Você está na página 1de 4

Analisis laporan keuangan untuk industri khusus perhotelan, retailing, dan

perbankan

A. Perhotelan
Berkembang pesatnya kegiatan industri parawisata pada umumnya, berdampak positif
terhadap perkembangan industri perhotelan. Maraknya industri perhotelan ini tidak bisa
tidak juga membawa konsekuensi ketatnya persaingan diantara hotel yang ada agar
mampu bersaing dan berkembang.
Berbagai teknik analisis laporan keuangan khususnya laporan laba rugi yang meliputi
kompaaratif, common size, trend, penjualan dan biaya perkamar, dan ratio-ratio
operasional.
1. Laporan laba rugi komparatif
Laporan laba rugi disusun secara periodik bergua untuk menyajikan informasi
tentang hasil operasi hotel dan untuk memantau kemajuan bisnis (terutama bila
disusun secara bulanan).
Laporan laba rugi akan lebih berguna, bila dibandingkan dengan laporan laba rugi
periode tahun lalu. Bila laporan laba rugi periode berjalan disajikan bersama-sama
dengan laba rugi periode yang lalu, maka dapat dilihat perubahan yang terjadi antara
dua laporan tersebut tidak mudah dilakukan, karena tingkat perubahan terkadang
tidak jelas. Oleh karenanya diperlukan suatu teknik analisis kompartif yang dapat
memberikan informasi tambahan atas laporan komparatif terebut.
2. Laporan laba rugi common size
Jenis analisis laporan laba rugi yang dapat digunakan ada;ah analisis common size
(persentase perkomponen) atau analisis vertikal. Dengan analisis ini, semua pos
laporan laba rugi dinyatakan dalam persentase (atas dasar pengahasilan).
3. Penjualan dan biaya perkamar (sales and costs per room)
Selain analisis komperatif dan common-size, hotel juga dapat mengkonversi
laporan laba ruginya atas dasar per kamar, baik menggunakan biaya per kamar yang
tersedia mapun biaya per kamar yang terjual.
4. Ratio operasi
a. Occupancy percentage yaitu hunian dengan membagi jumlah kamar yang
dipakai selama periode tertentu dengan jumlah kamar yang tersedia selama
periode yang sama dan dikalikan dengan 100 %.
b. Double occopancy percentage yaitu persentasi kamar terjual yang dihuni oleh
lebih dari satu orang.
c. Average rate per room occupied yaitu tarif rata-rata perkamar yang dihuni dapat
dihitung hariqan dengan membagi total penghasilan dengan total kamar yang
dihuni atau terjual.
d. Average rate per guest yaitu tarif rata-rata harian pertamu ratio ini diperoleh
dengan cara membagi total pengahsilan kamar selama periode tertentu dengan
jumlah tamu yang menginap selama periode tersebut.
e. Average length of stay yaitu rata-rata lama tingan dihitung dengan membagi
jumlah kamar yang dihuni selama periode tertentu dengan jumlah tamu yang
terdaftar selama periode tersebut.
5. Analisis trend
a. Index trend adalah suatu metode yang digunakan untuk melihat trend dengan
ara mengonversi jumlah rupiah ke dalam index.
Meskipun beberapa metode analisis terhadap laporan laba rugi telah dibahas tetapi
dalam pratiknya tidak semua metode harus digunakan. Masing-masing metode berguna
dan masing-masing juga mampu menunjukan secaramendasar permasalahan yang ada.
Oleh karenanya harus dipilih suatu metode yang sesuai dengan operasi.
a. Analisis bulanan
Dengan menganalisis laporan laba rugi hotel, sebaiknya digunakan dasar bulanan
dan bukan tahunan, agar para pengelola dapat lebih sering berjaga-jaga terhadap
setiap kecenderungan yang semaking memburuk.
b. Anggaran
Cara lain yang dapat digunakan untuk membandingkan laporan laba rugi adalah
dengan membandingkan antara hasil sesungguhnya dan yang dianggarkan.
6. Analisis ratio
Merupakan teknik analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis baik laporan
laba rugi mapun neraca. Beberapa ratio yang dapat digunakan untuk menganalisis
laporan laba rugi dan neraca suatu hotel antara lain adalah current ratio, quick ratio,
account receivable turnover, inventory turnover, total liaabilities to total equity
ratio, time interst earned, net profit to sales ratio, dan return on owner equity.
Dalam menggunakan ratio-ratio tersebut harus disadari beberapa keterbatasan
sebagai berikut :
1. Perhitungan berbagai angka ratio didasarkan pada asumsi bahwa semua aktiva
milik hotel. Bila ternyata ada aktiva yang disewa, maka perbandingan dengan
rata-rata industri menjadi tidak bermakna.
2. Meskipun terdapat banyak ratio yang dapat digunakan bukanlah ide yang baik
untuk menggunakan semua ratio tersebut. selektif merupakan satu hak yang
penting. Gunakan ratio yang memang bermanfaat untuk menilai hasil operasi
hote sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. Ratio bukanlah akhir dari segalanya. Sebagai contoh, persentase biaya gaji
terendah disuatu kota merupakan tujuan hotel. Akan tetapi, untuk mencapai ini
tarif kamar dinaikkan sedemikian tinggi sehingga banyak pelanggan yang pergi
