yang tertuang di Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014
sebagai berikut:
Sistem Pelayanan Minimum (SPM) sistem jaringan drainase skala kota tidak terjadi
genangan (lebih dari 30 cm selama 2 jam, lebih dari 2 kali setahun) yang tertangani
adalah 50% pada tahun 2019.

Dan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-1733-2014) mengenai tata


cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan terdapat beberapa bagian
prasarana drainase yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Bagian Prasarana Drainase


SARANA PRASARANA

Sumber air di permukaan tanah (laut,sungai,danau)


Badan Penerima Air
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)

Gorong-gorong

Pertemuan saluran

Bangunan terjunan

Bangunan Pelengkap Jembatan

Street inlet

Pompa

Pintu air

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan Dan
Permukiman

Tabel 2.5 Aspek dan Keterangan UU Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992
ASPEK KETERANGAN

Satuan lingkungan permukiman Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan


dalamberbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan
ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Prasarana lingkungan Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan


yangmemungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi
ASPEK KETERANGAN

sebagaimana mestinya.

Sarana lingkungan Sarana lingkungan adalah fasililas penunjang, yang berfungsi


untukpenyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi,
sosial danbudaya.

Persyaratan Kawasan Siap Bangun rencana tata ruang yang rinci, data mengenai luas, batas, dan
pemilikan tanah.
jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.

Tabel 2.6 Aspek dan Keterangan UU Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004
ASPEK KETERANGAN

Pengendalian daya rusak air Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang
mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.

Pemulihan daya rusak air Pemulihan daya rusak airdilakukan dengan memulihkan kembali
fungsi lingkunganhidup dan sistem prasarana sumber daya air.

Pengendalian Daya Rusak Air Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau,waduk
dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistemirigasi, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.

Tabel 2.7 Aspek dan Keterangan berdasarkan SNI 06-2459-1991


Aspek Keterangan

Ruang Lingkup Spesifikasi ini memuat pengertian dan persyaratan teknis sumur resapan khusus untuk
air hujan pada lahan pekarangan

Persyaratan Teknis 1.Sumur resapan air hujan berbentuk segi empat atau lingkaran;
2. Ukuran minimum sisi penampang atau diameter adalah
0,8meter;
3. Ukuran maksimum sisi penampang atau diameter adalah 1,4
meter;
4. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm
5. Ukuran pipa pelimpah diameter 110mm
Tabel 2.8 Aspek dan Keterangan berdasarkan SNI 03-2453-2002
Aspek Keterangan

Ruang Lingkup Tata cara ini memuat pengertian, persyaratan dan teknis mengenai
bats muka air tanah, nilai permeabilitas tanah, jarak terhadap
bangunan, perhitungan dan penentuan sumur resapan air hujan.

Umur Resapan Air Hujan Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan
meresapkan air hujan ke dalam tanah

Persyaratan Umum  Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif
datar
 Air yang masuk adalah air yang tidak tercemar
 Penempatan sumur harus mempertimbangkan keamanan
bangunan sekitarnya
 Memperhatikan peraturan dareah setempat
 Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui
Instansi yang berwenang
Persyaratan Teknis  Kedalaman air tanah
 Permeabilitas air tanah

Tabel 2.9 Aspek dan Keterangan berdasarkan Juknis Pt. T-15-2002-C


Aspek Keterangan

Ruang Lingkup Ruang lingkup Juknis ini memuat pengertian, persyaratan umum
dan teknis mengenai lokasi penempatan Sumur Resapan Air Hujan,
saluran air hujan dan retensi pada lapangan terbuka atau pada
lapangan parker di daerah permukiman atau perkantoran
menggunakan paving block atau grass block.

Persyaratan Umum  SRAH ditempatkan pada lahan yang relatif datar;


 SAH ditempatkan pada lahan yang relatife datar mempunyai beda
ketinggian antara 0,03 atau (3%);
 Paving block / grass blok dipasang di lahan yang relatif datar;
 Air masuk kedalam tanah adalah air hujan yang tidak tercemar;
Aspek Keterangan

 Penempatan jenis drainase mempertimbangkan keamanan


bangunan sekitarnya;
 Harus memperhatikan penataan daerah setempat
Persyaratan Teknis  Muka air tanah minimum 1,5 m untuk SRAH
 Pemeabilitasi tanah yang dapat digunakan harus mempunyai
pemeabilitas tanah 2,0 cm/jam
 Jarak terhadap bangunan

Koefisien limpasan/pengaliran yang digunakan berdasarkan standart yang tertera dalam


“Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards”, Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta, November, 1994.
Tabel 2.10 Aspek Dan Keterangan Berdasarkan Standar Urban Drainage Guidelines And Technical

Design Standards
Aspek Keterangan

Ruang Lingkup Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan ini memuat
pengertian, ketentuan umum dan teknik berupa data dan informasi, kriteria
perencanaan, dan cara pengerjaan penyusunan rencana induk sistem drainase
perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.

Persyaratan Umum  Rencana induk sistem drainase disusun dengan memperhatikan hal-
hal
 Pemerintah Daerah menyediakan alokasi ruang (space) untuk
penempatan saluran drainase dan sarana drainase serta bangunan
pelengkapnya.
 Daerah perkotaan/permukiman yang elevasi muka tanahnya selalu
lebih rendah daripada elevasi muka air sungai atau laut dapat
dibangun sistem polder.
 Pembangunan sistem drainase harus berwawasan lingkungan.
 Bangunan pelengkap yang dibangun pada saluran dan sarana
drainasekapasitasnya minimal 10% lebih tinggi dari kapasitas
rencana salurandan sarana drainase.
 Rencana induk sistem drainase perkotaan yang berwawasan
lingkungan disahkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang.
Persyaratan Teknis  Data dan Informasi
Aspek Keterangan

 Penentuan Debit Banjir Rencana


 Kriteria Perencanaan Hidrologi
 Kriteria Perencanaan Hidrolika
 Kriteria Perencanaan Struktur
 Kriteria Biaya Konstruksi Dan Pemeliharaan
 Kriteria Ekonomi
 Parameter Penentuan Prioritas Penanganan Genangan
 Tahapan Perencanaan Drainase Perkotaan
Penyusunan Rencana Induk  Sistem drainase yang ada (existing drainage).
 Pekerjaan drainase yang sedang dilaksanakan (on going project).
 Perencanaan drainase yang ada (existing plans).
 Proses penanganan pekerjaan Existing dan New Plan
 Proses penangan perencanaan drainase baru untuk kota
metropolitan,kota besar dan kota yang mempunyai nilai strategis
harus melalui penyusunan:
i. Rencana Induk Sistem Drainase (Drainage Master Plan),
ii. Studi Kelayakan (feasibility study), iii) Detailed
Engineering Design (DED) dan iv) implementation.
 Proses penanganan perencanaan drainase baru untuk kota sedang dan
kota kecil harus melalui penyusunan:
i. outline plan,
ii. detail engineering design (DED) dan
iii. implementation.
 Untuk kota yang telah mempunyai master plan atau outline plan,
karena perkembangan kota yang demikian cepat akibat urbanisasi
atau sebab lain, maka sebelum menyusun master plan baru atau
outline plan baru, perlu mengevaluasi dengan seksama master plan
atau outline plan yang ada sebelum memutuskan menyusun master
plan atau outline plan baru.

