Você está na página 1de 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan serangkaian kejadian patofisiologik yang
terjadi setelah trauma kepala, yang dapat menyebabkan setiap komponen
yang ada, mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau
kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala berat adalah kejadian
akibat benturan atau trauma yang biasanya ditandai dengan penurunan
kesadran dan nilai Glas Coma Scalenya sama atau kurang dari 8 (Arum
Kusuma Wardani, 2017).
Cedera di kepala dan leher merupakan penyebab utama kematian,
cedera berat dan cacat pada para persepada motor dan persepeda. Di
Negara Eropa cedera kepala merupakan 75% dari total kematian di
lingkungan pengguna kenderaan bermotor roda dua dan sepeda,di
beberapa Negara berpendapatan rendah dan menengah cedera kepala di
perikirakan sebesar 88% dari total kematian dijalan. Beban biaya sosial
yang tinggi dari cedera kepala bagi yang bersangkutan, keluarga dan
masyarakat, karena sering kali mereka memerlukan perawatan khusus
untuk jangka panjang. Cedera kepala juga mengakibatkan biaya medis
yang tinggi dibandingkan dengan cedera lainnya, sehingga cedera-cedera
ini menimbulkan beban yang tinggi pada system pemeliharaan kesehatan
dan ekonomi Negara itu (WHO, 2014)
Prevalensi cedera pada masyarakat di Indonesia pada tahun 2007
sebesar 7,5%, dengan urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh,
kecelakaan lalu lintas (KLL) darat dan terluka benda tajam/tumpul (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Pada tahun 2013 terdapat
peningkatan prevalensi cedera menjadi 8,2%, dengan urutan penyebab
cedera terbanyak adalah jatuh 40,9%, kecelakaan sepeda motor (40,6%),

1
cedera karena benda tajam/tumpul 7,3%, transportasi darat lainnya 7,1%
dan kejatuhan 2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI,
2013). Hal yang penting pada cedera di jalan raya adalah frekuensi cedera.
Di beberapa negara dilaporkan frekuensi cedera di jalan raya sama
banyaknya dengan frekuensi cedera di rumah (Shahkolai FR et al., 2008,
Hang HM et al., 2003, Tercero F et al., 2006). Dari segi lokasi tempat
tinggal dilaporkan proporsi yang cedera akibat lalu lintas di perkotaan 4
kali lebih tinggi dibandingkan di perdesaan di Tanzania. Di perdesaan
terdapat perbedaan penyebab cedera berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-
laki lebih banyak cedera karena KLL sedangkan pada perempuan lebih
banyak cedera karena luka robek (Moshiro C et al., 2005). Pertanian
termasuk dalam ranking pekerjaan yang paling berbahaya di dunia. Petani
mempunyai risiko paling tinggi untuk cedera fatal dan tidak fatal.
Diperkirakan oleh ILO sedikitnya 170.000 pekerja di pertanian meninggal
setiap tahun, dan dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan di
sektor lainnya. (International Labor Organization, 2009). Di Amerika
Serikat, pekerjaan sebagai nelayan komersial juga merupakan pekerjaan
yang sangat berbahaya. Selama tahun 1998-2008 setiap tahunnya
dilaporkan terjadi 128 kematian per 100.000 pekerja, jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan rata-rata kematian pekerja yaitu 4 per 100.000
pekerja (US Department of Labor, Bureau of Labor Statistics, 2010).
Cedera dapat mengakibatkan kecacatan dan disabilitas. Penelitian di
Tanzania menunjukkan, dampak KLL pada keuangan keluarga adalah
dapat menyebabkan jatuh miskin karena harus membiayai pengobatan dan
rehabilitasi yang merupakan dampak jangka panjang karena cedera
tersebut (Moshiro C et al., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran cedera berdasarkan jenis pekerjaan dan faktor
yang berperan pada lama rawat inap akibat cedera pada pekerja usia
produktif di Indonesia (Lusianawaty Tana, 2015).

2
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dari penderita Cedera
Kepala.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep keperawatan dari penderita
Cedera Kepala.
3. Mahasiswa mampu mengetahui Trend Dan Issue Keperawatan tentang
Cedera Kepala.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa keperawatan
a) Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan materi
tentang asuhan keperawatan Cedera Kepala
b) Dapat mengamalkan ilmu yang sudah didapat setelah
mempelajari materi tentang Asuhan keperawatan Cedera
Kepala
2. Bagi Dosen
a) Memiliki gambaran tentang mahasiswa yang potensial untuk
direkrut menjadi salah satu mahasiswa yang berprestasi
b) Mempunyai hubungan erat dengan dosen lain untuk dapat
mengembangkan materi Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
3. Bagi Masyarakat
a) Setelah membaca materi tentang Asuhan Keperawatan Cedera
Kepala ini masyarakat bisa tau penyebab dari cedera kepala
tersebut, dan lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan
sehari-hari terutama pada saat berkenderaan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa perdarahan interstisial dalam subtansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan Gallo)
Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh
suatu pengaruh kekuatan atau energy yang diteruskan ke otak dan akhirnya
efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kopertemen
yang kaku (Price, 1995, dalam Amin 2016)
Cedera kepala merupakan adanya pukulan/benturan mendadak
pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 1996,
hal 496)
Cedera kepala (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak
Cranio serebri (geger), Kontusio (memar) / Laserusi & perdarahan serebral
(subarachnoid, subdural, epidural, intraserebral batang otak. Trauma
primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi /
deselerasi otak). Trauma sekunder akibat trauma syaraf (mil akson) yang
meluas hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi
sistemik (Dongoes, 1993)

B. Etiologi
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera kepala setempat &
menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak ayau hernia
2. Trauma tumpul

4
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi) : kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk
: cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak, terjadi karena cedera
menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua - duanya.
Akibat trauma tergantung pada :
1) Kekuatan benturan parahnya kerusakan
2) Akserelasi dan decelerasi
3) Cup dan kontracup
Cedera cup kerusakan pada daerah yang terbentur
Cedera kontracup kerusakan cedera berlawanan pada sisi
desakan benturan
a. Lokasi benturan
b. Rotasi pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak
c. Depresi fraktur kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar
kehidung, telinga masuk kuman kontaminasi dengan
CSS infeksi kejang.

C. Klasifikasi
a. Berdasarkan keparahan cedera :
1. Cedera kepala ringan (CKR)
a. Tidak ada fraktur tengkorak
b. Tidak ada kontusio serebri, hematom
c. GCS 13 – 15
d. Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi kecil < 30 menit
2. Cedera kepala sedang (CKS)
a. Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit TP < 24 jam
b. Muntah
c. GCS 9 – 12

5
d. Dapat mengalami fraktur tengkorak disorientasi ringan
(bingung)
3. Cedera kepala berat (CKB)
a. GCS 3 – 8
b. Hilang kesadaran > 24 jam
c. Adanya kontusio serebri, laserasi/hematoma intracranial
b. Menuru jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger
otak ringan dan oedem serebral yang luas.

D. Patofisiologi

Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam


menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma
kepala.Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang
bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.Cedera
periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara
relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba
tanpa kontak langsung seperti yang terjadi bila posisi badan berubah
secara kasar adan cepat.Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak. Landasan
substansi alba, cerdera robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi dikurangi atau
tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi : hiperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan

6
akhirnya peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan
“menyebar” sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggunakan hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intra
serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan
massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk
yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak.
Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak
atau dua – duanya, situasi yang terjadi pada hampir 50 % pasien yang
mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.

