Você está na página 1de 14

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN MASA KERJA DAN PENGGUNAAN APD DENGAN


GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PENYAPU JALAN DI RUAS JALAN
TINGGI PENCEMARAN KOTA SEMARANG
`

Nina Sholihati*), Suhartono **), Nikie Astorina Yunita D. **)


)
* Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan, FKM UNDIP Semarang
**)Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan, FKM UNDIP Semarang
Email : ninasholihati123@gmail.com

Abstract: Respiratory illness is the third most common cause of death in the world,
following heart problems and cancer. In 2008, the incidence of mortality reached
135.5 / 100,000 deaths. One of the groups at risk of air pollution is street sweepers
in Setiabudi Street, Walisongo Street, and Kaligawe Street of Semarang City which
have high dust level. The purpose of this study is to know the prevalence of lung
function disorders as well as the relationship between the working duration and the
use of PPE with lung function disorders on respondents. This research is a kind of
quantitative research with Cross Sectional study design. The sample of this research
is all of the street sweepers in Setiabudi Street, Walisongo Street, and Kaligawe
Street as many as 31 people. The results of this study showed 5 respondents have
lung function disorder (16.1%). The result of statistics analysis showed that there is
no correlation between working duration with pulmonary function disorder with p
value %FVC = 0,082 and p value %FEV1 = 0,595. While there is no correlation
between the use of PPE with pulmonary function disorder with p value of 0,317 (PR
= 3,375; 95% CI = 0,469-24,287). The longer the working period, the lower the lung
capacity of the street sweeper. Suggestions in this study are expected to be
information and reference for the Environment Agency and related parties in safety
and health planning of street sweepers, especially on the lungs of workers.

Keywords : working duration, use of PPE, lung function disorder


Literature : 72 (1967-2016)

PENDAHULUAN kendaraan bermotor. Hal ini dapat


dilihat dari hasil pengukuran
pencemaran udara oleh
Latar Belakang Kusminingrum dan Gunawan pada
tahun 2008 yang dilakukan di ruas
Masalah pengotoran udara sudah jalan tujuh kota besar Pulau Jawa dan
lama menjadi masalah kesehatan Bali, meliputi: Bandung, Surakarta,
pada masyarakat, terutama negara- Yogyakarta, Semarang, Surabaya,
negara industri yang banyak memiliki Denpasar, dan Serang, yang
pabrik dan kendaraan bermotor.1 menyatakan bahwa konsentrasi
Tingkat pencemaran udara di maksimum untuk polutan HC, NOx,
Indonesia sudah melebihi nilai dan SPM10 telah melebihi standar
ambang batas normal terutama di kualitas udara ambien.2
kota-kota besar akibat gas buangan

776
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Dari studi-studi literatur udara, sehingga kemampuan


digambarkan bahwa secara global mengikat oksigen menurun.7
sektor transportasi sebagai tulang
punggung aktivitas manusia Penyakit gangguan pernapasan
mempunyai kontribusi yang cukup merupakan penyebab kematian ketiga
besar bagi pencemaran udara, yakni tersering di dunia, setelah gangguan
44% TSP (Total Suspended jantung dan kanker. Pada tahun 2008,
Particulat), 89% Hidrokarbon, 100% insiden mortalitasnya hingga
Pb, dan 73% NOx.3 Pada tahun 2008, 8
135,5/100.000 kematian. Pada tahun
kegiatan transportasi diperkirakan 2004 dilaporkan terdapat perbedaan
mengemisikan CO2, CH4, dan N2O terjadinya peningkatan risiko
masing-masing sebesar 83 juta ton, gangguan saluran napas antara
24 ribu ton, dan 3,9 ribu ton.4 Namun pekerja yang terpajan langsung
demikian, polutan yang perlu dengan pekerja yang tidak terpajan
mendapat perhatian dari semua pihak, langsung di Nigeria.9 Di Indonesia,
baik pemerintah, pemilik kendaraan hasil Riskesdas tahun 2013
dan masyarakat adalah polutan SPM10 menunjukkan bahwa asma dan
karena dampak partikel debu terhadap penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
kesehatan menunjukan bahwa partikel menempati peringkat tertinggi dalam
debu dengan ukuran di bawah 10 µm prevalensi penyakit tidak menular
akan terisap langsung ke dalam paru- (PTM), masing-masing sebesar 4,5
paru dan mengendap di alveoli, dan 3,7 persen per mil.10
sehingga dapat membahayakan
sistem pernapasan.2 Selain adanya paparan debu yang
tinggi, penurunan fungsi paru
Pencemaran udara oleh debu seseorang dipengaruhi oleh beberapa
dapat mengakibatkan terjadinya faktor yaitu: umur, status gizi,
gangguan kesehatan, biasanya kebiasaan merokok, pemakaian alat
berupa radang saluran nafas, alergi, pelindung diri (APD), riwayat penyakit
nyeri dada/sesak nafas.5 Penumpukan yang berhubungan dengan penyakit
dan pergerakan debu pada saluran paru ataupun keluhan subyektif yang
napas dapat menyebabkan berhubungan dengan gangguan fungsi
peradangan jalan napas. Peradangan paru, riwayat pekerjaan yang
ini dapat mengakibatkan penyumbatan berhubungan dengan debu, asap,
jalan napas, sehingga dapat atau partikel lainnya, jenis pekerjaan
menurunkan kapasitas paru.6 dan lingkungan kerja terutama pada
Sedangkan respirable dust yang sistem vetilasi udara.11
diameternya kurang dari 1-3
mikrometer dengan mudah terhisap Data terkini pengukuran kualitas
dan masuk berdeposit di alveoli, udara ambien pada tahun 2016 oleh
sehingga dapat menyebabkan Dinas Lingkungan Hidup Kota
gangguan fungsi paru dan fibrosis bila Semarang yang dilakukan di 8 titik
terinhalasi terus menerus. Bila alveoli ruas jalan dengan parameter yang
mengeras akibatnya mengurangi diukur yakni NO2, SO2, CO, H2S, NH3,
elastisitas dalam menampung volume Ox dan debu, menunjukkan bahwa
parameter pencemar yang melebihi

