Você está na página 1de 14

ALIRAN TEOLOGI MU’ TAZILAH

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Disusun oleh:
Dhovi Rizal Fachrudin(10020217006)
Ismail Farhan Fajar (10020217007)
Nadhief Muhammad Fauzan (10020217010)
Muhammad Faisal (10020217011)
Ridfiadzi Aldreka (10020217012)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Kalam ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini telah kami susun dengan sebaik mungkin. Pembuatan makalah ini kami
susun dengan mendapatkan materi dari berbagai sumber. Dan kami pun mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Juga karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya, maka materi yang terdapat pada makalah ini
tidaklah sepenuhnya lengkap. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat dipahami serta
bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan. Tidak lupa kami mengingatkan bahwa saya menerima segala saran dan kritik
dengan kelapangan hati agar kedepannya lebih baik lagi.

Bandung, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................2

BAB II.........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................................3

A. Pengertian Mu’tazilah......................................................................................................3

B. Tokoh – Tokoh Aliran Mu’tazilah....................................................................................3

C. Paham dan Doktrin Aliran Mu’tazilah.............................................................................5

BAB III.....................................................................................................................................10

PENUTUP.................................................................................................................................10

A. Simpulan........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemunculan aliran-aliran dalam Islam diawali pada saat terbunuhnya Khalifah
Utsman bin Affan Radhiallahu 'anhu. Aliran-aliran tersebut muncul sebagai aliran politik yang
kemudian berevolusi menjadi aliran teologi. Setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi
wasallam wafat terjadi “kegaduhan” antara kaum Muhajjirin dan Anshar terkait
kepemimpinan agama dan politik pasca Nabi. Masing-masing pihak – Muhajjirin dan Anshar
mengajukan tokoh sebagai pengganti Nabi.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa kaum Anshar mengajukan Sa’ad bin
‘Ubadah sebagai calon khalifah, sedangkan dari pihak Muhajjirin mengajukan Abu Bakar
Ash-Shiddiq Radhiallahu 'anhuma. Berbagai argument pun diajukan untuk menonjolkan calon
masing-masing. Setelah melalui proses dinamika politik yang hangat, akhirnya Abu Bakar
Ash-Shiddiq terpilih sebagai khalifah pengganti Nabi. Terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah
tidak terlepas dari keutamaan-keutamaan yang dimilikinya dan turut didukung oleh
keberadaan dirinya sebagai seorang Quraiys.

Pasca wafatnya Abu Bakar, kepemimpinan kaum muslimin digantikan oleh Umar bin
Khattab. Pada saat kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, persatuan kaum muslimin masih bisa
dikendalikan oleh khalifah. Masalah muncul pasca wafatnya Umar, di mana saat itu kendali
pemerintahan dipegang oleh Utsman bin Affan Radhiallahu 'anhu. Terpilihnya Utsman
sebagai khalifah adalah berdasarkan kesepakatan para sahabat senior yang ditunjuk oleh
Umar.

Pada masa pemerintahan Usman, kondisi politik telah mulai bergejolak yang dipicu
oleh propaganda musuh-musuh Islam yang dipelopori oleh Abdullah bin Saba’. Berbagai
fitnah pun dilancarkan oleh para pengikut Abdullah bin Saba sehingga keadaan semakin
memanas. Di tengah kondisi politik yang tidak stabil tersebut, akhirnya Khalifah Utsman bin
Affan Radhiallahu 'anhu terbunuh oleh para pengikut Abdullah bin Saba – seorang mantan
pendeta Yahudi dari Yaman. Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya memprokalamirkan diri
sebagai kelompok pro-Ali yang di kemudian hari dikenal dengan Syi’ah.