E. Manifetasi klinis
1. Cedera kepala ringan sampai sedang
a. Disorientasi ringan
b. Amnesia postraumatik
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan muntah
f. Vertigo dalam perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran
2. Cedera kepala sedang sampai berat
a. Oedema pulmonal
b. Kejang
c. Infeksi
d. Tanda herniasi otak
e. Hemiparese
f. Gangguan akibat saraf cranial

7
Manifestasi klinis spesifik :

1. Gangguan otak
a. Comotio cerebri/geger otak
a. Tidak sadar < 10 menit
b. Muntah – muntah, pusing
c. Tidak ada tanda deficit neurologis
b. Contusion cerebri/memar otak
a. Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat
berlangsung > 2-3 hari setelah cedera
b. Muntah-muntah, amnesia retrograde
c. Ada tanda – tanda deficit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian
dalam dan maningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri
maningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, GG neurologis dari kacau
mental sampai koma
c. Peningkatan TIK yang menyebabkan gangguan pernafasan,
bradikardail, penurunan TTV
d. Herniasi yang menimbulkan :
1) Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
2) Isokor dan anisokor
3) Ptosis
3. Hematoma subdural
a. Akumulasi darah antara duramater dan aragnoid, karena
robekan vena
b. Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, disfasia, kejang.
4. Hematoma subdural
a. Akut : gejala 24 – 48 jam setelah cedera, perlu intervensi
segera
b. Sub akut : gejala terjadi 2 hari – 2 minggu setelah cedera
c. Kronis :2 minggu s.d 3 – 4 bulan setelah cedera

8
5. Hematoma intracranial
a. Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi
peluru, gerakan akselerasi-decelerasi tiba-tiba
6. Fraktur tengkorak
1) Fraktur liner/simple
a. Melibatkan OS temporal dan parietal
b. Jika garis fraktur meluas kearah orbital/sinus paranasal resiko
perdarahan
2) Fraktur basiler
a. Fraktur pada dasar tengkorak
b. Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan
bakteri masuk.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sikap kecelakaan
b) Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke RS
c) Ada/tidak benturan langsung pada kepala
d) Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran
sampai saat diperiksa

G. Indikasi perawatan
1. Perubahan kesadaran saat diperiksa atau dipuasakan 2 jam
2. Fraktur tulang tengkorak
3. Terdapat deficit neurologis
4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya anak – anak, riwayat
minum alcohol dan pasien tidak kooperatif
5. Factor social
a. Kurang pengawasan arangtua
b. Kurang pendidikan orangtau
c. Sulit transfor ke RS
6. Pasien harus kembali ke RS

9
a. Mengantuk sulit dibangunkan
b. Disorientasi, kacau
c. Nyeri kepala hebat, muntah atau demam
d. Rasa lemah, kelumpuhan, pengkihatan kabur
e. Kejang, pingsan
f. Keluar darah dari telinga

H. Komplikasi
1. Epilepsy pasca trauma
Epilepsy pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan
dikepala. Kejang bias saja baru terjadi beberapa tahun setelah
terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar10% penderita yang
mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus dikepala dan
pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus dikepala. Obat
– obat anti kejang misalnya (Fenitoin, karbamazepin atau valproat)
biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat – obat tersebut
sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang
serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini sering
berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata – kata. Bagian otak
yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah
kiri dan bagian lobus frontalis disebelahnya. Kerusakan pada bagian
manapun dari area stroke,tumor, cedera kepala atau infeksi akan
mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa
3. Apraksia
Aparaksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parientalis

10
atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang
mendasarinya, yang telah menyebabkan kealinan fungsi otak
4. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapatmenghubungkanya dengan
peran atau fungsi normal dari benda tersebut.penderita tidak dapat
mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau
benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil),meskipun mereka
dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.penyebabnya
adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis dimana
ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia
seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagaian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebanya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bias menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde
) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (
amnesia pasca trauma ). Amnesia hanya berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam ( tergantung beratnya cedera ) dan akan hilang
dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat
menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya
kembali dari memori terutama terletak didalam lobus oksipitalis, lobus
pareatalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap
merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi
secara mendadak dan berat. Serangan bias terjadi satu kali seumur
hidup, atau bias juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan
gizi lainya bias mengalami amnesia yang disebut sindroma wernicke-

11
korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut ( sejenis
ensefalopati ) dan amnesia yang berlangsung lama.
Amnesia korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati wernicke.
Amnesia korsakoff juga bias terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiac arrest atau ensefalitis akut
6. Fistel karotis – karvenosus
Ditandai oleh trias gejala : eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi
dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya
penglihatan yang permanent.
7. Diabetes ensipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia dan deplesi volum.
8. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi dalam 24 jam pertama, dan minggu pertama atau
setelah satu minggu. Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut ; kejang dini menunjukan resiko yang meningkat
untuk kejang lanjut dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulsan
9. Kebocoran cairan cerebrospinalis dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala
tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah
beberapa hari pada 85%. Drainase lumbal dapat mempercepat proses
ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat,
pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau
rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang
merupakan indikasi untuk reparative
10. Edema cerebral dan herniasi

12
Penyebab paling utama dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi 72
jam setelah cedera. Perubahan TD,frekuensi nadi, pernafasan tidak
teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan di
cranium dikompensasi oleh tertekannya venosus dan cairan otak
bergeser. Peningkatan tekanan secara terus-menerus menyebabkan
aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi
vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran
supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong
hemusfer otak bawah/lateral dan menekan dienchephalon dan batang
otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf
okulomotor, jalur saraf kortikospinal, serabut RES. Mekanisme
kesadara, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.
11. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awa penurunan fungsi neurologis : perubahan TK kesadaran,
nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektil (tanda dari peningkatan
TIK).

I. Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos tengkorak
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT Scan : indikasi CT Scan nyeri kepala atau muntah-muntah,
penurunan GCS lebih dari 1 point. Adanya laserasi, bradikardi,
faktor impresi, dengan latrasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan
selama 3 hari, perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau
peluru.

J. Penatalaksanaan
1. Stabilisasi kardiopulmoner pencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-
breathing-Cirkulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderun memperhebat TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih
buruk

13
2. Semua cedera kepala hebat memerlukan intubasi pada kesempatan
pertama
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik, dan reflek okuloves, tubuler.
Oenilaian neurologis kurang bermaanfaat bila tekanan darah
penderita rendah, (syok)
5. Penanganan cedera-cedera lainnya
6. Pemberian obat seperti antidermaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostig, seperti scan tomografi computer
otak, angiografi serebral dan lainnya.

K. Prognosis
Mortalitas pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg
selama perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg
kematiannya 39%. Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat
mengalami gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama post trauma.
Lamanya koma berhubungan signifikan dengan pemulihan amnesia.

14
Pathway

Trauma benda tajam Trauma benda


tumpul

Tusukan benda Kecelakaan, jatuh,


tajam/ runcing dipukul,

CEDERA KEPALA

15
Ekstra karnial Tulang kranial intrakarnial

Terputusnya Jaringan otak


Sobeknya arteri Fraktur tulang
kontunuitas jaringan rusak, kontusio
meningen tengkorak
kulit, otot, dan
vascular Hematoma Terputusnya Perubahan
epidural kontinuitas autoregulasi
pendarahan tulang
Perubahan sirkulasi Edema serebral
Kompensasi tubuh : cairan CSS DX : NYERI
vasodilatasi dan bradikardi AKUT
Gangguan kejang
Penngkatan TIK neurologis
Pergeseran
vokal
Aliran ke darah ke lobus - Dispnea
otak menurun temporalis - Obstruksi
Mual muntah, nafsu Defisit
Gangguan jalaan
makan ↓, pusing, neurologis
Aliran ke darah kesadaran nafas
sakit kepala
ke otak menurun
DX : DX :
Intake dan cairan ↓ imobilisasi
GANGGUAN KETIDAKEFEKTIFAN
Hipoksia jaringan
PERSEPSI POLA NAFAS
DX : RESIKO DX : SENSORI
DEFISIT NUTRISI 16HAMBATAN
DX : GANGGUAN MOBILITAS
PERFUSI JARINGAN FISIK
SEREBRAL
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Demografi

Kategori Pertanyaan untuk riwayat Rasional


kesehatan
Berapa umur klien ? penyebab cedera pada pekerja usia 15-64 tahun yang
diakibatkan karena KLL lebih tinggi pada pegawai, buruh,
wiraswasta, dan lainnya, sebaliknya penyebab cedera
bukan KLL lebih tinggi pada petani dan nelayan. Apabila
dibandingkan dengan hasil Riskesdas, penyebab cedera
Data Demografi pada masyarakat semua umur terbanyak adalah jatuh,
KLL, dan benda tajam. Hal ini dapat diterangkan karena
cedera akibat jatuh tinggi pada umur 14 tahun ke bawah
(57,3–91,3%) dan pada umur 65 tahun ke atas (67,1–
78,2%). (Balitbangkes, 2007, Balitbangkes, 2013).