777
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

baku mutu adalah debu. Berdasarkan METODE PENELITIAN


PP Nomor 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara dan Penelitian ini merupakan jenis
SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 10 penelitian kuantitatif dengan desain
tahun 2000, baku mutu yang studi Cross Sectional. Populasi dalam
ditetapkan untuk parameter debu penelitian ini berjumlah 31 orang, yang
adalah 230 µg/m3.12,13 Ruas jalan dan merupakan keseluruhan dari penyapu
kawasan dengan kadar debu dibawah jalan di Jalan Setiabudi, Jalan
baku mutu yaitu Bundaran Walisongo, dan Jalan Kaligawe.
Kalibanteng (143 µg/m3), Kawasan Dalam penelitian ini, karena jumlah
Simpang Lima (159 µg/m3), dan Jalan populasi relatif kecil, maka peneliti
B. Sugiarto (193 µg/m3). Sedangkan menggunakan metode total sampling.
kadar debu di 5 ruas jalan lainnya Dilakukan analisis data menggunakan
yang telah melebihi baku mutu yaitu uji Pearson Correlation, dan uji Chi-
Jalan Setiabudi (521 µg/m3), Jalan Square.
Walisongo (487 µg/m3), Jalan
Kaligawe (370 µg/m3), Jalan Dr. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sutomo (345 µg/m3), dan Jalan
Pemuda (345 µg/m3). 1. Jenis Kelamin

Kelompok yang berisiko terkena Hasil distribusi frekuensi


dampak pencemaran udara yaitu menurut jenis kelamin pada
masyarakat pengguna jalan raya, penyapu jalan di ruas jalan tinggi
masyarakat yang tinggal di tepi jalan pencemaran Kota Semarang
raya, maupun masyarakat yang disajikan dalam tabel 1.1 berikut:
bekerja di ataupun dekat jalan raya,
salah satunya adalah pekerja penyapu Tabel 1.1 Distribusi frekuensi
jalan. menurut jenis kelamin
Penyapu Jalan di ruas
Penelitian yang dilakukan oleh jalan tinggi pencemaran
Wulandari pada tahun 2015 Kota Semarang
menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara masa kerja terhadap
Jenis Frekuen Persentas
gangguan fungsi paru pada pekerja
Kelamin si e (%)
penyapu jalan di protokol 3, 4, dan 6 di
Laki-laki 14 45,2
Kota Semarang (P= 0,034).14 Tujuan
Perempua 17 54,8
dari penelitian ini adalah Menganalisis
n
hubungan masa kerja dan
Total 31 100
penggunaan APD dengan gangguan
fungsi paru pada penyapu jalan di
ruas jalan tinggi pencemaran Kota pada penelitian ini diketahui
Semarang. bahwa dari 31 penyapu jalan yang
diteliti, sebagaian besar berjenis
kelamin perempuan sebesar
54,8%.