Selanjutnya kepemimpinan kaum muslimin berada di bawah kendali Ali bin Abi
Thalib Radhiallahu 'anhu. Pada saat pemerintahan Ali, kondisi politik semakin runyam
dengan munculnya gerakan perlawanan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu 'anhuma
1
yang menuntut Ali untuk menangkap pembunuh Usman. Ada dua kejadian besar yang terjadi
di masa kepemipinan Ali, yaitu perang Jamal dan perang Shiffin. Perang Jamal adalah perang
yang terjadi antara pemerintahan Ali dengan pasukan Ummul Mukiminin, Aisyah Radhiallahu
'anha. Adapun perang Shiffin adalah perang yang terjadi antara pemerintahan Ali dengan
pasukan Mu’awiyah Radhiallahu 'anhuma.

Untuk menyelesaikan perselisihan antara Ali dan Mu’awiyah akhirnya diputuskan


untuk melakukan tahkim. Pelaksanaan tahkim tersebut mendapat penolakan dari sebagian
pasukan Ali yang kemudian keluar dari barisan Ali. Dalam sejarah barisan yang keluar dari
jama’ah Ali tersebut dinamai dengan Khawarij. Meskipun didasari oleh alasan-alasan politik,
akhirnya aliran Khawarij juga berevolusi menjadi aliran teologi.

Pada tahapan selanjutnya muncul pula aliran-aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah,
Jabariyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam makalah ini pembahasan akan
difokuskan pada sejarah dan konsep teologi dari Mu’tazilah.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini ditentukan beberapa rumusan masalah sebagai batasan
pembahasan, yaitu:
1. Apa pengertian dari Mu’tazilah?
2. Siapa saja tokoh-tokoh dari aliran Mu’tazilah?
3. Bagaimana paham serta doktrin dari aliran Mu’tazilah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa pengertian dari Mu’tazilah
2. Mengetahui siapa saja tokoh dari aliran Mu’tazilah
3. Memahami bagaimana paham dan doktrin dari aliran Mu’tazilah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mu’ tazilah
Secara bahasa “mu’tazilah” berasal dari kata “i’tizal” yang berarti “memisahkan diri.”
Selain itu Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam Islam yang banyak
terpengauruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai
dasar argumentasi.Sedangkan menurut istilah mu’tazilah adalah Sebuah firqoh / kelompok
dari para mutakallimin yang dibentuk atas dasar ketidakpuasan terhadap paham aliran
khawarij dan murjiah dan berselisih pendapat dari Ahlus Sunnah di sebagian Aqidah ,
didirikan dan diketuai oleh Wasil bin Atho’.
Pembangun mazhab ini adalah Abu Huzdaifah Washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Timbulnya
dizaman Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Hisyam ibnu Abdul Malik. Dinamakan
golongan Mu’tazilah, karena Washil memisahkan dirinya karena berlainan pendapat
dengan gurunya yaitu Al Hasan Al-Bashri. Mereka berbeda pendapat tentang masalah
orang islam yang mengerjaka maksiat dan dosa besar yang belum taubat sebelum
matinya. Golongan ini sendiri tidak suka dan tidak mau dinamakan Mu’tazilah. Mereka
mengakui diri dolongan pembela keadilan dan ketauhidan.
Keadilan - karena merekalah, golongan yang mensucikan Allah daripada pendapat
lawannya yang mengatakan bahwa Allah telah mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat,
lalu mereka di azab Allah. Sedangkan mu’tazilah berpendapat bahwa manusia adalah merdeka
dalam segala perbuatan dan bebas bertindak. Sebab itu mereka diazab atas perbuatan dan
tindakannya. Inilah yang mereka maksud keadilan itu.
Ketahuidan - Karena mereka menafikan dan mentiadakan sifat-sifat Allah. Artinya
Tuhan itu ada bersifat. Karena apabila seandainya bersifat yang macam-macam, niscaya Allah
Ta’ala berbilang (lebih dari satu). Inilah yang dimaksud Ahli Tauhid, menafikan sifat-sifat
Allah.