17
https://media.neliti.com/media/publications/63135-ID-
none.pdf
Apa jenis kelamin klien ? Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki 58% lebih
banyak dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan
karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif
sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan
masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar-benar rujukan yang terlambat. (Smeltzer & Bare,
2002)

https:www.academia.edu/31638193/Bab_1_Cedera_kepala
Pekerjaan klien ? Pekerja sebagai petani dan nelayan mengalami cedera
lebih sering dibandingkan pegawai. Dari segi pekerjaan
fisik, pegawai masuk kelompok pekerjaan dengan beban
kerja ringan, yang sebagian besar (75%) waktunya
digunakan untuk duduk/berdiri dan hanya 25% waktunya
digunakan untuk berdiri dan bergerak, sedangkan petani
dan nelayan digolongkan dalam pekerjaan dengan beban
kerja berat, yaitu 60% dari waktunya untuk kegiatan kerja

18
khusus dalam bidang pekerjaannya dan 40% dari
waktunya digunakan untuk duduk dan berdiri (FAO/WHO,
2001).

https://media.neliti.com/media/publications/63135-ID-
none.pdf
apa keluhan utama klien ? Terutama pada klien dengan post KLL akan terdapat luka
lebam, brill hematoma pada kedua mata, kesadaran
menurun, terdengar suara napas tambahan (gurgling),
bedrest total, gerakan ekstremitas tidak terkoordinasi,
terdapat akumulasi produksi sekret pada saluran
pernapasan, febris, hiperventilasi.
Riwayat
Kesehatan
https://www.scribd.com/doc/116101962/Asuhan
Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Cedera-Kepala-Berat
Riwayat kesehatan sekarang ? Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea
/takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka
di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor d a r i hidung dan telinga dan kejang

19
WHO pada tahun 2005 menyebutkan cedera kepala
merupakan faktor resiko paling sering terjadinya epilepsy
di kemudian hari dengan presentase sebanyak 92%
dibandingkan penyakit lainnya seperti infeksi sistem saraf
pusat (dapat berupa abses, ensefalitis, dan meningitis
bakterial), tumor, dan kelainan kongenital.
Vietnam Head Injury Study menyebutkan sekitar 53% dari
veteran dengancedera kepala yang masih hidup mengalami
setidaknya satu kali kejangyang kemudian berkembang
menjadi epilepsi. Penelitian yang dilakukan Oleh Vozikis
dkk menyebutkan sebanyak 700 sampel yang diteliti,
terdapat 357 sampel dengan riwayat cedera kepala
mengalami epilepsi (tanpa terdiagnosis diabetes dan
terdapat 143 sampel diabetes yang memiliki hubungan
antara cedera kepala dan epilepsi) dan sisanya adalah
sampel yang tidak masuk kriteria penelitian.
https://media.neliti.com/media/publications/193514-ID-
hubungan-antara-riwayat-cedera-kepala-te.pdf

20
2. Data Objektif
a. Pengkajian berdasarkan temuan pada saraf-saraf kranial

Kategori Temuan Pada Pengkajian Fisik Temuan Abnormal


Nervus 1 (Olfaktorius)
Pada beberapa keadaan cedera
kepala di daerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini
klien akan mengalami kelainan
pada fungsi penciuman/anosmia
unilateral atau bilateral

Nervus II (Optikus)
Hematoma palpebra pada klien
cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan
mengganggu fungsi dari nervus
optikus. Perdarahan di ruang

21
intracranial, terutama hemoragia
subarakhnoidal, dapat disertai
dengan perdarahan di retina.
Anomali pembuluh darah di dalam
otak dapat bermanifestasi juga di
fundus. Tetapi dari segala macam
kelainan di dalam ruang
intracranial, tekanan intracranial
dapat dicerminkan pada fundus.
Nervus III (Okulomotorius),
IV(Troklearis), dan
VI(Abdusens)
Gangguan mengangkat
kelopak mata terutama pada klien
dengan trauma yang merusak
rongga orbital, pada kasus-kasus
trauma kepala dapat dijumpai
anisokoria. Gejala ini harus
dianggap sebagai tanda serius jika

22
midriasis itu tidak bereaksi pada
penyinaran. Tanda awal herniasi
tentorium adalah midriasis yang
tidak bereaksi pada penyinaran.
Paralisis otot-otot ocular akan
menyusul pada tahap berikutnya.
Jika pada trauma kepala terdapat
anisokoria dimana bukannya
midriasis yang ditemukan,
melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang
normal pada sisi yang lain, maka
pupil yang miosislah yang
abnormal. Miosis ini disebabkan
oleh lesi di lobus frontalis
ipsilateral yang mengelola pusat
siliospinal, hilangnya fungsi itu
berarti pusat siliospinal menjadi
tidak aktif, sehingga pupil tidak

23
berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Nervus V (Trigeminalis)
Pada beberapa keadaan
cedera kepala menyebabkan
paralisis nervus trigeminalis,
didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah
Nervus VII (Fasialis)
Persepsi pengecapan
mengalami perubahan
Nervus IX(Glosofaringeal) dan
X(Vagus)
Kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka
mulut
Nervus XI (Asesorius)
Bila tidak melibatkan trauma
pada leher, mobilitas klien cukup
baik dan tidak ada atrofi otot

24
sternokleidomastoideus dan
trapezius
Nervus XII (Hipoglosus)
Indra pengecapan
mengalami perubahan

b. Penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS)

PENENTUAN DESKRIPSI SKALA COMA GLASGOW


KEPARAHAN
Minor/Ringan GCS 13-15 Membuka Mata
Sadar penuh, membuka mata bila di panggil. Dapat Spontan 4
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi Terhadap rangsang suara 3
kurang dari 30 menit dan disorientasi. Tidak ada Terhadap nyeri 2
fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, Tidak ada 1
hematoma.
Sedang GCS 9-12 Respon Verbal
Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti perintah Orientasi baik 5
yang sederhana atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi Orientasi terganggu 4

25
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur Kata-kata tidak jelas 3
tengkorak. Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
Berat GCS 3-8 Respon Motorik
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih Mampu bergerak 6
dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral serebral, Melokalisasi nyeri 5
laserasi atau hematomaintracranial. Dengan Fleksi menarik 4
perhitungan GCS sebagai berikut: Fleksi abnormal 3
1. Eye : nilai 1 atau 2 Ekstensi 2
2. Motorik : nilai 5 atau <5 Tidak ada respon 1
3. Verbal : nilai 2 atau 1
Total 3-15
Catatan : Penurunan nilai GCS 2 atau lebih menunjukkan perburukan yang bermakna dan harus segera dilaporkan pada
dokter yang merawat

26
c. Pengkajian tanda-tanda vital
1.Suhu
Pada cedera kepala berat biasanya akan terjadi gangguan
pengaturan suhu tubuh karena kerusakan pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Metabolism meningkat sekitar 10% untuk setiap derajat
peningkatan suhu tubuh. Hal ini sangat berdampak buruk terhadap
pasien tersebut yang memang sudah mengalami gangguan suplai
oksigen dan glukosa. Salah satu hasil metabolisme tubuh adalah adalah
CO2 yang merupakan vasodilator dan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial.
2.Nadi
Bradikardia dapat ditemukan pada cedera kepala yang disertai
dengan cedera spinal, atau dapat juga dijumpai pada tahap akhir dari
peningkatan tekanan intracranial. Takikardia sebagai respon autonom
terhadap kerusakan hipotalamus juga dapat dijumpai pada tahap akhir
dari peningkatan tekanan intrakrania. Aritmia dapat ditemukan jika
terdapat darah dalam CSF atau lesi fossa posterior.
3.Tekanan Darah
Hipotensi dapat memperburuk keadaan cedera kepala. Perfusi otak
yang kurang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak secara
menyeluruh. Jika hal ini terjadi, maka otak akan mengalami swelling
(pembengkakan secara menyeluruh), dengan hasil akhir peningkatan
tekanan intrakranial dan kematian.
4.Frekuensi Pernafasan
Pola dan frekuensi pernafasan dapat memberikan gambaran
tentang keadaan intrakranial. Jika frekuensi nafasnya cepat (>28 kali
permenit) dan tidak teratur, merupakan keadaan emergensi yang harus
segera dilaporkan kepada dokter. Tidak selamanya keadaaan ini

27
disebabkan oleh masalah dalam paru-paru. Tetapi untuk tindakan
awalnya dapat segera dinaikkan jumlah oksigen yang diberikan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)

Kategori : Psikologis

Subkategori : sirkulasi

2. Nyeri akut (D.0077)

Kategori : Psikologis

Subkategori:Nyeri dan Kenyamanan

3. Risiko Deficit nutrisi (D:0032)

Kategori:fisiologi

Subkategori: nutrisi dan cairan

4. Pola nafas tidak efektif D: 0005


Kategori : fisiologis
Sub kategori : Respirasi
Gangguan mobilitas fisik
D: 0054
Kategori : Fisiologis
Sub Kategori : Aktivitas/istirahat
Gangguan Persepsi sensori
D: 0085
Kategori : Psikologis
Sub Kategori : Integritas Ego

