Você está na página 1de 20

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA DI RUMAH

SAKIT JIWA SUNGAILIAT LAPORAN PENDAHULUAN (LP)


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
Nama : Nabila Amelia
NIM : 171440114
Jurusan/Tingkat : Keperawatan/II

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TAHUN 2019
A. Risiko Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang
lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
(NANDA, 2016).
2. Respons perilaku
Perilaku kekerasan di definisikan sebagai bagian dari rentang
respons marah yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap ansietas
(kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Laraia,2005). Amuk merupakan respons kemarahan yang
paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat dan merupakan bentuk perilaku destruktif yang
tidak dapat di kontrol (Yosep, 2009). Hal ini disertai dengan hilangnya
kontrool dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Berikut ini merupakan beberapa istilah perilaku kekrasan :
a. Asertif : kemarahan yang di unkapkan tanpa menyakiti orang lain
b. Frustasi : kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau
terhambat
c. Pasif : respons lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
d. Agresif : perilaku destruktif masih terkontrol
e. Amuk : perilaku destruktif masih terkontrol
B. Pengkajian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal yang diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan mengacu pada dua bentuk
yaitu perilaku kekerasan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan
terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
1. Faktor predisposisi
Menurut stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat
disebabkan oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang
melatarbelakangi munculnya masalah) dan faktor presipitasi (faktor
yang memicu adanya masalah).
Didalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor
biologis, psikologis, dan sosiokultural.
a. Faktor biologis
1) Teori dorongan naluri (instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, sistem
limbik memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (frustasion aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi.Hal ini dapat terjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat.
Keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory).
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang
mendukung.Reinforcement yang diterima saat melakukan
kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun di
luar rumah.
3) Teori eksistensi (Existencial theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui
perilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari luar
dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain.
Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau
sahabat yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit
dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif,
seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan, dapat memicu perilaku
kekerasan.
3. Faktor Risiko
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko
perilakukekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence)
dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence). (Dikutip dalam buku Keperawatan jiwa 2017
Ns.sutejo,M.kep.,Sp.Kep.J hal.64)
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
1) Usia ≥ 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih,
menyatakan pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu
yang telah menolak individu tersebut, dll.)
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotic
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)
10) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan zat)
11) Pekerjaan (professional, eksekutif, administrator atau pemilik
bisnis, dll.)
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu
yang bersifat kekerasan atau konfiliktual)
13) Isu kesehatan fisik
14) Gangguan psikologis
15) Isolasi social
16) Ide bunuh diri
17) Rencana bunuh diri
18) Riwayat upacara bunuh diri berulang
19) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan tentang
dosis mematikan suatu obat, dll.)
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3) Perlakuan kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,
maupun seksual
5) Riwayat penyalahgunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsive
8) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti,
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk
melampiaskan amarah)
9) Bahasa tubuh negative (seperti kekakuan, mengepalkan tinju
atau pukulan, hiperaktivitas, dll.)
10) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan,
kejang, dll.)
11) Intoksikasi patologis
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing
dilantai, menyobek objek di dinding, melempar barang,
memecahkan kaca, membanting pintu, dll.)
13) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang,
memukul, menggigit, mencakar, upaya perkosaan,
memperkosa, pelecehan seksual, mengencingi orang, dll.)
14) Pola ancaman kekerasan ( ancaman secara verbal terhadap
objek atau orang lain , menyumpah serapah, gesture atau
catatan mengancam, ancaman seksual, dll.)
15) Pola perilaku kekerasan antisocial (mencuri, meminjam dengan
memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll.)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan
pasien dan didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membentu
klien mengembangkan mekanisme koping yang konstruktuf dalam
mengekspresikan marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang
sering digunakan, antara lain mekanisme pertahanan ego, seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, denial dan reaksi formasi.
6. Perilaku
(NANDA, 2016), Klien dengan gangguan perilaku kekerasan
memiliki beberapa perilaku yang perlu diperhatikan.Perilaku klien
dengan gangguan perilaku kekerasan dapat membahayakan bagi
dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun
perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan risiko perilaku
kekerasan, antara lain: (Dikutip dalam buku Keperawatan jiwa 2017
Ns.sutejo,M.kep.,Sp.Kep.J hal.67)
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan
system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,
pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, disertai ketegangan
otot seperti rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif, dan
asertif. Perilaku asertif merupakan cara terbaik individu untuk
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikologis. Dengan perilaku tersebut, individu juga
dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat
konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
C. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika
klien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah
melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu mengendalikan perilaku
kekerasan tersebut.
Gambar. Pohon Masalah Diagnosis Risiko Perilaku Kekerasan