1.3.4 Standar Pelayanan Minimal

Tabel 2.11 Standar Pelayanan Minimal Sistem Drainase


STANDAR
JENIS
PELAYANAN BATAS KETERANG
PELAYA
NO MINIMAL WAKTU TARGET AN
NAN
INDIKATO NILA PENCAPAIAN
DASAR
R I
 Tersedianya sistem jaringan saluran-
saluran air yang digunakan untuk
pematusan air hujan, yang berfungsi
menghindarkan genangan (inundation)
yang berada dalam suatu kawasan atau
dalam batas administratif kota yang
Tersedianya diukur dari pemenuhan kebutuhan
sistem masyarakat akan penyediaan sistem
jaringan drainase di wilayahnya, baik bersifat
drainase struktural yaitu pencapaian
skala pembangunan fisik yang mengikuti
kawasan dan pengembangan perkotaan, maupun
skala kota bersifat non-struktural yaitu Dinas yang
sehingga terselenggaranya pengelolaan dan membidangi
1 Drainase tidak terjadi 50 % 2019 pelayanan drainase oleh Pemerintah Pekerjaan
genangan Kabupaten/Kota yang berupa Umum
(lebih dari fungsionalisasi institusi pengelola
30 cm, drainase dan penyediaan peraturan
selama 2 yang mendukung penyediaan dan
jam) dan pengelolaannya.
tidak lebih  Genangan (inundation) yang dimaksud
dari 2 kali adalah air hujan yang terperangkap di
setahun daerah rendah/ cekungan di suatu
kawasan, yang tidak bisa mengalir ke
badan air terdekat. Jadi bukan banjir
yang merupakan limpasan air yang
berasal dari daderah hulu sungai di
luar kawasan/kota yang membanjiri
permukiman di daerah hilir.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerja Umum No.01 Tahun 2014

Standar Pelayanan (SPM Permen PU 1 tahun 2014)


1. Tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota pengertian SPM pelayanan jaringan drainase
skala kawasan dan kota adalah persentase jumlah masyarakat yang terlayani pada akhir tahun SPM terhadap
jumlah masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan sistem drainase.

Keterangan:
Pembilang (A): jumlah kumulatif penduduk yang rumahnya terlayani sistem drainase
Penyebut (B) : jumlah kumulatif masyarakat seluruh kota Ukuran/konstanta : persen (%)
2. Pengurangan Luas Genangan
a) SPM ini adalah persentase luasan yang masih tergenang di suatu Kota/Kabupaten pada akhir tahun pencapaian
SPM terhadap luasan daerah rawan genangan atau berpotensi tergenang di Kota/Kabupaten dimaksud.

Keterangan :
Pembilang (A): jumlah luasan daerah yang masih tergenang (2 jam setelah hujan masih
terendam > 30 cm).
Penyebut (B) : luas daerah rawan genangan Ukuran/konstanta : persen (%)

Standar Pelayanan Minimal Drainase mencakup : Tidak ada genangan banjir di daerah
kota/perkotaan > 10 Ha. Tingkat pelayanannya meliputi lokasi genangan dengan klasifikasi:
- Tinggi genangan rata-rata > 30 cm
- Lama genangan > 2jam
Frekuensi kejadian banjr > 2 kaIi setahun

1.4 Prasarana Telekomunikasi

1.4.1 Definisi

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda- tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat optic,
radio atau sistem elektromagnetik lainnya (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi). Prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi).

Dalam penyelenggaraan prasarana telekomunikasi terdiri dari penyediaan, kualitas,


kesinambungan, pelayanan, dan keterjangkauan. Faktor- faktor pertimbangan penyediaan
prasarana telekomunikasi diantaranya, jumlah penduduk dan perkiraan target pengguna/
pelayanan, klasifikasi wilayah dan tipologi kawasan, dan tingkat pendapatan penduduk.

Rencana sistem jaringan telekomunikasi yang dikembangkan dalam perkotaan meliputi sistem
kabel, sistem nirkabel, dan sistem satelit, yang terdiri atas :
• Infrastruktur telekomunikasi yang berupa jaringan kabel telepon, fixed line, dan lokasi
pusat automatisasi sambungan telepon.

• Infrastruktur telepon nirkabel antara lain lokasi menara telekomunikasi termasuk menara
Base Transceiver Station (BTS); dan

• Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi di wilayah kota

Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi disesuaikan dengan kondisi wilayah.


Untuk wilayah berbukit/pegunungan dapat diutamakan sistem nirkabel dengan penutupan
wilayah blankspot, sedangkan untuk wilayah pulau/kepulauan diarahkan pada penggunaan kabel
bawah laut dan/atau sistem telekomunikasi satelit pada sistem utama.

Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi dimaksudkan untuk menciptakan sebuah


sistem telekomunikasi yang andal, memiliki jangkauan luas dan merata, serta terjangkau.
Sistem jaringan telekomunikasi mencakup sistem jaringan terrestrial, satelit dan sistem
jaringan telekomunikasi yang menggunakan spectrum frekuensi radio sebagai sarana
transmisi. Jaringan terrestrial meliputi jaringan mikro digital, fiber optik (serat optik),
mikro analog, dan kabel laut. Sedangkan jaringan satelit merupakan piranti telekomunikasi
yang memanfaatkan teknologi satelit.

Penyediaan jumlah kebutuhan jaringan telekomunikasi sangat tergantung pada karakteristik fisik,
sosial, dan ekonomi dari lokasi yang bersangkutan sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut tepat
waktu, jumlah, dan lokasi. Dalam penyediaan prasarana pendukung yaitu pemasangan rumah
kabel sebagai titik akhir dari jaringan kabel primer dan titik awal dari jaringan kabel sekunder
hharus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

1. Perbandingan antara jaringan kabel primer dan sekunder yaitu 2:3

2. Bentuk rumah kabel harus dibedakan antara yang berkapasitas 800 pasang dengan

1.600 pasang

3. Rumah kabel terbuat dari bahan isolasi tahan panas yang diperkuat dengan fiber glass
warna abu-abu

4. Persyaratan teknis lainnya:

a) Mempunyai tahanan yang tinggi terhadap korosi

b) Mempunyai daya isolasi yang baik terhadap panas

c) Mempunyai bobot yang relatif ringan

d) Kedap terhadap air hujan

e) Dilengkapi dengan lubang ventilasi untuk mencegah terjadinya kondensasi di


f) dalam rumah kabel

5. Penempatan rumah kabel pada trotoar jalan harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

a) Letak rumah kabel tidak boleh menghalangi dan membahayakan lalu lintas

b) Rumah kabel tidak boleh dipasang pada tempat yang menurut perkiraan mudah
terlanggar oleh kendaraan

c) Penempatan rumah kabel harus sesuai dengan keadaan sekelilingnya

d) Penempatan rumah kabel harus serasi dengan tikungan tajam, paling sedikit 5

e) meter dari tikungan kecuali bila belokan tersebut membentuk lingkaran.

Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi meliputi:

a) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi, meliputi sistem jaringan terestrial, satelit


dan sistem jaringan telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio sebagai
sarana transmisi, sebagai penghubung antara pusat-pusat kegiatan.

b) Menyebarkan fasilitas telepon umum di lokasi strategis.

c) Menyediakan tiang pembagi yang menghubungkan konsumen melalui saluran udara


terbuka dan telepon umum (saluran bawah tanah) yang merupakan jaringan tersier.

d) Membangun Base Tranceiver System (BTS) secara terpadu berdasarkan Master Plan
Tower Bersama serta mengendalikan tower-tower seluler yang tidak sesuai dengan Master
Plan.
 Peraturan Prasarana Telekomunikasi

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, penyelenggaraan jasa telekomunikasi


adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh
penyelenggara telekomunikasi, yang meliputi :

a. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi

b. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi

c. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari:

a. Penyelenggaraan jaringan tetap, dibedakan dalam :

1. Penyelenggaraan jaringan tetap local


2. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh

3. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional

4. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup

b. Penyelenggaraan jaringan bergerak, dibedakan dalam :

1. Penyelenggaraan jaringan bergerak terrestrial

2. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler

3. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari :

a. Penyelenggaraan jasa telepon dasar

b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah telepon

c. Penyelenggaraan jasa multimedia

1.4.2 Klasifikasi Telekomunikasi

Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :

a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;


b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
» Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
» Badan Usaha MiIik Daerah (BUMD);
» Badan usaha swasta; atau
» Koperasi.
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh :

» perseorangan;
» instansi pemerintah;
» badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi

1.4.3 Acuan Normatif

Berdasarkan undang-undang nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi dijelaskan bahwa


telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik,
radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Serta sarana dan prasarana telekomunikasi
merupakan segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi.

Untuk penyelenggaraan prasarana telekomunikasi telah diatur dalam peraturan pemerintah


nomor 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi, yang menyatakan bahwa
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha miIik
daerah (BUMD), badan usaha swasta, dan koperasi.

Berdasarkan SNI 03-6981-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana
tidak bersusun di daerah perkotaan, tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon
rumah dan telepon umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan
menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah sebagai berikut:

 R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi :2-3 sambungan/rumah

 R-2, rumah tangga berpenghasilan menengah :1-2 sambungan/rumah

 R-3, rumah tangga berpenghasilan rendah :0-1 sambungan/rumah

Selain dari sambungan telepon rumah, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu sambungan telepon
umum untuk setiap 250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut. Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak
radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 meter. Penempatan pesawat telepon umum diutamakan
di area-area publik seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan
bangunan sarana lingkungan; dan penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca
(hujan dan panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai
telepon umum tersebut.

Dan penempatan stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 – 10.000 sambungan dengan
radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat pengendali
jaringan dan tempat pengaduan pelanggan. Serta jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap
Stasiun Telepon Otomat (STO), berkaitan dengan kebutuhan STO pada kawasan yang
direncanakan.
Berdasarkan surat edaran direktur jenderal penataan ruang kementerian pekerjaan umum nomor
06/SE/Dr/2011 tentang petunjuk teknis kriteria lokasi menara telekomunikasi, terdapat beberapa
persyaratan umum yang harus diperhatikan dalam pengaturan lokasi menara yang mencakup
sebagai berikut:

 Kualitas layanan telekomunikasi


Lokasi menara menjamin fungsi kualitas layanan telekomunikasi.
 Keamanan, keselamatan, dan kesehatan
Lokasi menara tidak membahayakan keamanan, keselamatan, dan kesehatan penduduk di sekitarnya.
 Lingkungan
Lokasi menara tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, baik disebabkan oleh keberadaan
fisik menara maupun prasarana pendukungnya.
 Estetika ruang
Lokasi menara tidak menimbulkan dampak penurunan kualitas visual ruang pada lokasi menara dan
kawasan di sekitarnya.

1.4.4 Standar Pelayanan Minimal

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, penyelenggaraan jasa telekomunikasi


adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh
penyelenggara telekomunikasi, yang meliputi :

a. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi

b. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi

c. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari:


a. Penyelenggaraan jaringan tetap, dibedakan dalam :

1. Penyelenggaraan jaringan tetap local

2. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh

3. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional

4. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup

b. Penyelenggaraan jaringan bergerak, dibedakan dalam :

1. Penyelenggaraan jaringan bergerak terrestrial

2. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler

3. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari :

a. Penyelenggaraan jasa telepon dasar

b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah telepon

c. Penyelenggaraan jasa multimedia

1.5 Prasarana Listrik

1.5.1 Definisi

Listrik menurut merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau
melalui proses kimia yang dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya atau juga
untuk menjalankan mesin. Listrik memiliki beberapa definisi dari para ahli, yaitu:

1. Menurut Gatut Susanta dan Sasi Agustoni, listrik adalah sumber energi yang disalurkan
melalui kabel atau penghantar lainnya.

2. Menurut Hasan Amrin, listrik merupakan suatu bentuk energi dan listrik hanya salah satu
dari banyak bentuk energi.

3. Menurut Aip Saripudin, listrik adalah energi yang paling banyak dimanfaatkan manusia.

4. Menurut Joyce James, Colin Baker, dan Helen Swain; listrik adalah aliran atau
pergerakan elektron-elektron adalah partikel bermuatan negatif yang ditemukan pada semua
atom.

5. Menurut Mikrajuddin, listrik merupakan salah satu bentuk energi. Selain BBM, listrik
telah menjadi bentuk energi terpenting bagi kehidupan kita.
6. Menurut Agung Wijaya, listrik adalah kebutuhan primer manusia.

7. Menurut Heinz Frick dan Pujo L. Setiawan, listrik merupakan energi yang dapat diubah
menjadi energi lain, menghasilkan panas, cahaya, kimia, atau gerak (mekanik).

8. Menurut UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, tenaga listrik adalah salah
satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk
segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat

Jadi, prasarana listrik adalah sesuatu yang mendukung proses pembangunan fisik energi listrik
yang merupakan suatu kebutuhan primer masyarakat dan sangat penting artinya bagi
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi. Sumber daya alam yang merupakan sumber energi ada harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berbagai tujuan termasuk untuk menjamin keperluan
penyediaan tenaga listrik. Sumber energi primer yang terdapat di dalam negeri dan/atau berasal
dari luar negeri harus dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebijakan energi nasional
untuk menjamin penyediaan tenaga listrik yang berkelanjutan dengan mengutamakan sumber
energi baru dan terbarukan.