28
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
.
Resiko perfusi serebral NOC: NIC :
tidak efektif (D.0017) 1. Perfusi jaringan : serebral Monitor Tekanan Intrakarnial Monitor Tekanan Intrakarnial
Kategori : Psikologis Setelah di lakukan tindakan (TIK) (TIK)
Subkategori : sirkulasi keperawatan selama... X 24 jam,
Observasi Observasi
di harapkan pasien memenuhi
1. Monitor kualitas dan 1. Untuk mencegah terjadinya
Definisi : kriteria hasil sebagai berikut :
karakteristik gelombang fase kompensasi dan
Beresiko meengalami 1 Teekanan intrakarnial
TIK dekompensasi
penurunan sirkulasi ke otak kembali normal
2 Pasien tidak muntah 2. Peningkatan TIK dapat
2. Monitor tekanan aliran menyebabkan penurunan
Faktor resiko : Pasien tidak sakit kepala
darah ke otak tekanan darah yang drastis
1. Cedera kepala
Kondisi klinis terkait : pada otak
1. cedera kepala 3. Dapat mengurangi kerusakan
3. Monitor status neurologik otak lebih lanjut
4. Reaktifasi CO2 pada otak
4. Monitor tingkat CO2 dan menunjukan adanya
pertahankan dalam penurunan tekanan darah
parameter yang ditentukan yang signifikan ke otak

Mandiri : Mandiri

1. Sesuaikan kepala tempat 1. posisi tempat tidur dapat


tidur untuk mempengaruhi peningkatan
mengoptimalkan perfusi TIK
serebral

29
Kolaborasi
1. Beritahu dokter untuk 1. agar mendapatkan
peningkatan TIK yang tidak penanganan lebih lanjut
bereaksi sesuai peraturan
keperawatan

Health Education
Health Education :
1. Berikan informasi kepada 1. dukungan dari keluarga dapat
pasien dengan keluarga/orang membantu penyembuhan
penting lainnya klien

Manajemen Edema Serebral Manajemen Edema Serebral


Observasi Observasi
1. monitor tanda-tanda vital 2. tanda-tanda Vital
merupakan acuan untuk
engetahui keadaan umum
2. Monitor adanya klien
kebingungan, pingsan dan 3. perubahan kesadaran
keluhan pusing merupakan tanda keparahan
penyakit
Mandiri
3. Lakukan tindakan Mandiri
pencegahan terjadinya 1. untuk mencegah terjadinya
kejang kejang pada penderita cedera
4. Posisikan tinggi kepala kepala
tempat tidur lebih tinggi 30 2. posisi kepala 30 derajat
derajat efektif untuk mnurunkan

30
peningkatan TIK

Kolaborasi : Kolaborasi :
Berikan anti kejang sesuai 1. obat anti kejang dapat
menjaga kestabilan
kebutuhan
rangsangan sel syaraf

31
. Nyeri akut (D.0077) NOC: Pemberian Analgesik Pemberian Analgesik
Kategori : Psikologis 1. Kontrol nyeri Observasi
Subkategori:Nyeri dan 2. Tingkat nyeri 5. Monitor tanda vital 5. Untuk mengetahui tanda
Kenyamanan 3. Tingkat ketidaknyamanan sebelum dan setelah vital sebelum dan setelah
memberikan analgesik memberikan analgesik
Definisi : Setelah di lakukan tindakan narkotik pada pemberian narkotik agar dapat
Pengalaman sensori atau keperawatan selama... X 24 jam, dosis pertama kali atau jika mengurangi atau
emosional yang berkaitan di harapkan pasien memenuhi ditemukan tanda-tanda menghilangkan nyeri
denagn kerusakan jaringan kriteria hasil sebagai berikut : yang tidak biasanya
actual atau fungsional, dengan 3 pasien mampu mengenali
onset mendadak atau lambat kapan nyeri terjadi
dan berintensitas ringan 4 pasien mampu
hingga berat yang menggambarkan faktor
berlangsung kurang dari 3 penyebab nyeri
bulan. 5 pasien mampu 6. Cek adanya riwayat alergi 6. Untuk mengetahui riwayat
menggunakan tindakan obat alergi pasien
Penyebab pencegahan
1. Agen pencedera 6 pasien mampu
Fisiologis (mis. melaporkan nyeri yang

32
Inflamasi,Iskemia,Neo dirasakan Mandiri
plasma) 7. Tentukan lokasi, 7. Untuk mengidentifikasi
2. Agen pencedera karakteriktis, kualitas dan faktor pencetus atau pemicu
Fisik(Mis.Abses,Amp keparahan nyeri sebelum dan faktor yang mengurangi
utasi,terbakar,terpoton mengobati pasien nyeri yang dirasakan pasien
g, Mengangkat
Berat,Trauma,Latihan 8. Tentukan analgesik 8. Untuk Mengetahui
Fisik Berlebihan) sebelumnya, rute pemberian Analgesik
Gejala dan tanda mayor : pemberian, dan dosis untuk selanjutnya Agar dapat
Subjek mencapai hasil menacapai hasil pengurangan
1. Mengeluh nyeri pengurangan nyeri yang yang optimal
Objektif optimal
1. Tampak meringis 9. Berikan kebutuhan 9. Untuk menciptakan
2. Bersikap protektif kenyamanan dan aktivitas kenyamanan pasien terhadap
(mis. Waspada, posisi lain yang dapat membantu perununan nyeri yang di
menghindari nyeri) relaksasi untuk alami pasien
3. Gelisah memfasilitasi penurunan
4. Frekuensi nadi nyeri
meningkat

33
5. Sulit tidur Kolaborasi
10. Berikan analgesik sesuai 10. Untuk mempertahankan
Gejala dan tanda minor waktu paruhnya, terutama tingkat nyeri yang dapat
Objektif pada nyeri yang berat diterima
1. Tekanan darah 11. Berikan analgesik 11. Untuk mengoptimalkan
meningkat tambahan dan /atau penurunan nyeri
2. Pola napas menurun pengobatan jika diperlukan
3. Nafsu makan berubah untuk meningkatkan efek
4. Proses berpikir pengurangan nyeri
terganggu 12. Kolaborasikan dengan 12. Untuk membantu pasien
Kondisi klinis terkait dokter apakah mencegah dan mengubah
2. Cedera traumatis obat,dosis,rute program obat berdasarkan
3. infeksi pemberian,atau perubahan kebutuhan individu
interval dibutuhkan,buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik

Health Education

34
13. Ajarkan teknik relaksasi 13. Teknik relaksasi yang benar
pada klien dengan dan efektif dapat membantu
mengajarkan teknik mengurangi nyeri yang
relaksasi (misalnya dirasa.
bernafas perlahan, teratur,
atau nafas dalam)

14. Ajarkan tentang 14. Agar pasien mengetahui


penggunaan analgesik, penggunaan
strategi untuk menurunkan analgesik,strategi untuk
efek samping,dan harapan menurunkan efek samping
terkait dengan keterlibatan dengan benar dan untuk
dalam keputusan dalam membatasi efek samping
pengurangan nyeri dalam penggunaan analgesik
yang adekuat
Manejemen Nyeri Manejemen Nyeri
Observasi
15. Monitor kepuasan pasien 15. Untuk mengetahui kepuasan
terhadap manejemen nyeri pasien

35
dalam interval yang
spesifik
16. Observasi adanya petunjuk 16. Agar dapat bermanfaat
nonverbal mengenai dalam mengenali adanya
ketidak nyamanan terutama nyeri; akan tetapi isyarat
pada mereka yang tidak yang tidak sesuai dengan
dapat berkomunikasi laporan verbal mengindikasi
secara efektif kebutuhan untuk evaluasi
lebih lanjut

17. Evaluasi keefektifan dari 17. Untuk mengetahui tingkat


tindakan pengontrol nyeri perubahan nyeri
yang dipakai selama
pengkajian nyeri dilakukan

Mandiri
18. Dorong pasien untuk 18. Agar membantu pasien untuk
menggunakan obat-obatan mengurangi nyeri dengan
penurun nyeri yang obat yang adekuat

36
adekuat

19. Dorong Pasien Untuk 19. Agar Dapat membantu


memonitor nyeri dan Pasien bisa mengatasi nyeri
menangani nyeri dengan dengan cepat dan tepat
tepat
20. Berikan individu 20. Agarpenurunan nyeri dapat
penurunan nyeri yang terjadi secara intensif
optimal dengan peresepan
analgesik

Kolaborasi
21. Kolaborasi dengan 21. Untuk memberi dukungan
pasien,orang terdekat dan tambahan kepada klien dan
tim kesehatan lainnya meningkatkan kemungkinan
untuk memilih dan pencapaian tujuan ketika
mengimplementasikan pihak yang terlibat
tindakan penurunan nyeri memahami proses dan
nonfarmakologi, sesuai merasa bagian dari solusi dan