B. Tokoh – Tokoh Aliran Mu’ tazilah


Dalam perkembangannya, Muktazilah tidak hanya berpusat di kota Basrah sebagai
kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan ibu kota
pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka kita harus
melihatnya dari kedua kota tersebut.
Menurut analisa Yoesoef Sou‟yb, antara kedua daerah tersebut terdapat beberapa
perbedaan karakteristik, yaitu : Pertama, Pemuka Mu‟tazilah di Basrah cenderung
3
menghindari jabatan birokrasi di pemerintahan maupun di pengadilan. Dengan demikian
mereka dapat lebih fokus pada bidang agama dan keilmuan dan dapat mengemukakan
pemikiran secara leluasa tanpa terikat dengan kepentingan pemerintah atau pihak lainnya.
Sedangkan di Bagdad, mereka menggunakan kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan
dengan tujuan untuk mendapat dukungan sekaligus perlindungan. Kedua, Pemuka di Basrah
menyebarkan paham tanpa pemaksaan dan kekerasan, melainkan lebih banyak menanti
kesadaran umat untuk mengikutinya. Sedangkan di Bagdad, terkadang berusaha secara
sungguh-sungguh dan melakukan kekerasan agar masyarakat mengikuti aliran Mu‟tazilah.

Tokoh-Tokoh Mu’tazilah Bashrah:

1. Washil ibn Atha (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap di Bashrah.
Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu‟tazilah. Karenanya, ia diberi gelar
kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu‟tazilah wa Qadimuha, yang berarti pimpinan
sekaligus orang tertua dalam Muktazilah.
2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al- Allaf. Ia lahir di Bashrah
tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan al-Allaf karena
rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak. Gurunya bernama Usman al-Tawil
salah seorang murid Washil ibn Atha.
3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui, dan wafat
tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al- Nazhzham.
4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil di propinsi
Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan akrabnya ialah Al-Jubba‟i
dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia adalah ayah tiri dan juga guru dari
pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu Hasan al-Asy‟ari.

Tokoh-Tokoh Mu’tazilah Baghdad:

1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu‟tazilah di Bagdad.
2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang buku Al-
Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.

4
3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075-1144 M). Ia lebih dikenal
dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah selatan lautan Qazwen),
Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.
4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al-Hamazani al- Asadi. (325-425 H).
Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih dikenal dengan sebutan Al-
Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran Mu‟tazilah. Kendati demikian ia tetap
berusaha mengembangkan dan menghidupkan paham-paham Mu‟tazilah melalui karya
tulisnya yang sangat banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah
Syarah Ushul al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.

C. Paham dan Doktrin Aliran Mu’tazilah


Menurut pemuka Mu‟tazilah, Abu al-Husain al-Khayyat, seseorang belum bisa
diakui sebagai anggota Mu‟tazilah kecuali jika sudah mengakui dan menerima lima dasar
ajaran Mu‟tazilah (al-ushul al-khamsah). Sehingga Mu‟tazilah adalah aliran yang
mendasarkan faham keagamaan mereka pada lima ajaran ini. Lima ajaran ini adalah : 1) “at-
tauhid” keesaan Tuhan, 2) “al-adl” keadilan Tuhan, 3) “al-wa’du wal wa’id” janji dan ancaman
4) “al-manzilah bainal manzilatain” posisi antara dua posisi dan 5) “amar makruf nahi
mungkar” (menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran).

 Keesaan Tuhan (At-Tauhid)


Al-Quran menurut Muktazilah kedudukannya sebagai pelengkap dari kekuatan akal manusia,
menurut mereka akal mempunyai kekuatan luar biasa yang memungkinkan melakukan empat
hal penting dalam kehidupan meskipun tidak mendapatkan bimbingan wahyu, yaitu 1) akal
manusia dapat mengetahui Tuhan, 2) akal manusia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas
apa yang diberikan Tuhan, 3) akal manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang
burukk, 4) dengan akal manusia bisa mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan. Imam
Al Asy‟ari dalam kitabnya: Maqolat al Islamiyyin, menyebutkan pengertian Tauhid menurut
Mu'tazilah sebagai berikut : Allah itu Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, bukan jisim (benda)
bukan pribadi (syahs), bukan jauhar (substansi), bukan aradl (non essential property), tidak
berlaku padanya masa. Tiada tempat baginya, tiada bisa disifati dengan sifat-sifat yang
ada pada makhluk yang menunjukkan ketidak azaliannya, tiada batas bagi-Nya, tiada
melahirkan dan tiada dilahirkan, tidak dapat dilihat dengan mata kepala dan tidak bisa
digambarkan dengan akal pikiran. Ia Maha mengetahui, Yang Berkuasa dan Yang Hidup.