Berikut adalah macam-macam sumber energi listrik, yaitu:

1. Mikrohidro

Pembangkit energi mikrohidro pada awalnya pengembangannya digunakan untuk berbagai


keperluan, seperti: penggilingan padi, pengolahan kopi, penggergajian kayu, pompa air, dan
pembangkit listrik. Sampai saat ini belum dapat ditemukan catatan sejarah yang
menunjukkan kapan pembangkit mikrohidro diperkenalkan di Indonesia. Tetapi ditemukan
pembangkit mikrohidro tipe Pelton kapasitas 50kW yang dibangun pada tahun 1892 yang
saat ini masih beroperasi dan digunakan pada pabrik pengolahan teh Patuah Watee Jawa
Barat.

2. Angin

Secara umum Indonesia masuk kategori Negara tanpa angin, mengingat bahwa kecepatan
angin minimum rata‐rata yang secara ekonomis dapat dikembangkan sebagai penyedia jasa
energi adalah 4m/dt. Ada beberapa wilayah dimana sumber energi angin kemungkinan besar
layak dikembangkan. Wilayah tersebut antara lain adalah Nusa Tenggara Timur (NTT),
Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan dan Tenggara,Pantai Utara dan Selatan Jawa
dan Karimun Jawa.

3. Surya

Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia


menunjukan bahwa radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut‐turut untuk
kawasan barat dan timur Indonesia. Hal ini dikarenakan radiasi surya tersedia hampir merata
disepanjang tahunnya dan kawasan timur Indonesia memiliki penyinaran yang lebih baik.
4. Biomassa

Sebagai sumber energi, limbah biomasa tersedia cukup melimpah dan berkelanjutan,
terutama pada daerah industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

5. Panas bumi

Berdasarkan survei menunjukkan bahwa terdapat 70 lokasi panas bumi bertemperatur tinggi
dengan kapasitas total mencapai 19.658 MW. Sebagian besar dari lokasi tersebut belum
dilakukan eksploitasi secara intensif.

6. Energi laut

Luas lautan melingkupi 2/3 wilayah Indonesia, atau sekitar 4 juta km2 dan garis pantai
sepanjang 80.791 km sehingga laut atau samudera secara kualitatif kan menyimpn potensi
sumber energi terbarukan (ET) yang cukup besar. Secara kuantitatif kandungan ET dari
samudera yang dapat dikelola secara ekonomis masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Energi yang berasal dari samudera dapat diperoleh dari 3 bentuk sumber utama, yaitu:
gelombang, pasang surut, dan perbedaan suhu antara permukaan dan bagian dalam air laut.

Berdasarkan ukuran tegangan, jaringan distribusi tenaga listrik dapat dibedakan pada dua sistem,
yaitu:

a. Sistem jaringan distribusi primer

Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi tegangan tinggi
(JDTT) terletak antara gardu induk dengan gardu pembagi yang memiliki tegangan sistem
lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk konsumen. Standar tegangan untuk jaringan
distribusi primer ini adalah 6 kV, 10 kV, dan 20 kV (sesuai standar PLN). Sedangkan di
Amerika Serikat standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 2,4 kV; 4,16
kV; dan 13,8 kV.

b. Sistem jaringan distribusi sekunder

Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi tegangan rendah
(JDTR) merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik dari gardu-gardu
pembagi (gardu distribusi) ke pusat-pusat beban (konsumen tenaga listrik). Besarnya standar
tegangan untuk jaringan ditribusi sekunder ini adalah 127/220 V untuk sistem lama, dan
220/380 V untuk sistem baru, serta 440/550 V untuk keperluam industri. Besarnya tegangan
maksimum yang diizinkan adalah 3 sampai 4% lebih besar dari tegangan nominalnya.
Penetapan ini sebanding dengan besarnya nilai tegangan jatuh (voltage drop) yang telah
ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1, bahwa rugi-rugi daya pada suatu jaringan adalah 15
% dengan adanya pembatasan tersebut stabilitas penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak
terganggu.

c. Tegangan Lebih
Pada sistem jaringan tenaga listrik seringkali terjadi perubahan tegangan yang lebih tinggi
dari tegangan maksimumnya, baik lebih tinggi untuk sesaat yang berupa tegangan lebih
peralihan (transient over voltage) maupun lebih tinggi secara bertahan yang berupa tegangan
lebih stasioner. Pada umumnya tegangan lebih ini ditimbulkan oleh dua sebab, yaitu
disebabkan kerana sistem itu sendiri dan sebab luar sistem. Tegangan lebih yang disebabkan
oleh sistem itu sendiri biasanya terjadi karena:

- Adanya gangguan hubung singkat (short circuit) pada kawat penghantar jaringan.

- Putusnya kawat penghantar yang panjangnya melebihi batas tertentu.

- Adanya kerja hubung yang terjadi karena penutupan atau pembukaan saklar (switch)
dengan cepat, atau tak serempaknya pemutusan saklar pemutus jaringan pada rangkaian
tiga fasa.

- Adanya gangguan yang disebabkan peristiwa alamiah yang tidak dapat

1.5.2 Klasifikasi Listrik

Perbedaan tegangan pada jaringan transmisi dan jaringan distribusi untuk setiap negara sangat
berlainan. Biasanya tiap-tiapnegara menentukan standar tegangan sendiri-sendiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi standar tegangan:

1. Faktor tekno-ekonomis

Dengan adanya perubahan tegangan akan menimbulkan persoalan-persoalan teknis yang


ditimbulkan dan diperlukan modal (investasi) yang cukup besar, sehingga menghasilkan
sistem yang dilengkapi dengan peralatan- peralatan yang mempunyai kualitas tinggi.

2. Faktor kepadatan penduduk

Makin padat suatu daerah, makin tinggi beban pelayanannya. Hal ini akan mengganggu
kestabilan tegangan.

3. Faktor besarnya tenaga listrik

Besarnya tenaga yang harus disalurkan dari Pusat Pembangkit Tenaga Listrik ke Pusat-Pusat
Beban (load centers).

4. Faktor jarak penyaluran

Tenaga listrik yang harus ditempuh untuk memindahkan tenaga listrik tersebut secara
ekonomis. Makin dekat daerah pelayanan, tegangannya pun tidak akan besar.
5. Faktor perencanaan jangka panjang

Bila terjadi perubahan- perubahan dan penambahan-penambahan pada beban dikemudian


hari.

6. Faktor kemajuan teknologi

Perkembangan teknologi makin pesat maka setiap terjadi perubahan tegangan diperlukan
penelitian baru.

1.5.3 Acuan Normatif

 Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2002 sebagai pengganti UU No. 5


Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP
No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1122K/30/MEM/2002
Tentang Pedoman Pengusahaan Pembangkit Tenaga Listrik Skala Kecil Tersebar.
 Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000/SNI 04-0225-2000 (Revisi SNI 04-
0225-1987)

1.5.4 Standar Pelayanan Minimal

Standar Penyediaan Kebutuhan Daya Listrik dilingkungan perumahan berdasarkan SNI (Standar
Nasional Indonesia) Nomor 03-1733-2004, yaitu:

1. Penyediaan kebutuhan daya listrik untuk sarana lingkungan perumahan sebesar 40% dari
total kebutuhan rumah tangga, dimana standar minimal pelayanan daya listrik per jiwa untuk
setiap unit rumah tangga adalah 450VA.