37
kebutuhan. mengurangi faktor pencetus
yang dapat menyebabkan
dan memperburuk nyeri yang
dirasakan klien
Health Education
22. Ajarkan prinsip-prinsip 22. Untuk meningkatkan kualitas
menejemen nyeri hidup pasien dan
mengoptimalkan
kemampuan pasien untuk
menjalankan aktivitas sehari-
23. Ajarkan metode hari
farmakologi untuk 23. Untuk memberikan obat
menurunkan nyeri yang adekuat dalam
menurunkan nyeri

24. Ajarkan penggunaan teknik 24. Untuk Memudahkan perawat


Non Farmakologi (seperti dalam mengurangi nyeri
biofeed- pasien serta dapat
back,TENS,hypnosis,relaks meningkatkan kualitas hidup

38
asi,bimbingan pasien dan mengoptimalkan
antisipatif,terapi kemampuan pasien untuk
musik,terapi menjalankan aktivitas sehari-
bermain,akupressur,Aplika hari
si panas/dingin dan
pijatan,sebelum,sesudah
dan jika
memungkinkan,ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan
nyeri,sebelum nyeri terjadi
atau meningkat,dan
bersamaan dengan
tindakan penurunan rasa
nyeri lainnya)

2. Risiko Deficit nutrisi NOC Menejemen nutrisi


(D:0032) 1.Status nutrisi Observasi

39
Kategori:fisiologi 2.Status Menelan 1. Monitor kalori dan asupan 1. Untuk mengetahui
Subkategori: nutrisi dan makanan kandungan nutrisi dan kalori
cairan Setelah di lakukan tindakan yang dibutuhkan pasien
keperawatan selama... X 24 jam, Mandiri
Definisi: di harapkan pasien memenuhi
Berisiko mengalami asupan kriteria hasil sebagai berikut : 2. Tentukan status gizi pasien 2. Untuk menngetahui Asupan
nutrisi tidak cukup untuk 1 Asupan Makanan pasien dan kemampuan (untuk Gizi yang dibutuhkan pasien
memenuhi kebutuhan seimbang (normal) memenuhi kebutuhan gizi 3. Untuk Mengetahui Apakah
metabolisme. 2 Asupan cairan pasien 3. Identifikasi (adanya) alergi pasien mempunyai riwayat
terpenuhi(Normal) atau intoleransi makanan alergi Makanan
Faktor risiko: 3 pasien mampu mengunyah yang dimiliki pasien
makanan dengan 4. Ciptakan lingkungan yang 4. Untuk memudahkan
1. Ketidakmampuan normal(Tidak terganggu optimal pada saat meningkatkan tingkat asupan
menelan makanan 4 pasien mampu menelan mengkosumsi makan nutrisi pasien
2. Faktor psikologis (mis makanan dan minuman (misalnya,bersih,berventila
stress, keengganan dalam trentang normal si,santai,dan bebas dari bau
untuk makan) normal(Tidak terganggu) yang menyengat)

40
Kolaborasi
5. Beri obat obatan sebelum 5. untuk Meringankan keluhan
makan (misalnya yang dirasakan pasien ,Pada
penghilang rasa sakit saat ingin Makan
,antiemetic jika diperlukan

Bantuan peningkatan berat badan


Observasi
6. Monitor Asupan Kalori 6. Untuk Memudahkan perawat
setiap hari dalam memberikan
Penanganan yang tepat

7. Monitor Mual Muntah 7. Untuk mengetahui tindakan


yang tepat untuk Mual
Muntah

Mandiri

41
8. Kaji penyebab Mual dan 8. untuk memudahkan perawat
Muntah dan tangani dalam melakukan suatu
dengan tepat Tindakan

Kolaborasi
9. Berikan Obat-obatan untuk 9. Untuk memudahkan Pasien
meredakan mual dan nyeri Agar tidak mengalami Mual
sebelum Makan muntah Ketika
mengkonsumsi makanan

10. Berikan Makanan yang 10. Untuk mempermudah pasien


sesuai dengan Instruksi dalam mengkonsumsi
Dokter untuk pasien diet Makanan ,dan tingkat Mual
umum,teksturnya Muntah menurun secara
lembut,memblender atau efisien
menghaluskan makanan
melalui selang NGT atau
PEG atau memberikan
makanan total Parenteral

42
Healt education
11. Ajarkan pasien dan 11. Untuk mempermudah
keluarga merencanakan pengobatan pasien
makan

Manajemen Cairan
Observasi
12. . Monitor tanda-tanda Vital 12. Untuk memudahkan pasien
pasien dalam melakukan suatu
tindakan dan menetukan
diagnosa keperawatan

13. Monitor Makanan/cairan 13. Untuk mempermudah


yang dikonsumsi dan perawat dalam menangani

43
hitung asupan kalori harian keluhan pasien secara efektif

Mandiri
14. Jaga Intake/asupan yang 14. Untuk Mengetahui Jumlah
akurat dan catat intake maupun Output Pasien
output(pasien)

15. Tingkatkan Asupan 15. Untuk memudahkan Pasien


oral(Misalnya memberikan dalam Mengkonsumsi
sedotan,menawarkan makanan dan menurunkan
cairan diantara waktu tingkat mual muntah
makan,Mengganti air es
secara rutin,menggunakan
es untuk jus favorit
anak,potongan gelatik pada
kotak yang
menyenangkan,menggunak
an cangkir obat kecil(yang

44
sesuai)

Kolaborasi
16. berikan diuretik yang 16. Untuk mempercepat proses
diresepkan pengobatan
17. berikan Terapi IV,seperti 17. Untuk memperoleh reaksi
yang ditentukan pengobatan dengan cepat dan
efektif

18. Berikan nasogastrik yang 18. Untuk memudahkan Proses


diresepkan berdasarkan Penyembuhan pasien secara
output(pasien) efesien

19. Konsultasikan dengan 19. Untuk mempermudah


dokter jika tanda-tanda dan perawat dalam melakukan
gejala suatu tindakan keperawatan
kelebihan/kekurangan
volume cairan menetap
atau memburuk

45
Health Education
20. Dukung pasien dan 20. Agar Pasien dalam
keluarga untuk membantu meredahkan Tingkat mual
dalam pemberian makan muntah yang dirasakan
dengan baik

3. Pola nafas tidak efektif  Status pernafasan Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
D: 0005 Tujuan : Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
Kategori : fisiologis tindakan keperawatan …. X 24 1. Identifikasi kebutuhan 1. Pemberian alat untuk membuka
Sub kategori : Respirasi Jam, Pola nafas tidak efektif actual/potensial pasien untuk jalan nafas yang paten dapat
Definisi : inspirasi dan/atau dapat diatasi dengan Kriteria memasukan alat membuka memberikan kebutuhan oksigen
ekspirasi yang tidak Hasil: jalan nafas di semua jaringan tubuh secara
memberikan ventilasi adekuat 1. Frekuensi pernafasan adekuat.
Penyebab : klien dalam kisaran 2. Monitor status pernafasan dan 2. Penurunan status oksigen
1. Hambatan upaya normal oksigenasi, sebagaimana mengindikasikan klien
panas (mis. Nyeri saat 2. Kepatenan jalan nafas mestinya mengalami kekurangan oksigen
bernapas, kelemahn klien dalam kisaran yang dapat menyebabkan
otot pernapasan ) normal hipoksia
2. Gangguan neurologis 3. Tidak menggunakan otot Mandiri : Mandiri :

46
(mis. bantu nafas 1. Posisikan pasien untuk 1. posisi semifowler membantu
Elektroensefalogram 4. Tidak ada gangguan memaksimalkan ventilasi klien memaksimalkan ventilasi
EEG positif, cedera ekspirasi sehingga kebutuhan oksigen
kepala, gangguan 5. Klien tidak mengalami terpenuhi melalui proses
kejang) dispnea saat istirahat pernafasan.
3. Cedera pada medulla ataupun melakukan 2. Posisikan untuk meringankan 2. Posisikan pasien dengan Posisi
spinalis aktivitas fisik sesak nafas semi fowler untuk mengurangi
Gejala dan tanda mayor : sesak karena dapat Membuat
Subjektif : ekspansi paru maksimal dan
1. Dispnea memudahkan pengambilan
Kondisi klinis terkait : oksigen
1. Cedera kepala
2. Trauma toraks 3. Auskultasi suara nafas, catat 3. memastikan suara nafas
area yang ventilasinya vesikuler dan suara napas
menurun atau tidak ada dan tambahan dapat menjadi
adanya suara tambahan indikator gangguan kepatenan
jalan napas yang tentunya akan
berpengaruh terhadap kecukupan
pertukaran udara.