5
Hanya Ia sendiri Yang Qodim, tiada yang Qodim selain- Nya, tiada pembantu bagi-Nya dalam
menciptakan.
Dari pengertian di atas, nampak jelas bahwa pikiran-pikiran Mu'tazilah mengambil
istilah-istilah filsafat seperti syahs, jauhar, aradl, teladan (contah/idea) dan sebagainya.
Prinsip Tauhid ini dipertahankan dan diberi argumentasi sedemikian rupa, sehingga betul
betul murni. Pemahaman Tauhid di atas juga berimplkasi pada pernyataan kemakhlukan Al-
Quran sebagai konsekuensi peniadaan tajsim dan nafyus shifat karena dianggap mengotori
keesaan Allah.
Beberapa contoh pendapat Mu‟tazilah terkait konsep Tauhid pendapat Muktazilah
tentang ayat yang menunjukkan Tuhan punya tangan, tangan di sini diartikan kekuasaan dan
dalam ayat yang menunjukkan Tuhan bertempat dalam Arsy‟ diartikan bahwa Tuhan
menguasai dan sebagainya. Alasan Mu'tazilah menta‟wilkan ayat-ayat tersebut, karena
apabila diartikan secara harfiah tidak masuk akal dan bertentangan dengan ayat yang lain serta
akan mengurangi kesucian Tuhan sendiri. oleh sebab itu di dalam menjabarkan Tuhan Yang
Maha Esa ini mensifatinya dengan sifat-sifat salbiyah (negatif) seperti tidak berjisim, tidak
berarah, tidak berupa, tidak dan sebagainya yang pada prinsipnya tidak sama dengan sifat
makhluk.
Contoh lainnya dalam masalah melihat Tuhan. dikatakan bahwa Tuhan tidak berjisim,
maka juga tidak berarah. Jika Tuhan tidak berarah, maka manusia tidak dapat melihat-Nya
karena setiap sesuatu yang dapat dilihat itu pasti berada pada suatu tempat atau arah,
disamping dibutuhkan beberapa syarat seperti adanya cahaya, warna dan sebagainya, dan
yang demikian itu mustahil bagi
Allah.

 Keadilan Tuhan (Al-Adl)


Keadilan Tuhan bagi Mu'tazilah erat hubungannya dengan keesaan Tuhan (At-Tauhid).
Kalau At-Tauhid adalah mensucikan Tuhan dari adanya persamaan dengan makhluk, maka
Al-Adl adalah mensucikan Tuhan dari perbuatan dhalim. Keadilan Tuhan adalah salah satu
sendi pokok setalah keesaan Tuhan dalam pokok ajaran Muktazilah. Mereka bangga
menamakan diri sebagai ahlul ‘adl wat tauhid. Meskipun seluruh kaum muslimin
mengakui bahwa Allah adalah Maha Adil, namun Muktazilah memberi penekanan khusus
pada keadilan Tuhan.