2. Gardu listrik yang disediakan adalah untuk setiap 200 KVA.

Sedangkan menurut Standar Kebijakan Penyediaan Listrik, Rencana Usaha Penyediaan


Tenaga Listrik PT PLN 2013-2022, standar konsumsi listrik adalah:

1. Rumah tangga mengkonsumsi listrik sebesar 170 watt/jiwa.

2. Industri mengkonsumsi listrik sebesar 250 KVA/Ha.

3. Perdagangan dan jasa mengkonsumsi listrik sebesar 80 KVA/Ha.


4. Fasilitas Sosial/Fasilitas Umum mengkonsumsi listrik sebesar 80 KVA/Ha.

Kebutuhan energi listrik menurut Rencana Pengembangan Tata Ruang Kawasan Kota Terpadu
Mandiri tahun 2011:

Kegiatan Sosial dan Pelayanan umum, kebutuhan sumber daya listrik untuk kegiatan sosial
adalah pendidikan, kesehatan, dan peribadatan. Sedangkan pelayanan umum berupa perkantoran,
pemerintahan dan rekreasi olahraga. Kebutuhan listrik untuk seluruh kegiatan tersebut
maksumum adalah 40 watt/m2 atau 25% dari seluruh kebutuhan rumah tangga.

1.6 Prasarana Persampahan

1.6.1 Definisi

Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan
Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.

Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh
yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan sampah adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena
kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan
sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang,
yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.

Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan rumah tangga, komersial, industri atau
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah juga merupakan hasil
sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai (Purwendro & Nurhidayat, 2006).
Menurut Soemirat Slamet (2004), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh
yang punya dan bersifat padat. Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak
mudah membusuk. Sampah yang mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti sayuran,
sisa daging, daun dan lain sebagainya, sedangkan yang tidak mudah membusuk berupa plastik,
kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain sebagainya. Limbah atau buangan yang
bersifat padat atau setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau
siklus kehidupan manusia hewan dan tumbuh tumbuhan siklus kehidupan manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan (Kodoatie, 2003).

Menurut Departemen PU Tahun 2004, timbulan sampah adalah volume sampah atau berat
sampah yang dihasilkan dari jenis sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu m^3/h.
Timbulan sampah adalah sampah yang dihasilkan dari sumber sampah (SNI, 1995). Timbulan
sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan merancang peralatan yang digunakan dalam
transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan fasilitas Lokasi Pembuangan Akhir (LPA)
sampah.

1.6.2 Klasifikasi Persampahan

1. Sampah Organik

Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan
prosedur yang benar. Sampah ini dapat diuraikan dengan mudah melalui proses alami. Sampah
organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-
daun, sampah kebun dan lainnya.

2. Sampah Non-organik

Sampah non-organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik berupa
produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini
merupakan sampah yang tidak mudah membusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas,
bahan bangunan bekas dan lainnya. Menurut Gelbert (1996), pada tingkat rumah tangga sampah
jenis ini berupa botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng.

3. Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun)

Sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan non-organik serta logam-logam berat yang
umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan
sampah organik dan non-organik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola
sampah B3 sesuai peraturan yang berlaku.

Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan (UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah). Tempat pembuangan akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung
sampah dari hasil pengangkutan dari TPS maupun langsung dari sumbernya (bak/tong sampah)
dengan tujuan akan mengurangi permasalah kapsitas/timbunan sampah yang ada dimasyarakat
(Suryono dan Budiman, 2010). Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara
alamiah dengan jangka waktu panjang. Persyaratan umum lokasi,metode pengelolaan sampah di
TPA dan kriteria pemilihan lokasi, menurut SK SNI T-11-1991-03 adalah sebagai berikut:

1. Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah.

2. Jenis tanah kedap air.

3. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.

4. Dapat dipakai minimal untuk 5–10 tahun.


5. Tidak membahayakan/mencemarkan sumber air.

6. Jarak dari daerah pusat pelayanan maksimal 10 km.

7. Daerah yang bebas banjir

1.6.3 Acuan Normatif

Karakteristik sampah yang dikelola berdasarkan undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan
sampah spesifik. Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehar i-
hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah
rumah tangga yaitu yang berasal dari kawasan komersial , kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,dan/atau fasilitas lainnya. Dan Sampah spesifik meliputi;

 sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;


 sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
 sampah yang timbul akibat bencana;
 puing bongkaran bangunan;
 sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
 sampah yang timbul secara tidak periodik.

Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang tata
cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan, terdiri dari pewadahan sampai dengan
pembuangan akhir sampah, dan harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilihan sejak dari
sumbernya. Skema teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan dapat dilihat pada bagan
berikut; Skema Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
Timbulan Sampah

Pemilahan, Pewadahan,
dan Pengolahan di
Sumber

Pengumpulan

Pemindahan Pemilahan dan Pengolahan

Pengankutan

Pembuangan Akhir

Berdasarkan standar pelayanan minimal peraturan menteri pekerjaan umum nomor 14 tahun
2010, pengelolaan sampah terdiri dari 2 aspek yaitu tersedianya fasilitas pengurangan sampah
dan sistem penanganan sampah di perkotaan. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan timbulan sampah, pendaur ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah serta
standar pelayanan minimal fasilitas pengurangan sampah di perkotaan adalah volume sampah di
perkotaan yang melalui guna ulang, daur ulang, pengolahan di tempat pengolahan sampah
sebelum akhirnya masuk ke TPA terhadap volume seluruh sampah kota, dinyatakan dalam
bentuk presentase. Pelayanan pengangkutan sampah dilakukan dengan alat angkut sampah baik
untuk sampah terpilah maupun sampah tercampur, mulai dari sumber timbulan sampah (rumah,
perkantoran, pasar, dll), TPS 3R, TPS menuju tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).
Pengangkutan sampah ke TPA dilakukan secara berkala minimal 2 (dua) kali seminggu, dimana
untuk jenis sampah mudah terurai/organik minimal 2 (dua) hari sekali terangkut dari lingkungan
permukiman. Penyediaan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang ramah lingkungan
adalah jumlah TPA yang memenuhi kriteria dan dioperasikan secara layak (controlled
landfill/sanitary landfill)/ramah lingkungan terhadap jumlah TPA yang ada di perkotaan,
dinyatakan dalam bentuk prosentase.
Berdasarkan SNI 03-3242-1994 tentang tata cara pengelolaan sampah di permukiman,
operasional pengelolaan sampah di permukiman disayaratkan adanya keterlibatan aktif
masyarakat, pengelola sampah kota, dan pengembangan perumahan baru terutama dalam
mengelola dan mengadakan sarana persampahan di lingkungan permukiman. Ketentuan
pengelolaan sampah seperti berikut;

1. Perencanaan, dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah rumah, kelas, dan tipe bangunan; jumlah
sampah yang akan dikelola berdasarkan jumlah penduduk dan luas bangunan/fasilitas umum, besara
timbulan sampah berdasarkan sumbernya.
2. Teknik operasional, ditentukan berdasarkan kondisi topografi dan lingkungan pelayanan, kondisi sosial
ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah dan jenis timbulan sampah, pola operasional dilakukan melalui
pewadahan, pengumpulan, pemindahan di transfer depo, pengangkutan ke TPA.
3. Pembiayaan meliputi seluruh biaya pengelolaan untuk operasi, pemeliharaan, serta penggantian alat.
Cara pengerjaan dilakukan dengan menganalisa atas penyebaran rumah, luas daerah yang
dikelola, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, jumlah rumah berdasarkan tipe, timbulan
sampah perhari, jumlah bangunan fasilitas umum, kondisi jalan, topografi, dan lingkungan untuk
menentukan alternatif sistem termasuk jenis peralatan.