778
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

2. Umur Status Frekuensi Persentase


Gizi (%)
Hasil distribusi frekuensi Kurus 5 16,1
menurut kelompok umur pada Gemuk 9 29,0
penyapu jalan di ruas jalan tinggi Normal 17 54,8
pencemaran Kota Semarang Total 31 100
disajikan dalam tabel 1.2 berikut:
data tabel 1.3 menunjukkan bahwa
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi sebagian besar penyapu jalan
menurut Kelompok Umur mempunyai status gizi normal
pada Penyapu Jalan di yaitu sebesar 54,8%.
Ruas Jalan Tinggi
Pencemaran Kota 4. Riwayat Penyakit
Semarang
Hasil distribusi frekuensi
Umur Frekuensi Persentase menurut riwayat penyakit pada
(%) penyapu jalan di ruas jalan tinggi
≥ 30 27 87,1 pencemaran Kota Semarang
tahun disajikan dalam tabel 1.4 berikut:
< 30 4 12,9
tahun Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi
Total 31 100 menurut Riwayat
Penyakit pada Penyapu
data tabel 1.2 menujukkan Jalan di Ruas Jalan
bahwa sebagian besar penyapu Tinggi Pencemaran Kota
jalan mempunyai umur 30 tahun Semarang
atau lebih dengan persentase
87,1. Riwayat Frekuensi Persentase
Penyakit (%)
3. Status Gizi Ya 0 0
Tidak 31 100
Hasil distribusi frekuensi Total 31 100
status gizi pada Penyapu Jalan di
ruas jalan tinggi pencemaran Kota data tabel 1.4 menunjukkan bahwa
Semarang disajikan dalam tabel keseluruhana penyapu jalan yang
1.3: diteliti tidak mempunyai riwayat
penyakit pernapasan (100%).
Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Dengan demikian, penyapu jalan
menurut Status Gizi yang mengalami gangguan fungsi
pada Penyapu Jalan di paru tidak ada yang mempunyai
Ruas Jalan Tinggi riwayat penyakit pernafasan.
Pencemaran Kota
Semarang

779
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Kebiasaan Merokok Indeks Frekuensi Persentase


Merokok (%)
Hasil distribusi frekuensi Berat 2 18,2
menurut kebiasaan merokok pada Sedang 4 36,4
penyapu jalan di ruas jalan tinggi Ringan 5 45,4
pencemaran Kota Semarang Total 11 100
disajikan dalam tabel 1.5 berikut:
data tabel 1.6 menunjukkan
Tabel 1.5 Distribusi Frekuensi bahwa sebagian besar penyapu
menurut Kebiasaan jalan yang merokok mempunyai
Merokok pada Penyapu indeks merokok ringan yaitu
Jalan di Ruas Jalan 45,4%.
Tinggi Pencemaran Kota
Semarang 6. Kebiasaan Olahraga

Kebiasaa Frekuen Persentas Hasil distribusi frekuensi


n si e (%) menurut kebiasaan olahraga
Merokok pada penyapu jalan di ruas jalan
Ya 11 35,5 tinggi pencemaran Kota
Tidak 20 64,5 Semarang disajikan dalam tabel
Total 31 100 1.7 berikut:

data tabel 1.5 menunjukkan Tabel 1.7 Distribusi Frekuensi


bahwa sebagian besar penyapu menurut Kebiasan
jalan tidak mempunyai kebiasaan Olahraga pada Penyapu
merokok yaitu sebesar 64,5%. Jalan di Ruas Jalan
Tinggi Pencemaran Kota
Sedangkan untuk lebih detail, Semarang
distribusi frekuensi kebiasaan
merokok menurut Indeks Kebiasaan Frekuensi Persentase
Brinkman pada penyapu jalan di Olahraga (%)
ruas jalan tinggi pencemaran Tidak 31 100
Kota Semarang disajikan dalam Ya 0 0
tabel 1.6 berikut: Total 31 100

Tabel 1.6 Distribusi Frekuensi data tabel 1.7 menunjukkan bahwa


menurut Indeks keseluruhan penyapu jalan yang
Merokok pada Penyapu diteliti tidak mempunyai kebiasaan
Jalan di Ruas Jalan olahraga (100%). Dengan
Tinggi Pencemaran demikian, responden yang
Kota Semarang mengalami gangguan fungsi paru
tidak ada yang mempunyai
kebiasaan olahraga.