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Risiko perilaku
kekerasan

Perilaku kekerasan
D. Perencanaan
RENCANA KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Risiko perilaku Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
kekerasan TUM: Klien menunjukkan 1. Bina hubungan saling Kepercayaan dari klien
Klien dan keluarga tanda-tanda percaya percaya dengan merupakan hal yang
mampu mengatasi kepada perawat mengemukakan akan memudah
atau mengendalikan melalui: prinsip komunikasi perawat dalam
risiko perilaku 1. Ekspresi wajah terapeutik: melakukan pendekatan
kekerasan. cerah, tersenyum a. mengucapkan keperawatan atau
2. Mau berkenalan salam terapeutik. intervensi selanjutnya
TUK 1: 3. Ada kontak mata Sapa klien terhadap klien.
1. Klien dapat 4. Bersedia dengan ramah,
membina hubungan menceritakan baik verbal
saling percaya Perasaannya ataupun non
5. Bersedia verbal.
mengungkapkan b. Berjabat tangan
masalah dengan klien.
c. Perkenalkan diri
dengan sopan.
d. Tanyakan nama
lengkap dan
nama panggilan
yang disukai
klien.
e. Jelaskan tujuan
pertemuan.
f. Membuat
kontrak topik,
waktu, dan
tempat setiap
kali bertemu
klien.
g. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
h. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar
klien.

TUK 2: Kriteria Evaluasi: 2. Bantu klien Menentukan


Klien dapat Setelah 3x intervensi, mengungkapkan mekanisme koping
mengidentifikasi klien dapat: perasaan marahnya: yang dimiliki oleh
penyebab perilaku 1. menceritakan a. Diskusikan klien dalam
kekerasan yang penyebab perilaku bersama klien menghadapi masalah.
dilakukannya. kekerasan yang untuk Selain itu, juga sebagai
dilakukannya. menceritakan langkah awal dalam
2. Menceritakan penyebab rasa menyusun strategi
penyebab perasaan kesal atau rasa berikutnya.
jengkel/kesal, baik jengkelnya.
dari diri sendiri b. Dengarkan
maupun penjelasan klien
lingkungannya. tanpa menyela
atau memberi
penilaian pada
setiap ungkapan
perasaan klien.
TUK 3: Kriteria Evaluasi: Membantu klien Deteksi dini dapat
Klien dapat Setelah 3x intervensi, mengungkapkan tanda- mencegah tindakan
mengidentifikasi klien dapat tanda perilaku kekerasan yang bisa
tanda-tanda perilaku menceritakan tanda- yang dialaminya: membahayakan klien
kekerasan. tanda perilaku 1. Diskusikan dan dan lingkungan
kekerasan secara: motivasi klien untuk sekitar.
1. Fisik: mata merah, menceritakan kondisi
tangan mengepal, fisik saat perilaku
ekspresi tegang, kekerasan terjadi.
dan lain-lain. 2. Diskusikan dan
2. Emosional: motivasi klien untuk
perasaan marah, menceritakan kondisi
jengkel, bicara emosinya saat terjadi
kasar. perilaku kekerasan.
3. Social: bermusuhan 3. Diskusikan dan
yang dialami saat motivasi klien untuk
terjadi perilaku menceritakan kondisi
kekerasan psikologi saat terjadi
perilaku kekerasan.
4. Diskusikan dan
motivasi klien untuk
menceritakan kondisi
hubungan dengan
orang lain saat terjadi
perilaku Kekerasan.
TUK 4: Kriteria Evaluasi: Diskusikan dengan klien Melihat mekanisme
Klien dapat Setelah 3x intervensi, seputar perilaku kekerasan koping klien dalam
mengidentifikasi jenis klien menjelaskan: yang dilakukannya selama menyelesaikan
perilaku kekerasan 1. Jenis-jenis ekspresi ini. masalah yang
yang pernah kemarahan yang 1. Motivasi klien dihadapi.
dilakukannya. selama ini telah menceritakan jenis-
dilakukannya. jenis tindak kekerasan
2. Perasaanya saat yang selama ini
melakukan pernah dilakukannya.
kekerasan. 2. Motivasi klien
3. Efektivitas cara menceritakan perasaan
yang dipakai dalam klien setelah tindak
menyelesaikan kekerasan tersebut
masalah. terjadi.
3. Diskusikan apakah
dengan tindak
kekerasan yang
dilakukannya, masalah
yang dialami teratasi.
TUK 5: Kriteria Evaluasi: Diskusikan dengan klien membantu klien
Klien dapat Setelah 3x intervensi, akibat negative atau melihat dampak yang
mengidentifikasi klien menjelaskan kerugian dari cara atau ditimbulkan akibat
akibat dari perilaku akibat yang timbul dari tindakan kekerasan yang perilaku kekerasan
kekerasan. tindak kekerasan yang dilakukan pada: yang dilakukan klien.
dilakukannya: 1. Diri sendiri
1. Diri sendiri: luka, 2. Orang lain/keluarga
dijauhi teman, dll. 3. Lingkungan
2. Orang
lain/keluarga: luka,
tersinggung,
ketakutan, dll.
3. Lingkungan: barang
atau benda-benda
rusak, dll.
TUK 6: Kriteria Evaluasi: Diskusikan dengan klien Menurunkan perilaku
Klien dapat Setelah 3x intervensi, seputar: yang destruktif yang
mengidentifikasi cara klien dapat 1. Apakah klien mau berpotensi mencederai
konstruktif atau cara- menjelaskan: cara-cara mempelajari cara klien dan lingkungan
cara sehat dalam sehat dalam baru yang sekitar.
mengungkapkan mengungkapkan marah. mengungkapkan
kemarahan. marah yang sehat.
2. Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
kemarahan selain
perilaku kekerasan
yang diketahui klien.
3. Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
kemarahan:
a. Cara fisik:
nafas dalam,
pukul bantal
atau kasur,
olahraga.
b. Verbal:
mengungkapka
n bahwa
dirinya sedang
kesal kepada
orang lain.
c. Sosial: latihan
asertif dengan
orang lain.
d. Spiritual:
sembahyang/d
oa, zikir,
meditasi, dsb
sesuai dengan
keyakinan
agamanya
masing-
masing.