6
Ada tiga hal pokok yang menjadi penekanan Muktazilah sehubungan dengan prinsip
keadilan yaitu: Pertama, Allah mengarahkan makhluknya kepada suatu tujuan dan bahwa
Allah menghendaki yang terbaik bagi hamba-Nya. Kedua, Allah tidak menghendaki
keburukan, maka dari itu tidak memerintahkan yang buruk. Ketiga, Allah tidak menciptakan
perbuatan hamba-Nya yang baik maupun yang buruk; manusia itu bebas dan ia menciptakan
perbuatannya dan itu menjadi dasar adanya pahala dan hukuman.
Menurut Muktazilah, Tuhan yang Maha Bijaksana tidak akan bertindak secara
semena-mena, akan tetapi dalam tindakan-Nya itu terkandung kebijaksanaan dan tujuan.
Orang bijak mungkin berbuat untuk kepentingan dirinya atau untuk kepentingan orang
lain, akan tetapi Tuhan mustahil berbuat untuk kepentingan diri-Nya sendiri karena mengejar
kepentingan diri sendiri adalah pertanda kekurangan. Oleh karena itu pastilah Tuhan berbuat
baik untuk kepentingan orang lain dalam hal ini makhluk-Nya.
Maka kebaikan dan kemaslahatan makhluk adalah tujuan yang terkandung
dalam perbuatan Tuhan. Demi keadilan-Nya Allah tidak akan pernah berbuat buruk atau
dzalim terhadap makluk-Nya. Bahkan menurut suatu pandangan Muktazilah, Tuhan wajib
melakukan yang terbaik bagi hamba-Nya.30
Konsekuensi lanjut dari keadilan menurut Muktazilah bahwa manusia menciptakan
perbuatannya. Penegasan ini untuk menjelaskan arti tanggung jawab manusia. Menurut
mereka, tidak adil jika manusia tidak menciptakan perbuatannya sehingga Tuhan
menghukumnya atas sesuatu yang ia tidak berdaya apa apa terhadapnya. Konsekuensi
selanjutnya Muktazilah memberikan penghargaam yang tinggi kepada kemampuan manusia
dan kompetensi akalnya untuk mengetahui yang baik dan yang buruk. Menurut Muktazilah
baik dan buruk itu bersifat dzati (objektif), padanya terdapat suatu kualitas yang dapat
dipatoki untuk menentukan baik dan buruk.

 Janji dan Ancaman (Al-Wa’du dan Al-Wa’id)


Janji dan ancaman merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan. Mereka yakin bahwa janji
Tuhan akan memberikan pahala berupa syurga dan ancaman akan menjatuhkan siksa yaitu
neraka sebagai yang disebutkan di dalam Al- Qur‟an, pasti dilaksanakan karena Tuhan
sendiri sudah menjanjikan hal yang demikian itu.
Siapa yang berbuat baik akan dibalas kebaikan dan siapa yang akan berbuat jahat akan
dibalas pula dengan kejahatan. Siapa yang keluar dari dunia penuh dengan ketaatan dan
7
taubat, ia berhak akan pahala dan mendapatkan tempat di syurga..Sebaliknya siapa yang
keluar dari dunia sebelum taubat dari dosa besar yang pernah dibuatnya, maka ia akan
diabadikan di dalam neraka. Namun demikian menurut Mu'tazilah, siksa yang diterimanya
akan lebih ringan jika dibandingkan dengan yang kafir sama sekali.

 Posisi antara dua posisi (Al-Manzilah bainal Manzilatain)