780
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

7. Lama Kerja Masa Kerja Frekuensi Persentase


(%)
Hasil distribusi frekuensi lama Lama (> 10 17 54,8
kerja pada penyapu jalan di ruas tahun)
jalan tinggi pencemaran Kota Baru (< 10 14 45,2
Semarang disajikan dalam tabel tahun)
1.8: Total 31 100

Tabel 1.8 Distribusi Frekuensi data tabel 1.9 menunjukkan bahwa


menurut Lama Kerja sebagian besar penyapu jalan
pada Penyapu Jalan di mempunyai masa kerja yang lama
Ruas Jalan Tinggi (lebih dari 10 tahun) yaitu sebesar
Pencemaran Kota 54,8%.
Semarang
9. Penggunaan APD
Lama Frekuensi Persentase
Kerja (%) Berdasakan hasil wawancara
8 jam 8 25,8 di lapangan, didapatkan secara
< 8 jam 23 74,2 keseluruhan penyapu jalan tidak
Total 31 100 menggunakan APD sesuai standar
pekerja. Namun, ada sebagian
data tabel 1.8 menunjukkan bahwa penyapu jalan yang menggunakan
sebagian besar penyapu jalan penutup hidung dari bahan kain
mempunyai lama kerja kurang dari kaos.
8 jam (74,2%).
Distribusi frekuensi menurut
8. Masa Kerja penggunaan penutup hidung yang
digunakan penyapu jalan di ruas
Hasil distribusi frekuensi masa jalan tinggi pencemaran Kota
kerja pada penyapu jalan di ruas Semarang disajikan pada tabel
jalan tinggi pencemaran Kota berikut:
Semarang disajikan dalam tabel
1.9 berikut: Tabel 1.10 Distribusi frekuensi
menurut penggunaan
Tabel 1.9 Distribusi Frekuensi penutup hidung pada
menurut Masa Kerja penyapu jalan di ruas
pada Penyapu Jalan di jalan tinggi pencemaran
Ruas Jalan Tinggi Kota Semarang
Pencemaran Kota
Semarang Penggunaan Frekuensi Persentase
Penutup (%)
Hidung
Tidak 11 35,5
Ya 20 64,5
Total 31 100

781
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

data tabel 1.10 menunjukkan Distribusi frekuensi menurut


bahwa sebagian besar penyapu jenis gangguan fungsi paru yang
jalan menggunakan penutup terjadi pada responden disajikan
hidung berupa kain kaos pada pada tabel 1.12 berikut:
saat bekerja yaitu sebesar 64,5%.
Tabel 1.12 Distribusi Frekuensi
10. Gangguan Fungsi Paru menurut Jenis
Gangguan Fungsi Paru
Berdasarkan batasan nilai pada Penyapu Jalan di
%FVC (terbilang normal/tidak ada Jalan Tinggi
gangguan paru jika nilai %FVC ≥ Pencemaran Kota
80%) dan nilai %FEV1 (terbilang Semarang
normal/tidak ada gangguan paru
jika nilai %FVC ≥ 75%) yang Jenis Frekuensi Persentase
digunakan untuk menentukan Gangguan (%)
fungsi paru penyapu jalan, Fungsi Paru
didapatkan hasil sebagai berikut: Restriksi 3 60,0
Ringan
Tabel 1.11 Distribusi Frekuensi Restriksi 1 30,0
menurut Interpretasi Sedang
Fungsi Paru pada Obstruksi 1 30,0
Penyapu Jalan di Jalan Ringan
Tinggi Pencemaran Kota Total 5 100
Semarang
` data tabel 1.12 menunjukkan
Interpretasi Frekuensi Persentase bahwa jenis gangguan fungsi paru
Fungsi (%) yang ditemukan pada penyapu
Paru jalan adalah restriksi dan
Ada 5 16,1 obstruksi. Proporsi terbanyak
Gangguan adalah restriksi ringan sebesar
Normal 26 83,9 60,0 %, sisanya adalah restriksi
Total 31 100 sedang sebesar 30% dan
obstruksi ringan sebesar 30%.
data tabel 1.11 menunjukkan
bahwa dari 31 penyapu jalan, Penemuan gangguan fungsi
terdapat 5 penyapu jalan yang paru pada responden yang bekerja
terganggu fungsi paru nya dengan sebagai penyapu jalan sangat
persentase 16,1. Gangguan fungsi dimungkinkan terjadi. Lingkungan
paru terbanyak terjadi pada kerja di tepian jalan raya
penyapu jalan Setiabudi sebanyak merupakan area dengan risiko
3 orang, sedangkan sisanya debu yang disebabkan oleh
masing-masing 1 orang penyapu padatnya aktivitas kendaraan
jalan mengalami gangguan fungsi bermotor.
paru di Jalan Walisongo dan Jalan
Kaligawe.