TUK 7: Kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan cara yang Keinginan untuk


Klien dapat Setelah 3x intervensi, mungkin dipilih serta marah yang tidak bisa
mendemonstrasikan klien memperagakan anjurkan klien diprediksi waktunya
cara mengontrol cara mengontrol memilih cara yang serta siapa yang akan
perilaku kekerasan perilaku kekerasan mungkin diterapkan memicunya
secara fisik, verbal, dan untuk mengungkapkan meningkatkan
spiritual dengan cara kemarahannya. kepercayaan diri klien
berikut: 2. Latih klien serta asertifitas
1. Fisik: tarik nafas memperagakan cara
dalam, memukul yang dipilih dengan
bantal/kasur. melaksanakan cara
2. Verbal: yang dipilih.
mengungkapkan 3. Jelaskan manfaat cara
perasaan tersebut.
kesal/jengkel pada 4. Anjurkan klien
orang lain tanpa menirukan
menyakiti. peragaanyang sudah
Spiritual: dilakukan.
3. Dzikir/doa meditasi 5. Beri penguatan pada
sesuai agamanya. klien, perbaiki cara
yang masih belum
sempurna.
6. Anjurkan klien
menggunakan cara
yang sudah dilatih saat
marah/jengkel.
TUK 8: Kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan penting (ketegasan) klien saat
Klien mendapat Setelah 3x intervensi, nya peran serta marah/jengkel.
dukungan keluarga keluarga mampu: keluarga sebagai Keluarga merupakan
untuk mengontrol 1. Menjelaskan cara pendukung system pendukung
risiko perilaku merawat klien kliendalam utama bagi klien dan
kekerasan. dengan risiko mengatasi risiko merupakan bagian
perilaku kekerasan. perilaku penting dari
2. Mengungkapkan kekerasan. rehabilitasi klien.
rasa puas dalam 2. Diskusikan potensi
merawat klien keluarga untuk
dengan risiko membantu klien
perilaku kekerasan. mengatasi perilaku
kekerasan.
3. Jelaskan
pengertian,
penyebab, akibat,
dan cara merawat
klien risiko
perilaku kekerasan
yang dapat
dilaksanakan oleh
keluarga
4. Peragakan cara
merawat klien
(menangani PK)
5. Beri kesempatan
keluarga untuk
memperagakan
ulang cara
perawatan
terhadap klien.
6. Beri pujian kepada
keluarga setelah
peragaan.
7. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan.
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. 2018. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Você também pode gostar