Al-Manzilah baina al-Manzilatain merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan
Muktazilah. Ini adalah satu istilah khusus yang digunakan oleh kaum Mu‟tazilah untuk
merespon fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada masa pemerintahan
Amirul Mukmini Ali bin Abi Thalib. Yakni ketika terjadi selisih paham antara kaum
khawarij dan Murjiah menyangkut perkara kafir dan mengkafirkan orang muslim yang
kedapatan telah melakukan dosa besar (fasik).
Bagi kaum khawarij, mereka yang fasik itu (para pendosa) bisa digolongkan kedalam orang-
orang yang kufur, oleh karena itu mereka sama saja dengan orang kafir. Atau tegasnya,
menurut kaum khawarij mereka itu adalah
kafir.
Sebaliknya, menurut kelompok murjiah, sepanjang imannya masih utuh walaupun
seseorang telah melakukan kejahatan dan berdosa besar maka dia masih tetap dianggap
orang muslim. Alasan kelompok ini sederhana, bahwa urusan hati siapa yang tahu. Dan iman
adalah urusan hati. Jadi sepanjang hatinya masih beriman maka dia adalah tetap orang
muslim.
Kaum Mu‟tazilah tampil ditengah-tengah mereka dengan mengatakan bahwa untuk
perkara seperti itu maka manzilah wal manziltain- lah dia. Orang yang melakukan perbuatan
dosa besar itu adalah ada diantara dua posisi, yakni antara kafir dan muslim. Orang yang
melakukan perbuatan fasik itu bukanlah termasuk kedalam golongan kaum muslimin dan
bukan pula termasuk kedalam golongan kafir, mereka ada diantara dua posisi itu.
Doktrin inilah yang kemudian melahirkan aliran Mu‟tazilah yang digagas oleh Washil
ibn Atha. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak
mukmin tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri
antara iman dan kafir. Tingkatan orang fasik di bawah orang mukmin dan di atas orang kafir.
jalan tengah ini diambilnya dari:

8
1. Ayat-ayat Quran dan hadis-hadis yang menganjurkan kita mengambil jalan tengah dalam
segala sesuatu.
2. Pikiran-pikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa ke-utamaan (fadilah) ialah jalan tengah
antara dua jalan yang berlebih-lebihan.
3. Plato yang mengatakan bahwa ada suatu tempat diantara baik dan buruk.

 Amar Makruf Nahi Mungkar


Ajaran ini berhubungan dengan pembinaan moral, dimana dalam membina moral umat,
Muktazilah berpendapat bahwa amar ma‟ruf nahi mungkar sebagai suatu bentuk dari kontrol
sosial wajib dijalankan. Kalau dapat cukup dengan seruan, tetapi kalau terpaksa dengan
kekerasan. Sejarah mencatat, Mu'tazilah pernah memakai kekerasan dalam
menyiarkan ajarannya yang menyangkut seorang ulama besar, yakni Ahmad ibn Hambal
terpaksa masuk penjara karena berbeda pendapatnya mengenai status Al- Qur‟an, dalam
peristiwa “Mihnah”, semacam ujian monoloyalitas bagi pejabat- pejabat negara.

9
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pembangun mazhab Mu’tazilah adalah Abu Huzdaifah Washil bin ‘Atha Al-
Ghazali. Timbulnya dizaman Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Hisyam ibnu
Abdul Malik. Dinamakan golongan Mu’tazilah, karena Washil memisahkan dirinya
karena berlainan pendapat dengan gurunya yaitu Al Hasan Al-Bashri. Mereka berbeda
pendapat tentang masalah orang islam yang mengerjaka maksiat dan dosa besar yang
belum taubat sebelum matinya. Golongan ini sendiri tidak suka dan tidak mau
dinamakan Mu’tazilah. Mereka mengakui diri dolongan pembela keadilan dan
ketauhidan.
Menurut pemuka Mu‟tazilah, Abu al-Husain al-Khayyat, seseorang belum
bisa diakui sebagai anggota Mu‟tazilah kecuali jika sudah mengakui dan menerima
lima dasar ajaran Mu‟tazilah (al-ushul al-khamsah). Sehingga Mu‟tazilah adalah
aliran yang mendasarkan faham keagamaan mereka pada lima ajaran ini. Lima ajaran
ini adalah : 1) “at-tauhid” keesaan Tuhan, 2) “al-adl” keadilan Tuhan, 3) “al-wa’du wal
wa’id” janji dan ancaman 4) “al-manzilah bainal manzilatain” posisi antara dua posisi
dan 5) “amar makruf nahi mungkar” (menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala
kemungkaran).

10
DAFTAR PUSTAKA
Mu'in, T. T. A., 1986. Ilmu Kalam. Jakarta: Widjaya.
Safi'i, A., 2016. Aliran Mu'tazilah, Sukamanah: Academia.

11

Você também pode gostar