782
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Hasil penelitian ini sesuai udara dengan paru berlangsung


dengan teori bahwa, manusia setiap saat, oleh karena itu
memerlukan oksigen yang kualitas yang terinhalasi sangat
digunakan untuk pembakaran zat berpengaruh terhadap faal paru.15
makanan dalam tubuh guna
mendapatkan energi. Pemenuhan Penelitian yang mendukung
kebutuhan oksigen tersebut adalah penelitian Nurjazuli tahun
diperoleh dari udara melalui 2010 pada pedagang kaki lima
proses respirasi. Paru merupakan yang berada di Jalan Nasional
salah satu organ sistem respirasi Kota Semarang. Peneliti
yang berfungsi sebagai tempat menemukan adanya gangguan
penampungan udara, sekaligus restriksi ringan (9,5%) maupun
merupakan tempat obstruksi ringan (3,2%) pada
berlangsungnya peningkatan responden.5
oksigen oleh hemoglobin. Interaksi
11. Prevalensi Gangguan Fungsi Paru menurut Karakteristik dan Perilaku Penyapu
Jalan

Prevalensi gangguan fungsi paru menurut karakteristik dan perilaku penyapu


jalan dapat dilihat pada tabel crosstab berikut:

Tabel 1.13 Crosstab Karakteristik dan Perilaku dengan Gangguan Fungsi Paru
pada Penyapu Jalan di Ruas Jalan Tinggi Pencemaran Kota Semaran

Gangguan Fungsi Paru


Variabel Ya Tidak Total
f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 21,4 11 78,6 14 100
Perempuan 2 11,8 15 88,2 17 100
Umur
≥ 30 tahun 4 14,8 23 85,2 27 100
< 30 tahun 1 25,0 3 75,0 4 100
Status Gizi
Kurus 1 20 4 80 5 100
Gemuk 2 22,2 7 77,8 9 100
Normal 2 11,8 15 88,2 17 100
Kebiasaan Merokok
Berat 0 0 2 100 2 100
Sedang 0 0 4 100 4 100
Ringan 2 40 3 60 5 100
Tidak Merokok 3 15 17 85 20 100
Lama Kerja
8 jam 5 62,5 3 37,5 8 100
< 8 jam 0 0 23 100 23 100
Penggunaan Penutup

783
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Hidung
Tidak 3 60 8 30,8 35,5 100
Ya 2 40 18 69,2 64,5 100
Masa Kerja
Lama (≥ 10 tahun) 5 16,1 12 70,6 17 100
Baru (< 10 tahun) 0 0 14 100 14 100
hasil tabulasi antara jenis kelamin Penyapu jalan dengan
dan gangguan fungsi paru kebiasaan merokok ringan yang
menunjukkan bahwa responden mengalami gangguan fungsi paru
dengan jenis kelamin laki-laki lebih sebesar 40% lebih besar dari
banyak yang memiliki gangguan penyapu jalan yang tidak merokok
fungsi paru yaitu sebesar 21,4%. yang mengalami gangguan fungsi
Dari sudut pandang epidemiologi, paru sebesar 15%. Dalam
laki-laki lebih berisiko terkena penelitian ini ditemukan bahwa
PPOK dibandingkan dengan perokok berat justru tidak
wanita karena kebiasaan mengalami gangguan fungsi paru.
merokok.16 Menurut data yang Menurut data penghitugan status
diperoleh, 2 dari 3 responden laki- gizi yang dilakukan, perokok berat
laki yang mengalami gangguan diketahui mempunyai status gizi
fungsi paru adalah perokok. yang normal. Selain itu, seluruh
responden yang mengalami
Penyapu jalan yang berumur gangguan fungsi paru bekerja 8
kurang dari 30 tahun lebih banyak jam sehari. Sedangkan responden
mengalami gangguan fungsi paru yang tidak mengalami gangguan
sebesar 25%. Hal ini dapat terjadi fungsi paru bekerja kurang dari 8
karena berdasarkan data yang jam sehari. Semakin lama tenaga
diperoleh di lapangan, penyapu menghabiskan waktu untuk
jalan dengan umur yang lebih tua bekerja di area kerjanya, maka
(≥ 30 tahun) belum tentu semakin lama pula paparan debu
mempunyai masa kerja yang lebih dari aktivitas transportasi yang
lama daripada umur yang lebih diterimanya, sehingga
muda (< 30 tahun). Sedangkan kemungkinan untuk terjadinya
sebagian besar gangguan fungsi gangguan fungsi paru akan
paru terjadi pada status gizi gemuk semakin besar.
(22,2%). Kondisi gemuk dapat
menyebabkan terjadinya 12. Hubungan Masa Kerja dengan
gangguan fungsi paru karena isi Gangguan Fungsi Paru
perut cenderung menekan ke atas
pada diafragma serta peningkatan Hasil analisis masa kerja
volume darah paru–paru dan pada dengan gangguan fungsi paru yang
saat bersamaan menurunkan dilihat dari nilai %FVC dan %FEV1
ruangan yang tersedia untuk udara pada penyapu jalan di ruas jalan
paru–paru sehingga kapasitas vital tinggi pencemaran Kota Semarang
paru – paru lebih sedikit bila disajikan dalam tabel 1.14:
dibandingkan dengan orang tinggi
kurus.17