Untuk menentukan lokasi TPA sampah berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata cara
pemilihan lokasi TPA sampah, TPA sampah tidak boleh berlokasi di sekitar danau, sungai dan
laut serta Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :

 Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam
wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
 Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara
beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional.
 Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang,
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak
sebagai berikut:

1) Kondisi geologi
 tidak berlokasi di zona holocene fault.
 tidak berlokasi di dizona bahaya geologi.
2) Kondisi hidrologi
 tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
 tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 106 cm/det.
 jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran.
 tidak berlokasi disekitar DAS.
3) kemiringan zona harus kurang dari 20 %
4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus
lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
5) tidak berlokasi pada daerah lindung.
6) Tidak berlokasi pada daerah rawan bencana alam.
Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu teridiri
dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut;

1) iklim : hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik.


2) utilitas : lebih banyak ketersedian prasarana dinilai lebih baik.
3) lingkungan biologis

 habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik.


 daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik.
4) ketersediaan tanah
 produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi.
 kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik.
 ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik. status
tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik.
 Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik.
 batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik.
 Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
 Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
 estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.
 ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik.

Berdasarkan SNI 3242-2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di permukiman, terdapat
klasifikasi mengenai pengelolaan sampah, tipe bangunan, dan TPS serta spesifikasi peralatan dan
bangunan.

1. Klasifikasi pengelolaan
Klasifikasi pengelolaan berdasarkan lingkungan permukiman yang ada yaitu :
 1 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 150 – 250 jiwa ( 30 – 50 rumah)
 1 Rukun Warga : 2.500 jiwa (± 500 rumah)
 1 kelurahan : 30.000 jiwa penduduk (± 6.000 rumah)
 1 kecamatan : 120.000 jiwa (± 24.000 rumah)

2. Klasifikasi tipe bangunan sebagai berikut :


a) tipe rumah
 Mewah yang setara dengan Tipe > 70
 Sedang yang setara dengan Tipe 45 - 54
 Sederhana yang setara dengan Tipe 21
b) sarana umum/sosial
c) bangunan komersial

3. Klasifikasi TPS
Klasifikasi TPS sebagai berikut :
1. TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
 Ruang pemilahan
 gudang
 tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
 Luas lahan ± 10 - 50 m2
2. TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
 Ruang pemilahan (10 m2)
 Pengomposan sampah organik (200 m2)
 Gudang (50 m2)
 Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m
 luas lahan ± 60 – 200 m2
3. TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
 Ruang pemilahan (30 m2)
 Pengomposan sampah organik (800 m2)
 Gudang (100 m2)
 Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
 luas lahan > 200 m2

Tabel 2.12 Spesifikasi Peralatan dan Bangunan


No Jenis Peralatan Kapasitas Pelayanan Umur
Teknis
Volume KK Jiwa (Tahun)
1 Wadah Komunal 0,5 - 1,0 m3 20 - 40 100 - 200
3
2 Komposter Komunal 0,5 - 1,0 m 10 - 20 50 - 100
Alat Pengangkut:
3 Gerobak sampah 1 m3 128 640 2-3
bersekat/sejenisnya
6 m3 640 3.200 5-8
4 Container Armroll Truck
3
10 m 1.375 5.330
TPS
Tipe I 100 m2 500 2.500
5 20
2
Tipe II 300 m 6.000 30.000
Tipe III 1.000 m2 24.000 120.000

6 Bangunan pendaur ulang 150 m2 600 3.000 20


sampah skala lingkungan

1.6.4 Standar Pelayanan Minimal

Metode pembuangan sampah terbagi atas beberapa kategori yakni sebagai berikut:

a. Open Dumping

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana
sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan
ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Cara ini tidak direkomendasikan karena mengingat
banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan seperti:

- Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll

- Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan

- Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul

- Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

b. Control Landfill

Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang
telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan
yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Metode control
landfill dianjurkan untuk diterapkan dikota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metode
ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:

- Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan

- Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan

- Pos pengendalian operasional

- Fasilitas pengendalian gas metan

- Alat berat

c. Sanitary Landfill

Sanitary Landfill adalah suatu sistem pengolahan sampah dengan mengandalkan areal tanah
yang terbuka dan luas dengan membuat lubang bertempat sampah dimasukkan kelubang tersebut
kemudian ditimbun, dipadatkan, diatas timbunan sampah tersebut ditempatkan sampah lagi
kemudian ditimbun kembali sampai beberapa lapisan yang terakhir di tutup tanah setebal 60 cm
atau lebih (Suryono dan Budiman, 2010). Metode ini merupakan metode standar yang dipakai
secara Internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan
yang timbul dapat diminimalkan. Namun diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang
cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga baru dianjurkan untuk kota besar dan
metropolitan

1.7 Transportasi

1.7.1 Definisi

Transportasi dapat diartikan sebagai usaha yang memindahkan, menggerakkan, menganggkut,


atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek
tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. (Fidel Miro, 2005)
Dalam pengertian lain transportasi diartikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan dari
suatu lokasi ke lokasi yang lainnya dengan menggunakan suatu alat tertentu. Dengan demikian
maka transportasi memiliki dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan
keperluan tertentu (Miro,1997). Sistem transportasi selalu berhubungan dengan kedua dimensi
tersebut, jika salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak ada maka bukanlah termasuk
transportasi.
Sistem prasarana transportasi harus dapat digunakan dimanapun dan kapanpun. (O.Tamin, 1997).
Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan berupa barang atau
komoditas, sedangkan sarana transportasi merupakan alat atau moda yang dipergunakan untuk
melakukan pergerakan dari suatu tempat menuju tempat yang lain.

1.7.2 Klasifikasi Transportasi

 Terminal

Menurut undang-undang No 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, terminal
adalah prasarana transportasi jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi.

Menurut Morlok, (2005) terminal adalah tempat pengangkutan dapat berhenti dan memuat
atau membongkar barang-barang, sedangkan Juknis LLAJ, (1995) mendefinisikan terminal
sebagai berikut :

• Merupakan simpul tempat terjadinya putus arus yang merupakan prasarana


angkutan, tempat kendaraan umum menaikkan dan menurunkan penumpang.