47
Healt Education: Healt Education:
1. Motivasi pasien untuk 1. Melatih pasien untuk bernapas
bernafas pelan dan dalam lambat, lebih dalam dapat
membantu memaksimalkan
fungsi pernapasan

Monitor Pernafasan : Monitor pernafasan


Observasi : Observasi :
1. Monitor kecepatan, irama, 1. Mengetahui tingkat gangguan
kedalaman dan kesulitan yang terjadi dan membantu
bernafas dalam menetukan intervensi
yang akan diberikan
2. Monitor pola nafas (misalnya., 2. mengetahui permasalahan jalan
bradipnea, takipnea, napas yang dialami dan
hiperventilasi) keefektifan pola napas klien
untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.

48
Mandiri : Mandiri :
1. Berikan bantuan terapi 1. Meringankan kerja paru untuk
nafas jika diperlukan memenuhi kebutuhan oksigen
(misalnya., nebulizer dan serta memenuhi kebutuhan
pemasangan oksigen) oksigen dalam tubuh.

Manajemen ventilasi mekanik :


Manajemen ventilasi mekanik :
Invasif
Invasif
Observasi : Observasi :
1. Monitor kondisi yang 1. Pemasangan ventilator harus
mengindikasikan perlunya sesuai dengan kondisi pasien
dukungan ventilasi agar sesuai intervensi yang akan
(misalnya., kelelahan otot diberikan
pernafasan, disfungsi
neurologi akibat trauma
sekunder, anastesia,
overdosis obat, asidosis
respirasi refraktorik)
Mandiri :

49
1. Lakukan suksion jika ada Mandiri :
suara nafas abnormal 1. waktu tindakan suction yang
tepat membantu melapangan
jalan nafas pasien seperti pada
pasien yang suara nafas
abnormal
Kolaborasi :
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter
1. penggunaan ventilator harus
atau petugas kesehatan lain
disesuaikan dengan
dalam pemilihan jenis dan
kebutuhan pasien untuk
penggunaan ventilator
meminimalisir terjadinya
kesalahan
Healt Education:
1.Instruksikan pada pasien dan
Healt Education:
keluarga tentang rasionalisasi
1. Pemberian edukasi tentang
dalam penggunaan ventilator
penggunaan ventilator sangat
mekanik
penting agar pasien maupun
keluarga dapat

50
menggunakanny dengan baik
dan juga tidak akan terjadi
kesalahan
4. Gangguan mobilitas fisik  Ambulasi Terapi Latihan : Ambulasi Terapi Latihan : Ambulasi
D: 0054  Pergerakan Observasi : Observasi :
Kategori : Fisiologis  Keseimbangan 1. Monitor penggunaan alat 1. untuk mengetahui alat bantu
Sub Kategori : Tujuan : Setelah dilakukan bantu berjalan lainnya apa yang sesuai dengan
Aktivitas/istirahat tindakan keperawatan …. X 24 kondisi pasien
Definisi : keterbatasan dalam Jam, gangguan mobilitas fisik Mandiri : Mandiri :
gerakan fisik dari satu atau dapat diatasi dengan Kriteria 1. Terapkan/sediakan alat 1. penyediaan alat bantu pasien
lebih ekstremitas secara Hasil: bantu (tongkat, walker, dapat membantu pasien
mandiri 1. Pasien mampu menopang atau kursi roda) untuk dalam melakukan
Penyebab : berat badannya ambulasi, jika pasien tidak aktivitasnya
1. Gangguan 2. Pasien dapat berjalan dengan stabil
neuromuscular mudah
2. Gangguan sensori 3. Pasien dapat bergerak dengan 2. Bantu pasien untuk 2. Mencegah terjadinya sesuatu
persepsi mudah pemindahan dan teknik yang dapat memperburuk
Gejala dan tanda minor : 4. Pasien mampu menjaga ambulasi yang aman kondisi pasien
Objektif :

51
1. Gerakan terbatas keseimbangan dari posisi
2. Fisik lemah duduk ke posisi berdiri
Kondisi klinis terkait : 5. Pasien dapat mempertahankan Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Stroke keseimbangan ketika berdiri 1. Konsultasi pada ahli terapi 1. utuk perencanaan intervensi
2. Cedera medulla dan berjalan fisik mengenai rencana yang sesuai dan tentu aman
spinalis 6. Pasien tidak mengalami ambulasi bagi kondisi pasien
Trauma pusing

Terapi Latihan : Keseimbangan Terapi Latihan : Keseimbangan


Observasi : Observasi :
1. Monitor respon pasien 1. respon pasien terhadap suatu
pada latihan keseimbangan latihan keseimbangan sangat
penting untuk mengetahui
perkembangan dari kondisi
pasien

Mandiri : Mandiri :
1. Bantu untuk berdiri atau 1. latihan ini sangat penting
duduk dan mengayun untuk mengembalikan

52
tubuh dari sisi ke sisi untuk keseimbangan pasien terkait
menstimulasi mekanisme dengan kondisinya
keseimbangan
2. Bantu pasien untuk 2. mempertahankan mobilisasi
berpartisipasi dalam latihan dan fungsi sendi
peregangan sambil
berbaring, duduk dan
berdiri

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. kolaborasi dengan terapi 1. untuk mengetahui
fisik, okupasional dan pengembangan program
terapis rekreasi dalam latihan lainnya untuk
mengembangkan dan mempertahankan mobilisasi
melaksanakan program
latihan, yang sesuai
Health Education : Health Education :
1. instruksikan pasien untuk 1. pemberian edukasi terhadap
melakukan latihan pasien sangat penting agar

53
keseimbangan, seperti pasien bisa sering melakukan
berdiri dengan satu kaki, program latihan yang
membungkuk ke depan, diterapkan untuk
peregangan dan resistensi mempertahankan mobilisasi
yang sesuai

5. Gangguan Persepsi sensori  Fungsi Neurologis Monitor Neurologi monitor Neurologi


D: 0085 Tujuan : Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
Kategori : Psikologis tindakan keperawatan …. X 24 1. Pantau ukuran pupil, 1. Ukuran dan kesamaaan pupil
Sub Kategori : Integritas Jam, Gangguan Persepsi sensori bentuk, kesimetrisan dan ditentukan oleh
Ego dapat diatasi dengan Kriteria reaktivitas keseimbangan antara
Definisi : Perubahan persepsi Hasil: persarafan simpatis dan
terhadap stimulus baik 1. Fungsi neurologi pasien parasimpatis yang
internal maaupun eksternal dalam keadaan normal mempersarafinya.
yang disertai dengan respon 2. Pasien mampu 2. Monitor tingkat kesadaran 2. Untuk mengetahui keadaan
yang berkurang, berlebihan berorientasi waktu dan umum pasien sebagai standa
atau terdistorsi tempat dalam menentukan intervensi
Penyebab : 3. Fungsi sensori penglihatan yang tepat
1. Hipoksia serebral dalam keadaan normal 3. Monitor kecenderungan 3. Untuk mengetahui tingkat

54
Gejala dan tanda mayor 4. Fungsi sensori penglihatan skala koma Glasgow kesadaran dan potensial
Objektif : dalam keadaan normal peningkatan TIK
1. Distorsi sensori 5. Fungsi sensori
2. Respon tidak sesuai pendengaran dalam 4. Monitor status pernafasan : 4. perubahan dapat
keadaan normal nilai ABG, tingkat menandakan luasnya
oksimetri, kedalaman, pola, kerusakan pada otak.
Gejala dan tanda minor lanjut/tingkat, dan usaha
Objektif : {bernafas)
1. Disorientasi waktu, 5. Monitor reflex batuk dan
tempat, orang atau muntah 5. Untuk mengetahui potensial
situasi peningkatan TIK.
Kondisi Klinis terkait : 6. Catat keluhan sakit kepala 6. Penurunan tanda dan gejala
1. Trauma pada saraf neurologis atau kegagalan
kranialis II, III, IV, dalam pemulihannya
dan VI akibat stroke, merupakan awal pemulihan
aneurisma intrakanial, dalam memantau TIK.
trauma/tumor otak
7. Monitor karakteristik 7. fungsi serebral bagian atas
berbicara: kelancaran, biasanyaterpengaruh lebih

55
adanya aphasia, atau dulu oleh adanya gangguan
kesulitan menemukan kata sirkulasi, oksigenasi.
kerusakan dapat terjadi saat
trauma awal atau kadang-
kadang.

Mandiri : Mandiri :
1. Tingkatkan frekuensi 1. Mengetahui kecenderungan
pemantauan neurologis, tingkat kesadaran dan
yang sesuai potensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi, luas
dan kemajuan/resolusi
kerusakan Sistem Saraf Pusat
(SSP).