784
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 1.14 Analisis Masa Kerja 0,512).18 Namun, hasil penelitian ini
dengan Nilai %FVC dan tidak sesuai dengan penelitian
%FEV1 Mengkidi tahun 2006 pada
karyawan PT. Semen Tonasa
Variabel %FVC %FEV1 Pangkep Sulawesi Selatan yang
Masa p value 0,082 0,595 menunjukkan bahwa persentase
Kerja Pearson -0,317 -0,099 responden yang mengalami
Correlation gangguan fungsi paru lebih besar
n 31 31 terjadi pada masa kerja lebih dari
sama dengan 15 tahun (63,5%)
uji statistik menunjukkan tidak ada daripada masa kerja kurang dari 15
hubungan antara masa kerja tahun (35,9%) dan terdapat
dengan gangguan fungsi paru hubungan antara masa kerja
pekerja penyapu jalan di ruas jalan dengan gangguan fungsi paru
Setiabudi, Jalan Walisongo, dan dengan p value 0,017.19
Jalan Kaligawe Kota Semarang
yang dilihat dari nilai %FVC dan 13. Hubungan Penggunaan APD
%FEV1 (p value %FVC = 0,082 berupa Penutup Hidung dengan
dan p value %FEV1 = 0,595). Gangguan Fungsi Paru
Namun, didapatkan nilai Pearson
Correlation bertanda negatif yang Hasil tabulasi silang kategori
berarti bahwa semakin lama masa penggunaan penutup hidung
kerja penyapu jalan, maka semakin dengan gangguan fungsi paru pada
rendah nilai %FVC dan %FEV1. penyapu jalan di ruas jalan tinggi
Masa kerja para penyapu jalan erat pencemaran Kota Semarang
kaitannya dengan paparan debu disajikan dalam tabel 1.15:
yang dialami pekerja tersebut.
Apabila masa kerja telah lama, Tabel 1.15 Tabulasi Silang antara
maka paparan debu juga Penggunaan Penutup
berlangsung lama. Kemungkinan Hidung dengan Gangguan
inhalasi debu oleh pekerja dan Fungsi Paru pada Penyapu
akumulasi debu di saluran Jalan di Ruas Jalan
pernafasan akan semakin besar Tinggi Pencemaran Kota
seiring bertambahnya masa kerja Semarang
sehingga pada waktu tertentu dapat
mengakibatkan penurunan nilai Penggun Gangguan
%FVC dan %FEV1 dan berakibat aan Fungsi Paru Total
gangguan fungsi paru. Penutup Ya Tidak
Hidung f % f % f %
Hasil penelitian ini sesuai 6 1 10
dengan penelitian Yulaekah tahun Tidak 3 8 30,8
0 1 0
2007 yang menunjukkan tidak 4 1 2 10
adanya hubungan antara masa Ya 2 69,2
0 8 0 0
kerja dengan gangguan fungsi
paru pada pekerja industri batu p value = 0,317 PR = 3,375
kapur di Grobogan (p value = 95% CI = 0,469-24,287