dan hotel tidak mampu bertahan hidup.
4. Ratio keuangan umumnya dihasilkan dari informasi akuntansi historis, sehingga
tidak menggambarkan nilai sekarang. Hal ini sering mengakibatkan rati menjadi
kurang realistis.
5. Ratio hanya akan mempunyai makna apabila dua angka yang saling berkaitan
dibandigkan.
6. Ratio tidak menghilangkan masalah. Hanya menunjukan masalah yang
mungkin ada.
B. Retailing
Tidak bisa dipungkiri bahwa bisnis eceran atau retailling makin semarak. Retailling
merupakan rangkuman dari segala kegiatan yang menghasilakn penjualan produk atau
jasa kepada konsumen untuk pemakaian terakhir. Bisnis ini menajdi menarik karena
mampu menghasilkan omzet yang melimpah, ia juga menjajikan cash flow yang
menggiurkan.
Dengan kenyataan tersebut dan didukung oleh masih baik dan terbuka luasnya prospek
bisnis retailling ini, khususnya indonesia tak megherankan pemilik modal mulai melirik
dan memasuki bisnis ini.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa motivasi utama konsumen untuk datang ke
supermarket adalah kelengkapan produk. Dengan demikian setiap pengecer harus
senantiasa berusaha untuk mengoptimalkan return dari investasi persediaannya dan
memanfaatkan ruang penjualan yang dimiliki secara efisien. Untuk itu dibutuhkan alat
analisis yang dapat digunakan untuk menilai investasi persediaan, yang disebut dengan
GMROI-rate.
GMROI-rate adalah return on investment yang mengkombinasikan atau
menggabungkan efek profit margin dan perputaran persedian dalam satu indikator
pengukuran prestasi. Dengan GMROI-rate ini memungkinkan untuk melakukan
pembandingan kontribusi laba di anatara berbagai alternatif investasi persediaan.
GMROI-rate dihitung dengan cara mengalihkan antara perputaran persediaan dan cost
mark-on rate. Cost mark-on rate adalah suatu persentse yang akan menunjukan berapa
besar harga pokok suatu jenis persediaan harus dinaikkan untuk mencapai harga
jualnya.
Meningkatkan GMROI-rate :
1. Mengurangi rata-rata investasi persediaan
2. Menurunkan harga jual
3. Menaikkan harga jual
Meningkatkan GM-rupiah perluas ruang penjualan:
1. Mengurangi luas ruang penjualan yang digunakan
2. Menaikkan investasi persediaan
C. Perbankan
Dua dimensi utama kinerja suatu bank adalah risiko yang dihadapi oleh suatu bank dan
keuntungan yang dapat dihasilkan oleh bank tersebut. tujuan manajemen bank adalah
memaksimumkan nilai bank, yang dapat dilakukan dengan memaksimumkan tingkat
kembalian pada tingkat risiko tertentu atau meminumkan risiko untuk mendapatakan
tingkat kembalian investasi tertentu. Dengan demikian tujuan utama yag hendak
dicapai oleh setiap bank adalah memperoleh tingkat kembalian investasi bagi pemilik
yang tinggi pada tingkat risiko yang wajar.
Jenis risiko bank yang dihadapi oleh bank adalah risiko kredit, risiko likuiditas, risiko
suku bunga, risiko operasional, risiko legal, risiko reputasi, dan risiko off balance sheet.
Untuk mengukur profitabilitas bank biasanya digunakan ratio return on equity.
Dekomposisi ROE dapat memberikan gambaran mengenai 4 jenis efisiensi, yaitu tax
management efficiency, expense control efficiency, asset management efficiency, dan
fund management efficiency. Peningkatan keempat efisiensi ini diharapkan mampu
meningkatkan kinerja bank
Soal nomer 2
1. Penjulan : rata-rata persediaan = perputaran persediaan
2.500 unit : 90 menit = 27,8 kali
perputaran persedian X cost mark-on rate = GMROI-Rate
27,8 kali X 53% = 14,7
Selain dihitung atas dasar unit persediaan tersebut, perputaran persediaan juga dapat
dihitung dengan cara membagi total harga pokok penjualan Rp 187.500 (2500 X Rp
75) dengan rata-rata persediaan Rp 6.750 (90 X Rp 75).
Harga pokok persediaan Rp 75 harus dinaikkan sebesar Rp 40 atau 53% (Rp 40 dibagi
Rp 75) untuk mencapai harga jual Rp 115 per unit. Dengan demikian, cost mark-on rate
untuk persediaan tersebut 53%
GMROI-rate sebesar 14,7 ii berarti bahwa untuk setiap Rp 1 dana yang diinvestasikan
dalam bentuk persediaan tersebut akan memberikan retun (hasil) sebesar Rp 14,7
2. penjualan : rata-rata persediaan = perputaran persediaan
200.000 unit : 125 unit = 1.600kali
Perputran persediaan X cost mark-on rate = GMROI-rate
1.600 kali X 25% = 400
Selain dihitung atas dasar unit persediaan tersebut, perputaran persediaan juga dapat dihitung
dengan cara membagi total harga pokok penjualan Rp 16.000.000 (200.000 X Rp 80) dengan
rata-rata persediaan Rp10.000 (125 X Rp80)
Harga pokok persediaan Rp 80 harus dinaikkan sebesar Rp 20 atau 25 % (Rp20 dibagi Rp80)
untuk mencapai harga jual Rp 100 per unit. Dengan demikian, cost mark-on rate untuk
persediaan tersebut adalah 25%.
GMRO-Rate sebesar 400 ini berarti bahwa untuk setiap Rp 1 dana yang diinvestasikan dalam
bentuk persediaan tersebut akan memberikan return (hasil) sebesar Rp400.

Você também pode gostar