• Tempat pengendalian pengawasan pengaturan dan pengoperasian sistem arus


angkutan penumpang.

• Prasarana angkutan dan merupakan bagian dari sistem transportasi untuk


melancarkan arus angkutan penumpang.

• Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan
kota dan lingkungan.

Adapun klasifikasi terminal menurut Warpani, (2002) adalah sebagai berikut :

A. Berdasarkan peranannya di bagi menjadi:

1. Terminal Primer, untuk pelayanan arus barang dan penumpang (jasa


angkutan) yang terjangkau regional (antar kota, provinsi atau antar Negara).

2. Terminal Sekunder, untuk pelayanan arus penumpang (jasa angkutan yang


bersifat lokal dan atau melengkapi kegiatan terminal primer dalam kota).

B. Berdasarkan muatannya adalah:

1. Fasilitas utama yang tersedia adalah ruang untuk penumpang dan ruang area
kendaraan.

2. Kendaraan yang terlibat biasanya bus antar kota, bus antar provinsi, bus
kota, angkutan umum, taksi, dan lain sebagainya.

C. Menurut trayek jangkauan operasional moda angkutan :


1. Terminal angkutan kota adalah merupakan titik temu dan titik sebar
perjalanan dalam kota.

2. Terminal angkutan antar kota adalah merupakan titik temu dan titik sebar
perjalanan antar kota yang satu dengan kota yang lain.

3. Terminal gabungan adalah merupakan terminal yang melayani perpindahan


perjalanan dalam kota ke perjalanan antar kota dan sebaliknya

Menurut Warpani, (2002) berdasarkan fungsinya terminal angkutan penumpang dibagi


menjadi tiga tipe yaitu:

1. Terminal penumpang tipe A

Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani kendaraan umum


untuk angkutan antar kota antar provinsi atau angkutan lalu lintas batas negara,
angkutan kota dan angkutan pedesaan.

2. Terminal penumpang tipe B

Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk


angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

3. Terminal penumpang tipe C

Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk


angkutan pedesaan.
 Jalur Kereta Api

Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang
manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api,
termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Jalur
keretaapi menurut pengoperasiannya dibagi kedalam jalur kereta api khusus dan jalur kereta api
umum.

Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha
tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut, sedangkan jalur kereta api
umum
 Stasiun Kereta Api/Emplasement

Berdasarkan reglemen 19 Bab I Pasal 1 ayat 4a yang dimaksudkan dengan stasiun adalah tempat
kereta api berhenti dan berangkat, bersilang, menyusul atau disusul. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Perhubungan 22 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 2, stasiun adalah tempat
kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turun penumpang dan atau bongkar
muat barang dan atau untuk keperluan operasi kereta api. Kumpulan dari jalan rel di suatu
stasiun disebut sebagai emplasement
1.7.3 Acuan Normatif

Adapun persyaratan lokasi terminal bus menurut Warpani, (2002) adalah sebagai berikut :

A. Persyaratan Lokasi Terminal Primer Utama (Terminal Induk)

o Terkait pada sistem jaringan jalan primer, mempunyai jarak minimum 100 meter
dari jalan primer.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan bagian yang


integral dengan sistem angkutan primer lainnya.

o Terkait sistem fungsi primer, dalam tata ruang wilayah/kota.

o Terletak di daerah pinggir kota sentris sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga tingkat kebisingan dan polusi
udara tidak mengganggu lingkungan hidup sekitarnya.

o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.

B. Persyaratan Lokasi Terminal Primer Madya

o Terkait pada sistem jaringan jalan primer dan jaringan jalan kolektor primer,
mempunyai jarak minimum 50 meter dari jalan primer atau kolektor primer.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga dengan mudah berada di


bawah sub koordinasi terminal primer utama, untuk melengkapi pelayanan
terminal utama.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan bagian yang


integral dengan sistem angkutan primer lainnya.

o Terkait sistem fungsi primer, dalam tata ruang wilayah/kota.

o Terletak di daerah pinggir kota sentris sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional.

o Tingkat kebisingan dan polusi udara tidak mengganggu lingkungan hidup


sekitarnya.

o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.

C. Persyaratan Lokasi Terminal Primer Cabang


o Terkait pada sistem jaringan jalan kolektor dan jaringan lokal primer,
mempunyai jarak minimum 25 meter dari jalan kolektor dan lokal primer.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga dengan mudah berada di


bawah sub koordinasi terminal primer utama, untuk melengkapi pelayanan
terminal primer madya.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan bagian yang


integral dengan sistem angkutan primer lainnya.

o Terkait sistem fungsi primer, dalam tata ruang wilayah/kota.

o Tingkat kebisingan dan polusi udara tidak mengganggu lingkungan hidup


sekitarnya.

o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.

D. Persyaratan Lokasi Terminal Sekunder Utama

o Terkait pada sistem jaringan jalan sekunder.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan bagian yang


integral dengan sistem angkutan sekunder lainnya.

o Terkait sistem fungsi primer, dalam tata ruang wilayah/kota.

o Terletak di daerah kota inti kota sentris.

o Tingkat kebisingan dan polusi udara tidak mengganggu lingkungan hidup


sekitarnya.

o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan lokal.

E. Persyaratan Lokasi Terminal Sekunder Madya

o Terkait pada sistem jaringan jalan sekunder dan kolektor primer.

o Terkait sistem fungsi sekunder, dalam tata ruang wilayah atau kota.

o Terletak pada lokasi yang merupakan bagian yang integral dengan sistem
angkutan primer lainnya.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga dengan mudah berada di


bawah sub koordinasi terminal sekunder utama.

o Letak lokasi dapat dicapai secara cepat, aman dan mudah oleh pemakai jasa
angkutan lokal.
F. Persyaratan lokasi terminal sekunder cabang

o Terkait pada sistem jaringan jalan kolektor dan lokal sekunder.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan bagian yang


integral dengan sistem angkutan sekunder lainnya.

o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga dengan mudah berada di


bawah sub koordinasi terminal sekunder madya, untuk melengkapi pelayanan
terminal sekunder madya
 Perkeretapian

Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi nasional yang
mempunyai karakteristik pengangkutan secara massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak
dapat dipisahkan dari moda transportasi lain, perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan
peranannya sebagai penghubung wilayah, baik nasional maupun internasional, untuk menunjang,
mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber
daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api. Menurut Undang - undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.

Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian, definisi dari kereta
api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan
sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di atas jalan rel yang terkait
dengan perjalanan kereta api. Kereta api sendiri terdiri dari lokomotif, kereta, dan gerbong.
Lokomotif merupakan kendaraan rel yang dilengkapi dengan mesin penggerak dan pemindah
tenaga kepada roda - roda dan khusus digunakan untuk menarik kereta penumpang dan atau
gerbong barang. Kereta merupakan salah satu rangkaian dari kereta api yang berfungsi untuk
mengangkut penumpang. Sedangkan rangkaian yang digunakan untuk mengangkut barang atau
binatang disebut gerbong. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1998 meyebutkan
bahwa moda transportasi kereta api memiliki karakteristik dan keunggulan khusus. Beberapa
keunggulan dari kereta api adalah kemampuannya dalam mengangkut baik penumpang maupun
barang secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, memiliki faktor keamanan
yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien untuk angkutan jarak jauh.
 Jalur Kereta Api

Berikut adalah jenis-jenis stasiun yang dijelaskan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
22 Tahun 2003 yang dibedakan berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian
kereta api :

1. Stasiun Awal Perjalanan Kereta Api


Stasiun asal perjalanan kereta api dan juga sebagai tempat untuk menyiapkan
rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api.