785
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

hasil penelitian ini menunjukkan kapasitas fungsi paru pekerja


bahwa sebagain besar penyapu mebel UD. Indri Jati dan UD.
jalan yang mengalami gangguan Wanna Jati.20 Namun penelitian ini
fungsi paru memiliki kebiasaan tidak sejalan dengan penelitian
tidak menggunakan penutup hidung Khumaidah tahun 2009 yang
(60%). Hasil uji statistik menunjukkan hasil analisis variabel
menunjukkan nilai p sebesar 0,317 penggunaan APD dengan nilai p =
> 0,05 yang berarti bahwa tidak ada 0,028.15
hubungan antara penggunaan
penutup hidung dengan gangguan
fungsi paru pada responden. Hasil KESIMPULAN
pengamatan dan wawancara pada 1. Deskripsi karakteristik dan
responden yang diperoleh perilaku penyapu jalan di ruas
menunjukkan bahwa responden jalan tinggi pencemaran Kota
hanya menggunakan kaos yang Semarang:
tidak terpakai sebagai masker a. Jenis kelamin responden
pelindung diri dari debu. sebagian besar perempuan
Penggunaan jenis alat sebesar 54,8%.
pelindung pernapasan yang dipakai b. Umur responden mempunyai
kualitasnya belum teruji biasanya rata-rata 46,90 tahun dengan
masker yang digunakan merupakan umur termuda 26 tahun dan
kain kaos milik pekerja sehingga umur tertua 60 tahun.
pori–pori kain masih dapat Sebagian besar responden
tertembus debu terhirup di bawah 1 berumur 30 tahun atau lebih
µ, minimal yang dipersyaratkan sebesar 87,1%.
pemakaian masker setengah wajah c. Status gizi responden
seperti masker sebagai salah satu sebagian besar normal
peralatan kesehatan yang sebesar 54,8%.
ditetapkan oleh Departemen d. Seluruh responden tidak
Kesehatan RI yang umum mempunyai riwayat penyakit
digunakan di rumah sakit. paru.
Kebiasaan menggunakan APD e. Kebiasaan merokok
tetapi angka gangguan fungsi paru responden sebagian besar
masih tinggi, karena masker yang tidak merokok sebesar 64,5%.
digunakan oleh pekerja tidak sesuai f. Seluruh responden tidak
dengan standar yang ditetapkan.18 mempunyai kebiasaan
Hasil penelitian ini sesuai olahraga.
dengan penelitian Pinugroho tahun g. Lama bekerja responden
2016 kepada pekerja mebel UD. sebagian besar selama
Indri Jati dan UD. Wanna Jati di kurang dari 8 jam sebesar
Kecamatan Kalijambe Sragen. Uji 74,2%.
statistik terhadap variabel h. Penggunaan APD responden
penggunaan APD diperoleh hasil p sebagian besar menggunakan
value 0,250 sehingga H0 diterima, penutup hidung sebesar
maka tidak ada hubungan antara 64,5%.
penggunaan APD dengan

786
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

i. Masa kerja responden responden dengan masa kerja


sebagian besar lama (>10 lama (>10 tahun).
tahun) sebesar 54,8%. 5. Tidak ada hubungan antara masa
2. Kapasitas paru responden kerja dengan gangguan fungsi
mempunyai rata-rata %FVC paru dengan p value %FVC =
sebesar 98,93%, sedangkan rata- 0,082 dan p value %FEV1 =
rata %FEV1 sebesar 91,8%. 0,595.
3. Gangguan fungsi paru yang 6. Tidak ada hubungan antara
terjadi pada responden sebanyak kebiasaan memakai APD dengan
16,1%, terdiri dari restriksi ringan, gangguan fungsi paru dengan p
restriksi sedang, dan obstruksi value = 0,317. (PR = 3,375 dan
ringan. 95% CI = 0,469-24,287)
4. Prevalensi gangguan fungsi paru
berdasarkan karakteristik dan SARAN
perilaku penyapu jalan di ruas 1. Bagi Badan Lingkungan Hidup
jalan tinggi pencemaran Kota Kota Semarang
Semarang: a. Diberlakukan rotasi kerja
a. Prevalensi gangguan fungsi secara berkala bagi pekerja
paru sebagian besar terjadi penyapu jalan pada ruas jalan
pada jenis kelamin laki-laki dengan kadar debu tinggi ke
sebesar 21,4%. ruas jalan dengan kadar debu
b. Prevalensi gangguan fungsi yang rendah, begitupun
paru sebagian besar terjadi sebaliknya.
pada responden dengan umur b. Mewajibkan penggunaan APD
kurang dari 30 tahun sebesar serta memberikan fasilitas
25%. berupa masker kepada pekerja
c. Prevalensi gangguan fungsi penyapu jalan untuk mencegah
paru sebagian besar terjadi terjadinya gangguan fungsi
pada status gizi responden paru pada pekerja.
gemuk sebesar 22,2%. c. Melakukan pengukuran
d. Prevalensi gangguan fungsi kapasitas paru pekerja
paru sebagian besar terjadi penyapu jalan secara berkala
pada responden dengan dalam rangka monitoring
kebiasaan merokok ringan kesehatan paru pekerja.
sebesar 40%. 2. Bagi Pekerja
e. Prevalensi gangguan fungsi a. Selalu menggunakan masker
paru seluruhnya terjadi pada ketika melakukan pekerjaan
responden dengan lama kerja penyapuan jalan agar debu
8 jam. tidak dapat masuk ke saluran
f. Prevalensi gangguan fungsi pernafasan.
paru sebagian besar terjadi b. Mengurangi kebiasaan rokok
pada responden dengan pada pekerja karena dapat
kebiasaan tidak memakai menjadi penyebab gangguan
penutup hidung sebesar 60%. paru yang lebih parah.
g. Prevalensi gangguan fungsi c. Memulai kerja lebih pagi
paru seluruhnya terjadi pada untuk menghindari paparan