2. Hindari kegiatan yang bisa 2. Peningkatan tekanan


meningkatkan tekanan intracranial dapat
intrakranial memperpark kondisi dari

56
pasien

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Beritahu dokter mengenai 1. Untuk mengetahui intervensi
perubahan kondisi pasien apa yang dilakukan
selanjutnya

57
BAB IV

TREND DAN ISSUE

A. Penggunaan Helm Sni Sebagai Alat Pelindung Pengendara Sepeda Motor


Dari Cedera Kepala

Berdasarkan jurnal Signifikansi Helm SNI sebagai Alat pelindung


Pengendara Sepeda Motor dari Cedera Kepala oleh Endi Hari Purwanto tahun
2015 menyatakan bahwa Fungsi helm yang benar yaitu sebagai pelindung
pengendara sepeda motor dari cedera kepala saat terjadi kecelakaan dan
mengalami benturan kepala, dalam batas kemampuan helm dan kondisi
kecelakaan yang dialami.
Penelitian ini berguna mendudukkan fungsi helm terhadap beberapa jenis
cedera kepala. Harapannya adalah masyarakat menjadi paham bahwa helm bukan
menjadi satu-satunya penentu keselamatan dari keparahan cedera kepala
pengendara sepeda motor saat mengalami kecelakaan. Penelitian ini bertujuan
menghitung fungsi helm sebagai alat pelindung dari cedera kepala dibandingkan
terhadap faktor berpengaruh lainnya kemudian menghitung besarnya potensi
untuk terjadinya suatu cedera kepala tersebut.
Helm yang baik adalah helm yang berstandar dan digunakan sesuai dengan
tata cara yang baku, diantaranya: tali pengikat digunakan, dalam kondisi tidak
mabuk atau mengantuk, dan dalam kondisi akal yang sehat (tidak gila) maka
dalam kondisi ini helm akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kemudian
apabila setelah terjadi kecelakaan maka sepenuhnya tingkat keselamatan kepala
akan sangat bergantung pada: apa yang ditabrak, kecepatan saat menabrak,
tabrakan ganda/tunggal dan tipe kecelakaan. (Endi Hari Purwanto,Jurnal
Standardisasi Volume 17 Nomor 1, Maret 2015: Hal 31 – 46)
Penggunaan helm diakui dalam sejumlah penelitian mampu melindungi
pengendara dari potensi cedera kepala akibat benturan yang terjadi. Namun
keefektifan fungsi helm terhadap fungsinya tersebut bersifat kasuistik artinya
bergantung pada perilaku mengendarai (Lulie dan Hatmoko, 2005), budaya

58
masyarakat setempat (Concrad, 1996), (Ichikawa, 2003), (Forjuoh, 2010),
(Gurney, 1992), (Hazen, 2006), dan pendidikan (Kulanthayan, 2000), (Solagberu,
2005), (Wick, 1998). Semakin baik perilaku mengendarai, kemudian semakin baik
budaya kepatuhan masyarakat yang terbentuk serta pendidikan lalu-lintas yang
baik maka akan semakin efektif fungsi helm sebagai pelindung dari cedera kepala
secara umum. (Endi Hari Purwanto, Jurnal Standardisasi Volume 17 Nomor 1,
Maret 2015: Hal 31 – 46).
Sedangkan berdasarkan penelitian Manfaat Helm Dalam Mencegah
Kematian Akibat Cedera Kepala Pada Kecelakaan Lalu Lintas oleh Stefie W.
Antoudan kawan kawan, 2013) Helm adalah topi pelindung kepala yang dibuat
dari bahan tahan benturan, yang dipakai oleh tentara, anggota barisan pemadam
kebakaran, pekerja tambang, penyelam, atau pengendara sepeda motor. Terdapat
beberapa jenis helm pengendara sepeda motor dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
1) Helm cetok: kelebihan helm jenis ini ialah mampu melindungi bagian atas
kepala meski dengan tingkat perlindungan yang sangat minim, sedangkan
kekurangannya ialah tidak adanya bagian yang menutupi telinga sehingga
helm ini bisa membahayakan pendengaran penguna akibat suara bising
yang ditimbulkan ketika berkendara.

2) Helm half-face/open-face: kelebihan helm jenis ini ialah melindungi


bagian atas, samping (telinga), dan belakang kepala (leher). Helm jenis ini
memberikan perlindungan yang sedikit lebih baik dibanding helm cetok,
serta mudah dipakai dan dilepas. Kekurangannya ialah suara bising dari
luar masih bisa masuk ke telinga. Helm ini tidak bisa memberikan
perlindungan yang memadai bagi kepala, khususnya bagian muka, dagu,
gigi, hidung, leher dan mata. Selain itu, helm ini tidak bisa melindungi
pengguna dari hujan, debu, angin, serangga, bahkan kerikil kecil yang
beterbangan di jalan karena tidak dilengkapi dengan kaca pelindung pada
bagian depannya.

3) Helm ¾: kelebihan helm jenis ini ialah mampu melindungi bagian kepala,
muka, leher, telinga, dan mata, serta berada pada posisi ketiga helm yang

59
cukup aman. Dengan adanya kaca pelindung yang mudah dibuka-tutup,
pengguna bisa dengan mudah makan, minum, memotret. Kekurangannya
ialah oleh karena didesain semi terbuka maka akan menimbulkan efek
dengung di telinga pengguna, dan kurang memberikan perlindungan
terhadap muka, dagu, gigi, dan hidung.

4) Helm full face: jenis ini merupakan helm yang paling aman untuk
digunakan pengendara motor. Kelebihannya ialah mampu melindungi
muka, kepala, leher, telinga, dan dagu dengan sempurna; juga aman
dipakai di saat hujan serta melindungi pengguna dari debu, kerikil atau
serangga di jalan. Helm jenis ini mampu melindungi pengguna dari cedera
yang tidak diinginkan saat terjadi kecelakaan. Kekurangannya ialah karena
tertutup rapat, si pengguna sulit untuk mendengar suara di sekelilingnya,
dan tidak praktis bila pengguna ingin makan atau minum di tengah jalan.
Bagi pengguna kacamata, helm jenis ini sangat tidak nyaman digunakan
dan harganya relatif lebih mahal dibanding jenis lain.

5) Helm flip-up: jenis ini hampir sama dengan helm full face. Kelebihannya
ialah memiliki bagian depan yang bisa diputar ke atas (flip-up) sehingga
memudahkan pengguna untuk makan, minum atau merokok tanpa harus
melepas helm. Helm jenis ini mampu memberikan perlindungan yang
cukup baik, sama halnya dengan jenis full-face. Kekurangannya ialah
karena bagian depannya bisa dibuka-tutup, maka mungkin bagian tersebut
dapat terbuka pada saat terjadi kecelakaan sehingga bisa melukai bagian
muka dan dagu pengguna. Selain itu, harga helm jenis ini bisanya lebih
mahal dibanding helm jenis full-face dan lainnya.

Manfaat helm secara umum Melindungi kepala dari benturan saat kecelakaan
Bila secara tiba-tiba pengendara motor terpental dari sepeda motor yang sedang
melaju kencang, kemungkinan besar kepalanya akan membentur sesuatu saat
mendarat entah itu aspal, batu, pagar pembatas, pohon, rumput, dan lain
sebagainya. Kepala merupakan bagian tubuh yang terpenting karena keberadaan
otak sebagai pusat kendali dan aktifitas seluruh persarafan sehingga terjadinya
sedikit benturan pada kepala telah berpotensi mengganggu sistem saraf. Kasus

60
terberat bila bagian dalam kepala mengalami cedera, seperti retaknya tulang
kepala yang berpotensi menimbulkan pendarahan otak atau tersumbat dan
pecahnya pembuluh darah; kesemuanya ini merupakan faktor dominan penyebab
kematian.6 Akibat kecelakaan pada organ selain kepala relatif berdampak kecil
bagi hilangnya nyawa pengendara. Patah kaki, kulit lecet hingga terkelupas,
bahkan terpisahnya kaki dari badan merupakan luka yang relatif tidak
mendominasi penyebab kematian..

Penggunaan helm pada pengendara kendaraan roda dua dapat mengurangi


dampak benturan kepala. Jenis dan kekuatan terhadap daya tekanan helm
menentukan tinggi rendahnya kemampuan melindungi kepala.6 Helm dengan
komposisi bahan plastik tipis mudah pecah dan tingkat perlindungannya sangat
rendah; helm jenis ini tidak cocok sebagai kelengkapan berkendaraan, bahkan
keberadaannya sebaiknya dihindari karena ketika terjadi kecelakaan kemungkinan
helm akan pecah dan melukai pengguna. Helm dengan komposisi bahan plastik
tebal dan berlogo Standar Nasional Indonesia (SNI) layak dijadikan pilihan
sebagai kelengkapan berkendara karena helm jenis ini telah teruji secara ilmiah
melalui berbagai percobaan dengan menggunakan berat tekanan maksimal.