2. Stasiun Antara Perjalanan Kereta Api

Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan kereta api yang berfungsi juga untuk
menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta api atau dilewati oleh
kereta api yang berjalan langsung.

3. Stasiun Akhir Perjalanan Kereta Api

Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang menerima kedatangan kereta api.

4. Stasiun Pemeriksaan Perjalanan Kereta Api

Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai
stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). Di stasiun
pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai persilangan luar biasa
dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.

5. Stasiun Batas

Stasiun sebagai pembatas perjalanan kereta api dikarenakan adanya stasiun yang ditutup.

Pelabuhan merupakan salah satu jenis prasarana transportasi laut. Adanya fasilitas pelabuhan
pada suatu daerah atau kota akan memacu perkembangan dan pertumbuhan daerah atau
kota tersebut. Hal ini disebabkan fasilitas pelabuhan laut merupakan salah satu prasarana
penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga dapat terjalinnya suatu kerjasama
baik dibidang ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.

Menurut Triatmodjo (1992) pelabuhan (port) adalah suatu daerah perairan yang terlindung
dari gelombang dan digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal maupun kendaraan air
lainnya yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang maupun
hewan, reparasi, pengisian bahan bakar dan lain sebagainya yang dilengkapi dengan
dermaga tempat menambatkan kapal, kran-kran untuk bongkar muat barang, gudang
transito, serta tempat penyimpanan barang dalam waktu yang lebih lama, sementara
menunggu penyaluran ke daerah tujuan atau pengapalan selanjutnya.

1.7.4 Standar Pelayanan Minimal

Menurut Peraturan Menteri (PM) No. 48 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Minimum
Angkutan Orang Dengan Kereta Api. PM menegaskan bahwa pengoperasian kereta api harus
memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Penerapan SPM kepada pengguna jasa kereta api tersebut meliputi SPM di Stasiun kereta api dan
SPM dalam perjalanan. Aspek – aspek SPM di stasiun kereta api dan dalam perjalanan
mencakup, keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan.
Dalam penerapan SPM tersebut, penyelenggara sarana perkeretaapian memiliki bererapa
kewajiban kepada pengguna jasa kereta api diantaranya yaitu : jika terjadi keterlambatan
keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api perkotaan, pada stasiun keberangkatan, dalam
30 menit atau lebih, setiap penumpang berhak meminta formulir informasi keterlambatan dari
penyelenggara sarana perkeretaapian pada stasiun tujuan bagi penumpang yang membutuhkan.

Untuk kereta api antarkota, jika terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan lebih dari tiga
jam setiap penumpang mendapat kompensasi makanan ringan dan keterlambatan keberangkatan
lebih dari lima jam, penumpang memperoleh makanan berat dan minuman di stasiun
keberangkatan.

Pemberian kompensasi juga diberikan kepada penumpang kereta api antar kota jika dalam
perjalanan mengalami gangguan, sehingga mengalami keterlambatan kedatangan di stasiun
tujuan. Keterlambatan kedatangan lebih dari tiga jam penumpang wajib diberikan makanan
ringan dan keterlambatan kedatangan lebih dari lima jam diberikan makanan berat dan minuman.

Menurut Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran

, yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan yang
memiliki batas-batas tertentu dan sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan pengusahaan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan atau tempat
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal dan memiliki fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan dan sebagai tempat
pemindahan intra dan antarmoda transportasi.

Menurut undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran, pelabuhan laut memiliki hierarki
antara lain pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan.

1. Pelabuhan Utama

Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam
jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Berdasarkan hierarkinya pelabuhan
utama di Indonesia pada saat ini terdapat sebanyak 39 pelabuhan utama, termasuk di dalamnya
dua pelabuhan utama yang berfungsi sebagai hubungan internasional yaitu Pelabuhan Bitung dan
Pelabuhan Kuala Tanjung. Dalam menetapkan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama
setidaknya dapat berpedoman pada:

• Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;

• Kedekatan dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur pelayaran
nasional ± 50 mil;

• Memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil;

• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
• Kedalaman kolam pelabuhan minimal -9 mLWS;

• Berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general cargo/penumpang


internasional;

• Melayani angkutan petikemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan lain


yang setara;

• Memiliki dermaga peti kemas/curah/general cargo minimal 1 (satu) tambatan,


peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan
penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai.

• Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas/curah/general cargo/penumpang di


tingkat nasional dan pelayanan angkutan petikemas internasional.

2. Pelabuhan Pengumpul

Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi. Dalam menetapkan hierarki pelabuhan sebagai pelabuhan
pengumpul setidaknya memperhatikan kriteria teknis sebagai berikut:

• Kebijakan pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan


meningkatkan pertumbuhan wilayah;

• Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil;

• Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil;

• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

• Berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan


pertumbuhan nasional;

• Kedalaman minimal -7 mLWS;

• Memiliki dermaga serbaguna (multipurpose) minimal 1 (satu) tambatan dan


peralatan bongkar muat;

• Berperan sebagai pengumpul angkutan peti kemas/curah/general


cargo/penumpang nasional;

• Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.

3. Pelabuhan Pengumpan

Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan
pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
dalam provinsi. Berdasarkan hierarkiya pelabuhan pengumpan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
Pelabuhan Pegumpan Regional (PR) dan Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL), pada saat ini
terdapat sekitar 235 Pengumpan Regional dan 726 Pengumpan Lokal. Dalam penetapannya
harus memperhatikan kriteria teknis sebagai berikut:

a. Pelabuhan Pengumpan Regional (PR):

• Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan


antarprovinsi;

• Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan


peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

• Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi;

• Berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Pengumpul dan Pelabuhan


Utama;

• Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke Pelabuhan
Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;

• Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam provinsi;

• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

• Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan


dalam 1 (satu) provinsi;

• Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil;

• Kedalaman maksimal pelabuhan -7 mLWS;

• Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m;

• Memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Regional lainnya 20 – 50 mil.

b. Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL):

• Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan


peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

• Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota;

• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;

• Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan


dalam 1 (satu) kabupaten/kota;
• Berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul,
dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional;

• Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolir,


perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut;

• Berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung


kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai
terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup
masyarakat disekitarnya;

• Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut regular kecuali
keperintisan;

• Kedalaman maksimal pelabuhan -4 mLWS;

• Memiliki fasilitas tambat dan dermaga dengan panjang maksimal 70 m;

• Memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil.

Você também pode gostar