787
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

debu yang tinggi dari (2010).


kepadatan kendaraan
bermotor disiang hari. 6. American Society Thoracic.
3. Bagi peneliti lain Standard for The Diagnosis And
Perlu dilakukan penelitian Care Of Patient With Chronic
lanjutan dengan menambahkan Obstructive Pulmonary
data primer berupa pengukuran Diseases (COPD) and Asthma.
debu dan paparan debu pada Am. Rev. Respir Dis (1995).
penyapu jalan sehingga dapat
dianalisis dengan gangguan 7. Departemen Kesehatan RI. in
fungsi paru yang ditemukan. (Departemen Kesehatan,
2003).

DAFTAR PUSTAKA 8. American Lung Association. in


(2008).

1. Chandra, B. Pegantar 9. Ijadunola KT. Pulmonary


Kesehatan Lingkungan. (EGC, Function of wheat Flour Mill
2006). workers and controls in Ibadan,
Nigeria. American Journal of
2. Nanny, K. & G Gunawan. Polusi Industrial Medicine (2005).
Udara Akibat Aktivitas
Kendaraan Bermotor di Jalan 10. Badan Penelitian dan
Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Pengembangan Kesehatan.
Pusat Litbang Jalan dan Riset Kesehatan Dasar
Jembatan 13 (2008). (Riskesdas) 2013. Laporan
Nasional 2013 1–384 (2013).
3. Budiyono, A. Pencemaran doi:1 Desember 2013
Udara : Dampak Pencemaran
Udara Pada Lingkungan. Berita 11. Arthur C, . Guyton. Fisiologi
Dirgantara 2, 21–27 (2001). Kedokteran. (Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1967).
4. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI. Indeks 12. PP RI No 41 Tahun 1999
Kualitas Lingkungan Hidup Tentang Pencemaran Udara.
Indonesia Tahun 2014. 1–34 (1999).
(Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan RI). 13. Surat Keputusan Gubernur
Jawa Tengah Nomor 10.
5. Onny, N. Analisis Perbedaan (2000).
Kapasitas Fungsi Paru Pada
Pedangang Kaki Lima 14. Wulandari, R. Hubungan Masa
Berdasarkan Kadar Debu Tatal Kerja terhadap Gangguan
Di Jalan Nasional Kota Fungsi Paru Pada Petugas
Semarang. Jurnal Kesehatan
Penyapu Jalan Di Protokol 3, 4,
Masyarakat Indonesia 6,

788
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dan 6 di Kota Semarang. Muhamadiyah Surak (2016).


(Universitas Diponegoro, 2015).

15. Khumaidah. Analisis Faktor-


Faktor yang Berhubungan
dengan Gangguan Fungsi Paru
pada Pekerja Mebel PT Kota
Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara. (Program
Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang, 2009).

16. Mannino, D.M., Buist. lobal


burden of COPD: Risk Faktors,
Prevalence and Future Trends.
(2007).

17. Garrow J.S. Obesity in Human


Nutrition And Dietetics.
(Chorchill Livington, 1995).

18. Yulaekah, S., Adi, M. S. &


Nurjazuli. Pajanan Debu
Terhirup dan Gangguan Fungsi
Paru Pada Pekerja Industri
Batu Kapur (Studi Di Desa Mrisi
Kecamatan Tanggungharjo
Kabupaten Grobogan). Jurnal
Kesehatan Lingkungan
Indonesia 6, 24–32 (2007).

19. Mengkidi, D. Gangguan Fungsi


Paru Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya Pada
Karyawan Pt . Semen Tonasa
Pangkep Sulawesi Selatan.
(2006).

20. Pinugroho, B. S. Hubungan


Usia, Lama Paparan Debu,
Penggunaan APD, dan
Kebiasaan Merokokdengan
Gangguan Fungsi Paru Tenaga
Kerja Mebel di Kec. Kalijambe
Sragen. Universitas

789

Você também pode gostar