Melindungi mata dari angin, debu, dan kotoran serta benda keras lainnya
Terdapat banyak ketidaknyamanan yang bisa berujung pada kecelakaan jika
berkendara sepeda motor tanpa helm yang mempunyai kaca pelindung, yaitu:
mata kelilipan debu dan kotoran sehingga sulit melihat dengan jelas, kepala bisa
cedera jika terkena timpukan atau jatuhan benda keras, serta angin yang kencang
bisa memicu terjadinya penyakit Bell's palsy.

Melindungi kepala dari panasnya terik matahari Kulit bisa terkena kanker kulit
yang sangat berbahaya bila sering terpapar oleh teriknya matahari. Selain itu, kulit
bisa terbakar oleh sinar matahari sehingga akan terasa tidak nyaman. Juga warna
kulit akan berubah menjadi lebih gelap yang akan mengurangi keindahan
penampilan.

61
Melindungi kepala dari basah air hujan Untuk sebagian orang, daerah kepala
harus tetap kering agar tidak jatuh sakit. Helm akan sangat membantu ketika
hujan.

Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 menunjukkan


bahwa kecelakaan lalu lintas (KLL) merupakan penyebab utama dari kematian
dengan berbagai sebab dan menempati urutan ke10 sebagai penyebab dari semua
kematian. Dewasa ini, kejadian KLL makin meningkat dalam jumlah maupun
jenisnya dengan prakiraan angka kematian dari 5,1 juta pada tahun 1990 menjadi
8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat sebanyak 65%. KLL merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang memengaruhi semua sektor kehidupan.
Pada tahun 2002 diperkirakan sebanyak 1,18 juta meninggal karena kecelakaan.
Cedera kepala akibat KLL sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat
dan lebih dari dua pertiga ditemukan di negara berkembang.

B. Kualifikasi helm SNI (Standar Nasional Indonesia)

Dari segi material, bahan helm harus memenuhi ketentuan sebagai berikut,
yaitu: dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam; bahan pelengkap helm harus
tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan suhu; bahan-
bahan yang bersentuhan dengan tubuh tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat
menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit; dan tidak mengurangi kekuatan
terhadap benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari bersentuhan
langsung dengan keringat, minyak dan lemak si pengguna.4 Dari segi
konstruksinya, helm harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu: helm
harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus; lapisan peredam
benturan dan tali pengikat ke dagu; dan tinggi helm sekurang-kurangnya 114 mm
diukur dari puncak helm ke bidang utama yaitu bidang horizontal yang melalui
lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata. Untuk keliling
lingkaran bagian dalam helm terdapat ukuran S, M, L, dan XL .

Tempurung harus terbuat dari bahan yang keras, sama tebal dan homogen,
tidak menyatu dengan pelindung muka dan mata, serta tidak boleh mempunyai
penguatan setempat. Tempurung tidak boleh mempunyai tonjolan keluar yang

62
tingginya melebihi 5 mm dari permukaan luar tempurung, dan setiap tonjolan
harus ditutupi dengan bahan lunak dan tanpa bagian tepi yang tajam.

Peredam benturan terdiri dari lapisan peredam kejut yang dipasang pada
permukaan bagian dalam tempurung dengan tebal sekurang-kurangnya 10 mm.
Tali pengikat dagu lebarnya sekurang-kurangnya 20 mm dan harus benar-benar
berfungsi sebagai pengikat helm ketika dikenakan di kepala serta dilengkapi
dengan penutup telinga dan tengkuk. Lebar sudut pandang sekeliling sekurang-
kurangnya 1050 pada tiap sisi dan sudut pandang vertikal sekurangkurangnya 300
di atas dan 450 di bawah bidang utama.

Helm harus dilengkapi dengan pelindung telinga, penutup leher, pet yang
bisa dipindahkan, tameng atau tutup dagu, memiliki daerah pelindung helm, dan
helm tidak boleh memengaruhi fungsi aura dari pengguna terhadap suatu bahaya.
Lubang ventilasi dipasang pada tempurung sedemikian rupa sehingga dapat
mempertahankan suhu pada ruang antara kepala dan tempurung. Setiap
penonjolan ujung dari paku/kelim harus berupa lengkungan dan tidak boleh
menonjol >2 mm dari permukaan luar tempurung. Helm harus dapat
dipertahankan di atas kepala pengguna dengan kuat melalui atau menggunakan
tali dengan cara mengaitkan di bawah dagu atau melewati tali pemegang di bawah
dagu yang dihubungkan dengan tempurung.

C. Hubungan cedera kepala dengan KLL

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilson dan Stimpson dari University of
North Texas Health Science Center yang dipublikasikan dalam American journal
of public health mengatakan bahwa kenaikan angka penggunaan short message
service (sms) yang cepat telah mengakibatkan ribuan kematian akibat KLL.1

Faktor-faktor penyebab KLL dari pihak pejalan kaki ialah konsentrasi yang
kurang baik, kelelahan fisik dan mental (termasuk keadaan sakit dan mabuk),
tidak mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku bagi pengguna jalan, serta
kelainan jiwa dan kepribadian.

63
Penggunaan helm dapat mengurangi kejadian trauma kepala dan trauma
maksiofasial akibat kecelakaan sepeda motor. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa pemakaian helm dan tipe helm berperan dalam menurunkan
cedera kraniofasial.

Berdasarkan Penelitian Pengaruh Penggunaan Helm Terhadap Cedera


Kraniofasial Berdasarkan Skor Fiss Dan Ct Marshall oleh Hendrik Mengga dan
kawan kawan, 2013 bahwa Pemakaian helm efektif dalam mengurangi cedera
maksilofasial pada suatu tabrakan sepeda motor. Bila dibandingkan dengan yang
menggunakan helm, pengendara motor yang tidak menggunakan helm berpeluang
tiga kali lipat untuk menderita fraktur tulang wajah. Penggunaan alkohol juga
mempunyai hubungan dengan tidak menggunakan helm.16 Selain efektif
mencegah cedera kepala, penggunaan helm juga dapat menurunkan risiko
terjadinya cedera tulang vertebra servikal pada KLL.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D Kandou dan RS jejaring sejak
bulan Mei 2016 hingga Desember 2016. Jenis penelitian ialah analitik komparatif
dengan desain potong lintang Penderita yang datang ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Bedah akibat cedera kraniofasial, tetap menjalani prosedur penanganan
sesuai prinsip ATLS. Pada secondary survey dilakukan pemeriksaan fisik yang
lebih teliti terhadap cedera pada kepala dan wajah termasuk pemeriksaan tulang
wajah. Bila secara klinis ditemukan atau pun persangkaan adanya fraktur tulang
wajah dan cedera kepala, dilakukan pemeriksaan radiologik CT Scan 3D
maksilofasial dan CT scan kepala, kemudian dievaluasi dengan CT Marshall dan
skor FISS. Dilakukan anamnesis kembali mengenai riwayat pemakaian helm,
jenis helm yang dipakai, dan apakah terkunci atau tidak.

Dalam penelitian ini, dievaluasi sebanyak 72 pasien trauma maksilofasial yang


datang ke IGD Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan RS jejaring
yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 59 laki-laki dan 13 perempuan. Dari
keseluruhan pasien tersebut yang mengalami kelainan intrakranial sebanyak 59
orang, dan kelainan yang paling banyak ditemukan pada CT scan ialah gambaran
epidural hemorrhage (EDH), intracranial hemorrhage (ICH), dan ICH yang

64
disertai kelainan intrakranial lain sebanyak 22,2%, 19,4% dan 9,7 % secara
berturut.

Dari hasil penelitian dan bahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
pemakaian helm dan jenis helm full-face dan open-face terhadap kejadian cedera
kepala, baik cedera maksilofasial maupun cedera intrakranial

65
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat menyebabkan setiap komponen yang ada, mulai
dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera
kepala berat adalah kejadian akibat benturan atau trauma yang biasanya ditandai
dengan penurunan kesadran dan nilai Glas Coma Scalenya sama atau kurang dari
8.

B. Saran
Dengan adanya Asuhan Keperawatan ini, para perawat mampu
mengetahui pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan pada penderita Cedera
Kepala dan mampu mengaplikasikannya dengan lancar.

66

Você também pode gostar